PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2. PEMBAHASAN

Nyeri tenggorok dan suara serak merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan anestesi umum yang menggunakan intubasi endotrakeal yang sulit dikontrol walaupun nyeri pembedahan dikontrol dengan baik dengan menggunakan analgesia sistemik. Penggunaan obat kumur ketamin 40 mg dalam 30 ml NaCl 0,9 dan obat kumur aspirin 300 mg dalam 20 ml NaCl 0,9 sebelum intubasi dapat menurunkan angka kejadian nyeri tenggorok dan suara serak secara bermakna. Beberapa faktor telah dilaporkan mempengaruhi insiden nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal. Faktor tersebut antara lain jenis kelamin, umur, kelas mallampati, dan lama operasi Berdasarkan penelitian Christensen dan Higgins pada pasien dengan intubasi endotrakeal mendapatkan bahwa nyeri tenggorok pada wanita lebih besar dibandingkan insiden nyeri tenggorok pada laki-laki. Hal ini terjadi karena mukosa wanita lebih tipis sehingga mudah mengalami nyeri tenggorok. Pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin dengan nilai P0,05 maka tidak berbeda bermakna insiden nyeri tenggorok menurut jenis kelamin. Umur subyek pada penelitian ini dibatasi pada umur 18 – 60 tahun. Insiden nyeri tenggorok lebih sering pada usia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan umur nilai P 0,05 berarti tidak berbeda bermakna berdasarkan umur. Kelas mallampati dikontrol hanya untuk mallampati 1 atau 2 artinya tidak ada atau kurang untuk mengalami kesulitan dalam intubasi endotrakeal. Walaupun demikian terdapat 8 pasien yang mengalami intubasi lebih dari dua kali karena posisi pasien yang tidak pas, kepala kurang ekstensi, penggunaan stylet. Berdasarkan nilai P 0,05 berarti tidak berbeda bermakna berdasarkan kelas mallampati. 1,3 Dari karakteristik umum penentuan kelompok 1 dan 2 dengan secara acak didapatkan penderita tidak berbeda bermakna secara statistik antara kedua kelompok dalam umur, jenis kelamin, ASA, kelas mallampati, dan lama operasi yang berarti sampel yang diambil adalah homogen karena mendapat perlakuan yang sama yaitu peneliti sendiri yang melakukan intubasi, obat yang sama, cara Universitas Sumatera Utara kerja yang sama yaitu sama mendapatkan obat ketorolac 30 mg setelah operasi sehingga penelitian ini layak untuk dibandingkan. Al Qahtany dkk mengatakan bahwa nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal paling banyak timbul segera akibat pasien sadar dari pembiusan. Hal ini mungkin terjadi karena pasien baru saja terlepas dari pipa endotrakeal yang merupakan salah satu faktor penyebab dari keluhan nyeri tenggorok ini. Proses penyembuhan pada mukosa trakea akibat dari trauma intubasi atau laringoskopik belum terjadi, sehingga keluhan nyeri tenggorok paling besar dirasakan pada periode ini. Nyeri seringkali terjadi dalam waktu yang pendek dan mencapai intensitas maksimum pada periode awal akibat operasi. Selain itu nyeri akibat intubasi endotrakeal biasanya menghilang dalam waktu 48 jam. Selama periode awal nyeri maka analgesia seringkali dibutuhkan. Penelitian I Nyoman menggunakan obat kumur ketamin didapati pada kelompok ketamin nyeri tenggorok 26,4 dan kelompok kontrol nyeri tenggorok 78,6. Penelitian Nugraha menggunakan obat kumur aspirin didapati pada kelompok aspirin nyeri tenggorok 17,46 dan kelompok kontrol nyeri tenggorok 80,96. Sehingga sesuai dengan penelitian ini pada kedua kelompok paling banyak segera setelah sadar yaitu pada jam ke-0 kelompok ketamin nyeri tenggorok 38,1, kelompok aspirin nyeri tenggorok 45,2. Pada penelitian ini insiden nyeri tenggorok menggunakan obat kumur ketamin dengan pembanding aspirin adalah 38,1 sedangkan pada penelitian I Nyoman Adnyana yang juga menggunakan obat kumur ketamin dengan pembanding control 31,9, hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pada penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Adnyana mengunakan petidin sedangkan pada penelitian ini menggunakan fentanil. Hal ini sesuai dengan penelitian Christensen mendapatkan bahwa insiden nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal secara bermakna lebih besar pada pasien yang mendapat fentanil dibanding yang mendapat petidin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena masa kerja petidin yang lebih lama dari fentanil. Universitas Sumatera Utara Dari penelitian ini didapatkan pada jam ke-0 didapati pada kelompok ketamin nyeri tenggorok 38,1, tidak nyeri tenggorok 61,9, derajat nyeri sampai nyeri sedang, sedangkan aspirin nyeri tenggorok 45,2, tidak nyeri tenggorok 54,8 dan terjadi nyeri berat. Hal ini sesuai dengan I Nyoman yaitu kelompok ketamin nyeri tenggorok 26,4, kelompok kontrol nyeri tenggorok 78,6, derajat nyeri sampai nyeri sedang. Hal ini sesuai juga dengan Nugraha yaitu kelompok aspirin nyeri tenggorok 26,4, kelompok kontrol nyeri tenggorok 78,6, derajat nyeri sampai nyeri berat pada kelompok kontrol. Penelitian ini nyeri berat hanya didapati pada kelompok aspirin yaitu 1 orang dengan operasi cholesistectomy dengan lama operasi 220 menit dan mendapat tambahan terapi yaitu fentanil 50 ug. Namun secara statistik tidak berbeda bermakna insiden nyeri tenggorok antara obat kumur ketamin dan obat kumur aspirin pada jam ke-0 p0,05. Pada jam ke-2 penelitian ini kelompok ketamin nyeri tenggorok 11,9, tidak nyeri tenggorok 88,1, derajat nyeri sampai nyeri ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian I Nyoman yaitu kelompok ketamin nyeri 27,8, tidak nyeri 72,2, didapati sampai nyeri ringan. Sedangkan pada penelitian ini kelompok aspirin nyeri tenggorok 26,2, tidak nyeri tenggorok 73,8, derajat nyeri sampai nyeri sedang. Hal ini berbeda dengan penelitian Nugraha kelompok aspirin nyeri tenggorok 17,46, tidak nyeri 82,54, derajat nyeri sampai nyeri ringan. Hal ini berbeda karena pada penelitian Nugraha pemberian tramadol 100 mgIV setelah operasi sedangkan penelitian ini ketorolac 30 mgIV. Namun secara statistik tidak berbeda bermakna insiden nyeri tenggorok antara obat kumur ketamin dan aspirin pada jam ke-2 p0,05. Pada jam ke-24 pada penelitian ini kelompok ketamin nyeri tenggorok 0, tidak nyeri tenggorok 100. Hal ini sesuai dengan penelitian I Nyoman yaitu nyeri ringan 18,1 dan tidak nyeri 81,9. Hal ini sesuai dengan penelitian I nyoman hanya dijumpai sampai nyeri ringan. Sedangkan pada penelitian Nugraha kelompok aspirin nyeri tenggorok 2,4, dan tidak nyeri tenggorok 97,6, derajat nyeri sampai nyeri ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian I Nyoman hanya Universitas Sumatera Utara sampai nyeri ringan. Terjadi penurunan insiden dan derajat pada kedua kelompok. Namun secara statistik tidak berbeda bermakna insiden nyeri tenggorok antara obat kumur ketamin dengan aspirin p0,05. Perbandingan nyeri atau tidak nyeri pada tiap waktu penilaian antara dua kelompok menunjukkan insiden nyeri pada kelompok ketamin pada jam ke-0 didapati nyeri 38,1 dan 100 tidak nyeri pada jam ke-24. Sedangkan pada kelompok aspirin pada jam ke-0 didapati nyeri 45,2 dan tidak nyeri 96,7 maka secara statistik tidak berbeda bermakna perbandingan nyeri atau tidak nyeri pada tiap waktu penilaian antar dua kelompok P0,05. Pada jam ke-0 pada kelompok aspirin insiden serak ringan paling banyak 16,7 dan terdapat serak sedang 4,8, dan pada kelompok ketamin yang mengalami tidak nyeri paling banyak 88,1 namun secara statistik tidak berbeda bermakna p0,05. Pada jam ke-2 insiden serak ringan hanya terjadi pada kelompok aspirin dan 100 yang tidak serak pada kelompok ketamin namun secara statistik tidak berbeda bermakna p0,05. Pada jam ke-24 kedua kelompok ini tidak ada yang mengalami suara serak namun secara statistik tidak berbeda bermakna insiden suara serak pada jam ke-24 p0,05. Dari penelitian ini didapatkan adanya penurunan insiden dan derajat suara serak pada kedua kelompok. Perbandingan serak atau tidak tidak serak pada kedua kelompok menunjukkan insiden serak paling banyak pada kelompok aspirin 21,4 dan yang mengalami tidak serak paling banyak pada kelompok ketamin 88,1 . Pada tiap waktu penilaian antara dua kelompok menunjukkan pada jam ke-0 hanya pada kelompok aspirin insiden serak paling banyak 21,4 dan jam ke-2 mengalami serak 2,4 namun secara statistik tidak berbeda bermakna p0,05 . Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian ini pada kelompok ketamin didapati tidak nyeri dan tidak serak 59,5, nyeri dan tidak serak 28,6, tidak nyeri dan serak 2,4, nyeri dan serak 9,5. Pada kelompok aspirin didapati tidak nyeri dan tidak serak 50, nyeri dan tidak serak 28,6,, tidak nyeri dan serak 4,8, nyeri dan serak 6,3 namun tidak berbeda bermakna perbandingan nyeri tenggorok dan suara serak antar dua kelompok P0,05. Pemberian obat kumur yang bekerja secara topikal adalah langsung pada tempat kerjanya dan menghindari efek first pass metabolism. Obat kumur ketamin selain dapat mengurangi insiden nyeri tenggorok juga dapat menurunkan derajat nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian I Nyoman Adnyana dan juga Canbay yang melakukan penelitian nyeri tenggorok pada orang Turki. Hal ini disebabkan oleh karena potensi yang dimiliki ketamin sebagai analgetik dan antiinflamasi yang bekerja pada reseptor NMDA yang tidak hanya terdapat di Susunan Saraf Pusat tetapi juga di saraf perifer. Kedua potensi ini dapat mencegah terjadinya edema dan peradangan pada mukosa faring dan laring, sehingga dapat mengurangi keluhan nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal. Obat ini juga tersedia dengan mudah di kamar operasi dengan harga yang relative murah. Obat kumur aspirin berperan dalam menghilangkan nyeri dan antiinflamasi pada nyeri tenggorok dan suara serak dengan mekanisme penghambatan sintesis postlagandin dan mengurangi proses inflamasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nugraha dan Agarwal yang menyebutkan aspirin obat yang aman, sederhana dan efektif dalam mengurangi insiden beratnya nyeri tenggorok dan bereaksi lebih cepat dibandingkan benzhamid hydrochlorida. Namun secara statistik keberhasilan obat kumur ketamin dan obat kumur aspirin tidak berbeda bermakna dalam mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN