Sejarah Pelacuran di Indonesia

2.4.2. Sejarah Pelacuran di Indonesia

Pelacuran di Indonesia tidak terlepas dari sejarah peradaban bangsa Indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia pada masa lalu adalah bangsa dengan berbagai kerajaan. Perdagangan perempuan saat itu merupakan pelengkap dari sistem feodal kerajaan. Kekuasaan raja pada saat itu tidak terbatas hanya sekedar menguasai pemerintahan, tapi juga menguasai segalanya termasuk tanah dan segala isinya serta rakyatnya hamba. Semua orang harus patuh pada raja, tidak boleh ada orang yang membangkang. Mereka berkuasa penuh hingga bisa mendapatkan perempuan sebanyak mungkin yang dalam istilah dulu disebut selir. Al-Ghifari, 2003. Bahkan uniknya, waktu itu justru rakyat bangga jika ada sebagian anggota keluarganya yang dijadikan selir, sebagian diantara penduduk justru menawarkan anak gadisnya untuk dijadikan selir raja. Selir terkadang hadiah dari kerajaan kecil sebagai tanda kesetiaan atau persahabatan. Semakin banyak selir yang dimiliki seorang raja akan menambah kuat posisi raja di mata masyarakat. Pemilikan perempuan simpanan selir bukan hanya terbatas pada raja belaka, orang-orang yang ada di sekitar istana pun tak ketinggalan terkadang berlomba mendapatkan banyak wanita simpanan. Sekalipun masa itu tidak dikatakan pelacuran, namun dari cara-caranya tetap berupa pelacuran namun dulu dilegalisir atau mendapat pengakuan masyarakat. Maka dengan demikian persamaan selir dan PSK adalah terletak pada tidak terikatnya mereka dengan legalitas formal pernikahan yang sah. Dengan latar belakang seperti itu, maka pelacuran di Indonesia bukan hal yang baru bahkan boleh dikatakan warisan para leluhur. Maka tidak heran jika kemudian menjamur berbagai pelacuran di Indonesia bahkan di Asia sebagai akibat adanya sistem feodal zaman dulu. Al- Ghifari, 2003 Nasib wanita pada masa penjajahan tidak jauh berbeda dengan sistem yang dipakai pada masa kerajaan. Masa penjajahan, perempuan lebih menderita dengan adanya pemaksaan dari kaum imperium dengan mengambil wanita tertentu yang memiliki paras cantik. Para wanita itu dibawa untuk memenuhi hasrat nafsu tentara. Terlebih lagi, pada saat itu kebanyakan laki-laki pribumi dibawa dengan paksa untuk kerja paksa rodi dan romusa. Akibatnya di kamp-kamp atau kompleks militer penjajah selalu ditemukan lokasi pelacuran dan saat hampir berakhirnya penjajahan di Indonesia telah menjamur rumah-rumah bordir di setiap daerah di seluruh Indonesia terutama di setiap stasiun kereta api di seluruh Indonesia selalu ada lokasi pelacuran. Kereta api pada masa lalu merupakan transportasi satu-satunya yang menghubungkan tiap kota dan antar daerah dan stasiun itu sendiri bisa dikatakan tempat transit. Di stasiun kereta Bandung misalnya terdapat lokasi pelacuran seperti, Kebun Jeruk, Kebon Tangkil, Sukamanah dan Saritem. Di Yogyakarta ada di Pasar Kembang, Mbalokan dan Sosrowijayan. Di Surabaya terdapat di Kremil, Tandes dan Bangunsari, semuanya berada di sekitar stasiun kereta api dan sebagian besar hingga sekarang masih beroperasi. Al-Ghifari, 2003.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mendasari Menjadi PSK