Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan Makroekonomi Struktural

115

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA

5.1. Pertumbuhan Ekonomi

Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output total dalam jangka panjang Wijono, 2005. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode tahun 1993 hingga 2005 dapat dijelaskan pada Gambar 8. Pada periode tahun 1993–1996, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi, dengan rata-rata pertumbuhan 7.5 persen per tahun. Pada periode tersebut ekonomi Indonesia belum mengalami krisis. Namun semenjak tahun 1997 hingga 2000 dalam masa krisis, petumbuhan ekonomi mengalami penurunan dengan rata-rata negatif 0.9 persen, bahkan pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi negatif 12.9 persen. Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup berat pada tahun itu tetapi pada periode 2001-2009 masa pemulihan ekonomi, pertumbuhan ekonomi mulai membaik dengan pertumbuhan rata-rata 4.6 persen. -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 Tahun P e rt u m b u h a n Grow th 7.5 8.2 8.0 4.6 -13.2 0.8 4.9 3.5 3.7 4.1 5.1 5.6 5.5 6.3 6.0 4.5 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : BPS, Pendapatan Nasional, Tahun 1990-2010 data diolah. Gambar 8. Pertumbuhan Ekonomi Riil Indonesia, Tahun 1993 – 2009 116

5.2. Perkembangan Makroekonomi Struktural

Untuk melihat struktur perekonomian di Indonesia, dapat diketahui dari kontribusi sektor-sektor produksi terhadap PDB atau dilihat dari sisi suplai. Sektor produksi terdiri dari 9 sektor yakni, sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan; keuangan, dan jasa-jasa. Namun demikian adakalanya sektor-sektor tersebut dibagi menjadi 3 sektor yakni, sektor primer pertanian, sekunder industry pengolahan, dan tersier sektor lainnya Untuk mengetahui kontribusi masing-masing sektor terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Persentase PDB atas Dasar Hargan Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1993 – 2009 Lapangan Usaha 1993 1998 2002 2004 2006 2007 2008 2009 Pertanian 17.88 17.28 15.39 14.98 14.80 14.67 14.61 14.57 Industri Pengolahan 22.3 25.22 27.86 28.36 28.29 28.35 28.37 28.40 Sektor Lainnya 59.82 57.5 56.75 56.66 56.99 56.99 57.02 57.03 PDB 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: BPS, Pendapatan Nasional Indonesia, Tahun 1990-2010 Industri pengolahan atau manufaktur merupakan sektor yang memberikan peranan terbersar terhadap PDB, dan menunjukkan kecenderungan meningkat selama periode 1993-2009, dengan kontribusi tahun 2009 sebesar 28.40 persen, kemudian diikuti oleh pertanian, dengan kontribusi 14.57 persen. Sedangkan kontribusi sektor lainnya, terbesar adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, sementara lainnya rata-rata di bawah 10 persen seperti sektor jasa, pertambangan, keuangan, pengangkutan, konstruksi, listrik, gas, dan air bersih. 117 Besarnya kontribusi industri manufaktur pada PDB, disebabkan oleh besarnya kontribusi dari beberapa produk seperti : textile, chemicals and rubber, leather products and footwear, food, beverage, and tobacco, and fertilizers . Peranan dari hasil-hasil industri tersebut mencapai sekitar 80 persen dari total nilai tambah sektor industri manufaktur, dan sebagian besar industri tersebut padat modal dan teknologi tinggi Wijono, 2005. Seperti telah disinggung sebelumnya, pertumbuhan ekonomi setelah masa krisis cenderung meningkat, terutama setelah tahun 2000. Namun dilihat dari pertumbuhan secara sektoral, menurut Wijono 2005, laju pertumbuhan rata-rata tertinggi selama periode 2000-2005 adalah dari sektor transportasi dan komunikasi sebesar 10.19 persen, sementara sektor industri pengolahan hanya tumbuh rata-rata 5.03 persen, sedangkan sektor pertanian lebih kecil lagi yakni 3.93 persen, padahal sektor pertanian bersifat padat karya yang dapat menampung sekitar 40 persen tenaga kerja, bahkan di masa krisis kecenderungan jumlah pekerja di sektor pertanian cenderung meningkat. Dengan demikian jika diperhatikan perubahan struktur perekonomian di Indonesia dari pertanian ke industri atau meningkatnya peranan industri dan