Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga

E. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Konsumsi pangan yang dinilai adalah konsumsi energi dan konsumsi protein. Konsumsi gizi rumah tangga diketahui dengan menghitung konsumsi rumah tangga 24 jam yang lalu istilah lainnya adalah recall dengan pedoman Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya, konsumsi gizi ini dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mengetahui nilai Tingkat konsumsi Gizi (TKG). Besarnya AKG berbeda-beda untuk setiap individu karena AKG ditentukan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rata-rata angka kecukupan gizi, baik energi dan protein rumah tangga responden diperoleh dengan menjumlahkan AKG setiap anggota keluarga menurut golongan umur dan jenis kelamin, kemudian dibagi dengan jumlah total anggota keluarga. Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga responden dan tingkat konsumsi gizinya. Tabel 22. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein, AKG yang dianjurkan, dan

Tingkat Konsumsi Gizi Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

Kandungan Gizi

Rata-rata

AKG yang dianjurkan TKG (%) Energi (kkal/orang/hari)

1.459,33

2.066,06

69,17 Protein (gram/orang/hari)

50,22

53,74

92,02 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 5)

Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per orang per hari yang dinyatakan dalam kkal/orang/hari dan konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam gram/orang/hari. Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa rata-rata

commit to user

1.459,33 kkal/orang/hari. Sedangkan untuk protein mencapai 50,22 gram/orang/hari. Besarnya rata-rata konsumsi energi dan protein rumah

tangga responden masih berada di bawah angka kecukupan gizi yang seharusnya mencapai 2.066,06 kkal/orang/hari untuk energi dan 53,74 gram/orang/hari untuk protein.

Sesuai penjelasan diatas diketahuinya jumlah konsumsi rumah tangga dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan umur dan jenis kelamin maka akan di dapat nilai Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) untuk energi dan protein suatu rumah tangga yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Tabel di atas menunjukkan bahwa besarnya Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga mencapai 69,17%, sedangkan untuk Tingkat Konsumsi Protein (TKP) mencapai 92,02%. Besarnya tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein, apabila di lihat pada nilai ragam kecukupan gizi terlihat bahwa untuk tingkat konsumsi energi masuk dalam kategori defisit karena berada pada nilai kurang dari 70% dari angka kecukupan gizi. Sedangkan untuk tingkat konsumsi protein masuk dalam kategori sedang karena berada pada nilai antara 80-99% dari angka kecukupan gizi.

Rendahnya rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga responden dibanding dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan tingkat konsumsi energi yang masuk dalam kategori defisit serta untuk tingkat konsumsi protein masuk dalam kategori sedang, disebabkan karena konsumsi untuk energi rata-rata rumah tangga hanya dipenuhi dari nasi sebagai makanan pokok untuk sumber enegi serta kurangnya konsumsi pangan sumber energi lain. Sedangkan untuk protein, banyak rumah tangga miskin memenuhi kebutuhan protein hanya dengan tahu dan tempe sebagai sumber protein nabati, untuk sumber protein hewani rata-rata hanya berasal dari telur ayam. Hal ini disebabkan karena daya beli meraka yang rendah sehingga konsumsi pangan sumber protein ini masih berada di bawah Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan. Tingkat pendapatan merupakan salah satu

commit to user

konsumsi pangan. Pendapatan yang rendah membuat mereka enggan untuk membeli makanan sumber protein hewani yang lebih mahal seperti daging

sapi, daging ayam dan ikan segar lainnya. Menurut hasil kajian Ariningsih (2002) menunjukan bahwa pada rumah tangga berpendapatan rendah di pedesaan konsumsi yang bersumber dari bahan pangan nabati masih sangat dominan. Ditinjau dari aspek mutu gizi, ketergantungan yang tinggi terhadap protein nabati kurang baik karena kurang lengkapnya kandungan asam amino esensial protein nabati. Penduduk dengan pola konsumsi pangan tinggi serelian dan kurang beragam, serta konsumsi pangan hewani yang rendah seperti di Indonesia umumnya mengalami defisit beberapa asam amino dalam menu makanannya. Lima asam amino esensial yang sering defisit dalam pola konsumsi pangan di Indonesia adalah lisin, treonin, triptofan, dan asam amino yang mengandung sulfur, yaitu sistin dan metionin. Hal tersebut menjadi masalah karena kekuranglengkapan asam amino esensial dalam pangan akan menyebabkan mutu cerna dan daya manfaat protein yang dikonsumsi menjadi rendah. Disamping itu, sisa-sisa (racun) dari protein nabati yang dikeluarkan oleh ginjal lebih banyak daripada protein hewani, sehingga lebih memberatkan kerja ginjal.

Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga responden di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 23. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah

Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 Kategori Tingkat Kecukupan

Jumlah RT

Jumlah RT % Baik (TKG ≥100% AKG)

2 6,67

10 33,33 Sedang (TKG 80–99% AKG)

4 13,33

11 36,67 Kurang (TKG 70–80% AKG)

6 20,00

2 6,67 Defisit (TKG <70% AKG)

30 100,00 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 5)

Tingkat konsumsi gizi diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Buku

commit to user

yaitu kategori tingkat konsumsi energi dan protein di katakan baik jika tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga berada pada nilai di atas sama

dengan 100% dari nilai angka kecukupan gizi (TKG ≥100% AKG). Dikatakan sedang apabila tingkat konsumsi energi dan protei rumah tangga berada pada nilai antara 80-99% dari nilai angka kecukupan gizi (TKG 80– 99% AKG). Dikatakan kurang apabila tingkat konsumsi energi dan protei rumah tangga berada pada nilai antara 70-80% dari nilai angka kecukupan gizi (TKG 70–80% AKG), dan yang terakhir Dikatakan defisit apabila tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga berada pada nilai di bawah 70% dari nilai angka kecukupan gizi (TKG <70% AKG).

Tabel 23 menunjukkan bahwa rumah tangga yang berada pada kategori tingkat kecukupan gizi baik untuk konsumsi energi hanya dua rumah tangga atau 6,67% dari total keseluruhan responden. Proporsi terbanyak yaitu pada kategori defisit yaitu sebesar 60% atau sejumlah 18 rumah tangga. Kategori tingkat kecukupan energi untuk tingkat sedang dan kurang memiliki proporsi sebesar 13,33% dan 20% yaitu sejmlah empat dan enam rumah tangga dari total responden.

Jumlah terkecil kategori tingkat kecukupan gizi untuk protein berada pada kategori kurang yaitu 6,67% atau sebanyak dua responden. Rumah tangga yang masuk dalam kategori defisit yakni sebesar 20,00% atau sebanyak tujuh rumah tangga. Sedangkan untuk kategori sedang memiliki proporsi tersebar yang mencapai 36,67% atau sebanyak 11 rumah tangga, untuk kategori rumah tangga yang tergolong baik terdapat sebesar 33,33% atau sejumlah 10 rumah tangga. Secara keseluruhan, konsumsi protein memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan tingkat konsumsi energi rumah tangga, hal ini disebabkan karena hampir setiap hari rumah tangga responden mengkonsumsi tahu-tempe yang merupakan sumber protein. Tidak hanya untuk lauk, terkadang tempe atau tahu dijadikan camilan. Kondisi ini disebabkan karena tahu-tempe sendiri merupakan barang yang mudah untuk

commit to user

serta mudah untuk mengolahnya.