Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Prostitusi pelacuran merupakan bentuk penyimpangan seksual, dengan pola organisasi impuls-impulsdorongan seks yang tidak wajar, dan dorongan seks yang tidak terintegrasi dalam kepribadian, sehingga relasi seks itu sifatnya impersonal, tanpa afeksi dan emosi kasih sayang, berlangsung cepat, tanpa mendapatkan orgasme di pihak wanita. Kartini Kartono 1989 Jika seks dijadikan bahan dagangan, maka terjadi komersialisasi-seks, berupa penukaran kenikmatan seksual dengan benda-bendamateri dan uang. Ada pelampiasan nafsu seks secara bebas liar dalam relasi seks dengan banyak orang. Pelacur wanita disebut sebagai prostituee, pelacur, wts atau Wanita Tuna Susila, sedangka pelacur laki-laki disebut sebagai gigolo atau PTS atau Pria Tuna Susila. Kartini Kartono 1989 Prostitusi sering disebut sebagai profesi, para pelakunya sering dicap buruk oleh masyarakat sekitarnya, bahkan mungkin oleh diri mereka sendiri. Prostitusi bisa menimbulkan akibat diantaranya: adanya keinginan dan kemauan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan. Kemudian merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat orang 1 mengenyam kesejahteraan hidup, kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengekploitir kaum lemahwanita untuk tujuan-tujuan komersil. Russam dalam http:russamsimartomidjojocentre.blogspot.com Masalah-masalah tersebut di atas akan semakin mengkristal apabila tuntutan-tuntutannya dikaitkan dengan adanya tuntutan sosial-ekonomi yang dihadapi masyarakat dimana kebutuhan hidup yang semakin sulit dan mahal. Perkembangan prostitusi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Kartini Kartono 2003 mengatakan bahwa statistik menunjukkan kurang lebih 75 dari jumlah pelacur adalah wanita-wanita muda di bawah umur 30 tahun. Mereka itu pada umumnya memasuki dunia pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun; dan yang paling banyak ialah usia 17-21 tahun. Secara langsung maupun tidak langsung, pelacuran atau usaha-usaha prostitusi akan menimbulkan dampak buruk antara lain: penyebarluasan penyakit kelamin dan kulit, merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, moral, susila, hukum dan agama, memberikan pengaruh yang tidak bermoral kepada lingkungan khususnya anak muda dan remaja maupun juga orang dewasa. Russam S. dalam http:russamsimartomidjojocentre.blogspot.com Dampak-dampak negatif yang tidak bisa dihindari dari praktek prostitusi ini, disamping dapat menyebarkan penyakit-penyakit HIV dan penyakit lain yang ditimbulkan oleh prostitusi itu sendiri, perbuatan itu dilarang oleh semua agama termasuk agama Islam. Islam dengan tegas melarang perbuatan prostitusi itu karena melanggar norma agama dan perbuatan itu termasuk kategori zina. Dalam surat al-Isra ayat 32 disebutkan : ⌧ ⌧ Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. Demikian juga dalam surat an-Nur ayat 2 Allah SWT melarang perbuatan zina dan memberikan sanksi kepada pelakunya sebagaimana firman-Nya: ☺ ☺ ☺ ⌧ ⌧ ☺ Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus Kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Kurangnya pemahaman keagamaan menjadi salah satu pendorong untuk melakukan perbuatan asusila. Religiusitas bukan hanya penghayatan terhadap nilai-nilai agama saja namun juga perlu adanya pengamalan nilai-nilai tersebut. Religiusitas adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama. Religiusitas dapat diketahui melalui beberapa aspek penting yaitu: aspek keyakinan terhadap ajaran agama aqidah, aspek ketaatan terhadap ajaran agama syari’ah atau ibadah, aspek penghayatan terhadap ajaran agama ikhsan, aspek pengetahuan terhadap ajaran agama ilmu dan aspek pelaksanaan ajaran agama amal atau ahlak. Masud dalam http:etd.eprints.ums.ac.id441. Religiusitas adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama being religious, dan bukan sekedar mengaku mempunyai agama having religion. Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengamalan ritual agama, pengalaman agama, perilaku moralitas agama, dan sikap sosial keagamaan. http:www.suaramerdeka.comharian040618opi4.htm. Hal penting dalam beragama adalah memiliki keimanan. Keimanan sendiri memiliki banyak unsur, unsur yang paling penting adalah komitmen ketagaran dan keteguhan untuk menjaga hati agar selalu berada dalam kebenaran. Secara praktis, hal ini diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangan Allah dan RasulNya. Seseorang yang beragama akan merefleksikan pengetahuan agamanya dalam sebuah tindakan keagamaan, melaksanakan ibadah ritual secara rutin, yaitu shalat, puasa, zakat, haji serta terus mengembangkan tingkah laku yang terpuji akhlak al-karimah Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminallah maupun hablumminannas. Syamsu Yusuf, 2004 Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma dan sebagai sosial control sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas sosial secara individu ataupun kelompok. Keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan bertindak, menimbang dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak oleh agamanya. Agama mempunyai peran penting dalam pembinaan moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang dihadapkan pada suatu dilema, ia akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama. Oleh karena itu orang itu akan berada dimanapun dan dalam posisi apapun, akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam dalam hati nuraninya. Berdasarkan hal inilah, sehingga nilai-nilai agama yang telah diinternalisasi oleh seseorang diharapkan mampu menuntun semua perilakunya. Peranan agama adalah sebagai pendorong atau penggerak serta pengontrol dari tindakan-tindakan para anggota masyarakat untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya, sehingga tercipta ketertiban sosial. Kontradiksi antara nilai-nilai agama dengan keberadaan prostitusi jelas terlihat di sepanjang jalan Tegal Rotan RT. 00208. Jelas terlihat oleh mata telanjang bahwa aspek ketaatan terhadap agama, aspek keyakinan dan aspek pelaksanaan agama sangatlah kontradiktif bila kita melihat kenyataan yang terjadi di Tegal Rotan, bahkan di depan Masjid pun dijadikan tempat transaksi prostitusi. Aparat keamanan dan warga setempat pernah merazia tempat esek-esek itu namun mereka kembali lagi melakukan perbuatan itu. Sebanyak 7 unit rumah kontrakan yang berlokasi di Jalan Raya Tegal Rotan, Sawah Baru, RT 00208, Tegal Rotan, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan digrebek warga karena Pekerja Seks Komersial PSK masih terlihat beroperasi di Jalan Tegal Rotan, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tangsel. Razia PSK kerap dilakukan di wilayah itu, tapi tak sanggup menghilangkan praktek prostitusi. Berdasarkan pantauan penulis, puluhan PSK masih memenuhi titik-titik di sepanjang jalan. Mereka menawarkan diri dengan cara melambaikan tangan kepada para pengendara yang melewati jalan tersebut. Para PSK berkumpul di arah pintu masuk pintu tol Serpong dan di atas jembatan Stasiun Jurang Mangu. Berdasarkan informasi dari warga sekitar, meskipun mereka sering dirazia, namun mereka tetap ada dan silih berganti seakan-akan tegal rotan ini menjadi pangkalan surga mereka. Salim, salah seorang warga, menceritakan bahwa keberadaan PSK tersebut sudah ada sejak tahun 1980-an.

1.2. Pembatasan Dan Perumusan Masalah