jasa di Indonesia tidak diikuti oleh lapangan kerja yang tersedia, bahkan Azis 1991 telah memprediksi kondisi tersebut semenjak tahun 1991, bahwa transformasi ekonomi tidak secara otomatis terhadap penyerapan tenaga kerja, karena pengembangan industri di Indonesia lebih bersifat kapital intensif. Di samping dilihat dari sektor produksi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya PDB juga dapat dilihat dari segi penggunaannya yang meliputi konsumsi rumah tangga C, investasi swasta I, konsumsi pemerintah G, 118 ekspor X dan impor barang-barang dan jasa M. Cara ini dikenal juga dengan sebutan pendekatan sisi permintaan. Untuk mengetahui perkembangan kontribusi konsumsi, ekspor, dan impor terhdap PDB berdasarkan, dapat dilihat pada Gambar . 20 40 60 80 Tahun K o n tr ib u s i p a d a P D B C 58.52 62.07 69.09 71.72 61.17 60.45 61.66 57.35 X 26.75 27.82 36.59 24.22 37.82 41.01 42.2 42.81 M 23.72 29.41 35.19 20.71 28.04 32.64 34.99 32.54 1993 1996 1998 1999 2002 2005 2007 2009 Sumber : BPS, Pendapatan Nasional, Tahun 1990-2010 data diolah Gambar 9. Perkembangan Distribusi Konsumsi, Ekspor, impor terhadap PDB atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun 1993 - 2009 Kalau diperhatikan dari Gambar 9, tampaknya dari tahun 1993-2009, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih memberikan peranan yang terbesar terhadap PDB Indonesia. Dengan peranan rata-rata di atas 60 persen setiap tahun, kondisi tersebut menunjukkan bahwa, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini relatif lebih banyak didorong oleh tumbuhnya konsumsi masyarakat, dibandingkan dengan dorongan dari pertumbuhan investasi pembentukan modal domestik. Kondisi ini akan membawa konsekuensi terhadap kurangnya penyerapan tenaga kerja pengangguran meningkat, karena konsumsi masyarakat sebagian juga disuplai dari produk-produk akhir dari impor, yang akhirnya dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan perekonomian makro secara 119 keseluruhan. Akan berbeda hasilnya, apabila pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong oleh pembentukan modal investasi. Kontribusi konsumsi rumah tangga menunjukkan trend meningkat hingga tahun 1999, setelah itu menurun, sementara perkembangan ekspor kecenderungannya meningkat, termasuk pada saat konsusmsi menurun pada tahun 1999 ke tahun 2002. Jika dicermati peranan ekspor cenderung meningkat dari tahun 2002 hingga tahun 2009, walaupun demikian impor juga meningkat, namun peningkatannya masih lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan ekspor. Di sisi lain kontribusi konsumsi rumahh tangga masih relatif tinggi, namun sesungguhnya kemampuan untuk menyediakan lapangan kerja terbatas jika dibandingkan dengan investasi. Kendatipun demikian dari data BPS telah menunjukkan bahwa sejak pemulihan ekonomi hingga tahun 2005 pengeluaran konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga masih merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika tahun 1993 pengeluaran konsumsi rumah tangga berperan sebesar 58.52 persen dan tahun 1999 peranan konsumsi tersebut meningkat menjadi 71.72 persen, hingga tahun 2005 peranan konsumsi rumah tangga masih tetap dominan yaitu sebesar 61.66 persen, dan pada tahun 2006- 2009 peranan konsumsi masih tinggi, yakni di atas 56 persen. Sebenarnya peranan konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek tidak menjadi persoalan. Namun jika hal tersebut terjadi dalam jangka panjang, maka dapat menimbulkan dampak terhadap meningkatnya impor dan jumlah pengangguran apabila produksi domestik tidak dinaikkan. Peningkatan produksi berarti perlu adanya kenaikan investasi. Apabila hingga jangka panjang kapasitas produksi nasional tidak meningkat, tapi justru 120 dipenuhi dengan produk impor, maka persoalan–persoalan baru akan muncul seperti gejolak nilai tukar rupiah, sehingga akan memiliki dampak berantai pada berbagai sektor, dan akhirnya berpengaruh pada PDB. Oleh sebab itu peningkatan produksi melalui peningkatan investasi yang akan datang harus terus diupayakan, baik investasi bersumber dari masyarakat domestik, asing, maupun pemerintah.

5.3. Perkembangan Kesempatan Kerja