Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara)

(1)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

PERANAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA

MENURUT UNDANG–UNDANG NO.23 TAHUN 2002

TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

(Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Provinsi Sumatera Utara)

Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

N a m a

: WINIKA INDRASARI

N I M

: 050200376

Bagian

: HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Winika Indrasari

Lukman Hakim Nainggo lan SH Dr. Marlina SH.M.Hum

Melihat kondisi anak-anak Indonesia sekarang yang sangat memprihatinkan

dan butuh perlindungan dari setiap orang dan Lembaga yang khusus melindungi anak permasalahan anak sangat dramatis dan memilukan, karena dialami oleh manusia yang kemampuan fisik, mental, dan sosialnya masih terbatas untuk merespon berbagai resiko dan bahaya yang dihadapinya. Lebih tragis lagi jika dicermati bahwa dalam berbagai kasus, permasalahan tersebut justru dilakukan oleh pihak-pihak yang seyogianya berperan mengasuh dan melindungi anak, terutama orang tua/ keluarga.Kejahatn ini sering terjadi hampir di seluruh Kota khususnya di Kota Medan.

Permasalahan yang diangkat yaitu Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dearah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan perlindungan terhadap anak serta kendala-kendala dan upaya yang dihadapi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dearah Provinsi Sumatera Utara.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis yang dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan Perpus hukum yang berhubungan dengan perdagangan orang dan selanjutnya serta melihat pada kenyataan yang ada di dalam masyarakat dengan menitik beratkan kepada permasalahan mengenai peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara, dimana metode pengumpulan data dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang berasal dari buku-buku, literatur, makalah, internet dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian ke lapangan dengan metode analisis kualitatif yang memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan normatif yaitu penelitian dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan.

Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi sumatera Utara yaitu menyadarkan semua pihak akan pentingnya pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak, menerima pengaduan masyarakat dan memfasilitasi pelayanan dan pendampingan pelanggaran hak-hak anak, mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan perlindungan anak, dan memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada pemerintah dan pihak penyelenggara perlindungan anak demi kepentingan terbaik bagi anak.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi sumatera Utara tidak adanya pembuatan peraturan, karena tugasnya mensosialisasikan masyarakat. Dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara ini mengikuti acuan kepada peraturan dari Undang–undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.


(3)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu Meningkatkan pelaksanaan penanggulangan gelandangan dan pengemis secara terpadu di Kota Medan. Memfasilitasi tersedianya tempat pengaduan dan pelayanan terhadap kasus–kasus pelanggaran–pelanggaran hak anak demi kepentingan terbaik bagi anak.


(4)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis panjatkan puji syukur atas ke hadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayah-nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Suatu kewajiban bagi mahasiswa/mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuat suatu karya ilmiah dalam rangka menyelesaikan masalahnya. Untuk mencapai gelar Sarjana Hukum itulah penulis juga membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “ Peranan Komisi Perlindungan Anak

Indonesia menurut UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak “.

Penulis mengakui bahwa tulisan yang penulis hasilkan ini sangat jauh dari kesempurnaan, hal itu disebabkan karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis, untuk itulah penulis mengharapkan ucapan terima kasih kepada :

Bapak Prof.Runtung Sitepu,SH,M,Hum, Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

Bapak Prof. Suhaidi,SH,MH, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Bapak Syafruddin,SH,MH,DFM, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Bapak Abul Khair, SH,M.Hum selaku ketua Departemen Hukum Pidana

Universitas Sumatera Utara.

Ibu Nurmalawati, SH,M.Hum selaku sekertaris Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara.


(5)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Ibu Dr. Marlina, SH,M.Hum selaku Dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingannya dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktunya.

Bapak Lukman Hakim Nainggolan,SH. Selaku Dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktunya.

Bapak Edy Ikhsan, SH,MA, selaku staff Yayasan Pusaka Indonesaia.

Bapak Drs. M. Zuhrin Piliang, M.Si, selaku ketua Komisi Perlindungan Anak

Indonesia Povinsi sumatera utara.

Ibu Surianingsih,SH,M,Hum selaku dosen wali yang selalu memberikan

perhatian dan motivasi untuk tetap selalu kuat dalam menjalani hidup. Seluruh Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Seluruh staff bagian Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Ibu Elvi Hadriani selaku Penanggungjawab Bid. Pengembangan Kelembagaan

& Kemitraan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara.

Bapak Muslim Hrp.SH selaku Penanggungjawab Bid.Pengaduan & fasilitas

Pelayanan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat dan ananda cintai Ayahanda H. Sukatno, dan Ibunda Hj.

Wartini, yang tanpa pamrih membesarkan dan mendidik anada, sehingga ananda

banyak belajar cara hidup bertanggung jawab, tak kenal menyerah dan senantiasa menghormati orang lain.


(6)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Yang tersayang Tanteku Hj. Djuniarwati yang senantiasa memberikan motivasi kepada ananda untuk tetap bertahan dan terus berusaha dalam menghadapi gelombang kehidupan.

Yang tersayang Abangda Supriadi Ansyah, SE yang selalu memberikan motivasi kepada ananda untuk tetap semangat dan berusaha dalam menghadapi hidup ini. Yang tersayang Iwan Pardy, yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk tetap tegar dalam menghadapi gelombang kehidupan.

Yang tersayang sahabat-sahabat setiaku Tutut R. Kartika, Sesy S.Sembiring,

Sahat M.Siregar, Febrina Annisa, Dema, Dina Afriani, Fransiska Surbakti, Hendri Syahputra Natali, Khori Tifani Lbs, Rizki Nova, Olki Olila Siba dan Ega Pranata Sembiring, yang senantiasa mengingatkan ananda saat salah dan

khilaf, menasehati dikala duka, thanks friend, Persahabatan kita ga’ akan pudar dan akan selalu abadi selamanya.Amien.


(7)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Pengertian Peranan. ... 9

2. Pengertian Anak. ... 9

3. Pengertian Perlindungan Anak. ... 16

a. Bentuk–bentuk Perlindungan Anak Dalam Sistem Hukum Di Indonesia. ... 17

b. Teori–teori Delinquency ... 27

G. Metode Penelitian ... 37


(8)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

BAB II PERANAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DI DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK.

A. Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia ... 40 1. Dilihat Secara Struktur ... 41 2. Dilihat Secara Organisasi ... 43 3. Pengertian Perlindungan Anak Indonesia Menurut UU No. 23

Tahun 2002 ... 44 B. Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera

Utara.

1. Struktur Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara ... 47

2. Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Provinsi Sumatera Utara ... 50

BAB III KENDALA–KENDALA YANG DIHADAPI OLEH KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA.

A. Kendala-Kendala Peraturan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara ... 52 B.Kendala-Kendala Masyarakat Di dalam Budaya


(9)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

BAB IV UPAYA–UPAYA KOMISI PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SUMATERA UTARA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK INDONESIA YANG TERKAIT DENGAN UNDANG–UNDANG NO.23 TAHUN 2002.

A. Upaya-upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah

Provinsi Sumatera Utara ... 55

B. UPAYA KPAID BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NO.6 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFICKING) PEREMPUAN DAN ANAK... 59

C. Upaya-upaya Komisi perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Selatan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 66

B. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(10)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melihat kondisi anak-anak yang sangat memprihatinkan dan permasalahan anak yang sangat dramatis dan memilukan, karena dialami oleh manusia yang kemampuan fisik, mental dan sosialnya masih terbatas untuk merespon berbagai resiko dan bahaya yang dihadapinya. Lebih tragis lagi jika dicermati bahwa dalam berbagai kasus, permasalahan tersebut justru dilakukan oleh pihak-pihak yang seyogianya berperan mengasuh dan melindungi anak, terutama orangtua/keluarga.

