Perkembangan Sektor Pertanian. Kontribusi Sektor Pertanian

156 1. Subsektor tanaman pangan, mencakup produksi padi, jagung, buah-buahan, sayur- sayuran, dan lainnya. 2. Subsektor perkebunan, mencakup produksi teh, kopi, coklat, karet, rempah- rempah, kelapa sawit dan lainnya. 3. Subsektor kehutanan, mencakup produksi kayu buklat, rotan, damar, perburuan, dan lainnya. 4. Subsektor peternakan, mencakup produksi sapi, kambing, kerbau, dan lainnya. 5. Subsektor perikanan, mencakup produksi ikan, udang, hasil-hasil perikanan baik melalai tambak di darat maupun di laut, dan hasil laut lainnya.

6.2.2. Perkembangan Sektor Pertanian.

Sebelum tahun 1990, Indonesia masih memprioritaskan pembangunan pada sektor pertanian, sehingga memberikan kontribusi terbesar pada PDB. Pembangunan sarana dan prasarana sektor pertanian sangat giat dilakukan, sehingga pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras, yang sebelum melakukan kegiatan pembangunan sektor pertanian, kebutuhan pangan lebih banyak diperoleh dari impor Dumairy, 1996. Namun setelah tahun 1990, prioritas pembangunan lebih dominan ke arah industrialisasi, pembangunan berlangsung demikian cepatnya, sehingga sejak tahun 1990-an telah terjadi transformasi struktural perekonomian Indonesia menjadi negara industri baru, yang ditandai dengan kontribusinya pada PDB paling besar. Namun demikian pembangunan di sektor pertanian terus dilakukan, hanya saja intensitasnya lebih lambat dibandingkan dengan pembangunan industri manufaktur yang dimulai dengan program substitusi impor dan proteksi terhadap industri manufaktur. 157 Akibatnya produktivitas pertanian menjadi lebih rendah dibandingkan dengan industri manufaktur. Akan tetapi transformasi yang terjadi di Indonesia tidak diikuti oleh penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur, karena sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni 53.69 persen pada tahun 1992, sementara kontribsi sektor pertanian pada PDB menurut harga berlaku sebesar 19.52 persen, yang berarti setiap 1persen tenaga kerja pertanian di Indonesia hanya menyumbang sekitar 0.36 persen PDB. Sebagai perbandingan dengan negara maju yang tergabung dalam kelompok G-7, sektor pertaniannya hanya menyerap tenaga kerja 2 persen, akan tetapi dapat menyumbang sebesar 1.5 persen PDB. Berarti produktivitas tenaga kerja di negara-negara maju adalah sekitar 5 kali lipat di negara Indonesia pada saat itu Badan Pusat Statistik, 2004.

6.2.3. Kontribusi Sektor Pertanian

Akibat perubahan struktur perekonomian yang terjadi di Indonesia menyebabkan menurunnya kontribusi relatif sektor pertanian terhadap PDB. Namun demikian yang terjadi sejak awal tahun 1990-an hingga tahun 2000-an perubahan tersebut tidak diikuti oleh transformasi tenaga kerja, akibatnya produktivitas sektor pertanian tertinggal oleh sektor industri manufaktur. Demikian pula halnya dengan pendapatan perkapita antara kedua sektor menjadi sangat timpang. Ketimpangan yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan keberhasilan di sektor industri terhambat. Hal ini telah dijelaskan oleh Hircman 1958, bahwa keterkaitan antara pertanian dan industri bukan hanya pada keterkaitan produk saja, tetapi juga keterkaitan pada konsumsi dan investasi. Seperti yang pernah dilakukan Adelman tahun 1990, jika hanya melihat keterkaitan dari produk kedua sektor tersebut, maka pembangunan yang terlalu 158 fokus pada sektor industri, akan menyebabkan terjadinya kesenjangan yang semakin melebar antara sektor pertanian dan sektor industri. Untuk melihat dinamika kontribusi kedua sektor tersebut terhadap PDB dapat dilihat melalui Gambar 14. 5 10 15 20 25 30 Tahun K o n tr ib u si p a d a P D B PT 17.88 15.42 17.28 17.13 15.39 14.98 14.54 14.56 14.53 Tamb 9.55 9.12 9.93 9.72 11.29 9.66 9.29 9.59 9.53 IM 22.3 24.71 25.22 26.11 27.86 28.36 28.1 28.39 28.43 1993 1995 1998 2000 2003 2005 2007 2008 2009 Keterangan : PT=Sektor Pertanian; Tamb=Sektor Pertambangan; IM=Sektor Industri Sumber : Pendapatan Nasional Indonesia, BPS, Tahun 1990-2010 data diolah Gambar 14. Distribusi Relatif Pertanian, Industri Manufaktur, dan Pertambangan terhadap PDB, Tahun 1993 - 2009 Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebelum krisis menurun dari 17.88 persen pada tahun 1993 menjadi 15.42 persen pada tahun 1996. Namun pada saat terjadinya krisis kontribusinya malah meningkat menjadi 17.28 persen pada tahun 1998, kemudian kembali menurun dan stabil hingga tahun 2009 menjadi 14.53 persen. Jika dilihat dari kecenderungannya dalam jangka panjang, maka kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, demikian juga halnya terhadap kontribusi sektor pertambangan, sedangkan kontribusi sektor industri manufaktur cenderung meningkat. Menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB secara relatif dan meningkatnya kontribusi sektor industri 159 mengindikasikan bahwa prioritas pembangunan lebih difokuskan kearah industrialisasi, kendatipun demikian secara absolut sebenarnya kontribusi sektor pertanian terus meningkat, sedangkan kontribusi sektor industri, walaupun besar jumlahnya, namun secara relatif perubahannya juga lambat lihat Gambar 11. 6.2.4. Perkembangan Investasi di Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian, selain dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, juga dapat dilihat dari perkembangan investasinya. Perkembangan investasi di sektor pertanian salah satunya dipengaruhi oleh laju pertumbuhan outputnya, karena dengan meningkatnya output pertanian, maka akan terjadi akumulasi modal untuk investasi berikutnya. Namun selain itu, juga dipengaruhi oleh daya saing komoditas pertanian di pasaran internasional. Jika komoditas pertanian memiliki kemampuan daya saing, akan menarik investor untuk menanamkan modalnya di berbagai subsektor pertanian. Penanaman modal tidak hanya bersumber dari dalam negeri PMDN, tapi juga bersumber dari pemodal asing PMA, serta dari dana pinjaman kredit investasi perbankan. Sebagai gambaran perkembangan investasi di sektor pertanian dapat dilihat pada Gambar 15. Sebenarnya investasi di sektor pertanian, tidak hanya untuk langsung penanaman modal di sektor produksi misalnya membeli peralatan dan input-input lainnya, tapi juga terdapat investasi yang tidak langsung, yakni untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, baik dibidang proses produksi, penggunaan input, maupun untuk pengembangan sumberdaya manusia. Jika dilihat dari perkembangan secara keseluruhan baik kredit dalam rupiah, maupun dalam valuta asing, hingga terjadi krisis tahun 1998, kredit investasi di sektor pertanian masih menunjukkan peningkatan, walaupun dari tahun 1998 ke tahun 2000 mengalami 160 penurunan, namun semenjak tahun 2001 hingga tahun 2005, kredit investasi sektor pertanian dalam rupiah cenderung meningkat hingga tahun 2009. Sementara investasi pertanian dalam valas perkembangannya agak lambat dan dari tahun 2007 ke 2008 menurun kemudian menurun lagi hingga tahun 2009. 5000 10000 15000 20000 25000 Tahun M ili a r B ill io n R u p ia h s Dalam Rp 7836 8956 9841 11010 12426 13443 10678 8684 9682 10016 10354 10984 12668 15622 17982 21894 23009 Dalam VA 673 698 723 727 2203 3807 937 2126 2433 1980 2250 2504 2995 3577 6000 5733 4733 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : BPS, Indikator Ekonomi, Tahun 1992-2011data diolah Gambar 15. Perkembangan Kredit Investasi Perbankan ke Sektor Pertanian dalam Rupiah dan Valuta Asing, Tahuin 1993 - 2009 Akan tetapi walaupun trend kredit investasi dalam rupiah tampaknya meningkat, namun investasi dalam valas menunjukkan trend menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh daya tarik investor. Secara umum investor maupun bank biasanya lebih tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor non pertanian, misalnya di sektor industri manufaktur, alasannya karena resiko di sektor pertanian lebih besar, terutama karena faktor alam dan penyakit. Di samping itu investasi di sektor industri manufaktur dapat memberikan keuntungan rate of return on investment, ROI yang jauh lebih besar dibandingkan dengan melakukan investasi di sektor pertanian yang ROI-nya lebih 161 rendah Tambunan, 2001. Sebagai gambaran tentang perbandingan besaran investasi dari kredit perbankan dapat dilihat Tabel 16. Pada Tabel 16, tampak bahwa perbankan ternyata lebih tertarik untuk memberikan pinjamannya kredit investasi ke sektor industri dan jasa, dibandingkan dengan sektor pertanian, dan kecenderungannya investasi di sektor pertanian yang bersumber dari kredit perbankan secara relatif dari investasi total juga menurun dibandingkan dengan sektor jasa dan perdagangan, sementara investasi di sektor pertambangan tampaknya kurang diminati. Tabel 16. Peranan Masing-Masing Kredit Investasi Perbankan dalam Rupiah dari Investasi Total Menurut Sektor Ekonomi, Tahun 1995-2005 Tahun Pertanian Pertambg. Industri Perdag Jasa Total 1995 22.81 0.36 35.52 11.54 29.77 100.00 1996 21.66 0.61 29.71 14 34.01 100.00 1997 21.63 0.74 30.59 12.78 34.26 100.00 1998 17.95 0.54 33.15 9.98 38.37 100.00 1999 34.25 0.52 29.48 9.73 26.02 100.00 2000 30.05 6.44 25.35 12.08 26.08 100.00 2001 25.44 7.99 28.34 12.39 25.83 100.00 2002 20.05 3.28 30.42 13.7 32.55 100.00 2003 17.31 1.00 25.31 17.13 39.26 100.00 2004 14.60 0.84 23.19 20.42 40.94 100.00 2005 13.81 0.93 22.89 20.19 42.18 100.00 2006 14.93 0.93 22.35 19.93 41.86 100.00 2007 14.58 0.89 19.97 20.12 44.45 100.00 2008 13.71 0.90 17.79 17.63 49.96 100.00 2009 15.18 1.52 16.48 16.93 49.89 100.00 Rata-Rata 19.86 1.83 26.04 15.24 37.03 100.00 Sumber : BPS, Indikator Ekonomi, Tahun 1996-2010 data diolah Selama kurun waktu tahun 1995 hingga tahun 2009, penggunaan kredit investasi perbankan dalam rupiah untuk sektor pertanian secara rata-rata 19.86 persen per tahun, lebih rendah jika dibandingkan dengan sektor industri dan jasa, 162 dengan rata-rata penggunaan kredit investasi masing-masing 26.04 persen dan 37.03 persen.

6.2.5. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian