Sistem pengupahan outsourcing pada PT. Pertama Indonesia dalam perspektif ekonomi Islam

(1)

Oleh: Rudi Sugiarto 107046101959

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431/2010


(2)

(3)

(4)

(5)

Puji serta syukur selayaknya hanya kita panjatkan kehadirat Rabb Semesta Alam, sumber segala ilmu pengetahuan, Allah SWT, atas segala limpahan karunia dan rahmatnya yang tak terkira, serta atas segala ilmu dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Sistem Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia Perspektif Ekonomi Islam”

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi dan Rasul Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, sahabat dan bahkan seluruh umatnya yang senantiasa mengikuti ajarannya.

Dibalik terselesaikannya skripsi ini, tentunya tidak lepas berkat pertolongan Allah SWT yang juga diberikan melalui hamba-hambanya yang Insya Allah akan mendapat ganjaran yang lebih utama dari-Nya, penulis hanya mampu mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH, selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalat Ekonomi


(6)

3. Bapak Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA, selaku dosen pembimbing atas segenap waktu, arahan, motivasi dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi ini

4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya

5. Segenap pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.

6. Segenap pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khusnya kepada Bapak H. Abdullah Hamri, S.Ag, Bapak. Muhammad Zuhri, S.IP, Mas Farhan Mustafa, SEI dan Iis Mulyadi atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian. 7. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, yang paling berjasa dan memiliki

pengaruh besar dalam proses kehidupan penulis. Dorongan berupa semangat yang tertuang melalui doa, daya dan upaya selalu dicurahkan untuk penulis 8. Buat adik saya tercinta, terimakasih atas doa dan sarannya. Semoga

adik-adiku menjadi anak yang solehah serta menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, agama dan negara.


(7)

vii membantu penulis dalam pengumpulan data

10. Kepada ustad Hamdan yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan demi terselesaikannya skripsi ini beserta temen-temen liqo, yaitu Adi Nugroho (FST), Aip Hadifahma (FSH), Debi Agustinus/Deas (Psi), Ahmad Subri (FST), Ichsan Rahman (FST), Zikri Ramadhan (FST), Abdul Salam (FEIS), Fajar Lahmudin (FST) dan Musthofa (FITK) yang senantiasa menyemangati penulis.

11. Kepada Indra Azhar Liqoh, S.E. Sy yang telah membantu penulis dalam mencarikan objek penelitian

12. Buat sahabat-sahabatku yang baik jurusan muamalah khususnya kelas PS D yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, semoga persahabatan kita terus terjalin sampai akhir nanti.

Akhir kata, penulis sadar tentu banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan pada skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritiknya dari semua pihak yang membaca skripsi ini karena hanya Tuhanlah yang Maha Benar dan Maha Sempurna. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal ‘alamin.

Ciputat, Syawal 1431 H September 2010 M


(8)

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah 1

B. Identifikasi masalah 4

C. Pembatasan dan Perumusan masalah 5

D. Tujuan dan Manfaat penelitian 5

E. Review Studi Terdahulu 6

F. Objek penelitian 9

G. Metode penelitian 9

H. Sistematika penulisan 11

BAB II UPAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Pengertian upah perspektif ekonomi Islam 13 B. Landasan hukum upah perspektif ekonomi Islam 15

C. Rukun dan syarat upah (Ujrah) 18


(9)

ix

F. Hikmah Upah (Ujrah) 29

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN OUTSOURCING PT.

PERMATA INDONESIA

A. Sekilas tentang outsourcing 34

B. Gambaran umum PT. Permata Indonesia 51 C. Perjanjian Kerja Outsourcing pada PT. Permata Indonesia 59 D. Praktek Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia 68 BAB IV ANALISIS PENGUPAHAN OUTSOURCING PADA PT. PERMATA

INDONESIA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Kontrak Tenaga Kerja (Ijarah) Dalam Perspektif Ekonomi Islam 71 B. Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Praktek Pengupahan PT. Permata

Indonesia 84

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 87


(10)

Untuk memenuhi kebutuhan SDM tersebut, maka perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja memanfaatkan lembaga outsourcing untuk merekrut para tenaga kerja outsourcing.

Dalam pelaksanaannya, tenaga kerja outsourcing yang ditempatkan di perusahaan pengguna jasa outsourcing secara aturan kerja dan disiplin kerja harus mengikuti ketentuan yang berlaku di perusahaan dimana mereka ditempatkan. Sehingga perusahaan pengguna jasa outsourcing tidak bertanggung jawab terhadap kondisi buruh yang bekerja di perusahaannya.2

Hak yang diterima para pekerja outsourcing di perusahaan tempat mereka bekerja tidak setara seperti yang diterima para pekerja tetap di perusahaan tersebut. Padahal dalam bekerja mereka dituntut untuk melakukan hal yang sama dengan pekerja tetap. Para pekerja outsourcing selalu kalah ketika menghadapi perselisihan dengan perusahaan pengguna jasa. Sehingga kebijakan dalam memahami hak pekerja outsourcing tampaknya belum terpenuhi.3

Kondisi ini diperparah oleh kapitalis global yang tanpa ampun dengan jargon-jargon produktivitas, efisiensi dan kompetisinya mengharuskan mau tidak mau agar sebuah perusahaan berkompetisi harus memiliki buruh dengan

2

Gindo N, “Praktek Outsourching Semakin Menggila”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009 dari http://kpsmedan.org/index.php?option=com.

3 Zanikhan, “Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-Hak Kerja”, artikel di akses pada 16 oktober 2009 pada http://zanikhan.multiply.com/profile.


(11)

upah murah.4 Para tenaga kerja (buruh) tidak mendapat perlakuan dan porsi yang layak sebagai manusia yang bermartabat dalam proses produksi dan dinamika perekonomian. Mereka hanya dipandang sebagai alat produksi yang hampir-hampir tak jauh berbeda dengan mesin produksi lainnya.5 Ketika para buruh hanya memiliki sumber pendapatan berupa gaji (upah), maka pencapaian kesejahteraan bergantung pada kemampuan gaji dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya, jumlah gaji relatif tetap, sementara itu kebutuhan hidup selalu bertambah (adanya bencana, sakit, sekolah, tambah anak, harga barang naik, listrik, telepon, biaya transportasi, dan lain-lain.). Hal ini menyebabkan kualitas kesejahteraan rakyat (termasuk buruh) semakin rendah.6 Ironis memang, disatu sisi perusahaan butuh SDM yang berkualitas dan yang mempunyai etos kerja tinggi namun disisi lain mereka tidak menghargai para pekerja.

Padahal Islam sangat memperhatikan nasib tenaga kerja (buruh). Perhatikanlah bagaimana Islam menjadikannya sebagai kekasih Allah. Suatu ketika, seorang buruh dari kalangan Anshar lewat dihadapan Rosululloh saw. Lalu beliau saw melihat tangannya yang kasar, dan bertanya, “Apa ini yang terjadi dengan tanganmu?” Ia menjawab, “Ini bekas sekop yang kugunakan

4

Anjar Priandoyo, ”Delapan Pertanyaan Tentang Outsourcing (tenaga kerja)”, artikel di akses pada 16 oktober 2009 pada http://priandoyo.wordpress.com

5

Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering (Jakarta: Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), 2000), h.11.

6

Wisnu Sudibjo, “Syariat Islam Dalam Persoalan Tenaga Kerja” artikel diakses pada 16 oktober 2009 dari http://wisnusudibjo.wordpress.com


(12)

untuk bekerja dan menafkahi keluargaku.” Spontan Rasulullah saw menggamit tangan buruh itu, menciumnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di hadapan para sahabat beliau, sambil berkata, “Inilah tangan yang dicintai Allah!” Dalam riwayat lain, beliau saw berkata, “Inilah tangan yang tidak akan disentuh api neraka!”.7 Kisah tersebut menggambarkan bahwa Islam begitu menghargai dan mengangkat derajat para tenaga kerja (buruh).

Masalah tenaga kerja (buruh) memang suatu masalah yang sangat kompleks dan sangat urgen yang mesti dapat perhatian khusus, karena maju mundurnya bisnis (perusahaan) pada khususnya dan perekonomian pada umumnya tidak lepas dari peran para tenaga kerja (sumber daya manusia). Oleh sebab itu, penulis mengangkatnya menjadi sebuah judul skripsi: Sistem Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Islam.

B. Identifikasi Masalah

Istilah outsourcing belakangan ini memang sering diperbincangkan oleh berbagai kalangan, khususnya kaum buruh (tenaga kerja) yang menolaknya dengan anggapan outsourcing merupakan wujud dari pengingkaran serta penghilangan hak-hak dasar pekerja seperti hak dalam gaji (upah), perlindungan kesehatan, perlindungan ekonomi serta perlindungan keselamatan kerja.

7


(13)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini pembahasan masalah dibatasi pada sistem pengupahan

outsourcing pada PT. Permata Indonesia dalam perspektif ekonomi Islam. Dari batasan masalah tersebut, penulis membagi tiga pokok bahasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengupahan dalam ekonomi Islam?

2. Bagaimana sistem pengupahan outsourcing di PT. Permata Indonesia? 3. Bagaimanakah pandangan ekonomi Islam terhadap praktek pengupahan

outsourcing di PT. Permata Indonesia?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Mengetahui dan menjelaskan mengenai sistem pengupahan dalam ekonomi Islam

b. Mengetahui dan menjelaskan sistem pengupahan outsourcing yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia

c. Mengetahui dan menjelaskan pandangan ekonomi Islam terhadap sistem pengupahan outsourcing pada PT. Permata Indonesia

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan pencerahan dan daya guna bagi pihak-pihak yang berkaitan, yakni sebagai berikut:


(14)

a. Bagi Mahasiswa

Menambah khasanah keilmuan demi meningkatkan kompetensi diri, kecerdasan intelektual dan emosional serta mengetahui terkait sistem pengupahan dalam praktek outsourcing.

b. Bagi Institusi

Memberikan sumbangan wacana pemikiran serta motivasi kepada pemerintah maupun lembaga yang terkait khususnya pada lembaga

outsourcing PT. Permata Indonesia agar dapat menerapkan sistem pengupahan yang sesuai dengan aturan Islam.

c. Bagi Pihak Lain

Penulis berharap dengan adanya penulisan skripsi ini, dapat memperkaya wawasan dan wacana dalam ekonomi Islam bagi masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai sumbang saran dan masukan bagi lembaga-lembaga penyedia jasa layanan outsourcing dalam menetapkan upah yang adil dan layak sehingga tidak ada unsur kedzaliman.

E. Review Studi Terdahulu

Penelitian yang mengkaji masalah outsourcing belum begitu banyak. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Moch. Syafi’i, mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum jurusan perbankan syari’ah tahun 2008, membahas tentang


(15)

“Outsourcing Tenaga Kerja Ditinjau Dari Perspektif Ijarah”. Permasalahan yang dibahas dalam penelitiannya adalah:

1. Mengapa perusahaan sekarang menggunakan outsourcing? 2. Bagaimana hak-hak karyawan pada outsourcing?

3. Bagaimana bentuk kerjasama perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa serta karyawan ditinjau dari perspektif Ijarah?

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Data primernya adalah buku yang ditulis oleh DR. Richardus Eko Indrajit dan Drs. Richardus Djokopranoto yang berjudul proses bisnis outsourcing, Undang-Undang Dasar 1945, Al-Quran dan Hadis sebagai dasar Ijarah. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa:

1. Alasan utama perusahaan melakukan outsourcing adalah untuk memperkecil biaya produksi. Dengan biaya produksi yang semakin kecil maka keuntungan akan menjadi lebih banyak. Alasan selanjutnya adalah untuk meningkatkan fokus perusahaan yakni dengan memusatkan diri pada masalah dan strategi utama perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan mampu meningkatkan kompetensi utamanya, sebab hal-hal yang kecil yang sering kali menghabiskan waktu dan manajer telah dialihkan pada perusahaan yang lebih kompeten mengatasinya.

2. Hak-hak yang hendaknya diperoleh oleh karyawan adalah hak dalam gaji, perlindungan kesehatan, perlindungan ekonomi serta perlindungan keselamatan kerja. Namun pada outsourcing disebabkan berdasarkan upah


(16)

minimum dengan standar yang rendah dan untuk perlindungan terhadap karyawan banyak yang dikurangi bahkan karyawan outsorcing ketika di PHK tidak mendapatkan uang pesangon. Alasannya karena karyawan tersebut bukan karyawan tetap dan jangka waktu kerjanya adalah maksimal dua tahun waktu kerja, yang akhirnya banyak sekali para karyawan yang mendapat PHK tanpa ada perlindungan ekonomi secara utuh.

3. Sistem kerja sama pada outsourcing bisa digambarkan seperti Ijarah

parallel. Sebab ibaratnya perusahaan pengguna menyewa tenaga kerja dari persahaan outsourcing. Sementara itu perusahaan outsourcing membayar karyawan untuk bekerja pada perusahaan pengguna jasa outsourcing. Bisa dikatakan bahwa sistem ini bentuknya adalah Ijarah, yang objeknya adalah manfaat dan manusia. Manfaat dari manusia jika merujuk pada konsep

Ijarah maka manusia atau karyawan itu adalah milik perusahaan

outsourcing.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih fokus pada sistem pengupahan outsourcing dalam prakteknya di lapangan dengan menggunakan pandangan sistem pengupahan dalam ekonomi Islam. dalam penelitian ini, penulis mengambil studi kasus di PT. Permata Indonesia. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan sistem pengupahan yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia terhadap para tenaga kerja


(17)

F. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah PT. Permata Indonesia yang bertempat di Ruko Permata Plaza Blok B 1- 4 Jl. Raya kebayoran lama No. 225 Jakarta

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Penelitian pustaka (library researceh), dalam hal ini penulis mengkaji dan mempelajari berbagai bahan berupa buku seperti buku yang ditulis oleh Ibtida Yasar yang berjudul Merancang Perjanjian Kerja

Outsourcing, surat kabar, hasil penelitian sebelumnya dan beberapa artikel dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk mendapat informasi dan landasan pemikiran secara teoritis.

b. Penelitian lapangan (field researceh), dalam hal ini penulis melakukan penelitian langsung ke lapangan untuk mendapatkan data-data terkait praktek pengupahan outsourcing padaPT. Permata Indonesia

2. Jenis Sumber data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:


(18)

a. Data primer, merupakan data dalam bentuk hasil rekaman wawancara maupun bentuk lainnya yang diperoleh secara langsung dengan orang atau pihak yang terkait, dalam hal ini PT. Permata Indonesia

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari literature-literatur kepustakaan seperti jurnal, makalah, paper, buku-buku, serta sumber lainnya seperti surat kabar dan majalah yang berkaitan dengan topik penelitian.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini dibutuhkan adalah data deskriptif kualitatif, maka dalam menganalisis data peneliti menggunakan analisis deskriptif evaluatif, untuk menggambarkan dan mengevaluasi tentang sistem upah karyawan

outsourcing di PT. Permata Indonesia ditinjau menurut Hukum Islam secara objektif, kemudian ditarik suatu kesimpulan sehingga membentuk suatu karya tulis yang mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan diharapkan setiap fakta yang ada bisa diterima secara logis dan secara ilmiah.

4. Pedoman Penulisan Laporan

Teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.


(19)

H. Sistematika Penulisan

Dalam membahas skripsi ini penulis membagi kedalam lima bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I, PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait latar belakang masalah, identifikasi masalah, selanjutnya pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) studi terdahulu, objek penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II, UPAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan pengertian upah perspektif ekonomi Islam, landasan hukum upah perspektif ekonomi Islam, rukun dan syarat upah (Ujrah), berakhirnya akad Ujrah, Perbedaan tingkat upah, hikmah sewa/upah (Ujrah)

BAB III, GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN OUTSOURCING PT. PERMATA INDONESIA

Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan sekilas tentang outsourcing dan gambaran umum PT. Permata Indonesia, Perjanjian Kerja Outsourcing pada PT. Permata Indonesia dan Praktek Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia


(20)

BAB IV, ANALISIS PRAKTEK PENGUPAHAN OUTSOURCING PT. PERMATA INDONESIA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Berisi tentang analisis sistem kontrak tenaga kerja dalam perspektif ekonomi Islam dan praktek pengupahan PT. Permata Indonesia perspektif ekonomi Islam

BAB V, PENUTUP

Dalam bab terakhir ini penulis membuat kesimpulan dari uraian-uraian juga penjelasan yang sudah disajikan pada bab-bab terdahulu dan selanjutnya memberikan saran-saran yang dapat penulis sampaikan yang sekiranya berguna dan bermanfaat bagi para pembaca dan kepada PT. Permata Indonesia.


(21)

Dalam kitab-kitab fiqh kata ujrah selalu diartikan sebagai sewa menyewa.

