5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar seluruh biaya perkara ini Rp 291.000,- Dua ratus Sembilan puluh satu ribu rupiah.
Demikian dijatuhkan putusan ini di Tigaraksa, pada hari Kamis tanggal 29 Agustus 2013 Masehi bertepatan dengan tanggal 22 Syawal 1434 H. dalam
permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa yang terdiri dari Drs. H. Saifullah sebagai Hakim Ketua Majelis serta H. Antung Jumberi, SH., MH
dan Musidah, S.Ag., M.HI masing-masing sebagai hakim-hakim Anggota. Putusan tersebut diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang
terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota serta Fathiyah Sadim, S.Ag sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Pemohon dan
Termohon.
B. Analisis putusan No.1500Pdt.G2013PA.Tgrs menurut Undang-
undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam.
Masalah Pembatalan perkawinan yang diajukan pemohon tentang domisili pemohon dan termohon yang berada di wilayah hukum Pengadilan
Agama Tigaraksa, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat 1 huruf a dan penjelasan pasal 49 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan Kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009, maka Pengadilan Agama Tigaraksa secara formal di nilai berwenang
untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan permohonan pemohon.
Sebagaimana yang telah tercantum dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan Pemohon dan
Termohon agar meneyelesaikan permasalahannya secara kekeluargan dan kembali membina rumah tangga namun tidak berhasil. Maka ketentuan
pasal 130 ayat 1 HIR dan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 telah terpenuhi. Atas dasar pertimbangan hukumnya disertai bukti-bukti dan
berdasarkan dari pengakuan termohon maka hakim menimbang perkara pembatalan perkawinan ini telah sesuai dengan undang-undang No. 1 tahun
1974 pasal 27 ayat 2 dan pasal 72 ayat 2 Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
meyebutkan “seorang suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan apabila pada waktu
berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri.” Hal ini dibuktikan bahwa termohon istri yang telah hamil 2 bulan,
sedangkan termohon tidak pernah memberitahukan kepada pemohon tentang kehamilannya sebelum melangsungkan perkawinan.
Mengenai pasal-pasal tentang peraturan pembatalan perkawinan tersebut harus lebih ditingkatkan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa
masih ada masalah kebohongan tentang ketidakperawanan dalam sebuah perkawinan, ini disebabkan karena mereka kurang faham tentang adanya
undang- undang yang menyatakan “ seorang suami atau istri dapat
mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan
apabila waktu
berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isri.” Apabila suami mengetahui adanya peraturan pembatalan perkawinan
tersebut, maka diharapkan suami berani untuk menuntut atau mempertahankan haknya. Dengan adanya pemahaman tersebut, maka
diharapkan dapat meminimalisir kejadian seperti ini di dalam rumah tangga. Hal ini juga diharapkan akan dapat meredam hasrat suami untuk
tidak meakukan pembatalan perkawinan dan tidak langsung melaporkan ke Pengadilan Agama. Akan tetapi terlebih dahulu melakukan musyawarah
secara kekeluargaan antara suami istri.
C. Analisis Penulis Terhadap Putusan No.1500Pdt.G2013PA.Tgrs