Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia – Nya, saya berkesempatan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister klinik spesialis dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Saya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah perbendaharaan bacaan tentang perbandingan obat kumur Ketamin 40 mg dan Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal.

Dengan penuh rasa hormat saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn,. KNA, dr. Muhammad Ihsan, SpAn, KMN, Dr. Ir Erna Mutiara, SKM sebagai pembimbing proposal Tesis saya, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan proposal Tesis ini.

Yang terhormat Prof.dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO sebagai Kepala Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, dr. Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, DR.dr.Nazaruddin Umar, SpAn, KNA sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat dan keihklasan telah mendidik selama saya menjalani penelitian ini.

Yang terhormat Guru saya dijajaran Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, dr.A.Sani P Nasution,SpAn, KIC, dr.Chairul Mursin, SpAn, KAO, dr. Asmin Lubis DAF, SpAn, KAP, KMN, dr.


(6)

Nadi Zaini Bakri, SpAn, dr. Yutu Solihat, SpAn, KAKV, dr. Soejat Harto, SpAn, KAP, Dr. Muhammad AR, SpAN, KNA, dr. Ade Veronica, SpAN, KIC,dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn, Dr.Walman Sihotang, SpAn, dr. Tumbur, SpAn, dr. Nugroho Kunto Subagio, SpAn, dr.Dadik W Wijaya, SpAn, dr.M.Ihsan, SpAn, KMN, dr.Guido M Solihin, SpAn, dr.Qodri F.Tanjung, SpAn, KAKV, dr.RR Shinta Irina, SpAn, yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesioogi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterrampilan sehingga menimbulkan rasa percaya diri baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermamfaat bagi saya di kemudian hari.

Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga saya sembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta (alm) H.T. Ghazali, SH dan Ibunda Hj.Nurfatmi yang dengan segala upaya telah megasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti dengan orang tua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terima kasih juga saya tunjukan kepada kakak dan abang saya, Ir. Meizar Alfian, dr. Cut Elfina Zuhra, SpOG, Ir. Cut Desina Linda, Ir. T. Zahrial Fauza, Ir. T. Zufian Mirza serta adik saya drg T. Nolli Iskandar yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.

Yang terhormat kedua mertua saya, (alm) Arifin Suria dan Zainur Ismail, serta abang dan adik-adik ipar yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya selama pendidikan.

Kepada istriku tercinta dr. Rini Ardiani yang selalu menyayangi serta dengan penuh cinta kasih mendampingi saya selama ini. Tiada kata yang lebih indah yang dapat diucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya sehingga ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.


(7)

Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Yang tercinta teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif khususnya dr. Rudi Gunawan, dr.Bastian Lubis, dr.Fadly Armi Lubis, dr.Ariati Isabella Siahaan, dr.Yunita Dewani, dr. Jefri Awaluddin Pane, dr.Dody Iskandar, dr. M.Zulkarnain Bus, dr Vera Muharrami yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Kepada paramedis dan karyawan Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, RS H.Mina Medan, RSUP Pirngadi Medan, dan RS Kodam I Bukit Barisan Medan yang telah banyak membantu dan banyak bekerjasama selama saya menjalani pendidikan dan penelitian ini.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus – tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama saya mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin, Amin ya

Rabbal’alamin.

Medan, Desember 2013 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

ABSTRAK... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 6

1.3. Hipotesa ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1.Tujuan Umum ... 6

1.4.2. Tujuan Khusus ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1.Bidang Akademis ... 7

1.5.2.Bidang PelayananMayarakat ... 7

1.5.3. Bidang Peneitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Sejarah Intubasi Trakea... 8

2.2. Pipa Endotrakeal ... 9

2.3.Hubungan Antara Nyeri Tenggorok dan Suara Serak dengan Pipa Endotrakeal ... 10

2.4 Persiapan Untuk intubasi Endotrakeal ... 14

2.5. Intubasi Endotrakeal ... 15

2.6. Persyarafan dan vaskularisaasi laring... 16

2.7. Nyeri tenggorok dan Suara Serak... 19

2.8. PenilaianNyeriTenggorok dan Suara Serak... 20

2.9. Etiologi Nyeri tenggorok dan Suara Serak ... 21

2.10. Faktor Resiko Nyeri Tenggorok dan Suara Serak ... 22

2.11. Komplikasi Intubasi Trakea ... 25

2.12.Mekanisme Nyeri Tenggorok dan Suara Serak ... 26

2.12.1. Inflamasi... 27


(9)

2.13. Pencegahan Nyeri Tengorok dan Suara Serak ... 29

2.14. Obat Kumur... 30

2.14.1. Benzydamine HCl ... 32

2.14.2. Ketamin... 37

2.15. Obat Tambahan... 43

2.16. Kerangka Teori ... 44

2.17. Kerangka Konsep ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 46

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

3.2. Desain Penelitian... 46

3.3. Tempat dan Waktu... 46

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

3.4.1. Populasi ... 46

3.4.2. Sampel... 46

3.5. Perkiraan Besar Sampel... 48

3.6. Informed Concern... 50

3.7. Bahan dan Cara Kerja ... 50

3.8. Alur Penelitian... 54

3.9. Batasan Operasional ... 55

3.10. Analisa Data ... 56

3.11. Masalah Etika... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

4.1. Hasil Penelitian... 58

4.2. Karakter Subyek Penelitian ... 59

4.3. Insiden Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Berdasarkan Pemberian Obat 61 BAB V PEMBAHASAN ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1. Kesimpulan... 76

6.2. Saran ... 76


(10)

LAMPIRAN ... 82

Lampiran 1 ... 82

Lampiran 2 ... 83

Lampiran 3 ... 84

Lampiran 4 ... 87

Lampiran 5 ... 88

Lampiran 6 ... 91

Lampiran 7 ... 92

Lampiran 8 ... 94


(11)

ABSTRAK

Latar Belakang. Nyeri tenggorok dan suara serak merupakan komplikasi yang sering muncul pada anestesi umum dengan intubasi endotrakeal yang mempengaruhi kenyamanan dan kepuasan pasien setelah operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan dari obat kumur ketamin dan Benzydamine Hydrochloride dalam mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak setelah anestesi umum dengan intubasi endotrakeal.

Metode. 58 pasien berusia 16 – 60 tahun yang akan menjalani anestesi umum dengan intubasi endotrakeal secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok yang sama besar. 10 menit sebelum masuk kamar operasi, pasien menerima obat kumur Ketamin atau Benzydamine Hydrochloride sebanyak 15 ml untuk dikumur selama 60 detik. Pasien di premedikasi dengan Midazolam 0,05 mg/kgBB dan Fentanyl 2 ug/KgBB, induksi dengan Propofol 2 – 3 mg/kgBB dan Rokoronium 0,6 mg/KgBB, Intubasi dilakukan dengan menggunakan ETT 7,0 untuk perempuan dan 7,5 untuk laki – laki. Pemeliharaan anestesi dengan N2O:O2=2:2 dan isofluran. Setelah operasi pasien diberikan ketorolak. Penilaian nyeri tenggorok dan suara serak dilakukan pada jam 1, 6, 12, 24 setelah selesai operasi. Hasil. 6 pasien dikeluarkan dari penelitian. Insiden nyeri tenggorok pada jam I pada kelompok Ketamin 53,8% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2% Sedangkan insiden suara serak pada jam I pada kelompok Ketamin 61,5% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2%. Secara umum Benzydamine Hydrochloride lebih baik dibanding Ketamine, namun dengan uji chi square secara statistic didapat p-value > 0,05 yang berarti tidak bermakna diantara kedua kelompok obat.

Kesimpulan. Pemberian obat kumur Ketamin dan Benzydamine Hydrochloride sebelum pemasangan pipa endotrakeal dapat mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi.

Kata kunci.Benzydamine Hydrochloride, Intubasi endotrakeal, Ketamine, Nyeri tenggorok, Suara serak.


(12)

ABSTRACT

Background. Sore throat and hoarseness is a frequent complication in general anesthesia with endotracheal intubation affecting the comfort and satisfaction of patients after surgery. This study aims to determine the effectiveness of Ketamine and Benzydamine Hydrochloride mouthwash in reducing sore throat and hoarseness following general anesthesia with endotracheal intubation.

Method. 58 patients aged 16-60 years undergoing general anesthesia with endotracheal intubation double – blind randomized divided into 2 equal groups. 10 minutes before entering the operating room, patients received Ketamine or Benzydamine Hydrochloride mouthwash as much as 15 ml for gargled for 60 seconds. Patients in premedication with midazolam 0.05 mg/kg and fentanyl 2 ug/kg, induced with propofol 2–3mg/kg and Rokoronium0.6 mg/kg, ETTintubation performed using 7.0 for women and 7.5 for men. Maintenance of anesthesia with N2O:O2 = 2:2 and isoflurane. After surgery the patient was given ketorolac. Assessment sore throat and hoarseness performed at 1, 6, 12, 24 after the completion of surgery.

Results. 6 patients were excluded from the study. The incidence of sore throat in the first hour on both group of Ketamine 53.8 % and Hydrochloride Benzydamine 69.2%, while the incidence of hoarseness in the first hour on both groups are 61.5 % and 69.2 %. In general Benzydamine Hydrochloride better than Ketamine, but the chi square test was statistically obtained p-value > 0.05, which means not significant between the two groups of drugs.

Conclusion. Giving Ketamine mouthwash and Benzydamine Hydrochloride before endotracheal intubation may reduce the incidence of sore throat and hoarseness postoperatively.

Keywords. Benzydamine Hydrochloride, Endotracheal Intubation, Ketamine, Sore throat, Hoarseness.


(13)

ABSTRAK

Latar Belakang. Nyeri tenggorok dan suara serak merupakan komplikasi yang sering muncul pada anestesi umum dengan intubasi endotrakeal yang mempengaruhi kenyamanan dan kepuasan pasien setelah operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan dari obat kumur ketamin dan Benzydamine Hydrochloride dalam mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak setelah anestesi umum dengan intubasi endotrakeal.

Metode. 58 pasien berusia 16 – 60 tahun yang akan menjalani anestesi umum dengan intubasi endotrakeal secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok yang sama besar. 10 menit sebelum masuk kamar operasi, pasien menerima obat kumur Ketamin atau Benzydamine Hydrochloride sebanyak 15 ml untuk dikumur selama 60 detik. Pasien di premedikasi dengan Midazolam 0,05 mg/kgBB dan Fentanyl 2 ug/KgBB, induksi dengan Propofol 2 – 3 mg/kgBB dan Rokoronium 0,6 mg/KgBB, Intubasi dilakukan dengan menggunakan ETT 7,0 untuk perempuan dan 7,5 untuk laki – laki. Pemeliharaan anestesi dengan N2O:O2=2:2 dan isofluran. Setelah operasi pasien diberikan ketorolak. Penilaian nyeri tenggorok dan suara serak dilakukan pada jam 1, 6, 12, 24 setelah selesai operasi. Hasil. 6 pasien dikeluarkan dari penelitian. Insiden nyeri tenggorok pada jam I pada kelompok Ketamin 53,8% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2% Sedangkan insiden suara serak pada jam I pada kelompok Ketamin 61,5% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2%. Secara umum Benzydamine Hydrochloride lebih baik dibanding Ketamine, namun dengan uji chi square secara statistic didapat p-value > 0,05 yang berarti tidak bermakna diantara kedua kelompok obat.

