Surat Kuasa Membebankan Membebankan Hak Tanggungan

Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009

4. Bentuk dan Jenis-jenis Kredit

Bentuk Perjanjian kredit Menurut hukum perjanjian kredit dapat dbuat secara lisan atau tertulis yang penting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern perjanjian secara lisan tentu sudah tidak dapat disarankan lagi untuk dipergunakan meskipun secara teori diperbolehkan karena perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan menyebutkan “Penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Maka dari kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat dengan perjanjian. 34

B. Surat Kuasa Membebankan Membebankan Hak Tanggungan

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan mengatur mengenai hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk pelunasan utang tertentu. Dibandingkan dengan Hipotik, maka dalam UUHT pengaturan mengenai kedudukan Kreditur menjadi lebih aman dan terjamin. Demikian pula dalam kaitannya dengan SKMHT Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Dibandingkan dengan SKMH Surat Kuasa Memasang 34 . Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Cet.3, Bandung; Alfabeta, Bandung, 2005. Hal.100. Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009 Hipotik maka terhadap SKMHT diberikan batasan terhadap jangka waktu berlakunya dan terdapat batasan-batasan dalam pasal 15 UUHT yang mengatur mengenai SKMHT. Sehingga bagi pihak Kreditur, hal inl akan memberikan dampak positif yaitu lebih mudah menjadi APHT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, maka SKMHT tersebut batal demi hukum. Sehingga sudah barang tentu tidak ada yang dijadikan dasar untuk didaftarkan di Kantor Pertanahan dan Hak Tanggungan tidak akan pernah lahir. Hal ini akan merugikan kedudukan Kreditur apabila terjadi kredit macet karena tidak akan dapat melakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan. Hal ini disebabkan karena posisi Bank sebagai Kreditur lemah karena hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. 35 Hal ini juga akan memperkecil resiko Bank dalam penyaluran kredit Perbankan dan turut berperan serta dalam menyelesaikan permasalahan kredit macet. Dalam hal terjadi wan prestasi dari pihak Debitur maka sesuai ketentuan UUHT, pihak Kreditur dapat mengeksekusi Hak Tanggungan dengan 2 dua cara yaitu melakukan penjualan objek Hak Tanggungan dan melaksanakan eksekusi sesuai dengan titel eksekutorial. Apabila terjadi SKMHT yang tidak ditingkatkan yang tidak mempunyai alas hak untuk mengeksekusi objek jaminan. 36 35 . Dian Wahyu Madina, Pemberian Kredit Perbankan Melalui Lembaga Hak Tanggungan Dengan Tanah dan Bangunan Sebgagai Jaminan, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004. Hal. 41. 36 . Winda Saraswati, Surat kuasa membebankan hak tanggunga SKMHT sebagai sarana pengikatan jaminan dalam pelaksanaan bisnis perbankan, perpustakaan Airlangga university, Surabaya 9 juli 2006, libraryunair.ac.id. Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009 Undang-undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bertujuan memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat, diantaranya mengenai kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT. Dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT atau notaris, Pasal 15 ayat 1 UU No. 4 Tahun 1996 memberikan kesempatan kepada pemberi Hak Tanggungan untuk menggunakan SKMHT. 37 Namun praktek pemberian kredit perbankan sekarang ini sering menuntut adanya jaminan khususnya Hak Tanggungan dari debitor untuk menjamin pelunasan hutang. Dalam pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan, hanya apabila benar-benar diperlukan dan apabila tidak dapat hadir di hadapan PPAT dapat menggunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan surat kuasa tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kenyataannya terdapat kendala dalam menerapkan fungsi dan kedudukan SKMHT sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Pembuatan SKMHT juga dimungkinkan dalam hal hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan belum mempunyai sertifikat. Dalam perjanjian kredit pemilikan rumah KPR debitur penerima kredit memberikan jaminan berupa rumah dan tanah yang dibeli dari fasilitas kredit bank tersebut. Pihak bank pemberi kredit biasanya hanya sebagai pemegang SKMHT saja, karena sertikat hak atas tanah yang menjadi obyek jaminan belum dilakukan secara individual. 