Pengeluaran Rumah Tangga Responden

C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Pengeluaran rumah tangga adalah besarnya jumlah uang yang dikeluarkan suatu rumah tangga untuk konsumsi. Pengeluaran rumah tangga

terdiri dari dua yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Berikut merupakan rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga responden selama satu bulan. Tabel 19. Rata-Rata Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 No. Pengeluaran Pangan

Rata-Rata (Rp/Bln) Proporsi (%)

5. Telur dan susu

9. Minyak dan lemak

12. Konsumsi lain

33.310,00

5,43

13. Makanan dan minuman jadi

33.800,00

5,51

14. Tembakau dan sirih

100,00 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 2) Pengeluaran pangan untuk rumah tangga dalam penelitian ini di bagi

menjadi 14 bagian diantaranya padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lain, makanan dan minuman jadi, dan yang terakhir adalah tembakau dan sirih. Rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan selama satu bulan rumah tangga responden adalah sebesar Rp 613.406,67.

Pengeluaran untuk padi-padian selama satu bulan dalam rumah tangga responden yaitu sebesar Rp 184.425,00 atau mencapai 30,07% dari total pengeluaran untuk pangan. Kelompok ini terdiri dari beras, jagung, tepung beras, tepung terigu dan tepung jagung. Beras sendiri memiliki proporsi pengeluaran terbesar dibanding jenis komoditi lain dalam kelompok padi- padian, karena beras merupakan makanan pokok rumah tangga yang harus

commit to user

melakukan aktivitas. Kandungan energi dalam 100 kg beras adalah 360 kkal dan protein sebesar 8,4 gram. Selain itu, sesuai dengan anggapan masyarakat

Jawa yang menganggap jika seseorang belum makan nasi yang berasal dari beras bisa dianggap bahwa orang tersebut belum makan.

Rumah tangga responden yang merupakan rumah tangga miskin dalam penelitian ini menjadi Rumah Tangga Sasaran (RTS), dimana mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk pemenuhan pangan berupa beras yang dijatah setiap bulannya, istilah lainnya adalah raskin. Setiap rumah tangga penerima bantuan tidak selalu sama jumlah beras yang diterima, karena kesepakatan dari masyarakat sekitar untuk membagi rata raskin kepada setiap keluarga. Akan tetapi, untuk keluarga yang termasuk rumah tangga miskin atau masuk dalam daftar RTS akan mendapatkan jatah raskin setiap bulannya, lain halnya dengan keluarga yang tidak termasuk dalam RTS mereka akan mendapatkan jatah raskin secara bergilir. Hal ini mengakibatkan jumlah jatah beras yang seharusnya diterima oleh RTS tidak sesuai dengan jatah yang seharusnya yakni sebesar 15 Kg per bulan. Sementara besarnya raskin yang diberikan setiap bulannya adalah sebesar 5 Kg dengan harga Rp 8.500,00, yang berarti setiap satu kilogram beras berharga Rp 1.700,00. Harga ini lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar Rp 1.635,00. Kualitas dari raskin sendiri yang diberikan kepada RTS setiap bulannya tidak selalu sama, namun lebih sering beras yang diberikan kualitasnya buruk, yaitu dari kenampakan luar putih kehitaman, ketika dimasak masih terasa kasar, berwarna kekuningan, dan muda basi. Hal ini yang mendorong para penerima raskin untuk mencampurnya dengan beras lain saat mengolah, ada juga yang menggilingnya kembali agar warna dari beras menjadi lebih putih bersih sebagai campuran beras lain. Bahkan ada sebagian dari penerima raskin menjualnya kembali karena kualitas beras yang diberikan dari pemerintah dianggap terlalu buruk. Hasil dari penjualan beras ini biasanya mereka gunakan untuk membeli bahan makanan lain atau sebagai pendapatan yang nantinya akan digunakan untuk konsumsi lain.

commit to user

tepat, karena jumlah yang harus diberikan tidak sesuai, selain itu harga yang diberikan tidak sesuai meskipun perbedaan dari harga sangat rendah.

