Filter Spasial Analisis Korelasi dan Koefisien Regresi

akan memberikan rona yang sangat cerah pada citra. Variasi rona yang disebabkan adanya variasi permukaan vegetasi ini dapat menunjukkan perbedaan kekasaran vegetasi sebagai akibat perbedaan lebar tajuk. Semakin kasar vegetasi akan memberikan tone yang cerah, hutan akan tampak cerah karena tajuknya kasar. Puspitasari 2010.

4.3 Filter Spasial

Nilai hamburan balik yang dihasilkan merupakan nilai yang berasal dari citra asli tanpa perlakukan penajaman citra. Nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari ketiga polarisasi adalah ≤ 50, sehingga dilakukan penghalusan kontras citra dengan filtering image yang diharapkan dapat meningkatkan nilai koefisien regresi antara biomassa lapangan dengan nilai hamburan balik. Pada penelitian ini dilakukan penajaman spasial spasial enhancement dengan penggunaan filter Lee. Hasil filtering image disajikan pada Gambar 4.3. a b c d Gambar 4.2 Hasil filtering image citra ALOS PALSAR 50 m pada kernel 3x3, 5x5, dan 7x7 Secara visual, hasil filtering menunjukan nilai berbeda pada setiap kernel yang digunakan, semakin tinggi nilai kernelnya maka semakin rendah kekontrasan A A A A antara masing-masing tone atau warna yang ada. Penurunan kontras yang dihasilkan mengurangi kemudahan interpreter dalam mengidentifikasi lokasi tertentu dengan lokasi lainnya. Selain itu, hasil filtering menghilangkan beberapa informasi pada citra asli karena penghalusan kontras. Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.2 lahan kosong yang ada di dalam lingkaran merah Gambar 4.2 a terlihat mempunyai kontras yang lebih tinggi dibandingkan hasil filtering b, c, d lihat Gambar 4.2. Oleh karena itu, penggunaan filtering dengan penurunan kontras membuat beberapa infomasi pada data hasil filtering berubah atau dihilangkan. Nilai backscatter plot pengamatan masing-masing citra, baik citra asli maupun citra hasil filtering dikroelasikan dengan nilai biomassa atas permukaan above ground biomass. Model yang terbangun pada penelitian ini adalah model logaritmik, yang menggambarkan grafik pertumbuhan dimana terjadi peningkatan secara teratur dan konstant pada waktu tertentu.