Sebenarnya antara sewa dan upah mempunyai perbedaan makna operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda, seperti, seorang mahasiswa menyewa kamar untuk tempat tinggal selama kuliah, sedangkan upah digunakan untuk tenaga, seperti, para karyawan kerja di pabrik dibayar gajinya (upahnya) satu

kali dalam seminggu. Di Indonesia kata ujrah sendiri lebih dikenal dengan

istilah upah, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan upah ialah uang dan lain sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk

mengerjakan sesuatu.4 Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan pula bahwa

yang dimaksud dengan upah ialah pembayaran yang diterima oleh buruh untuk

jasa-jasa yang telah diberikannya.5 Menurut pernyataan Professor Benham

sebagaimana yang dikutif dalam bukunya Afzalurrahman: upah dapat

didefinisikan dengan sejumlah uang yang dibayar oleh orang yang memberi

pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai perjanjian.6

Sedangkan menurut terminologi para ulama berbeda-beda dalam memberikan definisi walaupun memiliki makna yang saling berdekatan.7 Ulama

Mazhab Hanafiyah, mendefinisikan ijarah sebagai transaksi terhadap suatu

4

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet 1, h. 994 5

Hasan Syadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1984), cet 6, h. 3718 6

Afzalurrahman, Doktrin EkonomiIislam Jilid 2, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 361 7


(22)

manfaat dengan imbalan”. Ulama Mazhab Syafi’i mendefisinikannya dengan ”Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat bisa dimanfaatkan dengan suatu imbalan tertentu”. Sedangkan Ulama Mazhab Maliki dan Hanbali mendefisinikannya dengan, ”Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.”8

Manfaat yang dimaksud dalam pengertian ijarah di atas memilki beberapa

penjelasan. Manfaat terkadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah untuk ditempati atau mobil untuk dikendarai, terkadang berbentuk karya, seperti karya seorang insinyur, tukang tenun, tukang pewarna, penjahit dan binatu. Juga terkadang berbentuk sebagai kerja pribadi seseorang yang mencurahkan tenaga seperti buruh dan para pekerja.9

B. Landasan Hukum Upah Perspektif Ekonomi Islam

Para Ulama fiqh mengatakan bahwa yang menjadikan dasar-dasar hukum atau rujukan ujrah adalah Al-Quran, Al-Sunnah dan Ijma.

1. Dasar hukum ujrah dalam Al-Quran adalah:

a. Firman Allah,

8

M. Ali Hasan, Berbagai Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet ke II, h. 227-228

9


(23)

)

قﻼﻄ اا

( :

/

Artinya:

“Jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya”. (QS. At-Thalaq/ 65 : 6)

b. Firman Allah,

)

ﻬﻜ ا

/

(

٧٧

:

Artinya :

“Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 77)

c. Firman Allah,

)

ةﺮ ا

(

٢

:

٢

/

Artinya:

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut”. (QS. Al-Baqarah/ 2 : 233)

2. Dasar hukum ujrah dalam Al-Sunnah


(24)

لﺎ

سﺎ ﻋ

ا

:

ﺮﺟأ

مﺎ ا

ﻰﻄﻋا

و

ﺘﺣإ

)

يرﺎﺨ ا

اور

و

(

Artinya:

“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Hadis Riwayat Ibnu Majah

ﺮﻋ

ْنأ

ْ

ﺮْﺟأ

ﺮ ﺟﺄْا

اﻮﻄْﻋأ

)

اور

ﺔﺟﺎ

(

Artinya:

“Berikanlah upah kepada orang yang dipakai tenaganya sebelum kering keringatnya”. (HR. Ibnu Majah)

c. Hadis Riwayat Ahmad dan Abu Dawud

ﷲا

لﻮﺳر

ﻰﻬ

عرﺰ ا

ﻰ اﻮ ا

ﻰ ﻋ

ضرﻷا

ىﺮﻜ

ﺎ آ

وا

هﺬ

ﺎﻬ ﺮﻜ

نا

ﺎ ﺮ أو

ﻚ اذ

ﺳو

ﷲا

قرو

.

)

ىءﺎ او

دواد

ﻮ أو

ﺪ ﺣأ

اور

(

Artinya:

“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh. Lalu rosulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).

3. Dasar hukum ujrah dalam Ijma

Mengenai disyari’atkannya ijarah, para Sahabat dan Tabi’in, semua

mereka telah membolehkan ijarah. Selain itu pula, ada yang mengatakan


(25)

sunnah Nabi yang suci. Semua ulama bersepakat tidak seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini.10

Lebih jauh lagi, ujrah disyariatkan oleh karena manusia

membutuhkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, mereka membutuhkan binatang untuk dijadikan kendaraan dan angkutan, begitu juga manusia membutuhkan berbagai peralatan untuk digunakan dalam kebutuhan hidup dan lain sebagainya. Dan semua itu bisa dijangkau dengan memperoleh upah.

C. Rukun dan Syarat upah (Ujrah)

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah itu hanya satu, yaitu ijab (ungkapan

menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa). Akan tetapi,

jumhur ulama mengatakan bahwa rukun Ijarah (upah) itu ada empat, yaitu:

1. Orang yang berakad

2. Sewa/imbalan

3. Manfaat

4. Shighat (ijab-qabul).11

Adapun syarat-syarat akad ijarah adalah sebagai berikut:

10

Imam Taqiyuddin Abu Baker Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, (terj) oleh K.H Syarifuddin Anwar dan K.H Misbah Mustafa, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1994), cet 1, h. 694

11


(26)

1. Untuk kedua orang yang berakad (al-muta’aqidain), menurut ulama

Syafi’iyah dan Hanabillah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh),

menurut mereka ijarah-nya tidak sah. Akan tetapi ulama Hanafiyah dan

Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh.

2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan

akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.

3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna,

sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang akan menjadi objek ijarah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan

manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan manfaatnya, dan penjelasan berapa lama manfaat di tangan penyewa.

4. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.

5. Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.12

12


(27)

D. Berakhirnya akad Ujrah

Pada prinsipnya ijarah merupakan akad yang mengikat (lazim) kedua belah

pihak yang melakukannya. Artinya ketika akad terjadi, masing-masing pihak harus menunaikan kewajiban dan menunaikan kewajiban dan menerima hak masing-masing serta tidak boleh membatalkannya (fasakh) kecuali ada hal-hal

yang menurut ketentuan hukum (syara’) dapat dijadikan alasan pembatalan. Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya akad ijarah yaitu :

1. Salah satu pihak meninggal dunia.

2. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir. Apabila

yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang disewa itu jasa seseorang, maka ia berhak menerima upah. Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama.

3. Terjadinya kerusakan pada barang sewaan, seperti rumah terbakar atau

mobil hilang

4. Menurut ulama Hanafiyah apabila ada udzur dari salah satu pihak.

Udzur-udzur yang dapat membatalkan akad ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak mengalami kepailitan dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya seseorang digaji untuk menggali sumur di suatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama, udzur yang boleh membatalkan akad ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.


(28)

5. Berakhirnya dengan akad iqalah yaitu pembatalan akad atas dasar

kesepakatan antara kedua belah pihak.13

E. Perbedaan Tingkat Upah

Dalam kehidupan ini, banyak kita jumpai perbedaan tingkat upah. Pebedaan upah bisa kita lihat antara pekerja intelektual dan pekerja kasar, antara pekerja-pekerja terampil dan pekerja-pekerja tidak terampil. Adakalanya perbedaan upah itu sangat mencolok sekali. Ada upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang memungkinkan suatu kahidupan yang menyenangkan dan ada pula yang memungkinkan suatu kehidupan yang mewah. Ada beberapa faktor penting yang menjadi sumber dari perbedaan upah, yaitu:

1. Perbedaan jenis pekerjaan

2. Perbedaan kemampuan, keahlian, dan pendidikan

3. Pertimbangan bukan keuangan dalam memilih pekerjaan.14

4. Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja.15

Dalam beberapa hal, hukum Islam mengakui adanya perbedaan upah diantara tingkat pekerja. Karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang

13

AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h. 127-128 14

Payaman P. Simajuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta :LPFE UI, 1998), cet ke-2., h. 38

15


(29)

mengakibatkan perbedaan penghasilan dan hasil material. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nissa:

)

ءﺎ ا

(

٢

: /

Artinya :

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S An-Nissa ayat / 4 : 32)

Berdasarkan ayat di atas bahwa penentuan upah pekerja didasarkan atas

kemampuan atau profesionalisme16 dan Pendekatan Al-Quran dalam hal

penentuan upah berdasarkan pertimbangan dan bakat ini merupakan salah satu sumbangan terpenting bagi kemajuan peradaban manusia. 17

16

Abdul Hamid Mursi, SDM Produktif: Pendekatan dan Sains, (Jakarta: Gema Insani Press, 1987), h. 156

17


(30)

Islam menawarkan suatu penyelesaian yang sangat baik atas masalah upah dan menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak, kelas pekerja dan para majikan tanpa melanggar hak-hak yang sah dari majikan. Seorang majikan tidak dibenarkan bertindak kejam terhadap kelompok pekerja dengan menghilangkan hak sepenuhnya dari bagian mereka. Upah ditetapkan dengan cara yang paling tepat tanpa harus menindas pihak manapun. Setiap pihak memperoleh bagian yang sah dari hasil kerja sama mereka tanpa adanya ketidakadilan terhadap pihak lain. Prinsip pemerataan terhadap semua makhluk tercantum dalam surat Al-Baqarah :

)

ةﺮ ا

(

٢٧٩

:

٢

/

Artinya :

Kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Q.S Al-Baqarah/ 2 : 279)

Dalam perjanjian (tentang upah) kedua belah pihak diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil dalam semua urusan mereka, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri. Penganiayaan terhadap para pekerja berarti bahwa mereka tidak dibayar secara adil dan bagian yang sah dari hasil kerja sama sebagai jatah dari hasil kerja mereka tidak mereka peroleh, sedangkan yang dimaksud dengan penganiayaan terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri untuk membayar upah para pekerja melebihi dari kemampuan mereka. Oleh karena itu, Al-Quran memerintahkan kepada majikan untuk membayar para


(31)

pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai kerja mereka, dan pada saat yang sama dia telah menyelamatkan kepentingannya sendiri. Demikian pula para pekerja akan dianggap penindas jika dengan memaksa

majikan untuk membayar melebihi kemampuannya. 18 Perinsip keadilan yang

sama tercantum dalam surat Al-Jaatsiyah :

)

ﺔ ﺛﺎ ا

(

٢٢

:

/

Artinya:

”Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan”. (Q.S Al-Jaatsiyah/ 45 : 22)

Setiap manusia akan mendapat imbalan dari apa yang telah dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan. Jadi ayat ini menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja sesuai dengan apa yang telah disumbangkannya dalam proses produksi, jika ada pengurangan dalam upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka hal itu dianggap ketidakadilan dan penganiayaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang harus ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerjasama

18


(32)

produksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa yang telah dikerjakannya.

Tentang prinsip ini disebut lagi dalam surat A-Ahqaf:

)

فﺎ ﺣﻷا

(

٩

:

/

Artinya:

Dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.” (Q.S Al-Ahqaf/ 46 : 19)

Dan dalam surat Ali-Imran:

)

ناﺮ ﻋ

لﺁ

(

:

/

Artinya:

“Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (Q.S Ali-Imran/ 3 :161)

Meskipun dalam ayat ini terdapat keterangan tentang balasan terhadap manusia di akhirat kelak terhadap pekerjaan mereka di dunia, akan tetapi prinsip keadilan yang disebutkan disini dapat pula diterapkan di dunia ini. Oleh karena itu, setiap orang harus diberi imbalan penuh sesuai hasil kerjanya dan tidak seorang pun yang harus diperlakukan secara tidak adil. Pekerja harus

memperoleh upahnya sesuai sumbangsihnya terhadap produksi.19

Dalam Islam di kenal beberapa tingkatan upah, yaitu :

19


(33)

1. Tingkat upah minimum

Pekerja dalam hubungannya dengan majikan berada dalam posisi yang sangat lemah yang selalu ada kemungkinan kepentingannya tidak akan terlindungi dan terjaga dengan sebaik-baiknya. Mengingat posisinya yang lemah Islam memberikan perhatian besar untuk melindungi hak-haknya dari pelanggaran yang dilakukan oleh majikan. Sudah menjadi kewajiban para majikan untuk menentukan upah minimum yang dapat menutupi kebutuhan pokok hidup termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya, sehingga pekerja akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang layak.20

Selain itu anak-anak mereka berkesempatan memperoleh pendidikan dan tersedianya fasilitas pengobatan bagi keluarga mereka. Apabila kebutuhan-kebutuhan pokok tidak tertutupi dengan upah tersebut maka akibatnya akan timbul rasa ketidakpuasan di kalangan kelompok pekerja sehingga melahirkan kebencian dan konflik antara kelompok didalam masyarakat yang betul-betul akan merusak persatuan dan kesatuan dan akibatnya terjadi kehancuran dalam ekonomi dan masyarakat. Tingkat minimum ini sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup.

Pemerintah sebagai wakil Allah SWT dimuka bumi ini diharapkan dapat melakukan pemerataan rezeki terhadap anggota masyarakatnya. Karena tugas utamanya memperhatikan agar setiap pekerja dalam Negara

20


(34)

memperoleh upah yang cukup untuk mempertahankan suatu tingkat kehidupan yang wajar serta sangat bertanggung jawab baik secara langsung atau tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan makan masyarakatnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Huud:

)

دﻮﻬ ا

( :

/

Artinya:

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (Q.S Al-huud/ 11 : 6)

Pemerintah juga tidak akan pernah membolehkan pemberian upah di bawah tingkat batas minimum, hal ini dimaksudkan agar pekerja dapat

memenuhi kebutuhan pokoknya.21

2. Upah tertinggi

Benarlah bahwasanya Islam tidak membiarkan upah berada di bawah tingkat minimum yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok kelompok kerja dan juga benar tidak membiarkan adanya kenaikan upah melebihi tingkat tertentu yang ditentukan berdasarkan sumbangsihnya terhadap produksi.22

Prinsip upah maksimum digambarkan dalam firman Allah SWT :

21

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 367

22


(35)

)

ا

(

٩

:

/

Artinya :

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Q.S An-Najm/ 53 :39).

Dan firman Allah:

)

(

:

/

Artinya :

Dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S Yaasiin/ 36 : 54)

Ayat-ayat tersebut menetapkan tentang apa yang dapat dituntut para pekerja dari para majikan. Upah maksimum yang mereka tuntut dari para majikan harus sesuai dengan apa yang telah mereka sumbangkan dalam keberhasilan bersama faktor-faktor produksi lainnya.23

3. Tingkat upah sesungguhnya

Islam telah menyediakan usaha-usaha pengamanan untuk melindungi hak-hak para majikan dan pekerja. Jatuhnya upah di bawah tingkat terendah tidak seharusnya terjadi untuk melindungi hak-hak pekerja, sebaliknya naiknya upah yang melebihi batas tertinggi tidak seharusnya terjadi demi menyelamatkan kepentingan majikan. Upah yang sesungguhnya tanpa harus

23


(36)

selalu berpegang pada batas minimum dan upah maksimum karena upah yang sesungguhnya akan berubah di antara kedua batas-batas ini. Karena dimanapun upah yang akan ditetapkan antara tingkat minimum dan maksimum penentuannya berdasarkan standar hidup sehari-hari dari para pekerja secara terus menerus.24

Menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang-orang yang beriman berusaha untuk berperan serta membantu mengadakan perubahan terhadap keberadaan sistem upah yang tidak Islami dan tidak adil serta menggantinya dengan suatu sistem upah yang lebih tepat dan adil. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun suatu sistem upah antara lain:

a. Upah minimum haruslah cukup untuk memenuhi

keperluan-keperluan pokok

b. Tanggung jawab ekonomi pekerja termasuk jumlah anggota

keluarganya harus menjadi bahan pertimbangan

c. Perbedaan-perbedaan dalam upah harus dalam batas-batas yang

ditetapkan sesuai perbedaan-perbedaan yang mendasar antara lain dalam jenis pekerjaan, lama pengabdian, pendidikan dan pelatihan serta kebutuhan ekonomi tiap pekerja.25

24

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. hlm. 374 25


(37)

G. Hikmah Upah (Ujrah)

Bentuk sewa menyewa ini dibutuhkan dalam kehidupan manusia, oleh karena Syari’at Islam membenarkannya. Seseorang terkadang dapat memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya tanpa melakukan pembelian barang karena jumlah uangnya yang terbatas, misalnya menyewa rumah, sementara yang lainnya memiliki kelebihan rumah dan dapat menyewakan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan lainnya.

Tidak semua dapat membeli kendaraan karena harganya yang tidak terjangkau. Namun demikian setiap orang dapat menikmati kendaraan dengan cara menyewa. Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sendiri, karena terbatasnya tenaga dan keterampilan. Misalnya mendirikan bangunan, dalam keadaan dimana kita mesti menyewa tenaga buruh yang memiliki kesanggupan dalam pekerjaan tersebut.26

26


(38)

suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia atau pengerah tenaga kerja. Ini berarti ada dua perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang terlibat menyeleksi, melatih dan mempekerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan demikian perusahaan yang kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja yang bekerja padanya. Hubungan ini hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerja.3

2. Sejarah Perkembangan Outsourcing

Pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan-perusahaan berusaha dalam persaingan global, tetapi mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal, termasuk risiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia usaha. Untuk meningkatkan keluwesan dan kreativitasnya, banyak perusahan besar yang membuat strategi baru dengan konsentrasi pada bisnis inti, mengidentifikasikan proses kritikal, dan memutuskan hal-hal yang harus di-

outsource.4

3

Wang Muba, “Tenaga Kerja Outsourcing”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009 dari http://wangmuba.com

4


(39)

Awal timbulnya outsourcing pada perusahaan adalah untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Perubahan paradigma di Negara Barat dari pekerja adalah asset terbesar perusahaan menjadi pekerja adalah kewajiban terbesar perusahaan

b. Perbahan paradigma dari pandangan kerja tradisional bahwa pekerja melayani sistem menjadi pandangan kerja modern bahwa sistem harus melayani pekerja.

c. Sistem pengembangan karir pada sistem organisasi yang ada saat ini cenderung menghasilkan sebagian orang terbuang.

d. Keterbatasan teknologi otomatisasi.5

Namum dengan perkembangan zaman, tujuan dari outsourcing tidak hanya untuk membagi risiko ketenagakerjaan, tetapi menjadi lebih kompleks. Outsourcing telah menjadi alat manajemen, serta bukan hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi untuk mendukung dan sasaran bisnis. Berdasarkan hasil survey outsourcinginstitute ada beberapa alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan outsourcing. Alasan-alasan tersebut antara lain untuk:

5


(40)

a. Meningkatkan fokus perusahaan

b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia

c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering. d. Membagi resiko

e. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain

f. Memungkinkan tersedianya dana kapital g. Menciptakan dana segar

h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri

j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.6

Alasan-alasan nomor 1 sampai dengan nomor 5 di atas merupakan target jangka panjang dan bersifat strategis sedangkan alasan nomor 6 sampai dengan 10 lebih bersifat taktis atau yang mempengaruhi operasi dan bisnis perusahaan sehari-hari.7 Alasan lainnya adalah alasan transformasional

(perubahan), yaitu:

a. Membawa solusi baru kepada nasabah lebih cepat b. Reaksi untuk mempersingkat daur hidup produk

6

Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing (Jakarta: PT Grasindo, 2003), cet 1., h. 4

7


(41)

c. Mendefinisikan ulang hubungan dengan penyedia jasa dan rekan bisnis

d. Mengungguli pesaing

e. Masuk ke pasar-pasar yang baru dengan resiko kecil.8 3. Landasan hukum outsourcing

Dalam undang-undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, praktik alih daya dikenal dalam dua bentuk, yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja, yang diatur dalam pasal 64, 65, dan 66 sebagai berikut:

Pasal 64

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65

(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

8


(42)

b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan

c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh


(43)

dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;


(44)

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.9

Sementara itu, pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang tata cara perizinan perusahaan penyedia jasa pekerja dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

9

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 64,65, & 66 Tentang Ketenagakerjaan, File UU ini di akses pada tanggal 16 Juli 2010 dari http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf


(45)

No.Kep.220/Men/X/2004 Tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.10

Untuk menentukan suatu kegiatan apakah termasuk kegiatan pokok (kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi) atau kegiatan penunjang (yang tidak berhunbungan langsung dengan proses produksi), yaitu dengan melihat akibat dari keberadaan kegiatan (satu pekerjaan). Apabiala tanpa kegiatan tersebut perusahaan tetap dapat berjalan dengan baik, maka kegiatan itu termasuk kegiatan penunjang. Akan tetapi sebaliknya, apabila tanpa kegiatan yang dimaksud, proses kegiatan perusahaan menjadi terganggu dan tidak dapat berjalan, maka kegiatan itu termasuk kegiatan pokok.11

4. Perjanjian outsourcing

Perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi, ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Dengan adanya pengertian tentang perjanjian, maka bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan

10

Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2009), cet. Ke-1., h. 1

11


(46)

seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja.12

Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atau

freedom of contract. Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.13 Suatu perjanjian agar keberadaannya diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.14

Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, maka dalam hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 pasal 52, sebagai berikut:

Pasal 52 (1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. kesepakatan kedua belah pihak;

b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

12

Didalam pengertian perjanjian kerja, para pihak yang mengadakan perjanjian tidak dlam kedudukan yang sama dan seimbang, karena pihak yang satu yaitu pekerja mengikatkan diri dan bekerja dibawah perintah orang lain, yaitu pengusaha.

13

Djumaidi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet-5., h. 13

14


(47)

d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. (2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.

(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.15

Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya) juga tidak semata-mata hanya mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak sesuai pasal 1338 KUH Perdata, namun juga harus memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Kep-101/MEN/VI/2004 apabila perusahaan penyedia jasa pekerja /buruh memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat : 1. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan

penyedia jasa

2. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf (1), hubungan kerja yang terjadi adalah antara

15

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 52 Tentang Ketenagakerjaan, File UU ini di akses pada tanggal 16 Juli 2010 dari http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf


(48)

perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

3. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahan penyedia jasa pekerja/buruh.16

Perjanjian kerja antara karyawan alih daya dengan vendor biasanya mengikuti jangka waktu perjanjian kerjasama antara vendor dengan perusahaan pengguna jasa alih daya. Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pengguna jasa alih daya hendak mengakhiri kerjasamanya dengan perusahaan alih daya, maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula kontrak kerja anatara karyawan dengan perusahaan penyedia alih daya.

Oleh karena itu, dalam penyedia jasa pekerja alih daya, ada dua tahapan perjanjian yang harus dilakukan, yaitu:

1. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia pekerja. Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau

16

Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 64-65


(49)

perjanjian penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama

b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara secara keseluruhan

d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung

e. Dalam hal penempatan pekerja, perusahaan pengguna jasa pekerja akan membayar sejumlah dana (managemant fee) kepada perusahaan penyedia pekerja.

2. Perjanjian perusahaan penyedia pekerja dengan karyawan. Penyedia jasa pekerja untuk kegiatan penunjang perusahaan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Adanya hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja

b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) yang memenuhi persyaratan dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.


(50)

c. Perlindungan usaha dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.17

Dengan adanya dua perjanjian tersebut, maka walaupun karyawan sehari-hari bekerja diperusahaan pemberi pekerjaan, ia tetap berstatus sebagai karyawan perusahaan penyedia pekerja. Pemenuhan hak-hak karyawan seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.

Berdasarkan Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor :Kep. 220/MEN/X/2004 Tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, menyatakan bahwa : Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan penerima pekerjaan sekurang-kurangnya sama dengan pekerja/buruh pada perusahaan pemberi pekerjaan dimaksudkan agar terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerja atau buruh di perusahaan pemberi pekerjaan maupun di perusahaan penerima pekerjaan karena pada

17

Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiriabadi, 2009), cet. Ke-1., h. 12-13


(51)

hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi syarat kerja, upah, perlindungan kerja yang lebih rendah.18

Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam alih daya (outsourcing) adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

• Didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun19 atau selesainya suatu pekerjaan tertentu

• Dibuat secara tertulis

• Dalam bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam bahasa Indonesia sebagai yang utama; tidak ada masa percobaan kerja (probation).20

5. Kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja

Kewajiban dan hak antara pihak yang satu dengan yang lainnya merupakan suatu kebalikan, jika di satu pihak merupakan suatu hak maka di pihak lainnya adalah merupakan suatu kewajiban.21

18

Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 69

19

Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republic Indonesia Kep. 100/MEN/VI/2004 Tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Pasal 3 ayat 2

20

Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiriabadi, 2009), cet. Ke-1., h. 14

21

Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Ed 2, cet. 5. h. 45


(52)

Jika isi yang tertuang di dalam perjanjian kerja tersebut menunjukan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak pekerja, maka sebaliknya kewajiban tersebut bagi pihak pengusaha adalah merupakan haknya, dan begitu pula sebaliknya. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban-kewajiban dari pihak pekerja a. Buruh wajib melakukan pekerjaan

b. Buruh wajib mentaati aturan dan petunjuk dari majikan. Buruh sewaktu melakukan pekerjaannya, wajib mentaati perintah-perintah yang diberikan oleh majikan. Yang mana dituangkan dalam tata tertib perusahaan dan peraturan perusahaan. Namun yang perlu diperhatikan disini, adalah pekerja wajib mentaati perintah-perintah yang diberikan oleh majikan sepanjang diatur di dalam perjanjian kerja, undang-undang dan kebiasaan setempat. Apabila perintah majikan yang datangnya diluar aturan apalagi perintah yang bertentangan dengan undang-undang, norma susila, kebiasaan dan ketertiban umum, maka dalam hal ini pekerja tidak perlu untuk mentaati perintah tersebut.