Bagaimanapun, kita tidak boleh melupakan puluhan ribu anak lain yang tidak mampu bertahan mengalami perlakuan buruk, dan jutaan anak lainnya yang sampai saat ini masih menderita. Satu-satunya obat bagi anak-anak yang mengalami perlakuan buruk ini adalah adanya suatu lembaga perlindungan bagi anak-anak yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang sangat dalam memberikan perlindungan terhadap anak, baik hak hidup, hak sipil, hak tumbuh kembang, dan hak berpartisipasi sesuai dengan keinginan, bakat, minat dan kebutuhannya. Pemenuhan hak-hak tersebut dilakukan dengan tujuan demi kepentingan terbaik bagi masa depan bangsa dan negara.

Begitu pula yang terjadi di daerah Sumatera Utara, berdasarkan data yang saya lihat konsern terhadap kasus kekerasan anak menjelaskan bahwa angka kekerasan terhadap anak di Medan menempati posisi teratas, dari jumlah itu sebanyak 17 kasus merupakan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur,


(11)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

sedangkan sisanya adalah penganiayaan, 8 kasus pemerkosaan terhadap anak

(incest), 2 kasus sodomi, 4 kasus penculikan, dan 3 korban pembunuhan.

Berbagai kasus anak yang terjadi di banyak wilayah amat memilukan, menyayat hati nurani. Dalam mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya yaitu adanya perlindungan Komisi Perlindungan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang beracuan kepada UU No.23 Tahun 2002.

Ditinjau dari Undang-undang No.23 Tahun 2002 bahwasannya anak itu adalah sebuah amanah yang diberikan oleh Allah SWT yang senantiasa harus dijaga karena di dalam dirinya terdapat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus kita junjung tinggi.1

Anak mencakup anak yang masih di dalam kandungan karena di dalam hukum perdata anak yang dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak memerlukan untuk itu. Ketentuan ini juga penting untuk Menurut Undang-undang No.3 Tahun 1997 dalam pasa l 1 ayat 7 Anak itu adalah orang dalam perkarra anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

Yang dikatakan Anak menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

1


(12)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

mencegah tindakan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab terhadap usaha pengguran kandungan.2

4. Hak berpartisipasi dan bermain Anak adalah Hak untuk berkumpul, mengemukakan keinginan, mengembangkan bakat dan minat atau penentuan jati dirinya.

Dan anak juga memiliki Hak-hak dasar yaitu:

1. Hak Sipil Anak adalah Hak hidup, hak identitas melalui Akte Kelahiran, dan Hak memperoleh Kewarganegaraan.

2. Hak Kesehatan Anak adalah Hak memperoleh ASI, memperoleh gizi baik, mendapat imunisasi, dan mendapat perawatan apabila sakit.

3. Hak Pendidikan Anak adalah Hak mendapatkan pendidikan dasar, dan pembinaan kehidupan agama dan sosial.

3

Pengertian Anak menurut Undang-undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang berarti makna anak (Pengertian tentang anak) yaitu Seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin, akan tetapi walaupun seseorang belum genap berusia 21 tahun, namun apabila ia sudah pernah kawin maka dia tidak lagi berstatus anak, melainkan orang yang sudah dewasa.

Pengertian anak dibatasi dengan syarat sebagai berikut: Pertama, anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.

4

2

Brosur Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara. 3

Brosur Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara. 4


(13)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Anak juga memiliki hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan bimbingan, pelayanan, pemeliharaan dan perlindungan, perlindungan lingkungan hidup, pertolongan pertama, memperoleh asuhan, memperoleh bantuan, diberi pelayanan asuhan, memperoleh pelayanan khusus dan hak mendapat bantuan dan pelayanan. atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah ia dilahirkan.

Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia juga yang ada termuat di dalam Undan –undang Dasar Tahun 1945 dan Undang–undang No 39 Tahun 1999 Pasal 52 yaitu Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara. Hak Anak adalah hak asasi manusia san untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak di dalam kandungan yang harus kita jaga.

Hak–hak anak dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita–cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atau kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak diskriminisasi, pelecehan, penelantaran, dan kekerasan.

Bicara tentang kekerasan, kebijakan dan program aksi perlindungan anak yang bisa berdimensi global, nasional maupun lokal, dapat berperan sebagai piranti kelembagaan dalam melindungi anak dari tindakan–tindakan kekerasan, kebijakan itu adalah desain besar (grand desain) yang ditujukan untuk merespon isu atau masalah tertentu secara sistematis, melembaga dan berkelanjutan.


(14)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Kebijakan berfungsi sebagai pedoman yang akan diimplementasikan oleh program aksi. Program aksi itu adalah beragam tindakan (course of action) yang lebih aplikatif, berjangka waktu dan berwilayah geografis jelas.

Indonesia telah memiliki perangkat hukum untuk melindungi anak, antara lain: Keppres RI No.59 Tahun 2002 (RAN Penghapusan Bentuk–bentuk Terburuk Pekerja Anak): Keppres RI No.88 Tahun 2002 (RAN Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak): dan UU No.39 Tahun 1999 (UU HAM), dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Perlindungan terhadap anak tidak bisa hanya dipandang sebagai persoalaan politik dan legilasi (kewajiban negara). Perlindungan terhadap kesejahteraan anak juga merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua dan kepedulian masyarakat.

Apabila tidak ada partisipasi dari masyarakat, pendekatan legal formal saja ternyata tidak cukup efektif melindungi anak. Komunitas lokal juga memiliki peran penting dalam merancang dan program aksi perlindungan anak.

Dengan adanya Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk dapat meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia

Lembaga ini bersifat independen tidak boleh dipengaruhi oleh siapa dan dimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yaitu “ Demi Kepentingan Terbaik Bagi Anak “.5

5

Ibid hlm.15

Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada saat ini diketuai oleh Hj. Masnah Sari SH, Wakil Ketua I oleh Santi Dian Sari Sarino dan Ketua II oleh Magdalena Sitorus dan Hadi Soepeno sebagai Sekertaris.


(15)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Lembaga independen ini yang kedudukannya setingkat dengan Komisi Negara yan dibentuk berdasarkan amanat Kepres 77 tahun 2003.

Melihat pada proporsi yang sebenarnya, tugas Komosi Perlindungan Anak Indonesia bertugas melakukan sosialisasi seluruh ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelahaan dan pemantauan evaluasi, serta pengawasan terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak, memberikan laporan, saran, masukan serta pertimbangan kepada Presiden dalam rangka Perlindungan Anak.

Dampak dari perilaku pelecehan dan kekerasan terhadap anak cenderung merusak mental bahkan sering kali mengalami keterbelakangan mental. Misalnya, Seorang anak TK berusia lima tahun sering mengalami kekerasan dari orang tuanya, anak tersebut perlu waktu berbulan–bulan untuk bisa pulih.

Hukum positif di Indonesia saat ini memang sudah mulai mau mengatur secara khusus bentuk perlindungan untuk penceghan dan penanggulangan pelecehan dan kekersan tehadap anak.

Oleh karena itu diperlukannya Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap anak.

Berdasarkan uraiantersebut di atas maka yang akan saya bahas adalah bagaimana Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan perlindungan terhadap anak dan bagaimana kendala-kendala serta upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(16)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan di dalam skripsi tersebut adalah

1. Bagaimanakah peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan perlindungan terhadap anak ?

2. Bagaimanakah kendala yang dihadapi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan perlindungan terhadap anak ? 3. Upaya–upaya apa saja yang diberikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Dearah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan perlindungan terhadap anak ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui peranan komisi perlindungan anak Indonesia dalam

memberikan perlindungan terhadap anak khususnya ditinjau dari UU No. 23 Tahun 2002.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan Perlindungan terhadap Anak.