Kesimpulan. Pemberian obat kumur Ketamin dan Benzydamine Hydrochloride sebelum pemasangan pipa endotrakeal dapat mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi.

Kata kunci.Benzydamine Hydrochloride, Intubasi endotrakeal, Ketamine, Nyeri tenggorok, Suara serak.


(14)

ABSTRACT

Background. Sore throat and hoarseness is a frequent complication in general anesthesia with endotracheal intubation affecting the comfort and satisfaction of patients after surgery. This study aims to determine the effectiveness of Ketamine and Benzydamine Hydrochloride mouthwash in reducing sore throat and hoarseness following general anesthesia with endotracheal intubation.

Method. 58 patients aged 16-60 years undergoing general anesthesia with endotracheal intubation double – blind randomized divided into 2 equal groups. 10 minutes before entering the operating room, patients received Ketamine or Benzydamine Hydrochloride mouthwash as much as 15 ml for gargled for 60 seconds. Patients in premedication with midazolam 0.05 mg/kg and fentanyl 2 ug/kg, induced with propofol 2–3mg/kg and Rokoronium0.6 mg/kg, ETTintubation performed using 7.0 for women and 7.5 for men. Maintenance of anesthesia with N2O:O2 = 2:2 and isoflurane. After surgery the patient was given ketorolac. Assessment sore throat and hoarseness performed at 1, 6, 12, 24 after the completion of surgery.

Results. 6 patients were excluded from the study. The incidence of sore throat in the first hour on both group of Ketamine 53.8 % and Hydrochloride Benzydamine 69.2%, while the incidence of hoarseness in the first hour on both groups are 61.5 % and 69.2 %. In general Benzydamine Hydrochloride better than Ketamine, but the chi square test was statistically obtained p-value > 0.05, which means not significant between the two groups of drugs.

Conclusion. Giving Ketamine mouthwash and Benzydamine Hydrochloride before endotracheal intubation may reduce the incidence of sore throat and hoarseness postoperatively.

Keywords. Benzydamine Hydrochloride, Endotracheal Intubation, Ketamine, Sore throat, Hoarseness.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Nyeri tenggorok dan suara serak merupakan salah satu komplikasi yang timbul pasca operasi, khususnya operasi dengan anestesi umum yang memakai inhalasi endotrakeal. Komplikasi tersebut merupakan komplikasi minor yang menjadi keluhan utama pasien pasca anestesi dengan intubasi endotrakeal, bahkan pada anestesi yang singkat sekalipun.1,2 Komplikasi ini belum dapat dicegah sepenuhnyadan masih dicari bagaimana cara penanganannya.Walaupun komplikasi ini akan pulih dalam waktu 72 jam2,3 dan bukan merupakan suatu kegawat-daruratan serta tidak menimbulkan kecacatan, namun nyeri tengorok dan suara serak pasca operasi bisa merupakan keluhan utama jika nyeri luka operasi dapatdiatasidengan baik, misalnya dengan analgetik epidural.2,4 Komplikasi ini bisa menyebabkan ketidak puasan dan ketidak nyamanan pasien pasca operasi serta bisa memperlambat kembalinya aktifitas rutin pasien setelah pulang dari rumah sakit.2,5

Insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi dengan anestesi umum dari beberapa penelitian berkisar antara 12,1 – 26 %.5Insiden nyeri tenggorok dan suara serak setelah intubasi endotrakeal dari beberapa penelitian juga berbeda – beda yaitu berkisar antara 14,4 –100 %, setelah insersi laryngeal mask airway ( LMA ) antara 5,8 – 34 %.5Beberapa penelitian lain juga telah dilakukan. Ogata dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan anestesi umum dengan teknik intubasi endotrakeal antara45 – 90 %.3Maruyama dkk melaporkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan anestesi total intravena teknik intubasi endotrakeal antara25 –50 %.6 Canbay dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan anestesi umum teknik intubasi endotrakeal antara 33 – 61 %.7Dari hasil penelitian Christensen dkk didapat insiden nyeri tenggorok pasca operasi pada pasien yang dilakukan intubasi endotrakeal sebesar 14,4%.8 Ayoub dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan intubasi endotrakeal antara 55 – 60 %.4 Sumanthi dkk


(16)

melaporkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan intubasi endotrakeal sebesar 100 %.9 Novia dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan anestesi umum teknik intubasi endotrakeal sebesar 51 %.10 Mandoe dkk dalam penelitiannya melaporkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan anastesi umum teknik intubasi endotrakeal menggunakan pipa endotrakeal Mallinckrodt sebesar 60 %, sedangkan dengan menggunakan pipa edotrakeal Brandt sebesar 15 %.11 Higgins dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi pada pasien rawat jalan sebesar 12,1 % dimana insiden nyeri tenggorok terbesar pada pasien yang dilakukan intubasi endotrakeal 45,5% diikuti pasien dengan LMA yaitu 17,5%.5 Ahmed dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan elektif sebesar 26%, dimana insiden terbesar pada pasien yang dilakukan intubasi endotrakeal sebesar 28%.12

Berbagai macam usaha pencegahan telah dilakukan baik secara non farmakologik maupun farmakologik untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi dengan hasil yang bervariasi. Metode non farmakologik yang dilakukan untuk mengurangi insiden nyeri tenggorok pasca operasi seperti penggunaan pipa endotrakeal ukuran yang lebih kecil, lumbrikasi pipa endotrakeal dengan water-soluble jelly, instrumentasi jalan nafas yang hati – hati, intubasi setelah relaksasi penuh, suctioning orofaringdengan hati – hati, meminimalkan tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal telah benar – benar kempes.7

Secara farmakologik dapat berupa pemberian obat anestesi lokal seperti spray, obat kumur, atau tablet hisap yang diberikan sebelum atau setelah induksi.13 Beberapa upaya telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti untuk mencegah terjadinya gejala tenggorok.

Hung NK dkk, melakukan penelitian efek nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi dengan spray Benzydamine HCl, Lidokain 10% dan Lidokain 2% pada pipa endotrakeal.Setelah diobservasi selama 6 jam pascaekstubasi, insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi secara terendah dijumpai pada grup Benzydamine ( 17.0% ) dibandingkan lidokain 10% ( 53.7% ), lidokain 2%


(17)

( 37.0%) dan saline ( 40.8% ). Benzydamine secara bermakna menurunkan insiden nyeri tenggorok dibandingkan lidokain.16 Pemakaian Lidokain spray sangat berhubungan dengannyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi. Lidokain spray mengandung adiktif etanol dan mentol yang dapat menyebabkan nyeri tenggorok dan suara serak.6

Upaya lain untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak adalah melalui obat kumur. Pemberian obat kumur langsung pada tempat kerjanya dan membuat konsentrasi menjadi maksimal pada tempat kerja.

Adnyana IN melakukan penelitian efek pemberian obat kumur Ketamin sebelum intubasi endotrakea untuk mengurangi nyeri tenggorok pasca operasi. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa bahwa insiden nyeri tenggorok dan suara serak pada kelompok kontrol ( placebo ) sebesar 78.6% sedangkan pada kelompok ketamin sebesar 31.9%.2

Canbay dkk, melakukan penelitian di Turki pada pasien yang menjalani operasi septorhinoplasty elektif dengan anestesi umum membandingkan dua kelompok : kelompok C ( kontrol ), larutan NaCl 0,9% 30 ml; kelompok K ( Ketamin ), Ketamin 40 mg dalam larutan NaCl 0,9% 30 ml. Pasien diminta untuk berkumur selama 30 detik, 5 menit sebelum induksi anestesi. Nyeri tenggorok terjadi lebih sering di kelompok C bila dibandingkan dengan kelompok K pada jam ke - 0, ke - 2, dan ke - 24 dengan insidensi berturut-turut 35% : 73%, 40% : 73%,dan 30% : 61% serta secara signifikan lebih banyak pasien menderita nyeri tenggorok berat di kelompok C pada jam ke-4 dan ke-24 dibandingkan dengan kelompok K(p<0,05).7

Rudra dkk, melakukan penelitian di India pada pasien yang menjalani operasi daerah abdomen dan pelvis dengan anestesi umum dikelompokkan secara acak kedalam dua kelompok dari 20 subyek masing– masing: grup C, air 30 ml; grup K, Ketamin 50 mg dalam air 29 ml. Pasien diminta untuk berkumur selama 40 detik, 5 menit sebelum induksi anestesi. Nyeri tenggorok diklasifikasikan dengan empat skala poin (0-3) dinilai pada jam ke-4, ke-8, dan ke-24 jam setelah operasi. Nyeri tenggorok terjadi lebih sering di grup Cbila dibandingkan dengan grup K pada jam ke-4, ke-8, dan ke-24 jam dengan insidensi secara berturut –


(18)

turut sebesar 40% : 85%, 35% : 75%, dan 25% ; 60% serta secara signifikan lebih banyak pasien menderita nyeri tenggorok berat digrup C pada jam ke-8 dan ke-24 jam dibandingkan dengan grup K (p<0,05).14

Bahkan Kulsum, membandingkan obat kumur Ketamin dan Aspirin dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal. Dari penelitian dilaporkan hasil pada kelompok Ketamin didapati tidak nyeri dan tidak serak 59,5%. Pada kelompok Aspirin didapati tidak nyeri dan tidak serak 50%, namun tidak berbeda bermakna perbandingan nyeri tenggorok dan suara serak antar dua kelompok (P> 0,05%). Sehingga disimpulkan bahwa tidak berbeda bermakna secara statistik antara obat kumur Ketamin dan Aspirin dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal.15Pada penelitian ini obat kumur Aspirin yang digunakan adalah tablet aspirin 300 mg yang dilarutkan dalam 30 ml NaCl 0,9%. Walaupun obat ini sangat murah, namun penggunaannya kurang praktis dibandingkan dengan Ketamin.