37 . Op Cit, Dian Wahyu Madina, Hal 41. Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009 Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996. Yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimanakah fungsi dan kedudukan surat kuasa membebankan Hak Tanggungan dan dalam perjanjian kredit setelah berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, hambatan-hambatan dalam pelaksanaan membuat akta pemberian Hak Tanggungan sesudah dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam praktek perbankan dan bagaimanakah jika terjadi kredit macet sebelum jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berakhir. Peneliltian ini bersifat deskriptif. Metode pendekatan yuridis empiris, Lokasi penelitian dilakukan di PT Bank BUKOPIN Kota Medan. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan pertimbangan bahwa pada PT. Bank BUKOPIN pernah ada atau yang sedang berlangsung tentang Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan. Penelitian ini dibatasi pada tahun 2004. Sumber data diperoleh dari data primer, data sekunder serta penelitian lapangan, dengan menggunakan metode deduktif dan induktif serta disajikan dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SKMHT dibuat untuk pihak debitor yang tidak dapat hadir nantinya pada saat penandatanganan APHT, serta untuk mengantisipasi tidak jelasnya status tanah yang akan dijadikan objek Hak Tanggungan. Tidak jelasnya status tanah karena tanah tersebut belum bersertifikat dan karena hampir habis jangka waktunya. SKMHT merupakan proses atau tahap menuju pembuatan APHT, dimana SKMHT tersebut hanya merupakan lembaga kuasa dan bukan sebagai lembaga jaminan dalam pelunasan suatu kredit, Berarti SKMHT tidak memberikan kedudukan apapun kepada pihak bank sebagai kreditor. 38 38 . Op Cit, Kiki Riarahma, Abstraksi. Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009 Hambatan hambatan yang timbul pada saat menindak lanjuti SKMHT menjadi APHT yaitu jangka waktu yang singkat dan biaya yang mahal khususnya terhadap objek SKMHT maupun APHT yang belum bersertifikat. Hambatan yang terjadi dalam perbuatan hukum ini yaitu adanya cidera janji. Namun apabila debitor sama sekali tidak mampu lagi mengembalikan pinjamannya setelah diberi kesempatan ataupun keringanan dari pihak Bank maka berdasarkan SKMHT tersebut dilanjuti dengan pembuatan APHT dan segera didaflarakan ke Kantor BPN setempat dengan tujuan memperoleh kepastian jarninan pelunasan hutang dari si debitor tersebut. Sebaiknya pihak PT. Bank Bukopin dan pihak perbankan lainnya lebih hati hati dan bijaksana dalam memberikan kredit dengan penggunaan SKMHT, dimana kedudukan Bank tidaklah begitu aman dalam hal pelunasan kredit yang diberikannya kepada debitor. Hal itu dikarenakan SKMHT bukanlah lembagajaminan tapi semata mata sebagai lembaga kuasa yang belum memberikan kedudukan yang pasti sebagai kreditor preferen. Hendaknya pihak yang terkait mencari solusi untuk mengatasi singkatnya waktu SKMHT khususnya terhadap tanah-tanah yang belum bersertifikat, serta memberi batasan yang jelas kepada masyarakat ataupun kepada aparat yang berwenang da1am hal ini pihak Badan Pertanahan Nasional BPN tentang biaya-biaya dalam pendaftaran APHT. Hendaknya para pihak melakukan musyawarah untuk menemukan solusi pelunasan hutang atau tunggakan hutang. Memperpanjang waktu pengembalian dan peninjauan kembali terhadap hutang dan bunga atau direstrukturisasi adalah beberapa cara yang baik berdasarkan kesepakatan para Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009 pihak. Apabila tindakan eksekusi harus ditempuh, maka yang perlu diperhatikan adalah