D. Manfaat Penelitian.

Dari pembahasan pada skripsi ini, diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu:


(17)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

1. Secara Teoritis

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan Hukum Pidana dan khususnya masalah perlindungan anak.

2. Dapat memberikan sumbangan informasi kepada pendidikan ilmu hukum mengenai penegakkan hukum terhadap perlindungan anak.

3. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat Undang–undang di dalam menetapkan kebijakan sebagai upaya mengantisipasi maraknya kesewenang–wenangan terhadap anak di Indonesia.

2. Secara Praktis

1. Untuk mengetahui Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan perlindungan kepada anak.

2. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan kepada Pemerintah dalam rangka mengambil kebijakan dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia daerah Provinsi sumatera Utara.

3. Apakah upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera berhasil apa tidak dalam mengambil suatu kebijakan.

E. Keaslian Penulisan

Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis membuatnya dengan melihat dasar–dasar yang telah ada, baik melalui literatur–literartur yang penulis peroleh dari perpustakaan dan dari media elektronik, dan sebelumnya penulis telah


(18)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

mengkonfirmasikan masalah tersebut kepada sekertaris jurusan hukum pidana bahwasannya belum pernah ada judul atau tema yang sama dengan skripsi ini dan skripsi ini adalah hasil pemikiran saya sendiri.

F. Tinjauan Kepustakaan Pengertian Peranan.

Menurut Soekanto peran itu merupakan aspek yang dinamis dari suatu kedudukan, Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dan peranan adalah kepentingan ilmu pengetahuan, keduanya tidak dapat dipisahkan oleh karena yang satu tergantung dengan yang lainnya dan sebaliknya juga demikian, tidak ada kedudukan tanpa adanya peran. Pentingnya peranan adalah bahwa hal itu mengatur kelakuan seseorang sehingga dengan demikian orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan diri dengan perilaku orang-orang disekitarnya.6

Menurut Poerwardarminta Peran adalah suatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama dalam hal terjadinya hal atau peristiwa.7

6

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. 2005. hlm 243 7

Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. 1990 hlm 145

Pengertian Anak.

Dikatakan anak yaitu seseorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki–laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.


(19)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita–cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

Anak adalah suatu aset bangsa, masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak. Semakin baik kepribadian seorang anak maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa.

Begitu pula sebaliknya, apabila kepribadian anak tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa dimasa yang akan datang.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak–kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan. Bagi kebanyakan anak, masa kanak–kanak seringkali tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan yaitu pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan lagi anak–anak tetapi orang dewasa.

Menurut Hurlock (1980), manusia berkembang melalui beberapa tahapan yang berlangsung secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu dan bisa berlaku umum.

Untuk itu lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian tersebut :

a. Masa pra–lahir : dimulai saat terjadinya konsepsi lahir. b. Masa jabang bayi : satu hari–dua minggu.

c. Masa bayi : dua minggu–satu tahun .

d. Masa anak : - masa anak – anak awal : 1 tahun-6 tahun

- anak – anak lahir : 6 tahun–12 tahun / 13 tahun e. Masa remaja : 12 / 13 tahun–21 tahun


(20)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

f. Masa dewasa : 21 tahun–40 tahun g. Masa tengah baya : 40 tahun–60 tahun h. Masa tua : 60 tahun–meninggal.8

Faktor keterbatasan kemampuan dikarenakan anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa. Faktor keterbatasan kemampuan dikarenakan anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa: disebabkan kemampuan daya nalar (akal) dan kondisi fisik dalam

Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge). Tetapi dapat dilihat dari sisi pandang sentralistis kehidupan, Misalnya: agama, hukum dan sosiologi menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial.

a. Pengertian Anak dari Aspek Sosiologis.

Aspek sosiologis pengertian anak itu menunjukkan bahwa anak sebagai makhluk sosial ciptaan Allah SWT. Yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat di lingkungan tempat berinteraksi.

Arti anak dari aspek sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan–keterbatasan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa.

8


(21)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

pertumbuhan atau mental spritual yang berada di bawah kelompok usia orang dewasa.9

Kelompok pengertian anak dalam bidang ekonomi, mengarah pada konsepsi kesejahteraan anak yang ditetapkan oleh Undang–undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak adalah “hak asasi anak yang harus diusahakan bersama“.

b. Pengertian Anak dari Aspek Ekonomi.

Dari aspek ekonomi, status anak sering dikelompokkan pada golongan yang non produktif. Jika terdapat kemampuan ekonomi yang persuasif dalam kelompok anak, kemampuan tersebut dikarenakan anak mengalami transformasi finansial yang disebabkan dari terjadinya interaksi dalam lingkungan keluarga yang berdasarkan nilai kemanusiaan.

Kenyataan–kenyataan dalam masyarakat sering memproses anak–anak melakukan kegiatan ekonomi atau kegiatan produktivitas yang dapat menghasilkan nilai–nilai ekonomi.

10

Pandangan anak dalam pengertian religius akan dibangun sesuai dengan pandangan Islam yang mempermudah untuk melakukan kajian sesuai dengan konsep–konsep Al–qur’ an dan Hadis Nabi Muhammad SAW yaitu anak sebagai suatu yang mulia kedudukannya. Anak memiliki atau mendapat tempat

c. Pengertian Anak dari Aspek Agama.

9

Maulana Hasan Wadong. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan

Anak.Grasindo.Jakarta .2000.Hlm 5

10


(22)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

kedudukan yang istemewa dalam Nash Al-qur’an dan Al Islam harus diperlakukan secara manusiawi dan diberi pendidikan, pengajaran, keterampilan dari akhlak nul–karimah agar anak tersebut kelak akan bertanggung jawab dalam mensosialisasikan diri untuk memenuhi kebutuhan hidup dari masa depan yang kondusif.

Anak itu adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan

lila’lamin dan sebagai pewaris ajaran agama Islam.11

11 Ibid. Hlm 14

d. Pengertian Anak dari Aspek Hukum.

Di dalam hukum kita terdapat pluralisme mengenai pengertian anak, di dalam hal ini adalah sebagai akibat dari tiap–tiap peraturan Perundang–undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai pengertian anak itu sendiri.

Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertuan anak dari pandanagan sistem hukum atau disebut kedudukan dala arti khusus sebagai subjek hukum dan meliputi pengelompokkan kedalam subsistem sebagai berikut:

1. Pengertian Anak berdasarkan UU No.23 Tahun 2002.

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak–hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.

2. Pengertian Anak berdasarkan UU Pengadilan Anak.

Anak dalam UU No.3 Tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat ( 2 ) yang berbunyi:


(23)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

“Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah“.

Di dalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat sebagai berikut: Pertama, anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.

Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin, artinya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan bercerai, apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian oleh karena itu si anak dianggap sudah dewasa walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.

3. Pengertian Anak Menurut Hukum.

Pengertian anak di dalam hukum pidana lebih diartikan pada pemahaman terhadap hak–hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki substansi yang lemah dan di dalam sistem hukum dipandang sebagai subjek hukum yang dikaitkan dari bentuk pertanggung jawaban sebagaimana layaknya seorang subjek hukum yang normal.12

12

Darwan Prinst. Hukum Anak Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.2003 hlm 2 Pengertian anak dalam aspek hukum pidana ini menimbulkan aspek hukum positif terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang untuk membentuk kepribadian dan tanggung jawab yang pada akhirnya menjadikan anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang baik.

