Hukum perdata mengatur bahwa siapa pun yang tindakannya merugikan pihak lain, wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian
tersebut. Perbuatan yang merugikan tersebut dapat lahir karena :
95
a. tidak ditepatinya suatu perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat yang
pada umunya dikenal dengan istila wanprestasi; b.
semata-mata lahir karena suatu perbuatan tersebut atau yang dikenal dengan ‘perbuatan melawan hukum’.
Tindakan yang merugikan ini memberikan hak kepada pihak yang dirugikan pihak yang dirugikan untuk meminta pembatalan atas perjanjian yang
telah dibuat, beserta penggantian atas segala biaya, bunga dan kerugian yang telah dideritanya.
96
2. Instrumen Hukum Administratif
Salah satu instrumen hukum administratif dalam penyelesaian sengketa konsumen adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Dasar hukum
pembentukan BPSK adalah UU No. 8 Tahun 1999. Pasal 49 ayat 1 UU PK jo. Pasal 2 SK Menperindag No. 350MPPKep122001 yang mengatur bahwa di
setiap kota atau kabupaten harus dibentuk BPSK. Menurut Pasal 60 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK hanya
berwenang menjatuhkan sanksi administratif berupa “ganti rugi” maksimal Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah terhadap pelaku usaha yang melanggar
95
Ibid, hal. 62
96
Ibid., hal. 63
Universitas Sumatera Utara
Pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26. Bunyi Pasal 60 UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
1. Badan Penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi
administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp
200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. 3.
Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Perbuatan yang dapat dikenakan sanksi administratif ini adalah : 1.
mengenai tanggung jawab pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran danatau kerugian konsumen serta terhadap iklan yang diproduksi dan segala yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut; 2.
pelaku usaha wajib memenuhi jaminan garansi sesuai dengan yang diperjanjikan;
BPSK adalah lembaga non struktural yang berkedudukan di Kabupaten dan Kota yang mempunyai fungsi menyelesaikan sengketa konsumen di luar
pengadilan”.
97
Pembentukan BPSK ini berdasarkan pada adanya kecenderungan masyarakat yang segan untuk beracara di pengadilan karena posisi konsumen
yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha.
98
97
Kehadiran BPSK diresmikan pada tahun 2001, yaitu dengan adanya Keputusan Presiden
Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
http:pkditjenpdn.depdag.go.idindex.php?page=bpsk, diakses Senin tanggal 9 November 2009
98
Sularsi, Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam UU Perlindungan Konsumen dalam Lika Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, disunting oleh Arimbi, yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia, 2001, hal 86-87 dalam Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hal 75
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK adalah badan yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan suatu lembaga yang
terdiri atas ketua merangkap anggota, wakil ketua metangkap anggota dan anggota pasal 49 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen.BPSK mempunyai tugas
dan wewenang sebagaimana tercantum dalam Pasal 52, yaitu meliputi: a.
melaksanakan penanganandan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan
dalam Undang-undang ini; e.
menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen; h.
memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli danatau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilam badan penyelesaian sengketa
konsumen;
j. mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan; k.
memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; m.
menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini;
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, maka dengan demikian terdapat fungsi strategis dari BPSK, yaitu :
99
a. BPSK berfungsi sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa di luar
pengadilan alternative dispute resolution, yaitu melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase;
b. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku
usaha . termasuk disini klausula baku yang dikeluarkan oleh PT PLN persero di bidang kelistrikan, PT Telkom persero di bidang telekomunikasi, bank-
bank milik pemerintah maupun swasta, perusahaan leasingpembiayaan, dan lain-lain;
c. Salah satu fungsi strategis ini adalah untuk menciptakan keseimbangan
kepentingan-kepentingan pelaku usaha dan konsumen. Jadi, tidak hanya kalusula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha atau badan usaha
perusahaan-perusahaan swasta saja, tetapi juga pelaku usaha atau perusahaan- perusahaan milik negara.
Proses dan tata cara penyelesaian sengketa konsumen yang akan diselesaikan melalui badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diatur dalam pasal
15 sampai dengan Pasal 17 SK Menperindag No. 350MPPKep122001, yaitu sebagai berikut:
a. Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen diajukan secara lisan atau
tertulis ke BPSK melalui sekretariat BPSK setempat oleh konsumen. Isi permohonan tersebut memuat identitas lengkap konsumen, ahli waris atau
99
Susanti Adi Nugroho, Op. Cit. , hal. 83
Universitas Sumatera Utara
kuasanya disertai alat bukti diri, kemudian nama dan alamat pelaku usaha kemudian barang atau jasa yang diadukan, bukti perolehan, keterangan
tempat, waktu dan tanggal perolehan barang atau jasa yang dilakukan dan yang terakhir menyertakan juga saksi-saksi yang mengetahui perolehan
barang atau jasa, foto-foto barang atau kegiatan pelaksanaan jasa, bila ada. Apabila persyaratan tersebut tidak lengakap, maka permohonan dapat
ditolak;
100
b. Permohonan kemudian dicatat Sekretariat BPSK sesuai fomat, kemudian
dibubuhi tanggal dan nomor registrasi dan diberikan bukti tanda terima. c.
Pemanggilan pelaku usaha untuk hadir di persidangan BPSK dilakukan secara tertulis dalam waktu tiga hari sejak permohonan penyelesaian
sengketa konsumen diterima secara lengkap dan benar.
101
d. Jawaban disampaikan selambat-lambatnya pada hari ke-tujuh sejak
diterimanya permohonan penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK. e.
Ketua BPSK diberikan waktu tiga hari untuk memeriksa kelengkapan secara formal permohonan penyelesaian sengketa konsumen.
f. Putusan BPSK bersifat final dan mengikat, sehingga perkara yang
diselesaikan melaui BPSK tidak dapat diajukan lagi ke pengadilan. Kebanyakan dari kasus-kasus konsumen bersifat kecil dan sederhana,
karena konsumen terkadang tidak perduli jika telah menjadi korban ketidakadilan pelaku usaha. Namun ada juga konsumen yang tidak mau mengangkat kasusnya
ke meja hijau dikarenakan biaya perkara yang harus ditanggung oleh konsumen
100
Yusuf Shofie, Op., Cit., hal. 30
101
Ibid., hal. 33
Universitas Sumatera Utara
jauh lebih besar daripada nilai kerugiannya. Tidak hanya itu, terkadang penyelesaian perkara di pengadilan justru sering kali tidak memberikan keadilan
atau kepuasan bagi para pihak yang bersengketa. Melihat keterbatasan penyelesaian sengketa secara litigasi, maka para pihak yang memerlukan
penyelesaian sengketa secara sederhana, cepat dan biaya murah lebih banyak memilih cara penyelesaian sengketa alternative yang sering disebut Alternative
Dispute Resolution. Penyelesaian sengketa konsumen melalui Alternative Dispute
Resolutiondapat dilakukan dengan 3 tiga cara, yaitu:
102
a. Konsiliasi
Cara konsiliasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak, sedangkan Majelis BPSK bersifat pasif sebagai perantara para pihak. Prinsip tata
cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi ada dua cara. Pertama, proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun
jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan Majelis BPSK bertindak pasif sebagai konsiliator. Kedua, hasil musyawarah konsumen
dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan BPSK.
103
b. Mediasi
Hampir sama dengan konsiliasi, bedanya peranan BPSK bersikap aktif sebagai pemerantara dan penasihat. Mediasi dapat terjadi apabila kedua belash
pihak secara sukarela berpartisipasi. Peran utama mediator adalah memantapkan garis-garis komunikasi dan dialog di antara kedua belah pihak, yang akan
102
Ibid., hal. 21
103
Ibid., hal. 36
Universitas Sumatera Utara
mengantarkan pemahaman kebersamaan yang lebih besar. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi ada dua. Pertama, proses penyelesaian
sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan Majelis BPSK bertindak aktif sebagai
mediator. Kedua, hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan BPSK.
c. Arbitrase
Para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen
yang terjadi. Metode ini merupakan penyelesaian sengketa dalam masalah-
masalah perdata yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENYELESAIAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI No.1821Pid.B2008PN MEDAN
C. KASUS 7. Kasus Posisi