Ketamin adalah salah satu obat anestesi intravena yang sering dan sudah lama digunakan dalam bidang anestesiologi. Akhir – akhir ini data eksperimental menunjukkan bawa pemberian Ketamin secara perifer memiliki efek analgetik dan anti inflamasi. Ketamin dengan receptor N-Methyl-D-Aspartat (NMDA) terdapat di susunan syaraf pusat dan perifer, maka pemberian secara perifer antagonis reseptor NMDA seperti Ketamin memiliki efek analgetik dan anti inflamasi. Ketamin merupakan obat anestesia yang mudah didapat di kamar operasi.Dengan potensi analgetik dan anti inflamasi pemberian Ketamin kumur sebelum intubasi ETT dapat mencegah nyeri tenggorok.Ketamin aman digunakan, efek samping minimal, ditoleransi dengan baik, dan tersedia di kamar operasi.2

Agarwal dkk, melakukan penelitian di India pada pasien yang menjalani operasi mastektomi dengan anestesi umum, sebelum intubasi endotrakeal pasien diminta berkumur dengan Aspirin 350 mg (dilarutkan dalamNaCl 0,9%) dalam grup A, Benzydamine HCl 0,15% dalam grup B dan berkumur dengan NaCl 0,9% dalam grup C. Aspirin kumur mengurangi insiden nyeri tenggorok pada jam ke-4 dengan insiden 20% sedangkan Benzydamine HCl mengurangi insiden nyeri tenggorok pada jam ke-4 sebesar 15%. Nyeri tenggorok lebih berat pada grup


(19)

kontrol pada jam ke-0 dan ke-2 sebesar 80% dan60 % (p <0,05). Aspirin kumur dan Benzydamine HCl kumur secara signifikan mengurangi insidensi dan keparahan nyeri tenggorok dengan insiden 5% dan 0%pada jam ke-24 (p< 0,05).16

Penggunaan Benzydamine HCl dapat dilakukan dengan cara lain. Kati dkk, melaporkan penggunaan Benzydamine HCl 0,15% spray dibandingkan air sebagai kontrol yang disemprotkan 5 menit sebelum intubasi.Benzydamine HCL bisa menurunkan insiden nyeri 35% dibanding 80% padajam ke-4 dan 25% dibanding 75% pada jam ke-8.17 Supriatin melakukan penelitian pemberian tablet hisap BenzydamineHCl sebelum pemasangan LMA untuk mengurangi nyeri tenggorok pasca operasi. Hasilnya pemberian tablet hisap Benzydamine HCl sebelum pemasangan LMA dapat mengurangi nyeri tenggorok pasca operasi.18

Benzydamine HCl yang merupakan obat anti inflamasi yang digunakan secara luas untuk pengobatan daerah mulut termasuk golongan Non Steroid Anti Inflamatory Drug (NSAID) secara topikal. Benzydamine HCl menunjukkan pengaruh menghambat efek stimulasi TNF-α pada produksi prostaglandin PGE dan PGI dalam fibroblas ginggiva manusia, sehingga Benzydamine HCl ini menghambat produksi prostaglandin secara tidak langsung. Selain sebagai anti inflamasi, Benzydamine HCl juga mempunyai efek analgesi, lokal anestesi yang tidak mengubah fungsi mukosa oral dan lebih lanjut Benzydamine HCl berperan sebagai proteksi mukosa untuk mengurangi morbiditas nyeri tenggorok karena kerusakan mukosa.18 Benzydamine HCl 0,15 % mengandung arti setiap 15 ml mengandung 22,5 mg Benzydamine Hidrochloride.19

Perbandingan kumur Ketamin denganBenzydamine HCl pernah dilakukan oleh Subekti BE tahun 2012, dalam penelitiannya perbandingan daya guna obat Ketamin kumur 40 mg dan Benzydamine HCl 0,075% untuk mengurangi nyeri tenggorok post intubasi didapati hasil Pemberian obat Ketamin kumur 40 mg 5 menit sebelum intubasi lebih berdayaguna dalam mengurangi nyeri tenggorok pasca anestesi umum dengan pipa endotrakeal dibandingkan dengan obat kumur Benzydamine HCL 0,075% pada saat sadar penuh dan 2 jam pasca ekstubasi.20 Namun, belum pernah ada penelitian yang membandingkan daya guna obat


(20)

Ketamin kumur 40 mg dan Benzydamine HCl 22,5 mg ( = 0,15 % ) untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi.

Dari uraian diatas, tingginya insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi terutama akibat intubasi endotrakeal. Ketersediaan alat bantu airway berupa pipa endotrakeal diruang operasi baik di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, maupun di rumah sakit daerah dibandingkan alat bantu airway lainnya ( LMA ), kepraktisan dan keunggulan yang dimiliki oleh Ketamin dan Benzydamine HCl 22,5 mg, membuat peneliti ingin membandingkan pemberian obat kumur Ketamin dan Benzydamine HCl 22,5 mg sebelum intubasi endotrakeal untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi pada pasien.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: apakah obat kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg lebih efektif dibanding obat kumur Ketamin 40 mg dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal ?

1.3.Hipotesa

Obat kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg lebih efektif dibanding obat kumur Ketamin 40 mg dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan alternatif obat dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui insiden nyeri tenggorok dan suara serak setelah menggunakan obat kumur Ketamin 40 mg akibat intubasi endotrakeal.


(21)

2. Untuk mengetahui insiden nyeri tenggorok dan suara serak setelah menggunakan obat kumur Benzydamine Hydrochloride22,5 mgakibat intubasi endotrakeal.

3. Untuk membandingkan insiden dan derajat nyeri tenggorok dan suara serak setelah menggunakan obat kumur Ketamin 40 mg dan obat kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mgakibat intubasi endotrakeal.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bidang Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah khasanah keilmuan dalam usaha mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal.

1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehari–hari.

2. Menjadi alternatif obat untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak setelah intubasi endotrakeal.

1.5.3. Bidang Penelitian

1. Dalam bidang penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya dalam bidang penanganan nyeri tenggorok dan suara serak paska intubasi endotrakeal.

2. Penelitian ini akan memperkuat landasan teori serta menambah data tentang kemampuan obat kumur Ketamin 40 mg dan Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg dalam mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Intubasi Trakea

Insuflasitrakea pada binatang pertama sekali dilakukan oleh Vesalius pada tahun 1555 dan Robert Hooke pada tahun 1667. Kite pada tahun1788 melakukan intubasi oral dan nasal untuk menolong korban tenggelam, Jhon Snow pada tahun 1858 melakukan intubasi melalui lubang trakeostomi pada binatang, sedangkan Trendelenberg pada tahun 1871 melakukan hal serupa pada manusia. W. Mac Ewen dari Glaslow pada tahun 1878 melakukan intubasi endotrakeal lewat mulut dengan mengunakan jari-jarinya pada pasien sadar, hal tersebut dilakukan untuk mencegah aspirasi pneumonia pada pembedahan di daerah rongga mulut dan hidung.21

Pada tahun 1893 Eisenmenger merupakan orang pertama yang menemukan pipa endotrakeal dengan kaf. Karl Maydl dan J.P.O. Dwyer pada tahun 1898 mengunakan pipa endotrakeal untuk pasien difteri yang mengalami gagal nafas.Franz Kuhn pada tahun 1901 menemukan pipa endotrakeal metal. Pada tahun 1907 Barthelemy menemukan pipa endotrakeal karet. Rowbotham dan Magill pada tahun 1921 menggunakan pipa endotrakeal karet tanpa kaf untuk operasi didaerah leher dan kepala.21

Tahun 1930 Magill melaporkan hasil penelitiannya mengenai intubasi nasal memakai pipa endotrakeal karet tanpa kaf. Walaupun pipa endotrakeal yang memakai kaf telah ditemukan sejak tahun 1893, namun pipa endotrakeal tanpa kaf lebih sering digunakan sampai 1950. Tahun 1952 di Kopenhagen terjadi wabah polio, saat itu banyak pipa endotrakeal dengan kaf digunakan untuk menolong pasien – pasien polio yang mengalami gagal nafas, sejak itulah pipa endotrakeal dengan kaf merupakan alat baku untuk anestesi. Sejak tahun 1970 penggunaan pipa endotrakeal karet tergeser dengan pipa yang terbuat dari plastik. Begitu pula rancangan kaf diperbaiki sedemikian rupa untuk mengurangi efek samping yang timbul akibat pemakaian pipa terebut.21Walaupun saat ini banyak rancangan pipa


(23)

endotrakeal yang cukup ideal tetapi tata laksana yang baik harus selalu diperhatikan untuk menghindari terjadinya hal–hal yang tidak diinginkan.21

Pemakaian pipa endotrakeal memiliki beberapa keuntungan seperti terpeliharanya jalan nafas, kemungkinan nafas kontrol atau alat bantu. Pengurangan ruang rugi dan mencegah aspirasi pneumonia serta memudahkan pembersihan pada tenggorok dan mencegah mengedan akibat spasme laring. Penggunaan pipa endotrakeal yang non kinking sangat membantu ahli anestesiologi untuk mencegah pipa endotrakeal tertekuk pada pembedahan kepala, leher atau posisi telungkup.22

Kerugiannya terutama bersifat mekanik dan kesalahan teknik, juga karena iritasi atau reaksi alergik lokal alat yang digunakan seperti pipa endotrakeal, pelumas. Pipa endotrakeal menyebabkan saluran nafas menjadi lebih sempit, sehingga tahanan aliran udara nafas menjadi lebih besar. Hal tersebut berbahaya terutama untuk anak – anak. Oleh karena itu kita selalu berusaha agar pipa endotrakeal yang dipasang sebesar mungkin tetapi tidak sampai melukai laring.22

2.2. Pipa Endotrakea

Pipa endotrakeal umumnya memiliki jari–jari lengkung 12–16 cm, pada potongan lintang pipa, dinding dalam maupun luar sebaiknya bulat, bila oval atau ellips akan mudah tertekuk. Disebelah distal terdapat bagian yang miring disebut bevel, membentuk sudut 39– 560. Bila sudut lebih kecil maka akan memudahkan masuknya pipa lewat hidung tetapi terjadi sumbatan bertambah. Sisi bevel biasanya menghadap kekiri, karena umumnya ahli anestesiologi menggunakan tangan kanan dan memasukkan pipa dari sebelah kanan. Ujung bevel sebaiknya bulat dengan tepi tumpul. Ada pipa endotrakeal yang memiliki lubang dekat ujung distal disebut jenismurphydan lubangnya disebut matamurphy. Tujuan dari mata murphy adalah bila terjadi sumbatan pada ujung bevel maka gas masih dapat lewat. JenisMagilltidak memiliki lubang pada ujung distalnya.21, 22


(24)

(25)

terbuat dari bahan ini umumnya lebih lunak, tidak iritasi terhadap jaringan, kecenderungan untuk mudah tertekuk kecil, termoplastik sehingga mudah menyesuaikan dengan anatomi jalan nafas, permukaan rata dan licin. Pipa endotrakeal PVC dibuat untuk sekali pakai, namun untuk mengurangi biaya ada rumah sakit yang menggunakan lebih dari sekali. Karena PVC tidak tahan panas maka biasanya untuk sterilisasi digunakan etilen oksid, hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi toksik. Oleh karena itu produsen selalu mencantumkan

pada pipa tersebut “ Dilarang dipakai ulang “, “Hanya sekali pakai”dan

sebagainya.21, 22

Sprangue membandingkan antara pipa endotrakeal Magill ( terbuat dari karet ) dengan Mallincrodt ( terbuat dari polivinilklorid ) volume besar tekanan rendah pada 100 pasien, hasilnya kekerapan nyeri tenggorok jenis Magill adalah 60 % danMallincrodt28% .21

