Perbedaan Tingkat Upah PENUTUP

24 pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai kerja mereka, dan pada saat yang sama dia telah menyelamatkan kepentingannya sendiri. Demikian pula para pekerja akan dianggap penindas jika dengan memaksa majikan untuk membayar melebihi kemampuannya. 18 Perinsip keadilan yang sama tercantum dalam surat Al-Jaatsiyah : ☺ ☺ ☺ ﺔ ﺛﺎ ا ٢٢ : Artinya: ”Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan”. Q.S Al-Jaatsiyah 45 : 22 Setiap manusia akan mendapat imbalan dari apa yang telah dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan. Jadi ayat ini menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja sesuai dengan apa yang telah disumbangkannya dalam proses produksi, jika ada pengurangan dalam upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka hal itu dianggap ketidakadilan dan penganiayaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang harus ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerjasama 18 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, h. 363-364 25 produksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa yang telah dikerjakannya. Tentang prinsip ini disebut lagi dalam surat A-Ahqaf: فﺎ ﺣﻷا ٩ : Artinya: ”Dan agar Allah mencukupkan bagi mereka balasan pekerjaan- pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.” Q.S Al-Ahqaf 46 : 19 Dan dalam surat Ali-Imran: ⌧ ☺ ناﺮ ﻋ لﺁ : Artinya: “Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan pembalasan setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” Q.S Ali-Imran 3 :161 Meskipun dalam ayat ini terdapat keterangan tentang balasan terhadap manusia di akhirat kelak terhadap pekerjaan mereka di dunia, akan tetapi prinsip keadilan yang disebutkan disini dapat pula diterapkan di dunia ini. Oleh karena itu, setiap orang harus diberi imbalan penuh sesuai hasil kerjanya dan tidak seorang pun yang harus diperlakukan secara tidak adil. Pekerja harus memperoleh upahnya sesuai sumbangsihnya terhadap produksi. 19 Dalam Islam di kenal beberapa tingkatan upah, yaitu : 19 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 36 26 1. Tingkat upah minimum Pekerja dalam hubungannya dengan majikan berada dalam posisi yang sangat lemah yang selalu ada kemungkinan kepentingannya tidak akan terlindungi dan terjaga dengan sebaik-baiknya. Mengingat posisinya yang lemah Islam memberikan perhatian besar untuk melindungi hak-haknya dari pelanggaran yang dilakukan oleh majikan. Sudah menjadi kewajiban para majikan untuk menentukan upah minimum yang dapat menutupi kebutuhan pokok hidup termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya, sehingga pekerja akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang layak. 20 Selain itu anak-anak mereka berkesempatan memperoleh pendidikan dan tersedianya fasilitas pengobatan bagi keluarga mereka. Apabila kebutuhan-kebutuhan pokok tidak tertutupi dengan upah tersebut maka akibatnya akan timbul rasa ketidakpuasan di kalangan kelompok pekerja sehingga melahirkan kebencian dan konflik antara kelompok didalam masyarakat yang betul-betul akan merusak persatuan dan kesatuan dan akibatnya terjadi kehancuran dalam ekonomi dan masyarakat. Tingkat minimum ini sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup. Pemerintah sebagai wakil Allah SWT dimuka bumi ini diharapkan dapat melakukan pemerataan rezeki terhadap anggota masyarakatnya. Karena tugas utamanya memperhatikan agar setiap pekerja dalam Negara 20 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 366 27 memperoleh upah yang cukup untuk mempertahankan suatu tingkat kehidupan yang wajar serta sangat bertanggung jawab baik secara langsung atau tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan makan masyarakatnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Huud: دﻮﻬ ا : Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang memberi rezkinya.” Q.S Al-huud 11 : 6 Pemerintah juga tidak akan pernah membolehkan pemberian upah di bawah tingkat batas minimum, hal ini dimaksudkan agar pekerja dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. 21 2. Upah tertinggi Benarlah bahwasanya Islam tidak membiarkan upah berada di bawah tingkat minimum yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok kelompok kerja dan juga benar tidak membiarkan adanya kenaikan upah melebihi tingkat tertentu yang ditentukan berdasarkan sumbangsihnya terhadap produksi. 22 Prinsip upah maksimum digambarkan dalam firman Allah SWT : 21 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 367 22 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 371 28 ا ٩ : Artinya : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” Q.S An-Najm 53 :39. Dan firman Allah: ☺ : Artinya : “Dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” Q.S Yaasiin 36 : 54 Ayat-ayat tersebut menetapkan tentang apa yang dapat dituntut para pekerja dari para majikan. Upah maksimum yang mereka tuntut dari para majikan harus sesuai dengan apa yang telah mereka sumbangkan dalam keberhasilan bersama faktor-faktor produksi lainnya. 23 3. Tingkat upah sesungguhnya Islam telah menyediakan usaha-usaha pengamanan untuk melindungi hak-hak para majikan dan pekerja. Jatuhnya upah di bawah tingkat terendah tidak seharusnya terjadi untuk melindungi hak-hak pekerja, sebaliknya naiknya upah yang melebihi batas tertinggi tidak seharusnya terjadi demi menyelamatkan kepentingan majikan. Upah yang sesungguhnya tanpa harus 23 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 372 29 selalu berpegang pada batas minimum dan upah maksimum karena upah yang sesungguhnya akan berubah di antara kedua batas-batas ini. Karena dimanapun upah yang akan ditetapkan antara tingkat minimum dan maksimum penentuannya berdasarkan standar hidup sehari-hari dari para pekerja secara terus menerus. 24 Menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang-orang yang beriman berusaha untuk berperan serta membantu mengadakan perubahan terhadap keberadaan sistem upah yang tidak Islami dan tidak adil serta menggantinya dengan suatu sistem upah yang lebih tepat dan adil. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun suatu sistem upah antara lain: a. Upah minimum haruslah cukup untuk memenuhi keperluan- keperluan pokok b. Tanggung jawab ekonomi pekerja termasuk jumlah anggota keluarganya harus menjadi bahan pertimbangan c. Perbedaan-perbedaan dalam upah harus dalam batas-batas yang ditetapkan sesuai perbedaan-perbedaan yang mendasar antara lain dalam jenis pekerjaan, lama pengabdian, pendidikan dan pelatihan serta kebutuhan ekonomi tiap pekerja. 25 24 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. hlm. 374 25 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. hlm. 380 30