Pada hakekatnya, kedudukan status dari pengertian anak di dalam hukum pidana meliputi dimensi–dimensi pengertian sebagai berikut:


(24)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

a. Ketidak mampuan untuk bertanggung jawab tindak pidana.

b. Rehabilitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri.

c. Pengembalian hak–hak dengan jalan mensubsitusikan hak–hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara dengan maksud untuk mensejahterakan anak.

d. Hak–hak untuk menerima pelayanan dan asuhan. e. Hak anak–anak dalam proses hukum acara pidana.

Pengertian anak di dalam hukum perdata dilihat dari beberapa aspek keperdataan yang ada pada anak sebagai seorang subjek hukum yang tidak mampu.

Aspek–aspek tersebut adalah:

a. Status belum dewasa (batas usia) sebagai subjek hukum. b. Hak–hak anak di dalam hukum perdata.

Pada pasal 330 KUHPerdata memberikan pengertian anak adalah orang belum dewasa yang belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

Pengertian tentang anak ini diletakkan sama maknanya dengan mereka yang belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia batas legitimasi hukum sebagai subjek hukum atau layaknya subjek hukum normal yang ditentukan oleh Perundang–undangan perdata.

Di dalam ketentuan hukum perdata anak mempunyai kedudukan sangat luas dan mempunyai peranan yang amat penting. Terutama dalam hal memberikan


(25)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

perlindungan terhadap hak–hak keperdataan anak, misalnya dalam masalah pembagian harta warisan, sehingga anak yang berada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendaki sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 2 KUHPerdata.

4. Pengertian Anak Menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974.

Undang-undang No.1 Tahun 1974 tidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan seseorang dikatakan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam pasal 6 ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya.

Pada pasal 7 ayat (1) Undang-undang ini memuat batas minimum usia untuk dapat kawin bagi pria 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun.

Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma. SH, menarik batas antara belum dewasa dan sudah dewasa sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan, hal ini dikarenakan pada kenyataannya walaupun orang belum dewasa ia telah melakukan perbuatan hukum. Misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual beli, berdagang dan sebagainya walaupun ia belum kawin.13

13

Irma Setyowati Soemitro. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara.

3. Pengertian Perlindungan Anak.

Pada hakekatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri terhadap berbagai macam ancaman mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Oleh karena itu anak harus dibantu orang lain dalam melindungi dirinya mengingat situasi dan kondisinya. Melindungi anak adalah melindungi manusia dan membangun manusia seutuhnya.


(26)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Perlindungan anak merupakan hal yang sangat penting demi terciptanya kontiunitas negara, karena anak merupakan cikal bakal suatu generasi manusia dalam pembangunan bangsa. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan

kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif.14

Barda Nawawi Arief mengartikan bahwa istilah perlindungan anak adalah sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedom of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.

Menurut Arif Gosita, Perlindungan anak merupakan suatu hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang menjamin anak benar–benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.

15

Pengertian perlindungan anak dalam arti luas adalah semua usaha yang melindungi anak melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi positif. Dan setiap anak dapat melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri dan mendapat perlindungannya.16

14

Romli Atmasasmita. Peradilan Anak di Indonesia. Mandar Maju. Bandung 1997 Hlm165

15

Aminah Azis. Op.Cit. Hlm.15 16

Romli Atmasasmita. Op.Cit. Hlm. 167

4. Bentuk–bentuk Perlindungan Anak Dalam Sistem Hukum Di Indonesia. a. Berdasarkan Sistem Hukum Pidana.


(27)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Upaya perlindungan hukum bagi anak tidak hanya dengan menyiapkan substansi hukum (legal substance), tetapi juga perlu didukung oleh pemantapan struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture).

Perlindungan anak dalam sistem hukum pidana terbagi 2 (dua) yaitu di dalam KUHP dan di luar KUHP perlindungan anak terbagi lagi atas perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana dan perlindungan anak sebagai korban kejahatan.

Anak sebagai pelaku tindak pidana perlindungannya diatur dalam Buku I KUHP Bab II yakni mengenai penculikan, pengurangan dan penambahan hukuman.

Di dalam KUHP anak sebagai pelaku perlindungannya tersirat dalam Pasal 45-47 KUHP yaitu mengenai sikap yang dapat dilakukan oleh pengadilan ketika mengadili anak sebagai pelaku kejahatan yang belum genap berusia 16 tahun.

Terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelanggaran yang belum berusia 16 tahun, hakim dapat mengambil tindakan untuk tidak menjatuhkan hukuman apapun bagi anak dan mengembalikannya kepada orang tua atau walinya untuk dididik sebagaimana mestinya dengan memperhatikan kondisi sosial orang tuanya atau wali anak tersebut.

Akan tetapi jika hakim berpendapat lain maka anak–anak tersebut dapat diserahkan kepada pemerintah untuk dididik sampai si anak berumur 18 tahun.

Dalam pasal 47 KUHP, terhadap anak sebagai pelaku berlaku ketentuan bahwa hukuman maksimum yang diajukan kepada anak harus dikurangi 1/3, apabila anak tersebut dijatuhi hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup maka hukumannya menjadi penjara 15 tahun, dan terhadap hukuman tambahan


(28)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

sebagaimana yang diatur dalam pasal 10 huruf B (1e) dan (3e) KUHP tidak dapat dijatuhkan.

Oleh karena itu pasal 45-47 KUHP terdapat perlindungan anak dalam hal kemerdekaannya.

Akan tetapi sejak berlakunya UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, maka pasal ini dicabut dan tidak berlaku lagi, jika dibandingkan dengan Pasal 45-47 KUHP, UU No.3 Tahun 1997 ini tidak mempunyai perbedaan yang begitu signifikasi.

UU No.3 Tahun 1997 lebih menjabarkan secara jelas dan luas mengenai ketentuan–ketentuan Pasal 45-47 KUHP ketentuan tersebut di dalam UU No. 3 Tahun 1997 diatur dalam pasal 5, pasal 23, 24, 26, 27, 28, 29 dan pada pasal 30.

Pasal 5 UU No.3 Tahun 1997 berlaku ketentuan bahwa anak yang belum mencapai umur 8 tahun yang melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik dapat mengambil tindakan berupa menyerahkan anak tersebut kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya, sepanjang dari hasil pemeriksaan tersebut penyidik berpendapat bahwa anak tersebut dibina oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya.

Sebaliknya jika penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat dibina lagi oleh oran tua, wali atau orang tua asuhnya, maka anak tersebut diserahkan kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan.

Dalam pasal 23 anak–anak nakal dapat dijatuhkan pidana pokok dan pidana tambahan, pidana pokok tersebut terdiri dari pidana penjara, pidana kurungan,


(29)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

pidana denda dan pidana pengawasan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari perampasan barang–barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

Selain itu tindakan juga dapat dijatuhkan kepada anak nakal tersebut dengan cara mengembalikannya kepada orang tua, wali atau orang tua asuh, menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Hal ini diatur di dalam Pasal 24.

Pasal 26-27 ini mengatur tentang batas waktu atau lamanya hukuman yang dijatuhkan. Pasal 26 mengatur ketentuan bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ ( satu perdua ) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Jika si anak diancam dengan hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun. Tapi jika siterpidana yang diancam hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup belum mencapai usia 12 tahun hanya dapat dijatuhkan tindakan berupa diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Sebaliknya jika anak tidak diancam hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup maka hukuman yang dijatuhkan adalah salah satu dari tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24.

Di dalam pasal 27 ketentuan pidana kurungan yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal sebagaimana yang dimaksud dalam UU ini paling lama adalah ½ ( satu perdua ) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

Selain itu pidana denda juga dijatuhkan kepada anak nakal paling banyak ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa dan


(30)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

apabila denda tersebut tidak dapat dibayar dapat diganti dengan wajib latihan kerja maksimum 90 hari kerja dan tidak lebih dari 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari, hal ini diatur dalam pasal 28.

Pasal 29 mengatur tentang pidana bersyarat yang dapat dijatuhkan oleh hakim jika pidana dijatuhkan paling lama 2 tahun dengan ketentuan memenuhi syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum ini dilakukan ialah bahwa anak nakal tersebut tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat.

Sedangkan syarat khusus adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. Jangka waktu pidana bersyarat ini adalah maksimal 3 tahun.

Dalam pasal 30 pidana pengawasan dijatuhkan minimal 2 bulan dan paling lama 2 tahun di bawah pengawasan jaksa dan bimbingan dari masyarakat.

Sedangkan perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana diatur dalam Buku II KUHP tentang kejahatan. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan berupa pemberatan hukuman terhadap pelaku tindak pidana yang korbannya adalah anak.

Perlindungan anak ini diatur dalam pasal 283, 287, 290, 292, 293, 294, 295, 297, 314, 330, 332, 337, 342, 364, 347 (1) dan pasal 348 KUHP yang semuanya berkaitan dengan delik kesusilaan.

Di luar KUHP banyak sekali mengatur perlindungan anak ini, antara lain dapat dilihat dalam UU No.12 Tahun 1948 jo. UU No.1 Tahun 1951 tentang Perlindungan Terhadap Pekerja Anak, Stb.1925 No. 47 Tentang Pembatasan


(31)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Kerja Malam Bagi Wanita, UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, dan lain sebagainya.

Di dalam tulisan ini penulis mencoba untuk memaparkan sedikit bentuk perlindungan di luar KUHP ini, yaitu UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, karena penulis berpendapat bahwa UU ini sangat relevan dengan judul tulisan ini.

UU No.23 Tahun 2002 ini merupakan babak baru terhadap upaya perlindungan anak. UU ini memberi peluang yang sebesar–besarnya kepada pemerintah dan masyarakat untuk berperan memberikan perlindungan terutama perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, anak korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), anak korban kekerasan baik fisik maupun mental, anak yang menyandang cacat, anak yang mendapatkan perlakuan salah dan penelantaran, serta anak–anak dalam situasi darurat.

Perlindungan anak dalam UU ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak–hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat, martabat dan kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.17

17

Aminah azis. Op. Cit. Hlm 41

Undang-undang perlindungan Anak ini mengatur ketentuan pidana sebagai berikut:


(32)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Apabila seseorang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik meteriil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya dan menelantarkan sehingga menyebabkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, dan terdapat luka berat maupun sosial, dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda sebanyak Rp.100.000.000.- (seratus juta Rupiah) dan apabila melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak, dan akan dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda Rp.72.000.000.- (Tujuh Puluh dua juta rupiah).

Siapa pun yang melakukan kejahatan terhadap seorang anak baik kekerasan, ancaman, memaksa, memperdagangkan, menjual, menculik, transpalansi organ, yang merugikan anak ia akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang terdapat di dalam Undang–undang No.23 Tahun 2002.

b. Berdasarkan Sistem Hukum Perdata.

Di dalam hukum perdata perlindungan anak tidak hanya diberikan kepada anak yang lahir saja, tetapi juga termasuk anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, bilamana kepentingan si anak menghendaki dan jika anak tersebut mati sebelum dilahirkan maka anak dianggap tidak pernah ada, hal ini termaktub dalam pasal 2 KUHPerdata.

Dalam pasal 330 KUHPerdata anak yang belum dewasa atau belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin perlindungannya berada di bawah kekuasaan orang tua atau walinya.


(33)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Selain diatur dalam pasal 330 KUHPerdata perlindungan anak ini diatur juga dalam pasal 345, 353, 355, 365, dan 395 KUHPerdata.18

18

Ibid, Hlm 42.

3. Berdasarkan Sistem Hukum Adat.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa hukum adat tidak memberikan batasan umur terhadap seorang anak. Anak dianggap telah dewasa jika ia telah cakap untuk mengurus harta bendanya dan keperluannya sendiri serta cakap untuk mengurus segala tata cara pergaulan hidup bermasyarakat termasuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya.

Dan apabila si anak belum mampu dalam hal tersebut mala si anak dianggap belum dewasa dan perlindungannya berada di bawah kekuasaan orang tua, sepanjang orang tua anak tersebut masih hidup.

Jika salah satu dari orang tua anak tersebut cerai atau salah satunya meninggal dunia maka tidak akan timbul perwalian, hal ini disebabkan karena anak tersebut masih berada pada salah satu dari kedua orang tuanya.

Jika kedua orang tua anak tersebut meninggal dunia maka perlindungan anak berada dibawah kekuasaan walinya.

Di dalam sistem kekeluargaan bilateral parental, perlindungan anak dilakukan oleh salah satu dari keluarga pihak bapak atau ibuyang terdekat.

Pada masyarakat yang unilateral matrilineal perlindungan anak berada dipihak kerabat ayah, akan tetapi dalam prakteknya jika kedua orang tua anak tersebut telah meninggal dunia maka anak–anak yang masih di bawah umur dipelihara oleh kakak–kakaknya yang telah dewasa.


(34)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Anak yang belum dewasa dalam hukum Islam disebut dengan saghir atau

shabi dan yang sudah dewasa disebut baliqh.19

c. Perlindungan berupa perwalian terhadap hak miliknya.

Dalam kompilasi hukum Islam anak adalah mereka yang belum genap berusia 21 tahun dan belum pernah menikah dan karenanya belum mampu untuk berdiri sendiri.

Hal ini berlaku sepanjang si anak tidak mengalami cacat fisik maupun mental atau belum pernah melakukan perkawinan. Oleh karena itu segala perbuatan hukum oleh si anak diwakili oleh orang tuanya, baik dalam maupun luar pengadilan.

Perlindungan terhadap anak dilakukan untuk menjaga kesejahteraan anak itu sendiri, untuk mengawasi hal yang berhubungan dengan dirinya dan segala bentuk kesejahteraan yang belum dapat diperoleh anak tersebut.

Hukum Islam memandang bahwa perlindungan anak yang berlaku sejak anak tersebut dilahirkan terbagi 3 macam yaitu:

a. Perlindungan berupa perwalian terhadap mengasuh dan menyusukan. b. Perlindungan berupa perwalian terhadap dirinya.

20

19

Aminah Azis. Op.Cit. Hlm.41 20

Ibid. Hlm.43

Anak yang belum dewasa pengasuhannya dilaksanakan oleh kaum wanita, anak tersebut tidak boleh tinggal sendiri atau dengan orang yang bukan walinya, kecuali jika anak tersebut sudah dewasa dapat memelihara kesejahteraan dirinya sendiri, dapat menjaga keselamatan dirinya, memiliki kecakapan untuk mencari nafkahnya serta bijaksana atau mampu untuk menjaga kehormatan dirinya.


(35)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Dalam hal untuk mengawasi kesejahteraan si anak yang mengawasinya adalah kerabat dekat yang mempunyai hubungan darah dengan anak tersebut yaitu pihak anaknya.

Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa pada umumnya anak–anak yang belum dewasa sangat memerlukan perlindungan hukum, khususnya perlindungan dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia sehingga anak–anak tidak lagi menjadi santapan oknum–oknum yang tidak bertanggung jawab yang semakin marak belakangan ini sebagai akibat ketidak mampuan anak tersebut dalam berbagai hal kehidupan bila dibandingkan dengan orang dewasa.

b. Kedudukan anak di dalam Undang–undang.

Kedudukan anak menurut UU No.23 Tahun 2002 pada pasal 27 yaitu : Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahiran anak tersebut, identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran. Di dalam Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan atau membantu proses kelahiran, hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.

Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah–rendahnya pada tingkat kelurahan /desa.Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan. Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.


(36)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Ketentuan mengenai tata cara dan syarat – syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara Republik Indonesia dan warga negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan yang berlaku.

Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.

Apabila terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.

c. Teori–teori Delinquency.

Pada dasarnya membicarakan tentang berbagai teori yang lazimnya digunakan sebagai pisau analisis untuk membedah latar belakang timbulnya perilaku delikunsi anak diantaranya adalah:

1. Teori Differential Association.

Teori yang dikemukakan oleh E. Sutherland ini pada dasarnya melandaskan diri pada proses belajar, kejahatan seperti juga perilaku pada umumnya merupakan sesuatu yang dipelajari.


(37)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Asumsi yang melandasi teori ini adalah a criminal act occurs when a

situation appropriate for it, as defined by the person, is present.

Sutherland dalam menjelaskan proses terjadinya perilaku kejahatan, termasuk perilaku delikuensi tentunya , mengajukan 9 proposisi yaitu :

a. Criminal behaviour is learned. Negatively, this

means that criminal behaviour is not

inherited.(Perilaku kejahatan adalah perilaku yang

dipelajari secara negatif berarti perilaku itu tidak diwarisi).

b. Criminal behaviour is lerned in interaction with

other persons in a process of communication. This

communication is verbal in many respects but

includes also “ the communication of gesture

“.(Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Komunikasi tersebut terutama dapat bersifat lisan ataupun menggunakan bahasa isyarat).

c. The principal part of the learning of criminal

behaviour occurs within intimate personal groups.

Negatively, this means that the interpersonal

agencies of communication, such as movies, and

newspaper, plays a relatively unimportant part in the

genesis of criminal behaviour. (Bagian yang


(38)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

kejahatan ini terjadi dalam kelompok personal yang intim. Secara negatif ini berarti komunikasi yang bersifat tidak personal, secara relatif tidak mempunyai peranan penting dalam hal terjadinya kejahatan).

d. When criminal behaviour is learned, the learning in

cludes (a) techiques of commiting the crime, which

are sometimes very complicated, sometimes very

simple. (b) the specific direction of motives, drives,

rationalizations and attitutedes. (Apabila perilaku

kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari meliputi (a) teknik melakukan kejahatan, (b) motif–motif tertentu, dorongan–dorongan, alasan–alasan pembenar termasuk sikap–sikap).

e. The specific direction of motives and drives is

learned from definitions of legal codes as favorable

on unfavorable. In some societies an individual is

surrounded by person who invariably define the legal

codes as rules to be observed, while in others he is

surrounded by person whose definitions are

favorable to the violation of the legal codes. (Arah

dari motif dan dorongan itu dipelajari melalui definisi–definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat kadang seseorang dikelilingi oleh orang–


(39)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

orang yang secara bersamaan melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi oleh orang–orang yang melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang memberi peluang dilakukannya kejahatan).

f. A person becomes delinquent because of an excess of

definitions favorable to violation of law over

definitions unfavorable to violation of law.

(Seseorang menjadi delikuen karena ekses dari pola– pola pikir yang lebih melihat aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya kejahatan daripada yang melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi).

g. Differential Association may vary in frequency,

duration, priority, and intensity. (Differential

Association bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu, prioritas serta intensitasnya).

h. The process of learning criminal behaviour by

association with criminal and anti–criminal patterns

involves all of the mechanisms that are involved in

any other learning. (Proses mempelajari perilaku

kejahatan yang diperoleh melalui hubungan dengan pola–pola kejahatan dan anti kejahatan yang


(40)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

menyangkut seluruh mekanisme yang lazimnya terjadi dalam setiap proses belajar pada umumnya). i. While criminal behaviour is an expression of general

needs and values, it is not explained by those general

needs and values since non – criminal behaviour is

an expression of the same needs and values.

(Sementara perilaku kejahatan merupakan pernyataan kebutuhan dan nilai umum, akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskan oleh kebutuhan dan nilai–nilai umum itu, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga merupakan pernyataan dari kebutuhan–kebutuhan dan nilai–nilai yang sama ).21

2. Teori Anomie.

Teori ini adalah teori yang diajukan oleh Robert Merton merupakan teori yang berorientasi pada kelas “Merton is in terested exploring variations in crime and deviance by social class” demikian John Hagan istilah anomie sendiri sebetulnya berasal dari seorang pakar sosiologi Prancis, Ermie Durkheim yaitu suatu keadaan tanpa norma.

Konsep anomie ini kemudian oleh Merton direformulasikan dalam rangka menjelaskan keterkaitan antara kelas–kelas sosial dengan kecenderungan pengadaptasiannya dalam sikap dan perilaku kelompok.

Di dalam teorinya ia mencoba melihat keterkaitan antara tahap–tahap tertentu dari struktur sosial dengan perilaku delinkuen, ia melihat bahwa tahapan

21

Paulus Hadisuprato. Juvenile Delinquency. Citra Aditya Bakti. Bandung 1997. Hlm 17 – 32.


(41)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

tertentu dari struktur sosial akan menumbuhkan suatu kondisi di mana pelanggaran terhadap norma–norma kemasyarakatan merupakan wujud reaksi “norma“.

Merton berusaha menunjukkan bahwa berbagai struktur sosial yang mungkin terdapat di masyarakat dalam realitasnya telah mendorong orang–orang dengan kualitas tertentu cenderung berperilaku menyimpang ketimbang mematuhi norma–norma kemasyarakatan, dua unsur yang dianggap pantas untuk diperhatikan dalam mempelajari berbagai bentuk perilaku delinkuen adalah unsur–unsur dari struktur sosial dan kultural. Unsur kultural melahirkan apa yang disebut goals, dan unsur struktural melahirkan apa yang disebut means.

Goals, diartikan sebagai tujuan–tujuan dan kepentingan–kepentingan

yang sudah membudaya, meliputi kerangka aspirasi dasar manusia, seperti dorongan untuk hidup tujuan tersebut sedikit banyak merupakan kesatuan dan didasari oleh urutan nilai, dalam berbagai tingkat perasaan dan makna.

Means adalah aturan–aturan dan cara–cara kontrol yang melembaga dan

diterima sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang membudaya tersebut.

Setiap kelompok masyarakat selalu mengkaitkan tujuan atau kepentingan tersebut dengan moral atau aturan–aturan kelembagaan dan cara–cara dalam mencapai tujuan. Meskipun dari sudut individu tertentu terdapat banyak cara yang dianggap efisien dalam memenuhi kebutuhannya, namun cara–cara ini tetap dibatasi oleh norma–norma yang sudah membudaya dan norma–norma yang sudah melembaga bekerja bersama–sama.


(42)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Penitikberatan pada tujuan–tujuan tertentu mungkin dapat mengurangi makna dan perhatian terhadap cara–cara yang sudah melembaga, sehingga kecenderungan timbulnya bentuk–bentuk ekstrim dimaksudkan di sini adalah:

a. berkembangnya situasi ketidakseimbangan sebagai akibat penekanan atas nilai–nilai suatu tujuan tertentu secara relatif akan berpengaruh pada cara–cara untuk mencapai tujuan tersebut, khususnya apabila keterbatasan pilihan cara-cara tersebut hanya dipandang sebagai sesuatu yang bersifat teknis daripada sesuatu yang bersifat melembaga. b. Sebaliknya bentuk lain dapat timbul apabila aktivitas yang dilakukan

kelompok sebetulnya secara hakiki hanya alatsaja, namun kemudian dipersepsi sebagai tujuan yang harus dicapai. Akibat yang timbul, tujuan yang hakiki dilupakan akan ketaatan pada tata cara perilaku yang ditetapkan dan bersifat kelembagaan itu menjadi hal yang dinomor satukan.

3. Teori Sub – Budaya Delinkuen.

Teori delinkuen terbagi atas 2 yaitu: a. Albert K . Cohen: Delinquent Boys

maksud dari Albert dari teori ini ingin menjelaskan terjadinya peningkatan perilaku delinkuen di daerah kumuh (slum), fokus perhatiannya di kalangan usia muda, kelas bawah merupakan cerminan ketidakpuasan mereka terhadap norma–norma dan nilai–nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi kultur Amerika.

Karena kondisi sosial yang ada dipandang sebagai kendala upaya mereka untuk mencapai kehidupan sesuai dengan trend yang ada, sehingga mendorong


(43)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

kelompok usia muda kelas bawah mengalami konflik budaya, yang oleh Cohen disebut “status frustration“ akibat yang timbul dari situasi itu adalah keterlibatan mereka anak–anak kelas bawah dalam geng–geng dan berperilaku menyimpangyang sifatnya ”nonutilitarian, nonmalicious and nonnega tivistics“.

Menurut cohen, berkembangnya sub–budaya delinkuen ini merupakan fungsi dari kondisi kehidupan kekeluargaan dan sosial anak–anak yang diambil hingga saat menjelang kedewasaannya di lingkungan kumuh.

b. Cloward and Ohlin: Delinquency and Opportunity.

Teori ini melihat bahwa penyimpangan di wilayah perkotaan merupakan fungsi dari perbedaan kesempatan yang dimiliki oleh anak–anak untuk mencapai, baik tujuan yang legal maupun yang ilegal.

Manakala kesempatan untuk memperoleh yang legal terblokir, maka tindak kriminal pun mungkin terjadi dan manakala toh tindak kriminal tidak terjadi, maka kecenderungan keterlibatan pada penyalahgunaan narkozat atau kekerasan pun bisa terjadi.

Sub–budaya yang mungkin terjadi oleh Cloward dan Ohlin dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu:

a. Criminal Subculture, bentuk–bentuk perilaku geng yang ditujukan untuk kepentingan pemenuhan uang atau harta benda.

b. Conflict Subculture, bentuk geng yang berusaha untuk mencari status dengan menggunakan kekerasan.

c. Retreatist Subculture, bentuk geng dengan ciri–ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan konvensional dan kemudian mencari pelarian dengan menyalah gunakan obat / narkotika atau sejenisnya.


(44)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

4. Teori Netralitas.

Pada dasarnya teori ini beranggapan bahwa aktivitas manusia selalu dikendalikan oleh pikirannya, dengan demikian pertanyaan dasar yang dilontarkan teori ini adalah: Pola pikir yang bagaimanakah yang terdapat di dalam benak orang–orang baik, dalam hal tertentu berubah menjadi jahat? pertanyaan itu sekaligus mencerminkan suatu anggapan bahwa kebanyakan orang dalam berbuat sesuatu selalu dikendalikan oleh pikiran yang baik.

Teori netralitas ini juga beranggapan bahwa di masyarakat selalu terdapat persamaan pendapat tentang, “hal–hal yang baik di dalam kehidupan masyarakat“ dan“ jalan yang layak untuk mencapai hal tersebut“. Sykes & Matza berhasil mengamati di dalam studinya bahwa di kalangan anak–anak delinkuen pun recognizes both the legitimacy of the dominant social order and its moral rightness.

Hal yang menarik dari teori ini adalah terletak pada cara menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah prosesnya sehingga seseorang yang pada umumnya berpikiran baik sampai melakukan kejahatan atau berperilaku menyimpang.

Menurut teori ini orang–orang tersebut berperilaku jahat atau menyimpang disebabkan adanya kecenderungan di kalangan mereka untuk

merasionalkan norma–norma dan nilai–nilai (yang seharusnya berfungsi sebagai

pencegah perilaku jahat) menurut persepsi dan kepentingan mereka sendiri.

Lebih jauh Sykes dan Matza merinci bentuk–bentuk atau kecenderungan–kecenderungan penetralisasian di kalangan para pelaku kejahatan itu menjadi lima kecenderungan yaitu :


(45)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

1. The Denial of Responbility, mereka menganggap dirinya

sebagai korban tekanan–tekanan sosial, misalnya kurangnya kasih sayang, pergaulan serta lingkungan kurang baik dan sebagainya.

2. The Denial of Injury, mereka biasanya berpandangan

bahwa perbuatannya tidak mengakibatkan kerugian besar di masyarakat. Hal ini tampak dari bahasa ungkapan yang sering digunakan dalam hal mereka melakukan perbuatan penyimpangan, misalnya pencurian mobil diungkapkan dengan istilah “ pinjam mobil “.

3. The Denial of the Victims, mereka biasanya menyebut diri mereka sebagai “ pahlawan “ atau “ the avenger “ dan menganggap diri seperti “ si pitung “, robin hood “ dsb.

4. Condemnation of the condemners, mereka beranggapan

bahwa orang yang mengutuk perbuatan mereka itu sebagai orang–orang munafik, hipokrit atau pelaku kejahatan terselubung dsb.

5. Appeal to higher loyality, mereka merasa dirinya

terperangkap antara kemauan masyarakat luas dan hukumnya dengan kebutuhan kelompok kecil atau minoritas dari mana mereka berasal atau tergabung, misalnya kelompok “ geng “ atau “ saudara kandung“.


(46)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Teori kontrol atau sering disebut teori kontrol sosial berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik“ atau “ ahat“, baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya, ia menjadi baik kalau masyarakatnya membuatnya demikian, dan menjadi jahat apabila masyarakatnya membuatnya demikian.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila penganut paham ini berpendapat bahwa ikatan sosial (social bound) seseorang dengan masyarakatnya dipandang sebagai faktor pencegah timbulnya perilaku penyimpangan.

Seseorang yang lemah atau terputus ikatan sosialnya dengan masyarakat, “ bebas “ melakukan penyimpangan.22

Penelitian yuridis normatif adalah suatu penelitian yang dilakukan terhadap kajian perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap anak baik dalam KUHP maupun dalam Undang-undang lain yang berhubungan erat dengan perlindungan hukum terhadap anak.

G. Metode Penelitian.

Metode penelitian merupakan hal yang utama di dalam suatu upaya untuk mencapai suatu tujuan hukum tertentu, sehubungan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian in adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis sosiologi.

23

22

Ibid. Hlm 32. 23

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi), Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm 5


(47)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan kajian terhadap masyarakat dan hukum yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat.24

24

Ibid. hlm 9

Data-data yang saya peroleh dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara melalui wawancara dengan responden yaitu: 1. Pokja Penanggung jawab Bidang Pengembangan Kelembagaan & Kemitraan. 2. Pokja Penanggung jawab Bidang Pengaduan & fasilitas Pelayanan.

3. Pokja Penanggung jawab Bidang Sosialisasi & advokasi.

Jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan deskriptif analitis ini bertujuan untuk melukiskan perlindungan hukum yang diberikan kepada anak, bagaimana implementasinya dalam hukum nasional serta bagaimana peranan pemerintah dan LSM dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu Yayasan Pusaka Indonesia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara.