Ukuran Pipa Endotrakeal

Ada beberapa cara untuk menentukan ukuran pipa Endotrakeal, dahulu sering dipakai ukuran skalaFrench, ukuran ini merupakan kelipatan tiga dari pada diameter eksterna dalam milimeter. Sekarang umumnya pabrik menggunakan ukuran diameter interna dalam milimeter. Meskipun demikian pada katalok atau pembungkus pipa masih sering dicantumkan ukuran skalaFrench.21, 22

Ukuran pipa Endotrakeal meliputi ukuran diameter dalam dan panjang pipa. Para peneliti menghubungkan penggunaan pipa dengan diameter dalam yang lebih besar akan memperbesar resiko penekanan pipa pada laring dan trakea.23Sementara bila digunakan pipa endotrakeal dengan diameter yang lebih kecil, sistem kaf lebih cenderung dikembangkan berlebihan sehingga akan memperbesar resiko penekanan kaf pada trakea. Untuk mengurangi resiko akibat ukuran pipa endotrakeal ini para peneliti menganjurkan penggunaan nomor 7 –

7,5 ID bagi penderita wanita dan nomor 7,5 – 8 ID bagi penderita laki – laki. Chandler M dkk berpendapat bahwa untuk penderita laki – laki berat badan kurang dari 50 kg memakai pipa nomor 7,5 ID sedangkan berat badan lebih dari 50 kg memakai pipa nomor 8 ID. Penderita wanita dengan berat badan kurang


(26)

dari 50 kg memakai pipa nomor 7 ID sedangkan berat badan lebih dari 50 kg memakai pipa nomor 7,5 ID.23Ada juga peneliti yang menganjurkan untuk menentukan ukuran pipa endotrakeal dengan menyesuaikannya terhadap diameter jari kelingking atau jari manis penderita.23

Panjang Pipa Endotrakeal

Penentuan panjang pipa endotrakeal merupakan masalah sulit, penggunaan pipa endotrakeal terlalu panjang akan meningkatkan ruang rugi dan kemungkinan pipa tertekuk, intubasi endobronkial atau ujung pipa menempel dikarina, sedangkan pipa yang terlalu pendek dapat mengakibatkan ekstubasi tidak sengaja atau tekanan kaf pada struktur laring.21, 22,23

Sistem Kaf

Sistem ini meliputi katup pengembang ( inflating valve ), ronga pengembang ( inflating lumen ) yang berada pada dinding pipa pengembang sebelah luar (external inflating tube ), pilot balon dan kaf. Tujuan dari sistem kaf yaitu menyumbat rongga antara pipa tendorakea dengan dinding mukosa trakea untuk mencegah atau mengurangi kebocoran gas, cairan maupun benda–benda asing kedalam atau keluar trakea. Rancangan dari pada kaf ada bermacam –

macam, tetapi pada dasarnya dibagi dalam 2 jenis, yaitu :

1. Kaftekanantinggi (high pressure cuff /small resting diameter cuff /low compliance high pressure cuff /low residual volume cuff/ low volume cuff /small cuff/conventional cuff ). Dengan kaf tekanan tinggi, maka tekanan kaf dan tekanan dinding trakea akan naik sesuai dengan udara yang dimasukkan kedalam kaf. Oleh karena itu dianjurkan memakai pipa endotrakeal sebesar mungkin agar udara yang dimasukkan kedalam kaf lebih sedikit dan tekanan kaf maupun tekanan dinding tidak terlalu tinggi. Diperlukan tekanan kaf yang tinggi untuk dapat menutup trakea, rata–rata 200 cmH2O. Sifat lain daripada kaf tekanan tinggi yaitu condong untuk menekan trakea sehingga trakea berubah bentuk. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa penggunaan pipa endotrakeal dengan tekanan tinggi untuk


(27)

jangka lama akan menimbulkan kerusakan pada trakea. Sering kali kaf mengembang eksentris sehingga tekanan trakea lebih tinggi dibandingkan dengan kaf tekanan rendah yaitu pada pemakaian jangka pendek.21, 22,23 2. Kaf tekanan rendah( low pressure cuff / large resting diameter cuff /

large residual volume cuff / high volume cuff / large cuff / floppy cuff ). Penggunaannya tidak terbatas untuk intubasi lama tetapi juga utuk intubasi jangka pendek. Jenis ini biasanya disebut dengan tekanan rendah baku ( standart low pressure ). Keuntungan dari kaf tersebut yaitu tekanan kaf kira – kira sama dengan tekanan pada dinding trakea sehingga dengan pemantauan tekanan kaf maka tekanan dinding trakea dapat diatur sesuai dengan tekanan kaf. Beberapa masalah dari penggunaan pipa kaf jenis ini yaitu kekerapan nyeri tenggorok lebih tinggi, kecuali dipakai kaf dengan rancangan tertentu. Aspirasi lebih sering terjadi karena kaf tidak mengembang sempurna, untuk mencegah aspirasi maka tekanan kaf harus lebih besar dari pada tekanan untuk sekedar menutup trakea terutama pada ventilasi dengan tekanan positif. Atas dasar tersebut dianjurkan pemakaian pipa endotrakeal tekanan kaf rendah dengan ukuran tidak terlalu besar, karena kaf tidak akan mengembang sempurna. Tekanan dalam kaf harus diukur kira–kira 20–30 cmH2O.21, 22Tekanan kaf kurang dari 30cmH2O pada dinding trakea adalah lebih rendah dari pada tekanan perfusi kapiler. Hal ini dapat mengurangi terjadinya nyeri tenggorok, suara serak, ulkus, stenosis, trakeomalasia, fistel trakeoesofagus, akibat gangguan mikrosirkulasi mukosa trakea,27 tujuannya untuk mencegah kerusakan mukosa.21, 22

Loeser dkk menyatakan bahwa angka kekerapan nyeri tenggorok terendah pada pipa endotrakeal volume kecil, luas kontak kaf dengan mukosa trakea sempit, tekanan kaf tinggi dibandingkan dengan volume besar tekanan rendah. Loeser lalu mengadakan penelitian kembali dengan menggunakan pipa endotrakeal tekanan rendah, volume rendah, kaf kecil ( 22 mm), luas kontak mukosa trakea dengan kaf kecil ternyata dapat menurunkan angka kekerapan nyeri tenggorok sampai 10% jauh lebih rendah dibandingkan pipa endotrakeal


(28)

tekanan tinggi, volume kecil.24Jensen dkk menyatakan bahwa kaf yang terlalu besar akan mengakibatkan trauma pada laring waktu intubasi maupun saat ekstubasi.25

Mekanisme Difusi N2O

Difusi adalah perpindahan zat yang melewati membran dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi suatu gas melewati membran ke suatu cairan dipengaruhi oleh kelarutan gas tersebut kedalam cairan.23Koefisien partisi N2O adalah 0.46, kurang lebih 34 x lebih besar dari koefisien partisi dari nitrogen (0,014), ini artinya N2O akan berdifusi 34 x lebih cepat kerongga yang ada udara dibandingkan nitrogen meninggalkan rongga tersebut.23 Besarnya volume difusi N2O tergantung dari tekanan partial N2O aliran darah kerongga yang berisi udara, dan lamanya pemberian N2O.23

Difusi N2O kedalam kaf pipa endotrakeal mengakibatkan peningkatan tekanan intra kaf. Tekanan intra kaf yang berlebihan akan mengganggu perfusi mukosa dan menyebabkan kerusakan trakea sehingga menimbulkan nyeri tenggorok. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa mukosa trakea akan mengalami iskemik pada tekanan intrakaf endotrakeal lebih dari 30 cmH2O. Dianjurkan tekanan intrakaf harus dimonitor 20–30cmH2O. Pada tekanan kurang dari 30 cmH2O ini tidak terjadi gangguan aliran darah kapiler sehingga tidak merusak mukosa jalan nafas.2

2.4. Persiapan Untuk Intubasi Endotrakeal

Persiapan untuk intubasi termasuk memeriksa perlengkapan dan posisi pasien. ETT harus diperiksa. Sistem inflasi kaf pipa dapat dites dengan menggembungkan balon dengan menggunakan spuit 10 ml. Pemeliharaan tekanan balon menjamin balon tidak mengalami kebocoran dan katup berfungsi. Beberapa dokter anestesi memotong ETT untuk mengurangi panjangnya dengan tujuan untuk mengurangi resiko dari intubasi bronkial atau sumbatan akibat dari pipa tertekuk. Konektor harus ditekan sedalam mungkin untuk menurunkan


(29)

kemungkinan terlepas, jika mandren digunakan ini harus dimasukan ke dalam ETT dan ini ditekuk menyerupai stik hoki. Bentuk ini untuk intubasi dengan posisi laring ke anterior.Bladeharus terkunci di atas gagang laringoskop dan bola lampu dicoba berfungsi atau tidak, dan mandren harus disediakan. Suction diperlukan untuk membersihkan jalan nafas pada kasus dimana sekresi jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau muntah.26

Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama laringoskopi. Rigid laringoskop memindahkan jaringan lunak faring untuk membentuk garis langsung untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka. Elevasi kepala sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito join menempatkan pasien pada posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher adalah fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal.26

Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan beberapa kali nafas dalam dengan 100% oksigen memberikan ekstra margin of safety pada pasien yang tidak mudah diventilasi setelah induksi. Preoksigenasi dapat dihilangkan pada pasien yang mau di face mask, yang bebas dari penyakit paru, dan yang tidak memiliki jalan nafas yang sulit.26

2.5. Intubasi Endotrakeal

Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka lebar, blade dimasukkan pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk menghindari gigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring dengan pinggirblade. Puncak dari lengkung bladebiasanya di masukan ke dalam vallecula, dan ujung blade lurus menutupi epiglotis. Handle diangkat dan jauh dari pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien untuk melihat pita suara. Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade dan pengungkitan dari gigi harus dihindari. ETT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon ETT harus berada dalam trakea bagian


(30)

atas tapi diluar laring. Langingoskop ditarik dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan gigi. Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa trakea. Merasakan pilot balon bukan metode yang dapat dipercaya untuk menentukan tekanan balon yang adekuat.26

Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi untuk memastikan ETT ada di intratracheal. Jika ada keragu-raguan tentang apakah pipa dalam esophagus atau trakhea, cabut lagi ETT dan ventilasi pasien dengan face mask. Sebaliknya, pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi. Lokasi pipa yang tepat dapat dikonfirmasi dengan palpasi balon pada sternal notch sambil menekan pilot balon dengan tangan lainnya. Balon jangan ada diatas level kartilago cricoid, karena lokasi intralaringeal yang lama dapat menyebabkan suara serak pada post operasi dan meningkatkan resiko ekstubasi yang tidak disengaja.26

2.6. Persyarafan dan vaskularisasai laring

Laring adalahsuatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago: tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme. Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial. Membran mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh bagian ophthalmic saraf trigeminal (saraf ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh bagian maxila (sarafsphenopalatina). Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan palatum durum. Saraf lingual (cabang dari saraf bagian mandibula saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian posterior lidah.27

Cabang dari saraf fasialis dan saraf glosofaringeal untuk sensasi rasa di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring, tonsil dan bagian dalam palatum molle. Saraf vagus ( saraf kranial ke 10 ) untuk sensasi


(31)

jalan nafas dibawah epiglotis. Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan Nn. Laringeus Inferior ( Nn. Laringeus Rekuren ) kiri dan kanan.27

1. N. Laringeus Superior.28

Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah arteri karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu :

• Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati.

• Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m. Konstriktor inferior.

2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren).27

Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal arteri subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan Antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan :

• Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea • Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali m. Krikotiroidea Cabang vagus yang lainnya yaitu saraf laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trakhea. Nervus laringeal rekurens mempersarafi motorik dari semua otot-otot intrinsik dari laring kecuali otot Cricothyroid.

Reflex laryngeal dapat terstimuli di daerah laring atau supraglotis dan dapat menyebabkan tertutupnya pita suara sampai dengan terjadinya laringospasme. Untuk memblok sensorik dari mukosa laring dibutuhkan blok daripada Nervus Laringeal Superior sampai dengan pita suara ditambah dengan blok pada Nervus Laringeal Rekurens atau dengan pemberian anestesi lokal


(32)

Gambar 2. Persyarafan laring

Hyoid cartilage Thyroid cartilage Sup Thyroid arthery

Sup Thyroid vein Inf Thyroid arthery Internal Jugular vein Common Carotid arthery

Cricothyroid membrane

Inf Thyroid vein Brachiocephalic vein


(33)

1. Arteri Laringeus Superior Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.28

2. Arteri Laringeus Inferior Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah m. Konstriktor Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeus Superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring.28

2.7. Nyeri Tenggorok danSuara Serak

Gejala tenggorok berupa nyeri tenggorok dan suara serak yang disebut jugaSore throat atau lebih dikenal dengan post operative sore throat( POST ) merupakan keluhan yang jarang diungkapkan oleh pasien, akan tetapi komplikasi ini sering dijumpai pasca operasi. Walaupun komplikasi ini bersifat minor dan biasanya pulih dalam waktu 72 jam.3 Namun, komplikasi ini bisa menyebabkan ketidak puasan dan ketidak nyamanan pasien pasca operasi serta mempengaruhi aktifitas pasien setelah pulang dari rumah sakit.

Istilah sore throat adalah salah satu bentuk dari suatu sindroma yang mana Conway dan Miler tahun 1960 menggunakan sore throat untuk suatu sindrom yang terdiri dari hilangnya suara, suara serak dan stridor akibat efek samping intubasi.13,22 Loeser, Ohr dkk mengatakan sindroma sore throat pasca intubasi terdiri dari radang leher dan suara serak yang biasanya berakhir hanya beberapa hari pasca bedah dan ini sebagai efek pasca bedah yang paling ringan oleh karena dapat sembuh dengan sendirinya.13,22 Boies, Hilger dan Priest mengatakan sore throat adalah tenggorokan yang nyeri karena lamanya anestesi menyebabkan mukosa didaerah faring menjadi kering.13,22

Gambaran sitologi dari sore throat oleh Kambie Radoel menyatakan selama intubasi dan ekstubasi serta lamanya anestesi selain mukosa faring, mukosa faring juga cedera.13,26Baron dan Kahl Moog membuktikan berbagai tingkat kerusakan kartilago aritenoid dan pita suara pada sepertiga posterior pada kelompok penderita dengan keluhan suara serak pasca intubasi.13,22 Snow


(34)

menghubungkan sore throat ini dengan adanya cidera faring dengan gejala rasa tidak enak sewaktu menelan dan trauma laring dengan gejala suara serak (hoarseness) ataudisfonia.22

2.8. Penilaian Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Nyeri merupakan suatu pengalaman dan tidak hanya sekedar hasil dari suatu indra saja. The International Assosiation for the Study of Pain ( IASP ) mendefinisikan Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang aktual maupun potensialnya. Hal ini menggambarkan hubungan obyektif antara proses fisiologi nyeri dengan faktor subyektif yaitu emosi dan psikologi yang bersifat individual.30, 31 Secara individual rasa nyeri ini sulit di nilai secara obyektif, walaupun dokter telah melakukan observasi atau menggunakan alat monitor. Standar baku untuk mengetahui seseorang berada dalam kondisi nyeri atau tidak adalah dengan menanyakannya secara langsung.32

Penilaian nyeri tenggorok dapat dilakukan dengan anamnesis secara langsung maupun tidak langsung, atau dari keluhan spontan penderita post-operative. Penilaian dapat dilakukan denganVisual Analogue Score (VAS). Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.15, 32

Dalam kajian pustakanya Coll dkk merekomendasikan VAS sebagai alat ukur nyeri pascaoperasi, bahkan untuk operasi rawat sehari (day surgery). Rekomendasi ini dikeluarkan mengingat alat ini telah digunakan secara luas, kualitasnya secara metodologis baik dan penggunaannya mudah, hanya menggunakan beberapa kata, sehingga kosakata tidak menjadi persoalan.15,32,33

Williamson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio.24,34 Nilai VAS antara 1 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk


(35)

(36)

2.9. Etiologi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Secara garis besar terdapat beberapa penyebab timbulnya nyeri tenggorok dan suara serak, yaitu35:

1. Trauma pada mukosa

Tindakan laringoskopi, pemasangan pipa nasogastrikatausuctioning yang bersifat traumatik yang bisa melukai mukosa faring-laring.

2. Iskemik pada mukosa

Tekanan intrakaf dan desain kaf mengurangi perfusi kapiler mukosa trakea sehingga menyebabkan iskemia pada mukosa trakea

3. Mukosa dehidrasi

Pemakaian obat – obat golongan antikolinergik yang dapat mengurangi sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Demikian pula pemakaian gas – gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya, karena gas yang kurang kelembabannya dapat mengakibatkan keringnya mukosa

4. Inflamasi

Segala penyebab diatas dapat mengakibatkan inflamasi yang akhirnya dapat menimbulkan nyeri tenggorok dan suara serak

2.10. Faktor Resiko Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak adalah : 1. Faktor dari pasien :

a. Jenis kelamin

Dari beberapa penelitian didapatkan insiden pada wanita lebih besar dari pada laki laki. Hal ini disebabkan wanita memiliki mukosa yang lebih tipis sehingga lebih mudah mengalami edem. Selain itu juga kemungkinan wanita lebih sering diintubasi dengan pipa endotrakeal yang sedikit lebih besar.15,35

b. Umur

Semakin bertambahnya umur kemungkinan timbulnya kelainan atau penurunan fungsi organ tubuh makin meningkat, seperti adanya


(37)

diabetes mellitus atau penyakit vaskuler. Insiden nyeri tenggorok lebih sering ditemukan pada usia yang lebih tua (>60 tahun) daripada usia di bawahnya (18-60 tahun).15,35

c. Pasien dengan penyakit kronis yang berat

Pada hal ini terjadi penurunan perfusi jaringan, sehingga intubasi pada pasien ini mudah sekali mengalami trauma jaringan, mudah terjadi nekrosis dan ulserasi jaringan.15,35

d. Kebiasaan merokok

Merokok meningkatkan resiko terjadinya komplikasi jalan nafas pada pasien akibat operasi. Untuk pasien perokok berat perlu persiapan pra anestesi yang baik area komplikasi pada jalan nafas atas, dimana diketahui angka kekerapannya enam kali dibandingkan dengan yang tidak merokok.15,20,35

e. Pasien dengan perkiraan kesulitan intubasi.

Penatalaksaan jalan nafas menjadi lebih sulit sehingga lebih mudah terjadi ciderajalan nafas yang menyebabkan nyeri teggorok pasca operasi.2

2. Faktor anestesi

a. Besar ukuran peralatanairway

Penggunaan ETT yang lebih kecil secara terus menerus telah dibuktikan dapat menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak tanpa ada masalah pada ventilasi pada pasien. Penelitian mencatat pengunaan ETT 6,5 mm untuk wanita dan 7,0 mm ETT untuk laki –

laki yang menghasilkan rata – rata nyeri tenggorok da suara serak yang rendah dibandingkan dengan ukuran ETT yang lebih besar. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa insiden tertinggi pada wanita dilaporkan mengalami nyeri tenggorok langsung dihubungkan dengan ketatnya ETT dibanding dengan laki – laki. Grup penelitian pertama menerima pilihan dalam ukuran ETT tidak sepenuhnya sesuai dengan anatomi pasien ( mereka menggunakan 8.0 mm untuk laki laki dan 7,5 mm untuk wanita dan menyarankan bahwa 7.0 mm ETT


(38)

sebagai alternatif yang lebih baik untuk wanita. Kenyataannya, beberapa penelitian sepertinya mendukung ukuran ETT mm untuk pasien wanita dan 7,5 mm untuk pria.2,35

b. Tinginya tekanan kaf

Banyak bukti yang mendukung bahwa tekanan kaf ETT yang terbatas akan menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak. Bahkan kaf dengan volume tinggi, tekanan rendah yang umumnya digunakan bila diberikan secara over inflasi dapat meningkatkan tekanan yang menyebabkan iskemia mukosa dan nyeri tenggorok. Beberapa penelitian menyarankan penggunaan manometri untuk monitor dan pemeliharaan tekanan intrakaf kurang dari 30 cmH2O, tetapi manometer kemungkinan tidak tersedia di semua institusi. Hal ini penting untuk menentukan inisial poin kaf seal setelah intubasi trakea dan untuk mengukur secara terus menerus dan menyesuaikan tekanan kaf minimum yang dibutuhkan untuksealyang adekuat.35

c. Pengunaan anestesisprayatau pelumas

Pemakain lidokain spray sangat berhubungan dengan terjadinya nyeri tenggorok. Lidokain spray yang mengandung etanol dan menthol dan polyethilenglikol yang mengiritasi mukosa dan bisa menyebabkan nyeri tenggorok.2 Walaupun jeli anestesi lokal memiliki sifat lumbrikatif yang dapat mengurangi cidera trakea namun perannya dalam mencegah nyeri tenggorok pasca operasi tidak konsisten bahkan tidak ada karena anestesi lokal tidak memiliki kemampuan sebagai anti inflamasi intrinsik.2,21,35

d. Trauma

Trauma merupakan faktor paling sering menyebabkan nyeri tenggorok maupun suara serak. Ini dapat disebabkan oleh orang yang melakukan intubasi kurang berpengalaman atau terlalu kasar. Trauma dapat disebabkan oleh laringoskop, pipa endotrakeal, stilet, pipa orofaring, pipa nasofaring, pipa nasogastrik, tampon faring, penghisap lendir dan sebagainya.2


(39)

3. Faktor pembedahan

Christensen melaporkan insiden nyeri tenggorok lebih besar setelah operasi tiroid disebabkan oleh pergerakan yang lebih besar daripipa endotrakeal dalam trakea.2,15

2.11.Komplikasi Intubasi Endotrakea

Komplikasi tindakan intubasi endotrakea ini dapat terjadi pada waktu intubasi, selama pemeliharaan anestesi atau pasca anestesi. Dari penyelidikan patologi anatomi pada penderita yang meninggal sesudah pembedahan didapatkan hampir separuhnya menunjukkan berbagai tingkat perubahan morfologis yang disebabkan oleh intubasi. Secara makroskopis dan mikroskopis didapatkan pendarahan, peradangan, ulserasi, eksudasi dan pembentukan serta pemisahan pseudomembran. Tampaknya semua perubahan ini disebabkan oleh trauma. Oleh karena itu harus diingat pada setiap penderita dapat terjadi komplikasi ini walau dengan trauma ringan sekalipun. Komplikasi yang terjadi pasca intubasi endotrakea dapat berupa laringitis trakeitis, karena trauma oleh tekanan pipa endotrakeal yang berlebihan antara pipa terhadap laring yang kemudian berkembang menjadi laringitis.21,22

Baron dan Khalmogh, dua orang ahli THT dari San Fransisco (california) pada tahun 1951 mendapatkan berbagai kemerahan di kartilago aritenoid pada sebagian besar penderita yang diintubasi yang menderita berbagai tingkat perubahan suara mulaiafonialengkap sampai berbagai derajat suara serak. Edema laring atau edem subglotis dapat timbul ½ sampai 1 jam pasca intubasi akibat reaksi berlebihan pada mukosa laring yang diakibatkan oleh trauma sehingga dapat timbul penyempitan / edem lumen laring yang akhirnya menjadi obstruksi jalan nafas.21,22

Snow dari Boston Universitas School of Medicine berpendapat edem laring ini berkembang akibat infeksi superimposed akut pada trauma laring yang disebabkan intubasi. Batuk pasca intubasi, suara serak, stridor ekspirasi, adanya edema dapat berkembang menjadi obstruksi jalan nafas. Blanc dkk dari canada mengemukakan bahwa ulkus laring dapat terjadi di daerah prosesus vokalis


(40)

aritenoid atau pada pita suara sesudah trauma. Ulkus ini dapat menjadi kronis akibat trauma yang berulang dan infeksisuper imposedyang berkembang menjadi granuloma jika tidak diberikan pengobatan yang adekuat pada stadium dini. Granuloma ini timbul dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala klinisgranulomaialah suara serak dandisfagia.22,22

Stenosis trakea merupakan komplikasi yang gawat dan disebabkan intubasi yang lama. Gejala dimulai dengan batuk kering selanjutnya semakin berat sampai timbul gejala obstruksi jalan nafas.21,22

2.12.Mekanisme Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Mekanisme terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi masih belum jelas. Nyeri tenggorok merupakan keluhan paling sering pasca intubasi dengan pipa endotrakeal. Lesi yang terjadi yaitu abrasi fokal, perdarahan, ulkus, granuloma, laserasi laring biasanya jarang terjadi. Penyulit paling berat yaitu pseudomembran laringotrakeitis, bila tidak mendapatkan pertolongan dan pengobatan yang cepat biasanya dapat menimbulkan kematian mendadak. Ini tidak hanya merupakan akibat trauma tetapi justru akibat adanya infeksi saluran nafas atas yang tidak terditeksi sebelum anestesi.36

Lesi paling ringan yaitu kerusakan epitel vokal dan vestibular folds, biasanya lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki – laki. Ini disebabkan karena epitel vestibular folds/ false cord pada perempuan lebih tipis kira–kira 85 um untukvokal foldsedangkan laki–laki 95 um. Untukvokal fold / true cord kira – kira 59 um dan 97 um dan subglotik sekitar 70 dan 80 um. Lesi laring paling sering terjadi di daerah posterior subglotis. Perdarahan dan reaksi radang dapat dideteksi 3 jam pasca ekstubasi.21,26Derajat trauma tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran, bentuk dan elastisitas pipa endotrakeal, lama intubasi, posisi kepala dan keahlian dari dokter spesialis anestesiologi yang melakukan intubasi. 21,26

Suara serak terjadi biasanya akibat paresis pita suara dimana dapat terjadi paresis unilateral atau bilateral. Paresis uniateral umumnya menimbulkan keluhan suara serak ringan dan biasanya akan sembuh dengan sendirinya.


(41)

Penyebabnya dapat karena trauma karena kesulitan intubasi, posisi kepala hiperekstensi atau mungkin karena tekanan kaf pipa endotrakeal. Saraf rekuren laring letaknya tidak terlindung kira–kira 0,5–1 cm dibawah pita suara sehingga bagian ini merupakan bagian rawan dan mudah tertekan oleh kaf pipa endotrakeal bila kaf pipa endotrakeal waktu intubasi letaknya pada daerah tersebut. Sebaiknya jarak kaf sekitar 1,5 cm dibawah pita suara sehingga tidak terjadi penekanan saraf rekuren laring. Paresis bilateral lebih jarang terjadi. Gejalanya yaitu timbul keluhan sesak nafas mendadak segera sesudah ekstubasi diikuti stridor dan takipnoe. Biasanya diperlukan tindakan intubasi ulang dan akan sembuh dalam beberapa bulan.21,26

Penyebab suara serak pasca intubasi lainnya adalah perdarahan submukosa, ulkus karena lamanya kontak dengan kaf, subglotik edem, laringitis dan sebagainya. Pipa nasogastrik dapat juga menyebabkan suara serak, diduga terjadi gangguan pada cabangposteriorsarafrekurenlaring.21,26

2.12.1. Inflamasi

Inflamasi adalah sekumpulan perubahan yang terjadi dalam jaringan sebagai reaksi dari kerusakan jaringan. Pada awalnya semata – mata peristiwa lokal, dengan manifestasi nyeri, pembengkakan atau keduanya, dan menimbulkan rasa panas dan berdenyut pada bagian yang luka. Pada tempat inflamasi timbul kemerahan dan licin, meradang dan nyeri, bila disentuh sebagai hasil perubahan pembuluh darah lokal dan limfatik. Jaringan dapat kembali normal atau menjadi jaringan parut.34,37,38

Karakteristik inflamasi adalah : (1). Vasodilatasi pembuluh darah lokal dengan konsekuensi peningkatan aliran darah lokal. (2) Peningkatan permeabilitas kapiler disertai kebocoran sejumlah cairan menuju rongga interstisial. (3) terjadi bekuan cairan dirongga intertisial disebabkan fibrinogen yang berlebihan dan kebocoran protein – protein lain dari kapiler. (4) migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit dalam jaringan dan (5) pembengkakan sel sel jaringan.34,37,38


(42)

Inflamasi umumnya dibagi dalam 3 fase : akut, respon imun, dan kronis.34,37,38

1. Inflamasi akut adalah respon awal dari luka jaringan yang diperantarai oleh pelepasan autokoid( histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, leukotrien) yang biasanya melalui respon imun.

2. Respon imun terjadi bila sel yang memiliki kemampuan imunologik diaktifasi untuk menimbulkan respon terhadap organisme asing atau zat antigenik yang dilepaskan selama respon inflamasi akut atau kronis.

3. Inflamasi kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada respon akut seperti interleukin 1,2,3, granulosit macrophaq-colony stimulating factor ( GM-CSF ), tumor nekrosis factor alpha ( TNF alpha ), interferon, platelet derived growt factor ( PDGF). Pengobatan penderita inflamasi meliputi 2 sasarn utama : (1) menghilangkan rasa sakit dan (2) perlambatan ( mengistirahatkan proses kerusakan jaringan). Pengurangan inflamasi dengan obat – obat anti inflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit selama periode yang bermakna.

2.12.2. Prostaglandin

Prostaglandin ada di jaringan dan cairan tubuh, dan memiliki efek yang bermacam –macam terhadap pembuluh darah, ujung syaraf ( nerve ending ) dan terhadap sel yang terlibat dalam infamasi. Pada vaskular otot polos arteriol manusia direlaksasi oleh PGE2 dan PGI2. Prostaglandin ini memudahkan vasodilatasi dengan mengaktifkan adenilsiklase. Pada jalan nafas, otot polos pernafasan direlaksasi oleh PGF1, PGE2 dan PGI2 serta dikontraksi oleh TXA2 dan PGF alfa. Pada kondisi demam, PGE1 dan PGE2 meningkatkan suhu tubuh. Pirogen melepaskan interleukin 1 yang memacu sintesis dan pelepasan PGF 2. Senyawa PGE2 menghambat pelepasan norepinefrin dari ujung ujung syaraf simpatis, kemudian obat – obat antiinflamasi nonsteroid meningkatkan pelepasan norepinefrin. Vasokonstriksi yang terjadi setelah pengobatan dengan penghambat


(43)

siklooksigenase disebabkan peningkatan dari norepinefrin serta hambatan terhadap sintesis vasodilator endotel (PGE2 dan PGI2).34,37

Respon mekanisme seluler untuk membentuk prostaglandin ada di semua organ dari tubuh. Prostaglandin dan tromboksan dibentuk oleh jalur siklooksigenase serta leukotrien dan asam hidroperoksieikosatetraenoat dihasilkan melalui jalur lipooksigenase. Reaksi siklooksigenase dihambat oleh obat – obat anti inflamasi non steroid, terdapat 2 siklooksigenase ( COX 1 dan COX 2).34,37Benzydamine HCl menghambat pembentukan prostaglandin E2.F2, D2dan produk NMDA non prostaglandin.