Sedangkan untuk jenis konsumsi lain dalam padi-padian hanya dianggap sebagai bahan pelengkap bukan sebagai makanan pokok. Seperti tepung beras dan tepung terigu biasanya mereka gunakan untuk membuat lauk seperti bakwan, kemudian adonan untuk mengoreng tempe dan lain-lain.

Pengeluaran pangan terbesar kedua adalah sayur-sayuran yaitu sebesar Rp 71.100,00 atau setara dengan 11,55% dari total pengeluaran pangan. Jenis konsumsi pangan ini antara lain bayam, kangkung, kubis, kancang panjang, buncis, tomat, wortel dan lain-lain. Sayur-sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia untuk melakukan aktivitas. Besarnya konsumsi untuk golongan sayur-sayuran ini disebabkan sebagian besar rumah tangga lebih memilih mengolah sayur sendiri untuk dikonsumsi dibanding harus membeli makanan jadi. Biasanya dalam sehari mereka memasak hanya sekali saja. Sayur-sayuran yang mereka olah biasanya di beli dari tukang sayur keliling, warung-warung atau pasar-pasar terdekat, bahkan tidak sedikit dari rumah tangga memanfaatkan sayur-sayuran yang ada di halaman rumah mereka, karena rata-rata dari mereka memanfaatkan lahan pekarangan mereka untuk ditanami sayur-sayuran. Hal ini merupakan salah satu alternatif rumah tangga dalam meminimalisir pengeluaran mereka.

Pengeluaran pangan terbesar ketiga adalah kelompok tembakau dan sirih yaitu sebesar Rp 61.866,67 atau sebesar 10,09% dari total pengeluaran pangan. Tingginya pengeluaran pangan dalam kelompok ini disebabkan hampir setiap kepala rumah tangga mempunyai kebiasaan untuk merokok. Tidak jarang dalam satu hari mereka mampu menghabiskan satu bungkus rokok bahkan lebih. Jenis rokok yang dikonsumsi pun beranekaragam bermula dari harga Rp 3.000,00 hingga Rp 7.500,00. Kebiasaan ini sulit untuk mereka hentikan meskipun di dalam bungkus rokok tersebut dicantumkan berbagai resiko yang akan terjadi jika mengkonsumsinya. Hal

commit to user

tidak merokok akan terasa masam di lidah dan aneh jika tidak merokok saat mereka selesai makan, terasa tidak puas jika tidak diakhiri dengan merokok.

Pengeluaran pangan untuk kelompok kacang-kacangan menempati urutan ke empat setelah kelompok pangan tembakau dan sirih yaitu sebesar Rp 57.900,00 atau memiliki proporsi sebesar 9,28% dari total pengeluaran pangan. Kelompok ini terdiri dari kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, tahu, dan tempe. Kacang-kacangan merupakan salah satu sumber protein nabati. Dalam kelompok ini jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi adalah tahu dan tempe, hasil olahan dari kacang-kacangan. Hampir setiap hari mereka mengkonsumsi jenis pangan ini, selain karena harganya terjangkau, jenis pangan ini mudah dalam pengolahannya dan dapat bervariasi. Meskipun harganya murah, kandungan protein nabati dalam pangan ini tinggi. Kandungan protein pada 100 gram tempe yaitu 20,8 gram.

Pengeluaran untuk kelompok bumbu-bumbuan yang terdiri dari garam, merica, ketumbar, terasi, vetsin, kecap, bawang merah, bawang putih, cabai, dan lain-lain ini menempati urutan ke lima yaitu sebesar Rp 50.780,00 atau 8,28% dari total pengeluaran pangan. Proporsi pengeluaran terbesar dalam kelompok ini adalah cabai, bawang merah dan bawang putih. Ketiga bumbu ini merupakan dasar dari suatu masakan terutama bawang merah dan putih, karena setiap masakan akan menggunakan bumbu ini, sedangkan untuk cabai rata-rata rumah tangga mengolahnya menjadi sambal dan campuran olahan makanan lain.

Pengeluaran untuk kelompok pangan minyak dan lemak sebesar Rp 42.575,00 atau 6,94% dari total pengeluaran pangan. Kelompok ini terdiri dari minyak goreng dan mentega. Hampir seluruh rumah tangga miskin responden lebih memilih menggunakan minyak goreng dibanding dengan mentega untuk menggoreng dan menumis makanan. Minyak goreng yang mereka konsumsi rata-rata adalah minyak goreng curah. Hal ini disebabkan karena harga minyak goreng curah lebih murah dibanding dengan minyak goreng kemasan dan mentega.

commit to user

dan lain-lain ini sebesar Rp 35.383,33 atau proporsi sebesar 5,77% dari total pengeluaran pangan rumah tangga responden. Pengeluaran terbesar

digunakan untuk membeli gula, karena gula digunakan sebagai campuran atau pemanis hampir semua minuman baik teh ataupun kopi. Selain itu gula juga dimanfaatkan sebagai bumbu dapur agar rasa masakan lebih gurih. Gula sendiri memiliki sumber karbohidrat yang cukup tinggi.

Pengeluaran kelompok makanan dan minuman jadi rumah tangga responden sebesar Rp 33.800,00 atau memiliki proporsi sebesar 5,51% dari total pengeluaran pangan. Kelompok ini terdiri dari roti, biskuit, bakso, dan lain-lain. Rumah tangga responden yang sering mengkonsumsi makanan dan minuman jadi rata-rata mempunyai anak yang masih sekolah. Mereka lebih sering mengkonsumsi roti atau biskuit sebagai camilan setiap harinya. Sedangkan untuk bakso dan makanan olahan lainnya mereka jarang untuk mengkonsumsinya karena mereka lebih sering mengolah makanan sendiri daripada membeli makanan jadi.

Pengeluaran kelompok konsumsi lain seperti kerupuk, karak, mie, bihun, dan lain-lain ini adalah sebesar Rp 33.310,00 atau 5,43% dari total pengeluaran pangan. Proporsi terbesar dalam kelompok ini adalah kerupuk, tidak hanya sebagai teman makan kerupuk juga dijadikan sebagai camilan. Mie sendiri, terutama mie instan menjadi alternatif pengganti utama nasi disaat suatu rumah tangga tidak mengolah makanan. Terutama anak-anak yang terkadang memiliki selera tersendiri pada masakan, jika tidak sesuai dengan masakan yang dihidangkan mereka lebih memilih untuk memasak mie instan. Selain mudah memperolehnya, mie instan sangat mudah pengolahannya sehingga banyak keluarga yang menjadikannya sebagai substitusi nasi. Hasil analisis data runtut waktu Susenas yang dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian serta Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian menunjukkan (Ariani, 2008) bahwa pada tahun 2002, mie merupakan pangan pokok kedua, dan semakin signifikan pada tahun 2005, bahwa semua masyarakat dikota atau desa dan

commit to user

mie. Pengeluaran untuk kelompok telur dan susu sebesar Rp 17.133,33 atau

2,79% dari total pengeluaran pangan rumah tangga. Kelompok pangan ini terdiri dari telur ayam, telur itik, telur puyuh, dan susu. Pengeluaran terbesar dalam kelompok pangan ini digunakan untuk membeli telur, terutama telur ayam dibanding yang lain, karena lebih mudah untuk mendapatkannya dibandingkan dengan yang lain. Telur itik dan telur puyuh biasanya didapat sudah dalam bentuk rebusan sehingga harganya lebih mahal, untuk telur asin harganya Rp 1.500,00 per butir, sedangkan telur puyuh Rp 2.000,00 per delapan butir. Telur ayam sendiri memiliki kandungan protein hewani yang sangat tinggi yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan pengganti sel tubuh yang rusak. Sedangkan untuk konsumsi susu, rata-rata rumah tangga responden tidak mengkonsumsinya, kecuali rumah tangga yang masih memiliki bayi.

Rumah tangga responden tidak setiap hari mengkonsumsi daging. Mereka mengkonsumsi daging hanya tiga atau empat minggu sekali, bahkan tidak sama sekali dalam sebulan. Hal ini terlihat bahwa pengeluaran pangan untuk konsumsi daging hanya sebesar Rp 13.316,67 atau 2,17% dari total pengeluaran pangan. Pengeluaran terbesar dalam kelompok ini digunakan untuk membeli daging ayam dibanding dengan daging sapi atau kambing. Hal ini disebabkan karena harga ayam lebih murah dibanding dengan harga daging lain terutama daging sapi yang mencapai Rp 60.000,00 per Kg. Harga daging ayam sendiri hanya mencapai Rp 22.000.00 per Kg, sehingga mengakibatkan rumah tangga responden lebih memilih daging ayam dibanding dengan daging sapi atau daging kambing.

Rumah tangga responden juga jarang sekali mengkonsumsi ikan, hal ini ditunjukan dari pengeluaran pangan untuk kelompok ikan hanya sebesar Rp 8.233,33 atau 1,31% dari total pengeluaran pangan. Kelompok pangan ikan ini terdiri dari ikan segar dan ikan awetan. Rumah tangga responden lebih sering untuk mengkonsumsi ikan awetan dibanding dengan ikan segar.

commit to user

cukup lama, sedangkan untuk ikan segar sebaliknya. Ikan awetan yang mereka konsumsi biasanya berupa ikan layur dan teri. Sedangkan untuk ikan

segar yang sering dikonsumsi oleh rumah tangga responden adalah ikan jenis bandeng dan ikan besekan atau ikan asin. Harganya pun beragam, untuk bandeng dari Rp 2.000,00 hingga Rp 5.000,00 per buah tergantung ukuran dan jenisnya, untuk ikan besekan antara Rp 1.000,00 hingga Rp 2.000,00 tergantung ukurannya juga.

Pengeluaran pangan untuk kelompok umbi-umbian sebesar Rp 2.550,00 atau 0,42 % dari total pengeluaran pangan. Hal ini menunjukan bahwa rumah tangga responden jarang sekali mengkonsumsi umbi-umbian. Kelompok umbi-umbian ini terdiri dari ketela pohon, ketela rambat, kentang, dan lain-lain. Proporsi terbesar untuk pengeluaran pada kelompok pangan ini berada pada kentang. Rata-rata keluarga mengkonsumsi kentang untuk diolah menjadi lauk. Sedangkan untuk konsumsi ketela pohon dan ketela rambat, biasanya mereka memperoleh dari kebun mereka sendiri sehingga tidak setiap hari mereka mengkonsumsinya. Umbi-umbian merupakan makanan lain sumber karbohidrat. Akan tetapi lebih banyak masyarakat lebih memilih nasi sebagai sumber karbohidrat untuk pemenuhan energi mereka dalam beraktivitas, sehingga hal ini yang menyebabkan konsumsi untuk umbi- umbian rendah.

Pengeluaran pangan untuk kelompok buah-buahan menjadi prioritas terakhir dalam pemenuhan kebutuhan pangan mereka. Hal ini terbukti bahwa pengeluaran pangan untuk buah-buahan hanya sebesar Rp 2.033,33 atau 0,33% dari total pengeluaran pangan. Buah-buahan memiliki kandungan gizi antara lain vitamin, nutrisi, mineral dan lain-lain yang dibutuhkan dalam tubuh. Meskipun vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tetapi harus terpenuhi agar tubuh tidak mengalami gangguan. Rendahnya konsumsi buah-buahan ini terjadi karena rumah tangga responden lebih mementingkan pengeluaran untuk konsumsi energi yang mampu mengenyangkan dibanding vitamin atau kandungan gizi

commit to user

kebun atau halaman mereka, sehingga tidak tentu kapan mereka akan mengkonsumsi buah-buahan tergantung ada tidaknya buah-buahan di

pekarangan mereka. Pengeluaran non pangan untuk rumah tangga responden dalam penelitian ini dibagi menjadi delapan kelompok. Antara lain, perumahan, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak dan asuransi, dan keperluan sosial. Berikut merupakan data rata-rata pengeluaran non pangan rumah tangga responden di Kabupaten Sukoharjo. Tabel 20. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

No. Pengeluaran Non Pangan

Rata-Rata (Rp/Bln)

Proporsi(%) 1. Perumahan

67.100,00

34,22 2. Aneka barang dan jasa

65.093,33

33,19 3. Biaya pendidikan

15.770,00

8,04 4. Biaya kesehatan

3,88 6. Barang tahan lama

1.000,00

0,51 7. Pajak dan asuransi

5.301,67

2,70 8. Keperluan sosial

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 3) Berdasarkan Tabel 20 total rata-rata pengeluaran non pangan rumah tangga responden di Kabupaten Sukoharjo mencapai Rp 196.106,67. Pengeluaran terbesar berada pada kelompok perumahan yaitu sebesar Rp 67.100,00 atau 34,22% dari total pengeluaran non pangan. Kelompok perumahan ini terdiri dari sewa/ kontrak, listrik, minyak tanah, kayu bakar,

Liquified Petroleum Gas (LPG),dan lain-lain. Hampir seluruh responden menempati rumah mereka sendiri, dengan kata lain tidak menyewa atau mengontrak. Konsumsi terbesar dalam kelompok ini berada pada jenis konsumsi listrik, karena listrik sangat dibutuhkan untuk kegiatan mereka di malam hari. Sedangkan untuk jenis bahan bakar kayu bakar dan LPG, rata- rata rumah tangga responden lebih memilih menggunakan kayu bakar untuk keseharian pokoknya dibanding menggunakan LPG. LPG hanya mereka

commit to user

ataupun membuat lauk-pauk. Pengeluaran non pangan terbesar kedua adalah aneka barang dan jasa

yaitu sebesar Rp 65.093,33 atau 33,19% dari total pengeluaran non pangan. Pengeluaran non pangan aneka barang dan jasa ini terdiri dari sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi, shampo, ongkos transportasi, bensin, perawatan kendaraan, komunikasi, dan lain-lain. Konsumsi terbesar untuk rumah tangga responden adalah untuk kebutuhan mereka sehari-hari yakni sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, dan shampo. Sedangkan untuk transportasi, hanya beberapa mereka yang mempunyai kendaraan sepeda motor. Sebagian besar responden memilih menggunakan alat transportasi umum atau kendaran sepeda untuk melakukan aktivitas mereka di luar rumah. Sebagai pendukung komunikasi dengan keluarga mereka yang merantau atau kegiatan pekerjaan mereka, sebagian dari rumah tangga responden telah memiliki alat komunikasi berupa handphone.

Pengeluaran non pangan berupa keperluan sosial menempati urutan ke tiga yaitu sebesar Rp 26.515,00 atau 13,52% dari total pengeluran non pangan. Kelompok ini terdiri dari perkawinan, kematian, khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan lain-lain. Kondisi desa yang masih kuat tradisi dan sosialnya membuat sebagian besar pengeluaran digunakan untuk acara perayaan adat, meskipun sebagian dukuh dari ketiga desa tersebut tidak mengikutinya lagi. Pengeluaran untuk keperluan sosial ini tidak menentu jumlahnya setiap bulan, tergantung ada dan tidaknya suatu aktivitas dan kegiatan di daerah mereka masing-masing. Terutama pengeluaran untuk perkawinan, sangat tergantung dari jumlah masyarakat yang mengadakan acara. Rata-rata pengeluaran terbesar untuk acara perkawinan, rumah tangga responden paling tidak harus menyumbang uang sebesar Rp 20.000,00, akan lebih besar jumlahnya apabila yang mengadakan acara masih memiliki hubungan keluarga.