jumlah hutang tertentu harus sesuai atau cukup dengan nilai Hak Tanggungan. Dalam praktek pelaksanaan penjaminan atas tanah selama ini telah terjadi hal-hal yang tidak mendukung keberadaan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dengan segala dampaknya, seperti yang terjadi dalam praktek yang seolah-olah melembagakan Surat Kuasa Memasang Hipotik SKMH. Undang-undang nomor 4 tahun 1999 tentang Hak Tanggungan bertujuan memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat yang didalamnya anatara lain menegaskan atau meluruskan persepsi yang kurang tepat di waktu yang lalu, diantaranya mengenai kedudukan SKMHT yang isinya serta syarat berlakunya berbeda dengan Surat Kuasa Memasang Hipotik SKMH yang lalu. Sebelum berlakunya UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atau UUHT, jarang sekali atau bahkan tidak terjadi pihak-pihak menempuh langsung pembebanan hipotik, yang selalu terjadi adalah” pembuatan kuasa memasang hipotik “SKMH dengan bebrapa alasan lain: 39 a. Proses penandatanganan akta hipotik sampai keluarnya sertifikat hipotik memerlukan waktu yang lama. b. Biaya mahal. 39 . Sri Turatmiyah, Studi SKMHT Dalam Perjanjian KPR-BTN, Dipresentasikan dalam seminar terbatas di Bagian Perdata Fakultas Hukum UGM tanggal 2 September 2004, Jogjakarta, http:mhugm.wikidot.comartikel:001 Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009 c. Pihak kreditur yang sudah mengenal debitur dengan baik merasa tidk perlu menempuh pembebanan secara langsung karena merasa cukup aman. Lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 2 UUHT bahwa: “Kuasa untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhit oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau kerena telah habis jangka waktunya…” Pembuatan SKMHT hanya diperkenankan dalam keadaan khusus Penjelasan Pasal 15 ayat 1 yaitu: 40 a. Apabila pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan PPAT untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT. b. SKMHT harus dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh notaris atau PPAT. Substansi SKMHT dibatasi, yaitu hanya memuat perbauatan hukum. Membebankan Hak Tanggungan tidak memuat hak untuk menggantikan penerima kuasa melalui pengalihan dan memuat nama nama serta identitas kreditur, debitur, jumlah utang, juga obyek Hak Tanggungan. Disamping hal tersebut di atas, untuk mencegah berlarut-larutnya pemberian kuasa dandemi tercapainya kepastian hukum SKMHT dibatasi jangka waktu berlakunya. Pasal 15 ayat 3 UUHT menentukan terhadap tanah-tanah yang sudah terdaftar, SKMHT wajib segera diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT dalam jangka waktu 1 satu bulan sesudah diberikan. Terhadap tanah-tanah yang belum terdaftar, kewajiban tersebut harus dipenuhi dalam waktu 3 tiga bulan. Apabila persyaratan tenatng jangka waktu 40 . Ibid Yosua A. Poerba : Fungsi Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Meningkatkaan Perekonomian Masyarakat, 2008. USU Repository © 2009 tersebut tidak dipenuhi maka SKMHT menjadi “batal demi hukum” Pasal 15 ayat 6 UUHT. Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku dalam hal SKMHT yang diberikan untuk menjamin kredit tertentu, seperti kredit program, kredit usaha kecil dan kredit pemilikan rumah KPR dan kredit yang sejenis. Penentuan batas waktu berlakunya SKMHT untuk jenis kredit tertentu tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 4 tahun 1996 tentang Penetapan Batas waktu berlakunya SKMHT untuk menjamin jenis-jenis kredit tertentu. Pasal 1 ayat 20 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 4 tahun 1996 tersebut di atas menentukan bahwa: “SKMHT untuk menjamin Perjanjian KPR berlaku sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan”. Perjanjian Kredit Pemilikan rumah KPR adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal dengan tanahnya guna dimiliki atau dihuni. Dalam perjanjian ini biasanya debitur memberikan jaminan berupa rumah dan tanah yang dibeli dengan fasilitas kredit dari bank tersebut. 41

C. Eksekusi Hak Tanggungan