G. Hikmah Upah

Ujrah Bentuk sewa menyewa ini dibutuhkan dalam kehidupan manusia, oleh karena Syari’at Islam membenarkannya. Seseorang terkadang dapat memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya tanpa melakukan pembelian barang karena jumlah uangnya yang terbatas, misalnya menyewa rumah, sementara yang lainnya memiliki kelebihan rumah dan dapat menyewakan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan lainnya. Tidak semua dapat membeli kendaraan karena harganya yang tidak terjangkau. Namun demikian setiap orang dapat menikmati kendaraan dengan cara menyewa. Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sendiri, karena terbatasnya tenaga dan keterampilan. Misalnya mendirikan bangunan, dalam keadaan dimana kita mesti menyewa tenaga buruh yang memiliki kesanggupan dalam pekerjaan tersebut. 26 26 Rahmat Syafii, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004, cet. 2 h. 127 35 suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia atau pengerah tenaga kerja. Ini berarti ada dua perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang terlibat menyeleksi, melatih dan mempekerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan demikian perusahaan yang kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja yang bekerja padanya. Hubungan ini hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerja. 3 2. Sejarah Perkembangan Outsourcing Pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan-perusahaan berusaha dalam persaingan global, tetapi mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal, termasuk risiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia usaha. Untuk meningkatkan keluwesan dan kreativitasnya, banyak perusahan besar yang membuat strategi baru dengan konsentrasi pada bisnis inti, mengidentifikasikan proses kritikal, dan memutuskan hal-hal yang harus di- outsource. 4 3 Wang Muba, “Tenaga Kerja Outsourcing”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009 dari http:wangmuba.com 4 Candra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia. h. 4 36 Awal timbulnya outsourcing pada perusahaan adalah untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut: a. Perubahan paradigma di Negara Barat dari pekerja adalah asset terbesar perusahaan menjadi pekerja adalah kewajiban terbesar perusahaan b. Perbahan paradigma dari pandangan kerja tradisional bahwa pekerja melayani sistem menjadi pandangan kerja modern bahwa sistem harus melayani pekerja. c. Sistem pengembangan karir pada sistem organisasi yang ada saat ini cenderung menghasilkan sebagian orang terbuang. d. Keterbatasan teknologi otomatisasi. 5 Namum dengan perkembangan zaman, tujuan dari outsourcing tidak hanya untuk membagi risiko ketenagakerjaan, tetapi menjadi lebih kompleks. Outsourcing telah menjadi alat manajemen, serta bukan hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi untuk mendukung dan sasaran bisnis. Berdasarkan hasil survey outsourcing institute ada beberapa alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan outsourcing. Alasan-alasan tersebut antara lain untuk: 5 Candra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, h. 5 37 a. Meningkatkan fokus perusahaan b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering. d. Membagi resiko e. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain f. Memungkinkan tersedianya dana kapital g. Menciptakan dana segar h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola. 6 Alasan-alasan nomor 1 sampai dengan nomor 5 di atas merupakan target jangka panjang dan bersifat strategis sedangkan alasan nomor 6 sampai dengan 10 lebih bersifat taktis atau yang mempengaruhi operasi dan bisnis perusahaan sehari-hari. 7 Alasan lainnya adalah alasan transformasional perubahan, yaitu: a. Membawa solusi baru kepada nasabah lebih cepat b. Reaksi untuk mempersingkat daur hidup produk 6 Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing Jakarta: PT Grasindo, 2003, cet 1., h. 4 7 Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing , h. 5