Pengertian Anak Menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 197 Berdasarkan Sistem Hukum Adat.

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 perlindungan terhadap hak–hak keperdataan anak, misalnya dalam masalah pembagian harta warisan, sehingga anak yang berada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendaki sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 2 KUHPerdata. 4. Pengertian Anak Menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974. Undang-undang No.1 Tahun 1974 tidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan seseorang dikatakan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam pasal 6 ayat 2 yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya. Pada pasal 7 ayat 1 Undang-undang ini memuat batas minimum usia untuk dapat kawin bagi pria 19 sembilan belas tahun dan wanita 16 enam belas tahun. Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma. SH, menarik batas antara belum dewasa dan sudah dewasa sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan, hal ini dikarenakan pada kenyataannya walaupun orang belum dewasa ia telah melakukan perbuatan hukum. Misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual beli, berdagang dan sebagainya walaupun ia belum kawin. 13 13 Irma Setyowati Soemitro. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara.

3. Pengertian Perlindungan Anak.

Pada hakekatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri terhadap berbagai macam ancaman mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Oleh karena itu anak harus dibantu orang lain dalam melindungi dirinya mengingat situasi dan kondisinya. Melindungi anak adalah melindungi manusia dan membangun manusia seutuhnya. Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Perlindungan anak merupakan hal yang sangat penting demi terciptanya kontiunitas negara, karena anak merupakan cikal bakal suatu generasi manusia dalam pembangunan bangsa. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. 14 Barda Nawawi Arief mengartikan bahwa istilah perlindungan anak adalah sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak fundamental rights and freedom of children serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Menurut Arif Gosita, Perlindungan anak merupakan suatu hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang menjamin anak benar–benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. 15 Pengertian perlindungan anak dalam arti luas adalah semua usaha yang melindungi anak melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi positif. Dan setiap anak dapat melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri dan mendapat perlindungannya. 16 14 Romli Atmasasmita. Peradilan Anak di Indonesia. Mandar Maju. Bandung 1997 Hlm165 15 Aminah Azis. Op.Cit. Hlm.15 16 Romli Atmasasmita. Op.Cit. Hlm. 167 4. Bentuk–bentuk Perlindungan Anak Dalam Sistem Hukum Di Indonesia. a. Berdasarkan Sistem Hukum Pidana. Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Upaya perlindungan hukum bagi anak tidak hanya dengan menyiapkan substansi hukum legal substance, tetapi juga perlu didukung oleh pemantapan struktur hukum legal structure dan budaya hukum legal culture. Perlindungan anak dalam sistem hukum pidana terbagi 2 dua yaitu di dalam KUHP dan di luar KUHP perlindungan anak terbagi lagi atas perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana dan perlindungan anak sebagai korban kejahatan. Anak sebagai pelaku tindak pidana perlindungannya diatur dalam Buku I KUHP Bab II yakni mengenai penculikan, pengurangan dan penambahan hukuman. Di dalam KUHP anak sebagai pelaku perlindungannya tersirat dalam Pasal 45-47 KUHP yaitu mengenai sikap yang dapat dilakukan oleh pengadilan ketika mengadili anak sebagai pelaku kejahatan yang belum genap berusia 16 tahun. Terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelanggaran yang belum berusia 16 tahun, hakim dapat mengambil tindakan untuk tidak menjatuhkan hukuman apapun bagi anak dan mengembalikannya kepada orang tua atau walinya untuk dididik sebagaimana mestinya dengan memperhatikan kondisi sosial orang tuanya atau wali anak tersebut. Akan tetapi jika hakim berpendapat lain maka anak–anak tersebut dapat diserahkan kepada pemerintah untuk dididik sampai si anak berumur 18 tahun. Dalam pasal 47 KUHP, terhadap anak sebagai pelaku berlaku ketentuan bahwa hukuman maksimum yang diajukan kepada anak harus dikurangi 13, apabila anak tersebut dijatuhi hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup maka hukumannya menjadi penjara 15 tahun, dan terhadap hukuman tambahan Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 sebagaimana yang diatur dalam pasal 10 huruf B 1e dan 3e KUHP tidak dapat dijatuhkan. Oleh karena itu pasal 45-47 KUHP terdapat perlindungan anak dalam hal kemerdekaannya. Akan tetapi sejak berlakunya UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, maka pasal ini dicabut dan tidak berlaku lagi, jika dibandingkan dengan Pasal 45-47 KUHP, UU No.3 Tahun 1997 ini tidak mempunyai perbedaan yang begitu signifikasi. UU No.3 Tahun 1997 lebih menjabarkan secara jelas dan luas mengenai ketentuan–ketentuan Pasal 45-47 KUHP ketentuan tersebut di dalam UU No. 3 Tahun 1997 diatur dalam pasal 5, pasal 23, 24, 26, 27, 28, 29 dan pada pasal 30. Pasal 5 UU No.3 Tahun 1997 berlaku ketentuan bahwa anak yang belum mencapai umur 8 tahun yang melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik dapat mengambil tindakan berupa menyerahkan anak tersebut kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya, sepanjang dari hasil pemeriksaan tersebut penyidik berpendapat bahwa anak tersebut dibina oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya. Sebaliknya jika penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat dibina lagi oleh oran tua, wali atau orang tua asuhnya, maka anak tersebut diserahkan kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan. Dalam pasal 23 anak–anak nakal dapat dijatuhkan pidana pokok dan pidana tambahan, pidana pokok tersebut terdiri dari pidana penjara, pidana kurungan, Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 pidana denda dan pidana pengawasan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari perampasan barang–barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi. Selain itu tindakan juga dapat dijatuhkan kepada anak nakal tersebut dengan cara mengembalikannya kepada orang tua, wali atau orang tua asuh, menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Hal ini diatur di dalam Pasal 24. Pasal 26-27 ini mengatur tentang batas waktu atau lamanya hukuman yang dijatuhkan. Pasal 26 mengatur ketentuan bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ satu perdua dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Jika si anak diancam dengan hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun. Tapi jika siterpidana yang diancam hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup belum mencapai usia 12 tahun hanya dapat dijatuhkan tindakan berupa diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Sebaliknya jika anak tidak diancam hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup maka hukuman yang dijatuhkan adalah salah satu dari tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24. Di dalam pasal 27 ketentuan pidana kurungan yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal sebagaimana yang dimaksud dalam UU ini paling lama adalah ½ satu perdua dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa. Selain itu pidana denda juga dijatuhkan kepada anak nakal paling banyak ½ satu perdua dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa dan Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 apabila denda tersebut tidak dapat dibayar dapat diganti dengan wajib latihan kerja maksimum 90 hari kerja dan tidak lebih dari 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari, hal ini diatur dalam pasal 28. Pasal 29 mengatur tentang pidana bersyarat yang dapat dijatuhkan oleh hakim jika pidana dijatuhkan paling lama 2 tahun dengan ketentuan memenuhi syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum ini dilakukan ialah bahwa anak nakal tersebut tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat. Sedangkan syarat khusus adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. Jangka waktu pidana bersyarat ini adalah maksimal 3 tahun. Dalam pasal 30 pidana pengawasan dijatuhkan minimal 2 bulan dan paling lama 2 tahun di bawah pengawasan jaksa dan bimbingan dari masyarakat. Sedangkan perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana diatur dalam Buku II KUHP tentang kejahatan. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan berupa pemberatan hukuman terhadap pelaku tindak pidana yang korbannya adalah anak. Perlindungan anak ini diatur dalam pasal 283, 287, 290, 292, 293, 294, 295, 297, 314, 330, 332, 337, 342, 364, 347 1 dan pasal 348 KUHP yang semuanya berkaitan dengan delik kesusilaan. Di luar KUHP banyak sekali mengatur perlindungan anak ini, antara lain dapat dilihat dalam UU No.12 Tahun 1948 jo. UU No.1 Tahun 1951 tentang Perlindungan Terhadap Pekerja Anak, Stb.1925 No. 47 Tentang Pembatasan Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Kerja Malam Bagi Wanita, UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, dan lain sebagainya. Di dalam tulisan ini penulis mencoba untuk memaparkan sedikit bentuk perlindungan di luar KUHP ini, yaitu UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, karena penulis berpendapat bahwa UU ini sangat relevan dengan judul tulisan ini. UU No.23 Tahun 2002 ini merupakan babak baru terhadap upaya perlindungan anak. UU ini memberi peluang yang sebesar–besarnya kepada pemerintah dan masyarakat untuk berperan memberikan perlindungan terutama perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, anak korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya NAPZA, anak korban kekerasan baik fisik maupun mental, anak yang menyandang cacat, anak yang mendapatkan perlakuan salah dan penelantaran, serta anak–anak dalam situasi darurat. Perlindungan anak dalam UU ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak–hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat, martabat dan kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. 17 17 Aminah azis. Op. Cit. Hlm 41 Undang-undang perlindungan Anak ini mengatur ketentuan pidana sebagai berikut: Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Apabila seseorang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik meteriil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya dan menelantarkan sehingga menyebabkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, dan terdapat luka berat maupun sosial, dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda sebanyak Rp.100.000.000.- seratus juta Rupiah dan apabila melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak, dan akan dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda Rp.72.000.000.- Tujuh Puluh dua juta rupiah. Siapa pun yang melakukan kejahatan terhadap seorang anak baik kekerasan, ancaman, memaksa, memperdagangkan, menjual, menculik, transpalansi organ, yang merugikan anak ia akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang terdapat di dalam Undang–undang No.23 Tahun 2002.