4.4 Analisis Korelasi dan Koefisien Regresi

Model yang diujicobakan pada penelitian ini adalah model linear, model logaritmik, model eksponensial, dan model regresi linear berganda. Korelasi antara nilai backscatter HH, HV, dan HHHV dengan biomassa lapangan digambarkan pada Gambar 4.3. a b y = 2.351lnx - 19 R² = 0.555 y = 0.009x - 8.751 R² = 0.511 -12 -10 -8 -6 -4 -2 200 400 600 800 H H B ac k sc at te r Biomass tonHa y = 2.236lnx - 23.45 R² = 0.559 y = 0.009x - 13.70 R² = 0.511 -16 -14 -12 -10 -8 -6 200 400 600 800 H V B ac k sc at te r Biomass tonHa c Gambar 4.3 Diagram scatter hubungan antara biomassa atas permukaan above ground biomassAGB dan nilai backscatter, a AGB dan Polarisasi HH; b AGB dan Polarisasi HV; c AGB dan Polarisasi HHHV. Berdasarkan Tabel 4.5, model korelasi yang tertinggi diantara ketiga model yang diujikan adalah model logaritmik, selanjutnya model yang akan digunakan untuk uji koefisien regresi dan uji verifikasi adalah persamaan dengan model logaritmik. Pada penelitian ini terbangun model sejumlah 108 model yang terdiri dari model logaritmik dan model logaritmik berganda. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi R² dan p-value setiap persamaan terbangun. Nilai R² berkisar antara 0-100 dimana semakin tinggi nilai R² maka hubungan antar peubahnya semakin kuat, P-value menunjukan hubungan regresi yang signifikan dengan kriteria p-value 0,05. Berdasarkan kriteria pemilihan model, diperoleh model terpilih sejumlah 62 model persamaan. Seluruh model persamaan terpilih menunjukan terjadi korelasi yang signifikan antara biomassa dengan nilai backacatter polarisasi HH, polarisasi HV, polarisasi HHHV, polarisasi HH 2 , polarisasi HV 2 , dan polarisasi HHHV 2 . Nilai koefisien determinasi R² yang dihasilkan berkisar antara 29 - 61, nilai R² yang mendekati 100 memiliki hubungan antar peubah yang semakin kuat sehingga dilakukan pemilihan nilai koefisien determinasi R² di atas 55 dan terpilih sebanyak 16 model persamaan terbaik berdasarkan nilai R² dan P-value, Ke-16 model persamaan terbaik ditampilkan dalam Tabel 4.5. y = -0.1lnx + 1.081 R² = 0.442 y = -0.000x + 0.648 R² = 0.427 y = 0.654e -8E-0x R² = 0.413 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 200 400 600 800 H H B ac k sc at te r Biomass tonHa AGB_K vs HHHV HH … Tabel 4.5 Model terbaik berdasarkan R² dan P-value Jenis citra Ukuran sampel plot No Persamaan R² R P-value Citra Asli 1x1 1 AGB = 3880,40614 exp 0,25018 HV 0,56 0,75 Sig 1x1 2 AGB = 1022,27051 exp -0,011446 HV² 0,59 0,76 Sig 3x3 3 AGB = 5985,67504 exp 0,288 HV 0,58 0,76 Sig 3x3 4 AGB = 1241,77807 exp -0,01295 HV² 0,60 0,77 Sig 5x5 5 AGB = 1592,66699 exp -0,01491 HV² 0,57 0,75 Sig Speckle Supression Kernel 3x3 1x1 6 AGB = 5280,31468 exp 0,27809 HV 0,58 0,76 Sig 1x1 7 AGB = 1172,31637 exp -0,0126 HV² 0,60 0,78 Sig 3x3 8 AGB = 181,48905 exp 7,88238 HHHV exp 0,64797 HH 0,60 0,77 Sig 3x3 9 AGB = 1381,22322 exp -0,0139 HV² 0,59 0,77 Sig 5x5 10 AGB = 119,633512 exp 10,12192 HHHV exp 0,77360 HH 0,56 0,75 Sig 5x5 11 AGB = 1702,11148 exp -0,01551 HV² 0,56 0,75 Sig Speckle Supression Kernel 5x5 1x1 12 AGB = 138,57076 exp 8,99611 HHHV exp 0,70627 HH 0,61 0,78 Sig 1x1 13 AGB = 1430,94365 exp -0,01426 HV² 0,59 0,77 Sig 3x3 14 AGB = 97,09194 exp 10,73173 HHHV exp 0,79905 HH 0,59 0,77 Sig 3x3 15 AGB = 224,19659 exp 7,30916 HHHV² exp -0,0538 HH² 0,58 0,76 Sig 5x5 16 AGB = 69,59417 exp 12,46986 HHHV exp 0,89461 HH 0,56 0,75 Sig Keterangan: Sig = Signifikan berpengaruh nyata Nilai koefisien determinasi R² yang dihasilkan pada setiap ukuran sampel plot dan citra hasil filtering memiliki nilai yang berbeda-beda. Pada ukuran sampel plot 1x1 terlihat terjadi peningkatan nilai koefisien determinasi, hal tersebut menunjukan terjadi hubungan antar peubah yang lebih kuat pada citra dengan melakukan perlakuan speckle suppression. Hal yang berbeda terlihat pada ukuran sampel plot 3x3 dan ukuran sampel plot 5x5 yang memiliki kecenderungan menurun. Nilai biomassa lapang yang dikorelasikan dengan nilai backscatter merupakan nilai biomassa pada plot pengukuran 20 meter x 20 meter di lapangan, sehingga akan lebih relevan jika di korelasikan dengan nilai backscatter pada citra dengan ukuran sampel plot 1x1 50 meter x 50 meter. Matrix korelasi dijelaskan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Matrix korelasi nilai backscatter dan biomassa lapangan pada setiap ukuran sampel plot Ukuran Sampel Citra Citra tanpa Speckle Filtering Image dengan kernel 3x3 Filtering Image dengan kernel 5x5 1X1 0,585 0,603 0,614 3X3 0,600 0,596 0,590 5X5 0,569 0,559 0,564

4.5 Uji Verifikasi