2.13. PencegahanNyeri Tengorok dan Suara Serak

Pencegahan terhadap terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi merupakan langkah yang sudah seharusnya dipertimbangkan sebelum kita melakukan intubasi. Hal ini penting karena akan menurunkan angka kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Langkah yang harus dipertimbangkan adalah :

1. Pemakaian obat premedikasi golongan antikolinergik sebaiknya dihindari, karena obat – obat tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Demikian pula pemakaian gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya karena gas yang kurang lembab dapat mengakibatkan keringnya mukosa.21

2. Pemakaian pelumpuh otot seperti golongan suksametonium, walaupun sampai saat ini masih kontroversial perlu juga diperhatikan. Ada yang mengatakan bahwa nyeri tenggorok dapat terjadi pada penggunaan obat tersebut sedang peneliti lain mengatakan tidak ada perbedan angka kekerapan nyeri tenggorok pada pemakaian suksametoniumdan pankuronium.21

3. Demikian pula mengenai pemakaian lumbrikan / jeli maupun semprot dengan tujuan untuk mengurangi trauma saat intubasi. Beberapa peneliti menganjurkan sebaiknya dihindari pemakaian lumbrikasi /jeli maupun semprot yang mengandung lidokain karena zat tersebut dapat mengiritasi


(44)

mukosa tenggorok. Christine menganjurkan untuk mengurangi kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak sebaiknya tidak digunakanlumbrikan.21 4. Trauma yang terjadi saat intubasi, selama pipa endotrakeal terpasang

maupun waktu ekstubasi sebaiknya dihindarkan, karena faktor ini akan menambah kekerapan nyeri tenggorok maupu suara serak.Perlu diperhatikan pemakaian alat alat untuk intubasi. Dan sebagainya. Laringoskop yang terlalu besar dapat mengakibatkan traumadi daerah orofaring. Stilet yang tidak sesuai dengan panjang pipa endotrakeal sehingga ujung stilet terlalu menonjol keluar juga mengakibatkan trauma pada mukosa. Intubasi setelah relaksasi penuh, suctioning orofaringdengan hati–hati, meminimalkan tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal telah benar – benar kempis Penggunaan orofaring / nasofaring, pipa nasogastrik tampon nasofaring dapat merangsang mukosa orofaring. Ukuran pipa endotrakeal, tekanan dan volume kaf juga harus diperhatikan karena memegang peranan penting terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak.21

2.14.Obat Kumur

Cara kerja obat kumur melalui kontak dengan mukosa di daerah oral, hipofaring, dan nasofaring. Penyerapan melalui mukosa umumnya efisien karena epidermidis stratum corneum yang merupakan hambatan utama penyerapan obat di kulit tidak ditemukan di mukosa. Mukosa kaya akan pembuluh darah dan cepat masuk dalam sirkulasi darah. Faktor yang mempengaruhi penyebaran obat di mukosa antara lain konsentrasi, waktu kontak dengan mukosa, pembuluh darah di daerah mukosa, derajat ionisasi obat dan pH tempat penyerapan, ukuran molekul obat dan relatif kelarutan lipid. Keuntungan penggunaan obat kumur diantaranya efek obat lebih cepat, kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari, mudah dan nyaman dalam penggunaannya.20


(45)

Karena mulut adalah tempat masuknya makanan dan juga merupakan bagian dari saluran pernafasan membran mukosa mulut diinervasi secara padat sehingga membran mukosa dapat memonitor semua materi yang masuk. Inervasi yang sangat memadai juga berfungsi untuk inisiasi dan juga memelihara berbagai macam aktivitas voluntari dan aktivitas reflek yang terlibat dalam mastikasi, salivasi, menelan, gagging, dan berbicara.39

Terdapat supai darah yang banyak pada oral mukosa yang didapat dari arteri yang berjalan paralel ke permukaan submukosa. Aliran darah pada mukosa mulut paling banyak pada ginggiva. Tidak seperti pada kulit, oral mukosa manusia kekurangan arteriovenous, tetapi memiliki anastomosis yang banyak dari arteriol dan kapiler. Hal ini menyebabkan penyembuhan jaringan di oral mukosa akan lebih cepat daripada di kulit.39

Proses penyembuhan adalah suatu proses perbaikan jaringan yang merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis. Penyembuhan jaringan terdiri dari rangkaian reaksi inflamasi dan perbaikan jaringan yang berlanjut dimana terjadi infiltrasi dan interaksi antara sel epitel, sel endotel, sel radang, trombosit dan sel fibroblastsecara perlahan untuk kembali berfungsi normal.40

Terdapat dua fase pada tahap inflamasi, Yang pertama adalah fase vaskular yang dimulai dengan vasokonstriksi pembuluh darah akibat dari normal vascular tone. Vasokonstriksi ini memperlambat aliran darah ke area injuri dan menyebabkan koagulasi darah. Dalam beberapa menit mediator radang seperti histamin dan prostaglandin E1 serta E2 bergabung dengan sel darah putih, menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, sehingga plasma keluar dan leukosit bermigrasi ke dalam jaringan intertisial.41

Fase yang kedua adalah fase selular. Pada fase ini leukosit bermigrasi ke jaringan intertisial yang meradang. Kemudian leukosit yang bermigrasi tersebut mengalami pergerakan yang terarah mengikuti berbagai agen yang dapat memberikan signal kemotaksis untuk menarik leukosit. 41Respon mekanisme seluler untuk membentuk prostaglandin ada di semua organ dari tubuh. Prostaglandin dan tromboksan dibentuk oleh jalursiklooksigenasesertaleukotrien dan asam hidro peroksi eikosa tetraenoatdihasilkan melalui jalur lipooksigenase.


(46)

Ketamin Benzydamine HCl


(1)

93

Langkah langkah Randomisasi

1. Tentukan sekuen pengobatan

Nomor sekuen

Nomor sekuen

Nomor sekuen

Nomor sekuen

00-04 AAABBB

25-29 ABABAB

50-54BAAABB

75-79 BABBAA

05-09 AABABB

30-34 ABABBA

55-59 BAABAB

80-84 BBAAAB

10-14 AABBAB

35-39 ABBAAB

60-64 BAABBB

85-89 BBAABA

15-19 AABBBA

40-44 ABBABA

65-69 BABAAB

90-94 BBABAA

20-24 ABAABB

45-49 ABBBAA

70-74 BABABA

95-99 BBBAAA

2. Dengan mata tertutup dengan menjatuhkan pena pada kertas random, ujung

pena merupakan angka mulai urutan. Angka yang terpilih adalah 25, lalu pilih

10 angka dengan dua digit kebawah dari angka 25 tersebut. Angka 10

diperoleh dari besar sampel dibagi jumlah blok ( 60 / 6 = 10), kesepuluh angka

tersebut adalah 25, 33, 32, 10, 36, 82, 55, 36, 62, 18.

3. Sesuaikan sekuens pada angka yang terpilih dari tahap 3, sebagai berikut :

(25)

(33)

(32)

(10)

(36)

ABABAB

ABABBA

ABABBA

AABBAB

ABBAAB

(82)

(55)

(36)

(62)

(18)

BBAAAB

BAABAB

ABBAAB

BAABBA

AABBBA

4. Susun sekuens sesuai dengan nomor amplop

1 = A

11 = B

21 = B

31 = B

41 = A

51 = A

2 = B

12 = A

22 = B

32 = B

42 = B

52 = B

3 = A

13 = A

23 = A

33 = A

43 = A

53 = B

4 = B

14 = B

24 = B

34 = A

44 = B

54 = A

5 = A

15 = A

25 = A

35 = A

45 = B

55 = A

6 = B

16 = B

26 = B

36 = B

46 = A

56 = A

7 = A

17 = B

27 = B

37 = B

47 = A

57 = B

8 = B

18 = A

28 = A

38 = A

48 = B

58 = B

9 = A

19 = A

29 = A

39 = A

49 = B

10 = B

20 = A

30 = B

40 = B

50 = A


(2)

(3)

95

Lampiran 9

Data Dasar

1 Rabu 10/9/2013 Nurmawati 50 P 60 A 569783 Cholelithiasis 2 Rabu 10/9/2013 Lamarni 60 P 60 B 576699 Negleted Close (R) Femur

3 Rabu 10/9/2013 Dewi Puspita 28 P 65 A 563586 Neurofibroma o/t (R) Antebrachii 4 Rabu 10/9/2013 Dimas Pratama 18 L 70 B 562479 Negleted Elbow dislocation 5 Rabu 10/9/2013 Mahyalen 42 P 65 A 574254 Hidronefrosis + Myoma Uteri

6 Rabu 10/16/2013 Rina Br Pinem 42 P 60 B 574761 Susp Ca Ovarium

7 Rabu 10/16/2013 Bertiana 55 P 55 A 449022 Batu multiple kalix + Batu ureter prox

8 Rabu 10/16/2013 Antonius 35 L 70 B 538914 Preunion (L) Humerus + union (L) Clavicula post ORIF 9 Rabu 10/16/2013 Lannahari 47 P 60 A 572160 Soft tissu sarcoma

10 Kamis 10/17/2013 Nuraini 56 P 65 B 563954 Ca Mammae

11 Kamis 10/17/2013 Saniman 39 L 70 B 561212 Ruptur uretra post uretroscopy 12 Kamis 10/17/2013 Nurmala 16 P 60 A 577193 Ulcus (R) Arm

13 Senin 10/21/2013 Habibi 21 L 60 A 577597 Post above knee amputation 14 Selasa 10/22/2013 Maulana 18 L 70 B 531784 Hipospadia

15 Rabu 10/23/2013 Lindawati 21 P 70 A 571219 Septum vagina

16 Rabu 10/23/2013 Arie angga 20 L 70 B 548862 Plat expose o/t (L) Ring finger 17 Kamis 10/24/2013 Herison 46 L 70 B 574926 SCC Penis

18 Kamis 10/24/2013 Farida aini 48 P 70 A 563351 Myoma uteri

19 Jumat 10/25/2013 Alfiesyahrin 20 L 70 A 578720 Closed (R) tibia fracture post ORIF 20 Jumat 10/25/2013 Lydia dewi 22 P 60 A 402540 (R) FAM

21 Senin 10/28/2013 Husnila 42 P 65 B 578262 Melanoma malignan + KGB

22 Senin 10/28/2013 Sri Ana 33 P 70 B 575025 Wound dehisencepost laparotomy d/t kista ocarium 23 Senin 10/28/2013 Antonius 42 L 75 A 562129 wound dehisence post MVR

24 Selasa 10/29/2013 Widyarosa 24 P 50 B 578670 FAM

25 Rabu 10/30/2013 Dara syahara 21 P 60 A 578901 Union femur + osteomyelitis pedis 26 Rabu 10/30/2013 Siti Aisyah 26 P 65 B 576956 Bone Tumor

27 Rabu 10/30/2013 Dasmi. S 48 P 70 B 577505 Appendicitis kronis 28 Kamis 10/31/2013 Julianto 28 L 75 A 578502 Closed (R) Distal radius fracture 29 Kamis 10/31/2013 Suryati 44 P 60 A 577344 kista ovarium

30 Jumat 12/1/2013 Mhd Asfan 44 L 75 B 578485 Close (R) Clavicula fracture 31 Senin 11/4/2013 Roida Ht. Barat 60 P 65 B 578992 Multiple metacarpal fracture 32 Rabu 11/6/2013 Juniar Ht. Barat 53 P 50 B 579323 Cordoma dd Rhabdosarcoma 33 Rabu 11/6/2013 Miskatunur 58 P 65 A 539391 Nonunion clavicula fraktur

34 Kamis 11/7/2013 Nurmala 17 P 60 A 577193 Post Abdominal flap d/t Raw Surface o/t(R) Hand 35 Senin 11/11/2013 Nurmala 17 P 60 A 577193 Post Abdominal flap d/t Raw Surface o/t(R) Hand 36 Senin 11/11/2013 Mei Eflorianta 36 P 60 B 558764 (L) Breast Ca

37 Selasa 11/12/2013 Mauli Sondang 52 P 70 B 551545 Adeno Ca Colon post hartman procedur 38 Selasa 11/12/2013 Sor Br Ginting 59 P 65 A 577079 Susp Ca ovarium

39 Rabu 11/13/2013 Kasihani Daeli 22 P 60 A 574509 Negleted Elbow dislocation 40 Rabu 11/13/2013 Eli buana 26 P 60 B 577158 Kista ovarium

41 Rabu 11/13/2013 Atikah 38 P 60 A 579097 CBD Stone 42 Kamis 11/14/2013 Banso Lubis 40 L 70 B 578674 SCC Penis 43 Kamis 11/14/2013 Riza Hutapea 30 P 70 A 580093 Montegia Fracture 44 Jumat 11/15/2013 Elida 50 P 60 B 578148 Fr Introcanter (R) Distal Femur 45 Jumat 11/15/2013 Suparti 43 P 60 B 573841 Ca Mammae

46 Jumat 11/15/2013 Eko Susanto 48 L 70 A 573773 Batu UPJ

47 Senin 11/18/2013 Susilawati 37 P 60 A 578261 Raw surface thorax sinistra 48 Senin 11/18/2013 Radiah 42 P 60 B 580214 Frakur radius Ulna

49 Senin 11/18/2013 Sri Wahyuni 40 P 60 B 519408 Ca Cervix Residu + Adebo Ca Recti 50 Selasa 11/19/2013 Alexander 17 L 70 A 576128 Closed (L) Clavicula Fx 51 Kamis 11/21/2013 Sumiati 40 P 60 A 579118 Kista Endometriosis 52 Kamis 11/21/2013 Elfrida 29 P 60 B 580593 Cholelithiasis 53 Kamis 11/21/2013 Siti Rahmah 50 P 60 B 488228 Pyloides Tumor 54 Kamis 11/21/2013 Adilina 44 P 60 A 562661 Kista ovarium 55 Kamis 11/21/2013 Raisa 24 P 65 A 577835 Raw Surface o/t (R) Cruris 56 Jumat 11/22/2013 Nurlatifah 42 P 65 A 579033 Kista Endometriosis 57 Jumat 11/22/2013 Samsinar 40 P 60 B 549018 Union (R)Radius Ulna Fracture 58 Senin 11/25/2013 Badianta 40 L 75 B 580658 Dislokasi Elbow

Nomor Hari tanggal

Nama umur JK BB Kel MR Diagnosa

Identitas pasien Registrasi


(4)

Cholelithotomy 1 1 7.0 B. Digestive 115 " 1 x Neg

ORIF 2 2 7.0 B. Ortho ( lower ) 180 " 1 x Neg

Wide excisi + Recontruksi 1 1 7.0 B. Oncology 110 " 1 x Neg ROI 1 1 7.5 B. Ortho ( upper ) 105 " 1 x Neg

Myomectomy 2 1 7.0 OBGYN 210 " 1 x Neg

Laparotomi 2 2 7.0 OBGYN 180 " 1 x Neg

URS + DJ Stent 2 1 7.0 B. Urology 110 " 1 x Neg ROI 1 1 7.5 B. Ortho ( upper ) 120 " 1 x Neg Excisi luas + rekontruksi 1 1 7.0 B. Oncology 120 " 1 x Neg MRM 2 1 7.0 B. Oncology 120 " 1 x Neg

URS 2 1 7.5 B. Urology 110 " 1 x Neg

Debridement 1 1 7.0 B. Plastik 120 " 1 x Neg Repair stump 2 1 7.5 B. Ortho ( lower ) 115 " 1 x Neg Uretroplasty 1 1 7.5 B. Plastik 110 " 1 x Neg laparotomy 1 1 7.0 OBGYN 115 " 1 x Neg ROI 1 1 7.5 B. Ortho ( upper ) 110 " 1 x Neg Partial penectomy 2 1 7.5 B. Urology 120 " 1 x Neg

histerektomy 1 1 7.0 OBGYN 165 " 1 x Neg

Arthroscopy 1 1 7.5 B. Ortho ( lower ) 90 " 1 x Neg Excisi luas + rekontruksi 1 1 7.0 B. Oncology 90 " 1 x Neg Diseksi KGB inguinal 1 1 7.0 B. Oncology 115 " 1 x Neg skunder hecting 1 1 7.0 OBGYN 75 " 1 x Neg debidemen + skunder hecting 2 1 7.5 B. Plastik 75 " 1 x Neg Excisi 1 1 7.0 B. Oncology 75 " 1 x Neg ROI + debridement 1 1 7.0 B. Ortho ( lower ) 115 " 1 x Neg Wide excisi + Recontruksi 2 1 7.0 B. Ortho ( Lower ) 105 " 1 x Neg Apendictomy 1 1 7.0 B. Digestive 105 " 1 x Neg ORIF 1 1 7.5 B. Ortho ( upper ) 105 " 1 x Neg

SOU 2 1 7.0 OBGYN 240 1 x Neg

ORIF 1 1 7.5 B. Ortho ( Upper ) 120 " 1 x Neg ORIF + debridement 1 1 7.0 B. Ortho ( upper ) 110 " 1 x Neg Open biopsi 2 2 7.0 B. Ortho ( lower ) 75 " 1 x Neg Revisi implan 1 1 7.0 B. Ortho ( upper ) 105 " 1 x Neg Potong flap 1 1 7.0 B. Plastik 75 " 1 x Neg Potong flap + STSG 1 1 7.0 B. Plastik 110 " 1 x Neg

MRM 0 0 0 B. Oncology 0 0 0

Colostomy closure 1 1 7.0 B. Digestive 120 " 1 x Neg

LSS 2 1 7.0 OBGYN 120 " 1 x Neg

ROI 1 1 7.0 B. Ortho ( upper ) 75 " 1 x Neg Histerectomy 2 1 7.0 OBGYN 120 " 1 x Neg Explorasi CBD 2 1 7.0 B. Digestive 120 " 1 x Neg Partial Penectomy 2 1 7.5 B. Urology 120 " 1 x Neg ORIF 1 2 7.0 B. Ortho ( upper ) 120 " 1 x Neg ORIF DHS 1 1 7.0 B. Ortho ( lower ) 120 " 1 x Neg Kistektomy 2 1 7.0 B. Oncology 105 " 1 x Neg Open Ureterlitotomy 2 1 7.5 B. Urology 120 " 1 x Neg FTSG 2 1 7.0 B. Plastik 120 " 1 x Neg ORIF 1 1 7.0 B. Ortho ( upper ) 120 " 1 x Neg Colostomy Diversi 2 1 7.0 B. Digestive 90 " 1 x Neg ORIF 1 1 7.5 B. Ortho ( upper ) 120 " 1 x Neg Laparotomy 2 1 7.0 OBGYN 110 " 1 x Neg Cholesistectomy 2 1 7.0 B. Digestive 120 " 1 x Neg Simple mastectomy 2 1 7.0 B. Oncology 120 " 1 x Neg Laparatomy 1 1 7.0 OBGYN 120 " 1 x Neg STSG 2 1 7.0 B. Plastik 120 " 1 x Neg Kistectomy 1 1 7.0 OBGYN 105 " 1 x Neg ROI 1 1 7.0 B. Ortho ( upper ) 105 " 1 x Neg Debridement + K Wire 1 1 7.5 B. Ortho ( upper ) 105 " 1 x Neg Operasi ASA Mallampati ID ETT Departemen Lama operasi Usaha pasang ETT Darah


(5)

97

NT SS NT SS NT SS NT SS

ringan sedang ringan sedang ringan tidak ada tidak ada tidak ada inklusi

0 0 0 0 0 0 0 0 DO, operasi 180 "

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi

0 0 0 0 0 0 0 0 DO, operasi 210 "

0 0 0 0 0 0 0 0 DO, operasi 180 "

tidak ada tidak ada tidak ada ringan tidak ada ringan tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada ringan tidak ada ringan tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada ringan tidak ada ringan tidak ada tidak ada inklusi sedang sedang sedang ringan ringan ringan ringan tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi sedang ringan sedang ringan sedang tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan tidak ada ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi

0 0 0 0 0 0 0 0 DO, operasi 165 "

ringan ringan ringan ringan ringan ringan ringan ringan inklusi tidak ada tidak ada ringan ringan ringan ringan tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi sedang sedang ringan sedang ringan rtidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan sedang ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan ringan ringan ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi

0 0 0 0 0 0 0 0 DO, operasi 240 "

tidak ada ringan ringan ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi sedang ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi

0 0 0 0 0 0 0 0 DO, operasi 180 "

ringan ringan ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan ringan ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan sedang ringan ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan berat ringan sedang ringan sedang ringan ringan inklusi Sedang berat sedang sedang ringan sedang ringan ringan inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi ringan tidak ada ringan ringan ringan ringan tidak ada tidak ada inklusi ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada ringan ringan ringan ringan ringan ringan ringan inklusi ringan ringan ringan ringan ringan ringan tidak ada tidak ada inklusi ringan ringan ringan ringan ringan ringan tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada ringan ringan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada inklusi

Keterangan Jam I Jam ke -6 Jam ke 12 Jam ke 24

Pengumpulan data


(6)

Dokumen yang terkait

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

4 105 105

Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

3 86 89

Perbandingan Keberhasilan Obat Kumur Ketamin dan Aspirin dalam Mencegah Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

3 55 95

Perbandingan Efektifitas Dexamethason 0,2 MG/kgBB I.V Dengan Lidokain 2% 1,5 MG/kgBB I.V Untuk Mencegah Nyeri Tenggorokan Setelah Intubasi Endotrakeal Pada Anestesi Umum

3 38 121

Perbandingan Ketamin 0,5 MG/KGBB Intravena Dengan Ketamin 0,7 MG/KGBB Intravena Dalam Pencegahan Hipotensi Akibat Induksi Propofol 2 MG/KGBB Intravena Pada Anestesi Umum

2 53 97

perbandingan laringoskop machintosh dalam menurunkan respon stress akibat proses intubasi endotrakeal.

0 0 14

Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg dan Ketamin 40 mg dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal | Firza | Jurnal Anestesi Perioperatif 997 4178 1 PB

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol - Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

0 0 25

PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN KETAMIN 100 µgkgBB INTRAVENA DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

0 0 17

Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

0 3 17