b. Berdasarkan Sistem Hukum Perdata.

Di dalam hukum perdata perlindungan anak tidak hanya diberikan kepada anak yang lahir saja, tetapi juga termasuk anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, bilamana kepentingan si anak menghendaki dan jika anak tersebut mati sebelum dilahirkan maka anak dianggap tidak pernah ada, hal ini termaktub dalam pasal 2 KUHPerdata. Dalam pasal 330 KUHPerdata anak yang belum dewasa atau belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin perlindungannya berada di bawah kekuasaan orang tua atau walinya. Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Selain diatur dalam pasal 330 KUHPerdata perlindungan anak ini diatur juga dalam pasal 345, 353, 355, 365, dan 395 KUHPerdata. 18 18 Ibid, Hlm 42.

3. Berdasarkan Sistem Hukum Adat.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa hukum adat tidak memberikan batasan umur terhadap seorang anak. Anak dianggap telah dewasa jika ia telah cakap untuk mengurus harta bendanya dan keperluannya sendiri serta cakap untuk mengurus segala tata cara pergaulan hidup bermasyarakat termasuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Dan apabila si anak belum mampu dalam hal tersebut mala si anak dianggap belum dewasa dan perlindungannya berada di bawah kekuasaan orang tua, sepanjang orang tua anak tersebut masih hidup. Jika salah satu dari orang tua anak tersebut cerai atau salah satunya meninggal dunia maka tidak akan timbul perwalian, hal ini disebabkan karena anak tersebut masih berada pada salah satu dari kedua orang tuanya. Jika kedua orang tua anak tersebut meninggal dunia maka perlindungan anak berada dibawah kekuasaan walinya. Di dalam sistem kekeluargaan bilateral parental, perlindungan anak dilakukan oleh salah satu dari keluarga pihak bapak atau ibuyang terdekat. Pada masyarakat yang unilateral matrilineal perlindungan anak berada dipihak kerabat ayah, akan tetapi dalam prakteknya jika kedua orang tua anak tersebut telah meninggal dunia maka anak–anak yang masih di bawah umur dipelihara oleh kakak–kakaknya yang telah dewasa.

4. Berdasarkan Sistem Hukum Islam.