Struktur Organisasi Desa Kanekes-Luar (Baduy-Luar)

Gambar 4 Struktur Organisasi Desa Kanekes-Luar (Baduy-Luar)

Penasehat Adat Lembaga Adat Kepala Desa Tangkesan

Ketua BPD (Djaro Dainan) Sekretaris Desa H.

Sapin

Kaur Pembangunan

Staf Humas

Panggiwa Panggiwa

Rasudin

Sajum

Sarnan Sadip

Sumber: Kantor Desa Baduy-Luar

Kegiatan pemerintahan di desa Kanekes berjalan sangat sederhana dengan dinamika yang sangat lambat. Pemerintah Desa Baduy-Dalam tidak mempunyai program pembangunan jalan, jembatan, kantor dan balai desa, dan sarana dan prasarana lainnya. Jalan tetap dipertahankan dari tanah dengan jalur setapak. Jembatan tetap dari bambu dan kayu. Pemerintah Desa tidak memiliki kantor desa tidak memiliki kecuali di Badyu- Luar. Balai desa tetap dipertahankan dari rumah sederhana sebagaimana rumah penduduk. Pemerintah Desa tidak memiliki dan membangun sarana dan prasarana publik seperti sekolah, tempat ibadah, lapangan, dan pos penjagaan. Terhadap jalan dan jembatan masyarakat sendiri yang merawat dan memelihara dengan cara gotong royong. Masyarakat menolak program pem banguan dari pemerintah karena pimpinan adat menilai hal tersebut menyalahi aturan dan amanah nenak moyang. Mereka berpendapat bahwa alam Kanekes harus dijaga kelestariannya apa adanya. Alam

62 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI 62 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI

Desa Kanekes baik di Baduy-Dalam maupun di Baduy-Luar tidak mempunyai fasilitas pendidikan anak usia dini dan dasar: PAUD, TK, SD/ MI. Anak-anak mereka tidak bersekolah. Anak-anak hanya menerima pelajaran adat istiadat, doa-doa, ketrampilan, dan budi pekerti dari orang tua masing-masing secara lisan. Jadi pembelajaran kepada anak usia dini dan usia sekolah dasar dalam bentuk formal atau nonformal dengan cara tulis menulis belum ada. Hanya pada anak-anak di Baduy-Luar terdapat beberapa anak yang mengikuti Kejar Paket A dan B.

Karena tidak ada lembaga pendidikan maka alokasi dana pen didikan dari Pemerintah dialihkan untuk dana kesehatan masya rakat. Masyarakat yang sakit sudah mau mengikuti saran dokter dan mengadakan kegiatan pos pelayanan terpadu (Posyandu). Ada beberapa Ibu yang sudah mengikuti program KB dan ada Bidan yang bertugas di Baduy-Luar.

Dengan adanya pandangan demikian, maka pemerintah atasan tidak melaksakaan pembangunan di Desa Baduy khusus nya di Baduy-Dalam. Di Baduy-Luar pemerintah atasan melak sanakan program pembangunan terbatas yaitu membangun kantor dan balai desa, membangun gapura, membangun jalan masuk kurang lebih 500 meter, membantu pengobatan warga, dan menyelenggarakan program pemberantasan huruf latin Kejar Paket A. Di samping itu, Pemerintah Provinsi juga memberikan bantuan rutin berupa beras yang diberikan setiap satu bulan sekali dan diterima

3 bulan sekali. Dalam hal hubungan antara pemerintah nasional dengan masya-

rakat Kanekes, Pemerintah Baduy-Luar merupakan peng hubung antara pemerintah nasional dengan masyakat Kanekes baik yang tinggal di Baduy-Luar maupun di Baduy-Dalam. Kebijakan dan program pemerintah hanya bisa masuk ke masya rakat Kanekes melalui Pemerintah Badyu-Luar. Pemerintah nasional tidak bisa berhubungan langsung dengan Pu’un dan Jaro Baduy-Dalam.

Masyarakat Kanekes mengembangkan model hubungan dengan penguasa formal secara unik. Mereka mengakui bahwa masyarakat

Bab II Kesatuan Masyarakat Huku Adat dalam Sistem Pemerintahan Di Indonesia ....

Kanekes adalah bagian dari masyarakat Indonesia di bawah pemerintah pusat yang sah. Sebagai bentuk pengakuan, mereka setiap tahun melakukan upacara seba. Seba adalah ritual yang ditujukan untuk membuktikan bahwa masyarakat Kanekes loyal dan patuh kepada pemerintah yang sah. Seba berupa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menghadap Bupati Lebak dan Gubernur Banten dengan berjalan kaki pergi-pulang dengan berpakaian pakaian adat, dan menyerahkan hasil bumi dari tanah Kanekes sebagai persembahan. Hasil bumi yang diper sembahkan adalah padi, palawija, buah-buahan.

Menurut Jaro Samin, perangkat desa Kanekes tidak mem punyai dana khusus yang dikelola untuk menunjang pelaksanaan roda pemerintahan yang berdasarkan hukum adat tersebut. Semua dikelola secara swadana oleh anggota masyarakat. Hanya pu’un yang diberi sebidang tanah desa yang boleh digarap dan ditanami, sepanjang mereka masih menjabat sebagai pu’un, sedangkan perangkat desa berdasarkan struktur adat lain tidak mendapat tanah garapan. Jika ada upacara adat, warga masya rakat mengirim hasil bumi atau masakan kepada Pu’un.

Pada Baduy-Luar terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Program pemerintah desa tertuang dalam APBDesa. APBDes sudah memasukkan kepentingan adat. APBDes Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 300.000.000/tahun. Pada tahun 2013 sebesar Rp. 240.000.000/tahun. Fokusnya di arahkan pada pembangunan (jalan, jembatan, bangunan), banuan sosial, dan program kesehatan masyarakat. Selain itu juga ada bantuan dana untuk honor/insentif perangkat desa besarnya kurang lebih Rp. 500.000/per tahun. Sementara itu Kades mendapat honor setiap bulan sebesar Rp. 1.400.000,. Peng hasilan lain untuk Kades yaitu pada saat panen dari penduduk tetapi sifatnya seikhlasnya (wawancara dengan Jaro Dainan).

Karakteristik masyarakat Kanekes tidak jauh berbeda dengan deskripsi masyarakat adat yang dijelaskan pakar hukum adat. Masyarakat Kenekes adalah representasi kesatuan masyarakat adat. Soepomo menyebut komunitas tersebut dengan istilah dorfgemeinschaften atau

volksgemeenchappen 16 sedangkan PBB menyebut dengan istilah

16 RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum, 2009, hal. 363 dan Penjelasan Pasal 18 UUD 1945

64 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI 64 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI

Indigenous communities, peoples and nations are those which, having

a historical continuity with pre-invasion and pre-colonial societies that developed on their territories, consider themselves distinct from other sectors of the societies now prevailing on those territories, or parts of them. They form at present non-dominant sectors of society and are determined to preserve, develop and transmit to future generations their ancestral territories, and their ethnic identity, as the basis of their continued existence as peoples, in accordance with their own cultural patterns, social institutions and legal system

Pasal 1 ILO Convention No. 169 memuat, a. tribal peoples in independent countries whose social, cultural

and economic conditions distinguish them from other sections of the national community, and whose status is regulated wholly or partially by their own customarys or traditions or by special laws or regulations;

b. peoples in independent countries who are regarded as indigenous on account of their descent from the populations which inhabited the country, or a geographical region to which the country belongs, at the time of conquest or colonisation or the establishment of present state boundaries and who, irrespective of their legal status, retain some or all of their own social, economic, cultural and political institutions.

Unsur-unsur tribal peoples adalah sebagai berikut. a. traditional life styles;

b. culture and way of life different of other segments of the national population, e. g. in their ways of making of living, language, customs, etc.;

c. Own social organization and and traditional custom and laws. Adapun unsur-unsur indigenous peoples adalah sebagai berikut.

a. traditional life styles; b. culture and way of life different of other segments of the national

population, e. g. in their ways of making of living, language, customs, etc.; c. Own social organization and political institutions.

17 The United Nations Declaration on The Rights of Indigenous Peoples dan ILO, 2003, ILO Convention on Indigenous and Tribal Peoples, 1989 (No. 169) A Manual . Geneva: International Labor Ofice 18 United Nations, The United Nations Declaration on The Rights of Indigenous Peoples, A Manual for National Human Rights Instiitutions, Sydney , Asia Paciic Forum, 2013, hal. 14

Bab II Kesatuan Masyarakat Huku Adat dalam Sistem Pemerintahan Di Indonesia ....

Masyarakat Kanekes memenuhi ciri-ciri masyarakat adat yang dijelaskan oleh Van Vollenhoven, Ter Haar, dan Hazairin. Masyarakat Kanekes yang mendiami suatu wilayah pegunungan Kendeng dengan batas-batas wilayah yang jelas merupakan masyarakat yang saling mengenal, masing-masing anggota masyarakat merasa satu jiwa dan perasaan, merasa satu kesatuan di bawah sistem sosial budaya yang homogen, patuh kepada adat istiadat yang dikembangkan sendiri,

mematuhi otoritas di bawah ketua adatnya, memiliki benda-benda isik seperti tanah, sungai, dan hutan, memiliki benda immaterial seperti kolenjer, dan menyusun pemerintahan untuk melaksankana sistem

politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang dikembangkan sendiri. Sistem pemerintahannya juga sama dengan penjelasan Jimly Asshiddiqy yaitu sebagai instrumen pemerintahan adat, bukan instrumen pemerintahan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1979 jo UU No. 22/1999 jo UU No. 32/2004 jo UU No. 6/2014.

Penjelasan Van Vollenhoven, Ter Haar, dan Hazairin tentang masya- rakat adat ditemukan secara utuh di Desa Kanekes-Dalam. Penjelasan tiga pakar hukum tersebut tidak ditemukan pada masyarakat Desa di luar Kanekes-Dalam karena ketika Van Vollenhoven merujuk masyarakat hukum adat kepada masyarakat desa di Jawa, faktanya masyarakat desa di luar Kanekes-Dalam sejak abad ke-19 sudah mendapat intervensi dari Pemerintah. Intervensi Pemerintah terhadap masyarakat Desa di Jawa adalah dirubahnya sistem pemilihan kepala desa pada zaman Rafles, 1814 melalui kebijakan land rente yang diteruskan oleh Pemerintah

Hindia Belanda melalui peraturan perundang-undangan 19 . Sebelumnya pengangkatan kepala desa ada yang dipilih, ada yang diangkat berdasarkan musyawarah para tetua desa, dan ada yang ditunjuk oleh Raja. Akan tetapi, sejak masa Rafles pengangkatannya berdasarkan pemilihan secara

langsung setiap tahun untuk kepentingan lelang pajak tanah. Meskipun Inlanshche Gemeente Ordonnantide 1906 (IGO 1906) memberi kebebasan kepada volksgemeenschappen mengatur lembaganya sesuai dengan adatnya tapi kepala desa harus disahkan pejabat pemerintah. Tanpa pengesahan residen, kepala desa tidak boleh menjabat. Ha ini berarti bahwa kesatuan masyarakat hukum adat di luar Desa Kanekes sudah tidak murni lagi sejak Abad ke-19.

19 Revenue Instruction 1814, Stbl. 1818 No. 5, Stbl. 1819 No. 5, 6, 10, 14 dan dalam Antlov dan Cederroth, Kepemimpinan Jawa Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter, Yayasan Obor, Jakarta, 2001 hlm 165

66 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI

Dalam kasus masyarakat Kenekes, ia masih memiliki lembaga yang utuh dan asli khususnya pada Kanekes Dalam. Masyarakat Baduy-Dalam masih mengatur dirinya berdasarkan hukum adat yang mencakup hukum keluarga, hukum waris, hukum kepemilikan tanah, hukum pidana, hukum perdata, dan hukum tata kelola kemasyarakatan (governance). Hukum adat tersebut membentuk sistem sosial budaya yang khas dan unik yang tidak ditemukan dalam kominitas di luar Baduy-Dalam. Adapun masyarakat Baduy-Luar mengatur dirinya berdasarkan campuran antara hukum adat dan hukum positif (peraturan perundang-undangan negara). Hukum adat masih tetap menjadi pedoman perilaku masyarakat tapi terdapat bagian- bagian tertentu yang sudah disesuaikan dengan norma yang diacu oleh masyarakat luar Baduy-Dalam dan hukum positif. Misal, masyarakat Baduy-Luar boleh memiliki televisi, memiliki sepeda motor dan menaikinya, naik angkutan mobil dan/atau angkutan umum, memakai sepatu, memakai pakaian yang bukan pakaian adat, dan menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum positif yang disesuaikan dengan hukum adat.

Dalam menanggapi kebijakan Pemerintah RI masyarakat Kanekes menempuh jalan bijak. Masyarakat inti (Baduy-Dalam) tetap menolak semua intervensi Negara. Berpegang teguh pada adat peninggalan leluhur/nenek moyang adalah alasan yang tidak bisa ditawar. Akan tetapi, mereka memberi ruang kepada Pemerintah untuk mengatur masyarakat yang tinggal di Baduy-Luar. Masyarakat Baduy-Luara adalah bagian masyarakat Kanekes di bawah kepemimpinan Pu’un. Meskipun Pemerintah tidak sepenuhnya dapat mengatur masyarakat Baduy-Luar tapi sebagian besar kebijakan Pemerintah dapat diterima oleh masyarakat Baduy-Luar. Masyarakat Baduy-Luar dapat menerima pembangunan infrastruktur meskipun sebatas jalan masuk kampung dan kantor pemerintah; menerima program kesehatan; menerima program Paket A; menerima kepemilikan KTP; dan menerima penyuluhan tentang pelestarian lingkungan.

Sehubungan dengan norma Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, masyarakat Kanekes adalah salah satu kesatuan masyarakat hukum adat yang bisa dimasukkan dalam pengaturan pasal ini. Pasal ini mengatur bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan sesuai denga prinsip-prinsip NKRI. Penelitian ini menunjukkan bahwa

Bab II Kesatuan Masyarakat Huku Adat dalam Sistem Pemerintahan Di Indonesia ....

masyarakat Kanekes sebagai kesatuan masyarakat hukum adat masih hidup. Jimly Asshiddiqi 20 , menjelaskan bahwa kesatuan masyarakat hukum ada yang masih hidup dan ada yang sudah mati. Kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup adalah pertama, masyarakatnya masih asli, tradisinya masih dipraktekkan, dan tersedia catatan mengenai tradisi tersebut. Kedua, masyarakatnya masih asli dan tradisinya masih dipraktekkan tapi catatan mengenai tradisi tersebut tidak ada. Masyarakat Kanekes masih asli, tradisinya masih dipraktikkan, dan catatan mengenai tradisi masih ada meskipun dilakukan oleh orang luar: peneliti, penulis, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.

Menurut Konvensi ILO No. 169, Tahun 1989 kesatuan masya rakat hukum adat disebut indigenous and tribal peoples 21 . ILO menjelaskan,

Indigenous and tribal customs and traditions are central many of their life. The form an integral part of indigenous and tribal peoples’ culture and identity, and differ from those of the national society. They may ancestor worship, religious and spiritual ceremonies, oral tradition, and rituals, which have been passed down from generation to generation. Many ceremonies involve offering to nature spirits, and take place in order to maintain a balance with nature.

Many indigenous and tribal peoples have their own customs and practices which form their customary law. This has evolved through the years, helping to maintain a harmonious society.

Often, in order to apply these customs and practices, indigenous and tribal peoples have their own institutional structures such as judicial and administrative bodies or councils. These bodies have rules and regulations to make sure customary laws are followed. Failure to do so is often punished and each lapse often has its own speciic punishment.

The Convention recognized the right of indigenous and tribal peoples to their own customs and customary laws should be taken into account.

Berdasarkan Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 tersebut masyarakat Kanekes adalah bentuk indigenous and tribal peoples dimaksud. Ia mempunyai organisasi dan lembaga politik sendiri berdasarkan hukum adat, mempunyai bahasa sendiri, mempunyai budaya dan sistem ekonomi sendiri, mempunyai gaya hidup sendiri, mempunyai agama dan sistem

20 Jimly Asshidiqqi, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta, Konstitusi Press, 2006, hlm. 77- 78 21 ILO, ILO Convention on Indigenous and Tribal Peoples, 1989 (No. 169) A Manual, Geneva, International Labor Ofice, 2003

68 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI 68 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI

budaya, gaya hidup, sistem ekonomi, dan penampilan isik yang berbeda dengan kelompok suku bangsa yang lain. Sistem kemasyarakat tersebut

dipertahankan oleh masyarakat Kanekes dan diturunkan dari satu generasi ke geneasi berikutnya. Selama beberapa abad sistem tersebut masih bertahan sampai sekarang.