3. Metode Pengumpulan data.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: - Studi kepustakaan, seperti Peraturan perundang-undangan, buku,pendapat sarjana, majalah hukum yang ada kaitannya dengan skripsi yang penulis buat.

4. Analisa Data.


(48)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Dengan cara mengumpulkan data-data yang diperoleh dikelompokkan pada kriteria-kriteria yang sudah dikumpulkan dan ditarik suatu analisa.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 ( lima ) bab, dan tiap–tiap bab terbagi atas beberapa sub–sub bab untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang di dalamnya terdapat peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, baik dilihat secara struktur, organisasi dan Komisi Perlindungan Anak menurut UU No. 23 Tahun 2002.

Bab III : Kendala apa saja yang dihadapi oleh Komisi Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara yang di dalamnya terdapat kendala Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sumatera Utara dan kendala pada masyarakat di dalam Budaya Hukum Indonesia.

Bab IV : Upaya – upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan perlindungan terhadap anak Indonesia yang terkait dengan UU No.23 Tahun 2002.


(49)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Daftar Pustaka Lampiran

BAB II

PERANAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DI DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK.

A. Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Pada pasal 75 UU Perlindungan anak dicantumkan bahwa tugas pokok Komisi Perlindungan Anak Indonesia ada 2 (dua) yaitu:

a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang–undangan yang berkaitan dengan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak.

b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka mencermati isi pasal tersebut maka tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut, melakukan sosialisasi dan advokasi tentang peraturan perundang-undangan perlindungan anak, menerima pengaduan dan memfasilitasi pelayanan masyarakat terhadap kasus–kasus kepada pihak–pihak yang berwenang, melakukan pengkajian peraturan perundan–undangan, kebijakan pemerintah ilmu baik dibidang sosial, ekonomi budaya dan agama. Menyampaikan dan memberikan masukkan, saran dan


(50)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

pertimbangan kepada berbagai DPR, instansi pemerintah terkait ditingkat pusat dan daerah, dan mengumpulkan data dan informasi tentang masalah perlindungan anak melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan tentang masalah perlindungan anak, melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tentang perlindungan anak termasuk anak PBB (Committee on the Rights of the Child) di Geneva, Swiss dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia.25

Komisi perlindungan Anak Indonesia adalah lembaga independen yang kedudukannya setingkat dengan komisi negara yang dibentuk berdasarkan amanat Keppres No.77 Tahun 2003 pasal 74 tentang Perlindungan Anak. Pembentukan lembaga ini dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia.

Hal ini ditegaskan dalam pasal 74 UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa “Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, dengan Undang–undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”.

Komosi Perlindungan Anak Indonesia bersifat independen, tidak boleh dipengaruhi oleh siapa saja dan dimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yakni demi kepentingan terbaik bagi anak seperti diamanatkan oleh Konvensi Hak Anak 1989.

1. Dilihat Secara Struktur.

Di dalam Komisi Perlindungan Anak Indonesia terbentuknya lembaga ini telah menunjukkan kesungguhan Negara Indonesia dalam memajukan dan

25


(51)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

melindungi hak asasi anak, yang lebih meningkatkan citra positif Indonesia dan menempatkan kepercayaan masyarakat Internasional. Sebagaimana diakui secara universal yang tercantum dalam piagam Perserikatan Bangsa–bangsa, deklarasi PBB Tahun 1948 tentang hak–hak Asasi Manusia, Convention on the Rights of the child (Konvensi tentang hak-hak anak) PBB, yang telah diratifikasi melalui Keppres No.36 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age For Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja), Konvensi ILO No.182 mengenai pelanggaran dan tindakan segera penghapusan bentuk–bentuk pekerjaan terburuk untuk anak–anak.

Seperti yang sudah ditegaskan di dalam pasal 75 UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak itu memiliki struktur sebagai berikut :

1. Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (Satu) orang ketua, 2 (Dua) orang wakil ketua, 1 (Satu) orang sekertaris dan 5 (Lima) orang anggota.

2. Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (Satu) terdiri dari unsur pemerintah , tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.

3. Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk


(1)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari berbagai permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini adalah:

1. Bahwa peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara melakukan sosialisasi dan advokasi tentang Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan anak, melakukan pengkajian Perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah dan kondisi pendukung lainnya baik dibidang sosial, ekonomi dan budaya serta menyampaikan dan memberi masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai pihak terutama Gubernur, DPRD, Instansi Pemerintah terkait di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, mengumpulkan data informasi tentang permasalahan perlindungan anak, melakukan pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelengaraan perlindungan anak di Provinsi Sumatera Utara. 2. Di dalam masalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi

Sumatera Utara memiliki suatu kendala dibidang tidak adanya pembuatan peraturan, karena tugasnya mensosialisasikan masyarakat, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera ini mengikuti pada acuan dari Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terdapat pada pasal 1 dan pasal 2.

Dan kendala di budaya hukumnya dibidang birokrasi yang cukup rumit untuk dilalui di dalam penyelesain kasus kekerasan yang terjadi pada korban karena


(2)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

adanya keterlibatan oknum aparat pemerintah dalam kasus tersebut, serta adanya ancaman kekerasan atau intimidasi yang didapatkan oleh responden pada saat menjalankan tugasnya, sarana dan prasarana yang belum cukup memadai dari Pemerintah.

3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah memiliki suatu upaya untuk mensosialisasikan dan menyadarkan semua pihak akan pentingnya pemenuhan perlindungan hak-hak anak, melakukan kajian dan analisis perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak dan kebijakan penyelenggaraan perlindungan anak, membangun dan membina kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka perlindungan anak, melakukan pengawasan terhadap instansi dan lembaga penyelenggaraan perlindungan anak, serta mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan perlindungan anak dan memberikan masukan, saran serta pertimbangan kepada Pemerintah dan pihak penyelenggaraan perlindungan anak demi kepentingan terbaik bagi anak.

B. Saran.

1. Walaupun tindakan hukum telah dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap anak, maka sudah seharusnya tindakan hukum itu tersebut benar-benar dilaksanakan secara efektif baik oleh Pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat, sehingga perlindungan anak tersebut dapat kita tegakkan sebagaimana yang dicita-citakan bersama dan bukan hanya produk hukum semata.

2. Suatu implementasi hak anak dalam Hukum Nasional diharapkan sesuai dengan apa yang tercantum dalam berbagai instrumen Hukum Republik


(3)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

Indonesia, serta sebaiknya perlu dibuat suatu program yang terparah berupa monitoring dalam berbagai aspek kehidupan anak-anak Indonesia dapat tumbuh berkembang dengan sewajarnya.

3. Diharapkan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara untuk lebih giat lagi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai suatu lembaga yang menangani permasalahan anak yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara.


(4)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi,2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi), Jakarta: Rineka Cipta.

Atmasasmita, Romli, 1997, Peradilan Anak Indonesia, Bandung: Mandar Maju. Azis, Aminah, 1998, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Medan: Usu Press. Hadi, Suprapto, 1997, Juvenile Delinquency, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Joni, Muhammad, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hasan, Wadong, Maulana, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan

Anak, Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Huraerah, Abu, 2006, Kekerasan Terhadap Anak, Bandung: Nuansa.

Nawawi, Barda, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan

Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Prinst, Darwan, 2000, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Poerwadarminta, Wjs, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Rakhmat, Jalaluddin, 1999, Tindakan Kekerasan Terhadap Anak, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soekanto, Soerjono, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada..

Soekito, Sri Widowati Wiratmo, 1983, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta: LP3ES.


(5)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009


(6)

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara), 2008. USU Repository © 2009