Pengeluaran non pangan untuk kelompok pendidikan menempati urutan ke empat yaitu sebesar Rp 15.770,00 atau 8,04% dari total pengeluaran non

commit to user

buku, alat tulis, dan lain-lain. Pengeluaran terbesar dalam kelompok ini digunakan untuk membeli buku, terutama buku pelajaran dan buku Lembar

Kerja Siswa (LKS). Kecilnya proporsi pengeluaran untuk pendidikan bukan berarti mereka tidak menganggap pendidikan anak mereka tidak penting, hal ini disebabkan beberapa sekolah negeri yang ada di Kabupaten Sukoharjo membebasbiayakan biaya sekolah untuk SPP, terutama untuk tingkat SD dan SMP yang juga mendapat bantuan dari pemerintah dengan program sembilan tahun.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Karena akan sangat berpengaruh pada seseorang untuk melakukan aktivitas dan berproduksitivitas. Dilihat dari pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan yang hanya sebesar Rp 7.716,67 atau 3,93% dari total pengeluaran non pangan menunjukan bahwa kepedulian terhadap kesehatan mereka sangat rendah, rendahnya proporsi pengeluaran untuk kesehatan ini bukan disebabkan karena mereka tidak memperhatikan kesehatan mereka akan tetapi karena memang biaya untuk berobat puskesmas gratis atau pada sebagian bidan negeri, kecuali jika mereka harus disuntik, mereka harus membayar uang sebesar Rp 3.000,00. Adapula yang cukup dengan membeli obat di warung untuk mengobati sakit mereka, karena mereka menganggap itu hanya sakit ringan.

Pengeluaran non pangan untuk sandang memiliki pengeluaran sebesar Rp 7.610,00 atau sebesar 3,88% dari total pengeluaran non pangan. Kelompok sandang ini terdiri dari pakaian, alas kaki, tutup kepala, dan lain- lain. Pengeluaran terbesar digunakan untuk membeli pakaian. Biasanya mereka membeli pakaian untuk anak-anak mereka menjelang Idul Fitri. Selain itu mereka juga membeli pakaian dengan cara kredit. Mereka membayar setiap 5 hari sekali atau mingguan, sesuai dengan hari pasaran tempat penjual pakaian tersebut berjualan. Penjual tersebut akan berkeliling untuk menarik uang cicilan dan menawarkan pada setiap keluarga.

commit to user

2,70% dari total pengeluaran non pangan. Pajak yang dimaksud dalam hal ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Besarnya PBB tergantung dari luas

dan kelas tanah menurut lokasinya, semakin luas dan semakin dekat dengan jalan raya akan memiliki nilai PBB yang lebih besar. PBB sendiri biasanya dibayar setahun sekali, sehingga akan mempunyai nominal yang kecil jika di hitung per bulan. Selain PBB, pajak yang dimaksud adalah pajak kendaraan yang biasanya dikeluarkan oleh rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor. Besarnya pajak kendaraan motor juga tergantung dari tahun keluaran kendaraan tersebut. Semakin baru kendaraan tersebut maka akan semakin besar nilai pajak yang akan dikeluarkan. Rendahnya pengeluaran untuk pajak dan asuransi ini disebabkan karena lokasi tanah rumah tangga responden jauh dari dari jalan raya dan sebagian besar dari responden tidak memiliki kendaraan pribadi seperti motor. Mereka menggunakan transportasi umum untuk melakukan aktivitas mereka, selain itu mereka juga menggunakan sepeda.

Proporsi pengeluaran terkecil dari pengeluaran non pangan adalah kelompok barang tahan lama yang terdiri dari alat rumah tangga, alat dapur, alat hiburan, dan lain-lain yaitu sebesar Rp 1.000,00 atau sebesar 0,51% dari total pengeluaran non pangan. Sedikitnya proporsi pengeluaran untuk barang tahan lama adalah karena sifat dari barang itu sendiri yang tahan lama sehingga ketika rumah tangga tersebut sudah memiliki barang tersebut mereka tidak memerlukannya lagi, dan akan membeli lagi ketika barang tersebut rusak dan saat mereka membutuhkannya.