c. Kewajiban untuk membayar ganti rugi dan denda. Jika si pekerja atau buruh dalam melakukan pekerjaannya, akibat kesengajaannya atau karena kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian, kerusakan, kehilangan, yang dapat merugikan majikan maka resiko


(53)

yang timbul menjadi tanggung jawab si pekerja. Sebaliknya jika suatu kejadian tersebut dikarenakan bukan karena kesalahan si pekerja atau karena di luar batas kemampuan si pekerja maka kejadian tersebut bukan menjadi tanggung jawab si pekerja. Misalnya karena bencana alam dan kejadian yang sejenis.22

2. Kewajiban-kewajiban dari pihak majikan

Dalam melakukan hubungan kerja, ada banyak kewajiban-kewajiban dari si majikan yang harus dilakukan, namun pemenuhan prestasi yang utama dalam suatu perjanjian kerja tersebut adalah kewajiban si majikan untuk membayar upah tepat pada waktunya. Akan tetapi karena kewajiban lainnya juga penting untuk dilaksakan oleh majikan, maka akan di rinci sebagai berikut:

a. Kewajiban untuk berbuat dan atau tidak berbuat sesuatu berdasarkan ketentuan hukum

b. Kewajiban untuk memberikan istirahat tahunan c. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan

d. Kewajiban memberikan surat keterangan. Di dalam surat keterangan tersebut harus berisi tentang sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja antara si buruh dan majikan.

22


(54)

e. Kewajiban majikan untuk memberlakukan sama antara pekerja pria dan wanita. Majikan dalam mengadakan atau membuat suatu perjanjian kerja, tidak boleh membedakan antara calon pekerja wanita dan pria. Baik dalam hal kesempatan pendidikan, syarat-syarat kerja, dalam arti kenaikan pangkat dan berakhirnya hubungan kerja maupun dalam hal pemberian upah.

f. Kewajiban membayar upah. Di dalam hubungan kerja, kewajiban yang utama dan terpenting bagi majikan adalah ”membayar upah” tepat pada waktunya. Ketentuan ini jelas ditegaskan pada pasal 1602 KUHPerdata yang berbunyi: ”Majikan wajib membayar upah kepada buruh pada waktu yang ditentukan” Upah adalah merupakan salah satu sarana utama bagi para pekerja dan keluarganya, karena perihal upah selain menimbulkan kewajiban dari pekerja dan majikan, perlu pula perhatian pihak lain, yaitu pemerintah.23

B. Gambaran Umum PT. Permata Indonesia 1. Sejarah singkat pendirian PT. Permata Indonesia

PT. Permata Indo Sejahtera mengawali bisnis di bidang sales dan

distribution pada tahun 2005 dengan menangani penjualan dan distribusi sepeda motor YAMAHA. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas bisnis,

23


(55)

pada tahun 2007, perusahaan memulai bisnis di bidang outsourcing, khususnya penyediaan jasa tenaga kerja dan agen pembayar (paying agent) bagi perusahaan-perusahaan yang memerlukannya.24 Selain hal tersebut, faktor yang mendorong PT. Permata Indonesia mengambil bisnis jasa

outsourcing yaitu karena ke depannya bisnis ini dipandang cukup bagus, dengan alasan bahwa ke depan perusahaan-perusahaan akan lebih fokus ke proses produksi utama dan urusan perekrutan tenaga kerja diserahkan ke perusahaan outsourcing dan perusahaan tidak akan menjadikan karyawan

outsourcing menjadi tenaga tetap karena dengan alasan costnya lebih besar.25

Di bawah branding Permata Indonesia, bisnis outsourcing tersebut semakin berkembang dibuktikan dengan meningkatnya jumlah perusahaan klien dan tenaga kerja outsource yang ditangani serta ragam jasa

outsourcing yang diberikan oleh Permata Indonesia.26 2. Visi dan Misi

a. Visi

Menjadi perusahaan yang profesional dan terbaik di bidang sales, distribution dan outsourcing.

24

PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)

25

Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.

26


(56)

b. Misi

Mengutamakan kepuasaan layanan, kecepatan dan ketepatan mengendalikan sentuhan karyawan, mitra kerja dan yang terlatih, memiliki ketulusan dan mencintai pekerjaan serta keunggulan proses bisnis berbasis tekhnologi yang berkesinambungan.

3. Pelayanan

Jenis jasa layanan yang ditawarkan oleh PT. Permata Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Penyedia jasa tenaga kerja (PJTK)

Sebagai agen penyedia jasa tenaga kerja, Permata Indonesia membantu perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja yang handal dengan cara memelihara basis data pencari kerja secara terus menerus, melakukan seleksi sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan, menempatkan tenaga kerja berdasarkan kontrak kerja yang disepakati, memantau kinerja tenaga kerja, serta pembayaran gaji.

b. Paying Agen/Paying Vendor

Sebagai agen pembayar, Permata Indonesia membantu perusahaan untuk melakukan pembayaran gaji termasuk jamsostek, asuransi dan pajak, bagi para pekerjanya baik outsource maupun non-outsource

c. Recruitment Services

Sebagai penyedia jasa rekrutmen, permata Indonesia membantu perusahaan dalam hal pengadaan tenaga kerja, khususnya dalam dalam


(57)

hal pencarian kandidat dan seleksi awal. Selanjutnya kandidat dikirimkan ke perusahaan klien untuk proses seleksi selanjutnya. Apabila kandidat tersebut diterima, proses kontrak kerja dan pembayaran gaji dilakukan langsung oleh perusahaaan klien itu sendiri, sedangkan Permata Indonesia mendapatkan recruitment fee atas proses rekrutmen yang dilakukan.

d. Business Process Outsource

Permata Indonesia juga mampu membantu perusahaan untuk target-target kerja tertentu dalam bidang-bidang yang lazim oleh perusahaan

outsourcing, seperti misalnya pembangunan yang meliputi penyediaan tempat, infrastruktur sampai dengan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mencapai target sales center tersebut.

e. Sales and Distribution Consultant.27

Permata Indonesia juga dapat berperan sebagai konsultan yang perusahaan untuk membangun sales management and distribution

termasuk penyusunan standard operation procedure key performance indicator (KPI) serta disain dan implementasi development yang diperlukan. Sebagai konsultan, permata Indonesia dapat menyediakan tenaga ahli, bimbingan dan pengawalan dalam tahap perencanaan sampai dengan implementasi sistem dari yang telah disepakati.

27


(58)

4. Landasan hukum PT. Permata Indonesia

Dalam menjalankan bisnis praktek alih daya (outsourcing), PT. Permata Indonesia mengacu pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan, yang diatur dalam pasal 64, 65, dan 66.28

5. Rekrutmen

Proses rekrutmen dan seleksi pada dasarnya dilakukan dengan mengacu pada ketentuan dan persyaratan yang disepakati antara PT. Permata Indonesia dan perusahaan klien, melalui Perjanjian Kerjasama. Meskipun demikian, secara umum proses rekrutmen dan seleksi dilakukan sebagai berikut:

Proses rekrutmen

Proses ini dilakukan dengan melakukan profiling kandidat berdasarkan persyaratan dan kualifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan klien. Selanjutnya pencarian kandidat dilakukan melalui berbagai sumber antara lain basis data dan jaringan rekrutment elektronik yang dimiliki oleh Permata Indonesia (www.karir-ku.com dan www.rajalowongan.com) dan diperbaharui secara berkala baik kuantitas maupun kualitasnya. Secara berkesinambungan, permata Indonesia juga menjalin kerja sama dengan institusi pendidikan dan secara aktif mengikuti berbagai ajang job fair,

campus recruitment, serta advertisement, baik printed-ad maupun web-ad.

28


(59)

Proses seleksi

Proses seleksi dilakukan dengan cara seleksi administratif dan interview, khususnya untuk mengetahui minat dan pengalaman kandidat tenaga kerja..29 Dalam interview tersebut ada standar dokumentasi yang mesti di lengkapi terlebih dahulu oleh para calon tenaga kerja, seperti Ijazah, KTP, dll, kemudian skill dan terakhir training, maksudnya supaya para calon tenaga kerja lebih PD pada saat menghadapi user dan ada harganya di mata klien.30 Untuk seleksi yang membutuhkan psikotes dapat dilakukan sesuai dengan permintaan klien /kesepakatan dalam perjanjian kerjasama, termasuk apabila dibutuhkan psikotes atau assessment yang lebih komprehensif lagi, kandidat dapat dikirimkan ke lembaga psikologi profesional yang memiliki kerja sama dengan Permata Indonesia. Dengan pula halnya dengan tes kesehatan, Permata Indonesia dapat memfasilitasi tes kesehatan bagi kandidat yang diharuskan melalui tahapan tersebut.31

6. Pembayaran

Dalam memberikan pelayanan kepada perusahaan, PT. Permata Indonesia memiliki 2 (dua) jenis sistem fee management, yaitu

29

PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)

30

Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.

31


(60)

1. Recrutmen Services/Fee

Permata Indonesia mengajukan recrutmen fee untuk setiap yang lolos seleksi dan menandatangani kontrak kerja di perusahaan klien dengan atau tanpa adanya kesepakatan penjaminan untuk jangka waktu tertentu. Besarnya recruitment fee tersebut bervariasi tergantung pada kesepakatan yang dicapai Permata Indonesia dengan perusahaan klien. 2. Paying Agent Fee

Dalam sistem ini, kandidat yang lolos seleksi menandatangani perjanjian kerja di Permata Indonesia untuk ditempatkan dan bekerja secara rutin di perusahaan klien, serta mendapatkan pembayaran atas kepegawaiannya dari perusahaan dimana ia ditempatkan oleh Permata Indonesia. Untuk memastikan ditunaikannya kewajiban tenaga kerja tersebut, Permata Indonesia menghitung prosentase management fee setiap bulan dari total pembayaran yang ditagihkan kepada perusahaan klien. Besarnya prosentase management fee tersebut sangat tergantung pada skala bisnis serta pra-pembayaran (pre-financing) yang dipilih. Ada dua bentuk pre-financing, yaitu:

a. Pre financing oleh Permata Indonesia

Maksudnya seluruh biaya tenaga kerja, seperti gaji, lembur, insentif, jamsostek, dan lain-lain dibayarkan terlebih dahulu oleh Permata Indonesia sesuai dengan periode waktu pembayaran, selanjutnya


(61)

biaya ditagihkan ke perusahaan klien dan dibayarkan kembali oleh perusahaan klien dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja. b. Pre-financing oleh perusahaan klien

Maksudnya seluruh biaya tenaga kerja, seperti gaji, lembur, insentif, jamsostek dan lain-lain dihitung dan ditagihkan terlebih dahulu ke perusahaan klien oleh Permata Indonesia. Selanjutnya, setelah pembayaran oleh perusahaan klien, Permata Indonesia baru melakukan pembayaran kepada tenaga kerja yang ditempatkan di perusahaan klien.32

4. Kekuatan PT. Permata Indonesia dalam menjalin hubungan kerja sama dengan mitra-mitra pengguna jasa outsourcing.

PT. Permata Indonesia mempunyai staf yang profesional dan kompeten dalam bidang Sumber Daya Manusia dengan latar belakang pendidikan psikologi dan latar belakang pengalaman yang sangat membantu dalam mencari dan menyaring calon tenaga kerja baik yang fresh graduate

maupun yang berpengalaman.33

Klien melihat PT. Permata Indonesia kuat di sales, Human Resources

nya bagus artinya orang-orang yang di ajukan PT. Permata Indonesia kepada klien itu adalah orang-orang yang qualified dan dari segi operasional

32

PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)

33


(62)

juga termasuk bagus, artinya bagus dari segi pengupahannya tepat waktu, dan dari segi pemenuhan hak-hak yang lainnya juga terbilang bagus seperti Jamsostek, Asuransi, dan THR, maupun terkait NPWPnya.34

C. Perjanjian Kerja Outsourcing pada PT. Permata Indonesia

Perjanjian kerja merupakan perjanjian yang dibuat antara buruh dan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.35 Wiwoho Soedjono berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah hubungan hukum antara seseorang yang bertindak sebagai majikan, atau perjanjian orang perorangan pada suatu pihak dengan lain pihak sebagai majikan, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapat upah.36 Perjanjian menurut pasal 1338 KUH perdata (Asas Kebebasan Berkontrak) adalah semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan itu harus

34

Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.

35

H. Zainal Asikin, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 5, h. 37

36


(63)

dilaksanakan dengan itikad baik.37 Syarat sahnya perjanjian kerja mengacu pada syarat sahnya perjanjian perdata pada umumnya, adalah sebagai berikut:

1. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang-paksaan, dwaling -penyesatan/kehilafan atau bedrog-penipuan)

2. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk (bertindak) melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak dibawah perwalian/pengampun

3. Ada (objek) pekerjaan yang diperjanjikan, dan

4. (Causa) pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( pasal 52 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan).38

Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam alih daya (outsourcing) adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Begitu juga bentuk perjanjian kerja antara tenaga kerja dengan PT. Permata Indonesia adalah perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).39 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk

37

Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 45

38

Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiriabadi, 2009), cet. Ke-1., h. 14

39


(64)

pekerjaan tertentu.40 Berdasarkan pasal 1 keputusan Menteri Tenaga Terja dan Transmigrasi No. KEP 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, memberikan pengertian bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja/buruh dengan pengusaha untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara.41 Biasanya orang awam menyebut orang yang bekerja berdasarkan PKWT dengan sebutan karyawan kontrak. Bentuk perjanjian kerja ini dipandang cukup fleksibel bagi perusahaan pengguna jasa outsourcing karena lingkup pekerjaannya yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan perusahaan. Hal tersebut menyebabkan karyawan

outsourcing, walaupun secara organisasi dibawah perusahaan outsourcing, namun pada saat rekrutmen, karyawan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari pihak perusahaan pengguna jasa outsourcing. Apabila perjanjian kerja sama antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa berakhir, maka berakhir juga perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa dengan karyawannya.42

Hal-hal yang dimuat dalam perjanjian PKWT secara tertulis antara PT. Permata Indonesia dengan tenaga kerja outsourcing, yaitu meliputi:

40

Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, h. 45

41

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),Cet. 1, h. 48

42

Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2009), cet. Ke-1., h. 14


(65)

1. Hubungan kerja

a. PT. Permata Indonesia menerima dan memperkerjakan tenaga kerja sebagai X di perusahaan pengguna jasa yang telah mengadakan kerjasama dengan PT. Permata Indonesia dimana dalam perjanjian ini adalah pengguna jasa dengan lokasi kerja di daerah A

b. Perjanjian waktu tertentu ini berlaku untuk jangka waktu mulai dari (tanggal, bulan dan tahun) dan akan berakhir pada (tanggal, bulan dan tahun)

c. Dalam hal PT. Permata Indonesia masih membutuhkan jasa tenaga kerja

outsourcing maka perjanjian kerja ini dapat diperpanjang dengan persetujuan kedua belah pihak dan juga perusahaan pengguna jasa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Tugas dan kewajiban tenaga kerja outsourcing

d. Menyediakan waktu secara utuh dan mematuhi sepenuhnya pembagian tugas dan lokasi dalam pemberian pelayanan jasa termasuk perubahan-perubahannya yang diberikan oleh PT. Permata Indonesia atau perusahaan pengguna jasa

e. Mentaati peraturan umum, jadwal kerja, dan tata tertib kerja perusahaan serta ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku di perusahaan PT. Permata Indonesia dan atau perusahaan pengguna jasa


(66)

f. Memenuhi target perbulan yang harus dicapai minimal 80% dari target yang telah ditentukan oleh perusahaan pengguna jasa

g. Apabila pencapaian kurang dari pencapaian minimal perbulan yang telah ditentukan, maka kinerja tenaga kerja outsourcing yang bersangkutan akan dievaluasi

h. Tindak lanjut terhadap hasil evaluasi tersebut adalah hak dari perusahaan pengguna jasa dan dilanjutkan kepada pihak PT. Permata Indonesia

i. Selain sebagaimana diatur dalam pasal ini pihak PT. Permata Indonesia akan menetapkan lebih lanjut tugas dan kewajiban tenaga kerja

outsourcing.

Apabila tenaga kerja outsourcing tidak dapat atau gagal memenuhi tugas dan kewajiban-kewajibannya sebagaimana tertulis di atas, maka tenaga kerja bersedia mengundurkan diri.

3. Imbalan

a. Gaji pokok adalah sebesar Rp. X yang berlaku di wilayah kerja masing-masing pada tahun berjalan, yang dibayarkan setiap tanggal (A) setiap bulan oleh pihak PT. Permata Indonesia

b. Pembayaran gaji pokok secara penuh dilakukan bila tenaga kerja masuk untuk pertama kali satu bulan penuh dalam periode tanggal 15 bulan berjalan sampai dengan tanggal 14 bulan berikutnya


(67)

c. Pihak tenaga kerja yang tercatat efektif join ataupun mengundurkan periode tersebut akan menerima gaji secara prorate

d. Pengiriman form absensi dan nomor rekening paling lambat tanggal 16 setiap bulannya, jika tanggal 16 pihak pihak PT. Permata Indonesia belum menerima absensi dan nomor rekening maka gajian pihak pihak tenaga kerja dilkukan bulan berikutnya

e. Gaji pokok dikenai potongan Jamsostek sebesar 2 % menjadi beban pihak tenaga kerja, dan sebesar 4,24 % menjadi beban pihak perusahaan pengguna jasa

f. Pajak atas penggajian (Pph 21) yang diterima oleh pihak tenaga kerja akan menjadi beban pihak perusahaan pengguna jasa. Dan pembayarannya apabila pihak tenaga kerja sudah menyerahkan absensi yang telah disetujui/diketahui oleh atasan masing-masing

g. Pajak atas komisi dan bonus (Pph 21) yang diterima pihak tenaga kerja akan menjadi beban pihak tenaga kerja

h. Perhitungan insentif dilakukan oleh pihak perusahaan pengguna jasa dengan mengacu pada juklak pembayaran insentif yang berlaku pihak perusahaan tersebut dan akan dibayarkan oleh pihak PT. Permata Indonesia kepada pihak tenaga kerja setiap tanggal 15 bulan berikutnya berdasarkan pencapaian pada bulan berjalan dengan periode perhitungan target pencarian adalah tanggal 1 s/d 30 setiap bulan


(1)

89

1. PT. Permata Indonesia hendaknya senantiasa menjaga hubungan baik antara tenga kerja outsourcing maupun dengan para klien, karena mereka adalah mitra-mitra kerja yang mendukung perkembangan bisnis outsourcing

2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik dari karyawan PT. Permata Indonesia maupun dari para tenaga kerja yang direkrut, mengingat faktor SDM memiliki dampak yang signifikan dalam mendorong sebuah kinerja perusahaan kearah yang lebih baik dan supaya tenaga kerja yang disalurkan mempunyai skill dan ada harganya di mata para klien atau perusahaan pengguna jasa outsourcing

3. Meningkatkan kembali pelayanan, baik dari segi pembayaran upah, pemenuhan hak-hak para tenaga kerja outsourcing lainnya. Karena dengan memenuhi hak-hak dasar tenaga kerja, maka akan meningkatkan kinerja para tenaga kerja dan hal itu sangat di cintai Allah SWT dan Rasul-Nya.


(2)

BAB II

UPAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Upah dalam Perspektif Ekonomi Islam

Dalam kacamata Islam, upah dimasukan ke dalam wilayah fiqh muamalat, yakni dalam pembahasan tentang ujarah. Menurut bahasa, ujrah berarti upah. Sedangkan menurut tata bahasa, ujrah ( ةﺮﺟأ) atau ijarah (ةرﺎﺟا ) atau ajaarah (ةرﺎﺟا) dan yang fasih adalah ijarah, yakni masdar sam’i dari fi’il ajara ( ﺮﺟا ) dan ini menurut pendapat yang sahih.1

Pendapat lain mengemukakan bahwa ujrah berasal kata al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti). Dengan sendirinya, lafaz al-tsawab (pahala) bisa dikaitkan dengan upah. Mengingat, al-tsawab (pahala) merupakan imbalan atas sesuatu pekerjaan baik. 2 Ujrah atau upah diartikan sebagai pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaga). Ijarah merupakan transaksi terhadapa jasa tertentu dengan disertai kompensasi.3 Kompensasi imbalan inilah yang kemudian disebut ujrah. Lafaz ujrah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan suatu benda atau imbalan dari suatu kegiatan.

1

Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, alih bahasa oleh Drs. H. Moh. Zuhri Dipl. Tafl, et. al., (Semarang: as-Syifa, 1994), cet. Ke-2, h. 166

2

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa oleh H. Kamaludin A. Marjuki, (Bandung: Al Maarif, 1997), cet 7, jilid 13, h. 15

3

Taqyudin an-Nabahani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 83


(3)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN OUTSOURCING PT. PERMATA

INDONESIA

A. Sekilas Tentang Outsourcing 1. Pengertian Outsourcing

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing).1 Dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia outsourcing (alih daya) diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyedia jasa tenaga kerja. Pengertian lainnya, Outsourcing adalah proses memindahkan pekerjaan dan layanan yang sebelumnya dilakukan di dalam perusahaan ke pihak ketiga. Outsourcing bisa diartikan juga usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi beban dan biaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan agar terus kompetitif dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global dengan menyerahkan kegiatan perusahaan pada pihak lain yang tertuang dalam kontrak.2 Dibidang ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan

tenaga kerja untuk memperoduksi atau melaksakan suatu pekerjaan oleh

1

Candra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003), Cet. 1., h. 2

2


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Iislam Jilid 2, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995). Asikin, H. Zainal, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004).

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)

Dewi, Gemala, dkk, Hukum Perikatan Dalam Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007)

Djatnika, H. Rahmat, Pola Hidup Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1991).

Djumaidi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004).

Hasan Syadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1984).

Hasan, M. Ali, Berbagai Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)

Http://permataindonesia.com/

Http://www.angelfire.com/id/dialogis/perlakuan.html

Huda, Nurul, dkk, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008)

Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan perusahaan), penyunting, Yoga Anggoro (Jakarta: Visimedia, 2009)

Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Baker, Kifayatul Akhyar, (terj) oleh K.H Syarifuddin Anwar dan K.H Misbah Mustafa, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1994).

Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing (Jakarta: PT Grasindo, 2003).

Klausul Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PT. Permata Indonesia


(5)

91

Lathif, AH. Azharudin, Fikh muamalah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005).

Manan, M.A, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 2000).

Muba, Wang, “Tenaga Kerja Outsourcing”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009 dari http://wangmuba.com

Mursi, Abdul Hamid, SDM Produktif : Pendekatan dan Sains, (Jakarta : Gema Insani Press, 1987).

N, Gindo, “Praktek Outsourching Semakin Menggila”, Artikel di akses pada 16 Oktober 2009 dari http://kpsmedan.org/index.php?option=com.

PT. Permata Indonesia, Klausul Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PT. Permata Indonesia

PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta, PT. Permata Indonesia, t.th)

Priandoyo, Anjar , ”Delapan Pertanyaan Tentang Outsourcing (tenaga kerja)”, di akses pada 16 oktober 2009 pada http://priandoyo.wordpress.com

Qardhawi, Yusuf, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, penj. K.H Didin Hafiduddin, (Jakarta: Robbani Press, 2001).

Qarashi, Baqir Sharif, Hak dan Peran Pekerja Dalam Islam (Jakarta: Al-Huda, 2007).

Rifai, Moh., Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: CV. Wicaksana, 2002).

Rizki, Safari, Tenaga kerja dan Upah Dalam Islam ,Artikel di akses pada 30 Juli 2010 pada http://ekisonline.com/index.php?option=com

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, (terj) oleh H. Kamaludin A. Marjuki, (Bandung: Al Ma’rif, 1997).

Sarwat, Ahmad, Sistem Memberi Upah dalam Islam, Artikel di akses pada 21 Juli 2010 dari http://assunnah.or.id

Simajuntak, Payaman P., Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta :LPFE UI, 1998).


(6)

92

Sudibjo, Wisnu, “Syariat Islam Dalam Persoalan Tenaga Kerja” artikel diakses pada 16 oktober 2009 dari http://wisnusudibjo.wordpress.com

Sudjana, Eggi, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering (Jakarta:: Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), 2000).

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007). Sutedi, Adrian, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

Suwondo, Candra, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2003).

Syahatah, Husain dan Siddiq Muh Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005).

Syaibah, Ibnu Abi, Kitab Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah, Juz. 5., h. 129

Tunggal, Amin Widjaja, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008).

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 64,65, & 66 Tentang Ketenagakerjaan, File UU ini di akses pada tanggal 16 Juli 2010 dari http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf

Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.

Yasar, Iftida, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiriabadi, 2009).

Yusanto, M.I. dan M.K. Widjajakusuma, Menggas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002)

Zanikhan, “Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-Hak Kerja”, artikel di akses pada 16 oktober 2009 pada http://zanikhan.multiply.com/profile.