Penyidikan, Penuntutan, dan Proses Peradilan Tindak Pidana di bidang Perlindungan Konsumen

Undang-undang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya adalah pelaku usaha danatau pengurusnya. Pasal 1 angka 3, yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah: “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pihak yang bertanggungjawab adalah pelaku usaha pembuat produk tersebut. 82

5. Penyidikan, Penuntutan, dan Proses Peradilan Tindak Pidana di bidang Perlindungan Konsumen

Seseorang yang melakukan tindak pidana seperti yang terdapat dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 18 dapat diancam dengan sanksi pidana, misalnya pidana penjara, pidana denda serta pidana tambahan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan adanya proses penyidikan 83 1 Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi yang diatur dalam Pasal 59 UU Perlindungan Konsumen. Bunyi pasal 59 tersebut dapat dilihat sebagai berikut : Pasal 59 82 Abdul Hakim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoretis dan Prkembangan Pemikiran, Nusamedia, Bandung, 2008, hal. 49 83 Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Lihat Pasal 1 butir 2 KUHAP. Universitas Sumatera Utara wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. 2 Penyidik Pejabat Pegawai Negari Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang : a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen; f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. 3 Penyidik Pejabat Pegawai Negari Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memberitahu dimulainya penyidikan dan hasil penyidikan kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. 4 Penyidik Pejabat Pegawai Negari Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Indonesia. Kewenangan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan penyidik POLRI 84 . Koordinasi ini penting dilakukan dalam dua hal : 85 a. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil 86 1 dimulainya penyidikan; yang dalam praktik disebut Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan SPDP memberitahukan : 84 Penyidik POLRI adalah pejabat POLRI tertentu paling rendah Pembantu Letnan Dua Pelda=Ajun Inspektur Polisi IIAipda yang ditunjukdiangkat oleh KAPOLRI. Lihat HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2008, hal. 47 85 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit. hal. 332. 86 Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah PPNS tertentu paling rendah berpangkat golongan IIb yang diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul dari Departemen yang membawahi PPNS yang bersangkutan. Lihat HMA Kuffal, Op. Cit., hal. 48 Universitas Sumatera Utara 2 hasil penyidikan kepada penyidik POLRI, yang dapat berupa : a cukupnya bukti sehingga perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen yang bersangkutan diteruskan pada tingkat penuntutan; atau b tidak cukup bukti sehingga perlu dikeluarkan perintah penghentian penyidikan. b. Penyampaian hasil penyidikan kepada Penuntut Umum dilakukan melalui penyidik POLRI. Jadi, proses penuntutan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen sama halnya dengan yang lazim dilakukan dengan perkara pidana biasa. Hanya pada proses penyidikannya yang berbeda. Pada proses penyidikan, peran penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sangat penting karena dianggap memiliki keahlian khusus sehingga harus diberikan wewenang khusus. 87 C. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Melalui Upaya Non Penal Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Seperti yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan tidak hanya dapat ditempuh melalui upaya penal akan tetapi dapat juga ditanggulangi melalui upaya non penal. Pada bagian di atas telah dipaparkan mengenai penanggulangan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen dengan melalui jalur penal, dan dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai kebijakan penanggulangan tindak pidana melalui jalur non penal. Kebijakan penanggulangan tindak pidana melalui jalur non penal dapat ditempuh 87 Ibid., hal. 335 Universitas Sumatera Utara melalui kebijkan sosial social policy.salah satu bagian dari kebijakan sosial ini adalah kebijakan penegakan hukum law enforcement policy, termasuk di dalamnya kebijakan legislatif legislative policy. 88 Kebijakan non-penal dapat berupa pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana prevention without punishment dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui mdia massa. Sasaran utamanya adalah menangani factor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang terpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Usaha-usaha non penal mempunyai kedudukan yang strategis dan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. 89 Tujuan utama dari usaha-usaha non penal ini adalah memperbaiki kondisi- kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. 90 88 Mahmud Mulyadi, Op. Cit., hal. 45-46 89 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 44-45 dalam Mahmud Mulyadi, Op. Cit., hal. 49-50 90 M. Hamdan, Op. Cit., hal. 29 Universitas Sumatera Utara Kebijakan penanggulangan kejahatan yang ditempuh melalui jalur nonpenal terlihat dengan adanya upaya melakukan perlindungan konsumen melalui : 91 1. pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah Pasal 29 - Pasal 30 dengan membentuk BPKN Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang mempunyai tugas : a. memberi saran dan rekomendasi; b. melakukan penelitian dan pengkajian; c. mendorong berkembangnya LPKSM Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat; d. menyebarkan informasi dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; e. menerima pengaduan dari masyarakat, LPKSM, atau pelaku usaha; f. melakukan survey kebutuhan konsumen. 2. pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang tugasnya menurut Pasal 44 antara lain : a. menyebarkan informasi untuk meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen; b. memberi nasihat kepada konsumen; c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; 91 Barda Nawawi Arief Buku I, Op. Cit., hal. 166 Universitas Sumatera Utara d. membantu konsumen memperjuangkan haknya termasuk menerima keluhanpengaduan; e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat. 3. Penyelesaian sengketa lewat gugatan perdata melalui pengadilan 4. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan Pasal 47 lewat suatu badan yang disebut BPSK Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang anggotanya mengandung unsur pemerintah, unsur konsumen dan unsur pelaku usaha Pasal 49; BPSK ini dapat menjatuhkan sanksi administratif. Upaya penal ditempuh dengan pemberian sanksi kepada pelaku tindak pidananya, maka upaya non penal dapat ditempuh dengan menggunakan instrument hukum perdata dan instrument hukum administrasi. Berikut ini akan dipaparkan lebih jauh mengenai instrumen hukum perdata dan instrumen hukum administrasi.

1. Instrumen Hukum Perdata serta Upaya Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan