DESA MENJADI LEMBAGA MASYARAKAT BENTUKAN PEMERINTAH DAN DIBERI TUGAS MENYELENG GARA- KAN URUSAN PEMERINTAHAN

C. DESA MENJADI LEMBAGA MASYARAKAT BENTUKAN PEMERINTAH DAN DIBERI TUGAS MENYELENG GARA- KAN URUSAN PEMERINTAHAN

Selama 13 tahun (1966-1979) kedudukan desa tidak jelas: sebagai daerah otonom, wilayah administrasi, atau persekutuan rakyat pribumi. Pada 1979 Regim Orde Baru mengundangkan UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. UU No. 5/1979 sama dengan pengaturan Desa di bawah pemerintahan militer Jepang. Perlu diketahui bahwa Jepang mengganti lembaga desa lama dengan lembaga baru. Hal ini berbeda dengan kebijakan Belanda yang mempertahankan lembaga Desa apa adanya. Masa jabatan kepala desa yang pada zaman Belanda seumur hidup, Jepang merubah menjadi 4 tahun. Struktur organisasinya yang pada zaman Belanda diserahkan kepada adat istiadat masing-masing, Jepang merubah dan menyeragamkan. Jepang mengatur struktur organisasi desa atau ku sebagai berikut. Pemerintahan desa terdiri atas kepala desa, juru tulis, amir, polisi desa, dan lima mandor. Di samping itu, Jepang juga membentuk organisasi baru di bawah kepala desa berbasis

rumah tangga 1 yaitu aza (RW) dan tonarigumi (RT). Perhatikan Gambar 1. Sebagaimana Jepang, regim Orde Baru juga merubah total kelem bagaan

Desa. Pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan lembaga musyawarah desa (LMD). Kepala desa dibantu oleh perangat desa yang terdiri atas sekretaris desa, kepala-kepala urusan, dan staf urusan. Lembaga bentukan Jepang yaitu RW (Aza) dan RT (Tonarigumi) dilegalkan sebagai bagian dari pemerintahan desa. Berdasarkan UU ini, regim Orde Baru menghapus lembaga asli desa, volksgemeenschappen. Di Jawa, organisasi Desa yang terdiri atas lurah, carik, kamituwa, ulu-ulu, modin, kebayan, kepetengan, bekel, dan lembaga permusyawartan (kumpulan warga) dihapus. Demikian halnya mekanisme kerjanya. Perhatikan Gambar 2.

1 Tikson Dedy T. Indonesia towards Decentralizaton and Democracy, in Saito, Fumiko (Editor), Foundation for Local Government Decentralization in Comparative Perspective, Heidelberg: Physica- Verlag, 2008, hlm.38

92 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI

Gambar 1 Struktur Organisasi Ku

Kuchoo

Juru Tulis

Polisi Desa Mandor I Amir

Mandor II Mandor III

Azachoo Mandor IV

Tonarogumichoo Mandor V

Sumber: Diolah dari Osamu Seirei No.27/1942, No. 28/1942 dan Peraturan Pelaksanaanya

Gambar 2 Struktur Organisasi Pemerintah Menurut UU No. 5/1979 KEPALA DESA LMD

SEKDES Kaur Pemer

Kadus Kadus Kaur Pemb.

Kadus Kadus Kaur Umum

RW Kaur Kesra RT

Kaur Keu.

Sumber: UU No. 5/1979 dan Peraturan Pelaksanaanya

Bab IV Kebijakan Pemerintahan dalam Pembangunan Desa

Sebagaimana pada masa pendudukan Jepang, Desa diletakkan di bawah pengawasan pejabat pusat (camat) dan aparat teritorial militer/ABRI. Desa tidak dijadikan daerah otonom sebagaimana di bawah UU No. 22/1948, dan UU No. 19/1965 tapi dijadikan lembaga rakyat model baru yang tidak ada hubungannya dengan lembaga adat lama. Jadi, pengaturan desa di bawah UU No. 5/1979 adalah menghapus Desa sebagai inlandsche gemeente atau volksgemeenschappen lalu membentuk lembaga masyarakat yang benar- benar baru: struktur organisasi, fungsi dan tugasnya, dan mekanisme kerjanya. Unsur-unsur lama yang masih dipertahankan adalah pemilihan kepala desa secara langsung, pengurus desa tetap menjadi pengurus komunitas (bukan unsur aparatur negara), pendapatan desa utamanya berasal dari tanah komunal dan kerja rodi desa (heerendiesnten) yang diperhalus dengan kerja bakti atau gotong royong rakyat mengerjakan pekerjaan umum desa. Perlu diketahui gotong royong sejatinya adalah kerja paksa/rodi rakyat desa sebagai bagian dari upeti rakyat kepada kepala desa sebagai tangan panjang Raja dan atau Pemerintah Hindia Belanda (herrendiensten).

UU No. 22/1999 yang menggantikan UU No. 5/1979 lalu diganti dengan UU No. 32/2004 sejiwa dengan UU No. 5/1979, dalam arti mendudukan Desa sebagai kesatuan masyarakat baru bentukan pemerintah dan tidak memasukkannya dalam struktur formal pemerintahan NKRI sebagaimana UU No. 22/1948, dan UU No. 19/1965. UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 konsepnya sama dengan UU No. 5/1979 yang meniru/replikasi Ku zaman Jepang. Hal yang membedakan dengan UU No. 5/1979 adalah UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 memberi kebebasan kepada Desa untuk menggunakan nomenklatur lamanya dan mengadopsi lembaga lamanya sesuai dengan asal- usul dan adat istiadatnya.

Kedudukan Desa di bawah UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 sangat membingungkan dalam tinjauan hukum tata negara dan ilmu administrasi negara. Ia bukan volksgemeenschappen (istilah Belanda) atau kesatuan masyarakat hukum adat (istilah pasal 18 B ayat 2 UUD 1945) karena lembaganya merupakan lembaga baru yang dibentuk pemerintah dan fungsi-tugasnya juga ditentukan pemerintah, bukan bentukan dan ciptaan masyarakat adat itu sendiri. Ia juga bukan satuan pemerintahan formal karena pengurusnya bukan aparatur sipil negara atau PNS dan biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunannya tidak berasal dari APBN/APBD tapi dari tanah komunal miliknya. Akan tetapi, anehnya ia diberi tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan formal tanpa ikatan kontrak atau perjanjian lainnya.

94 Desa Dinas: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI