1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membangun model penduga biomassa pada IUPHHK-HA di PT. Trisetia Intiga Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah,
menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter.
1.3 Ruang Lingkup
Areal kajian meliputi seluruh areal kerja IUPHHK PT. Trisetia Intiga yang merupakan jenis hutan lahan kering bekas tebangan. Hasil penelitian dapat
digunakan sebagai alat untuk memperoleh dugaan biomassa hutan alam lahan kering dan menjadi salah satu solusi dalam mitigasi emisi Gas Rumah Kaca
GRK. Keluaran dari penelitian ini adalah model penduga biomassa menggunakan citra ALOS PALSAR Resolusi 50 meter dan peta sebaran biomassa
di areal kerja IUPHHK PT. Trisetia Intiga.
BAB II METODOLOGI
2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di areal kerja PT. Trsisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah yang terletak antara
01º33‟ dan 02 º00‟ LS, serta antara 111 º28‟21” dan 111 º48‟12” BT Gambar 2.1. Kegiatan pengambilan data lapangan
dilakukan pada bulan Maret-April 2012. Kegiatan pengolahan data dilakukan di Laboratorium SIG dan Remote Sensing Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Mei-
Oktober 2012.
Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian
2.2 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang diambil
langsung di lapangan pada saat penelitian, sedangkan data sekunder merupakan berbagai kumpulan data yang telah tersedia atau telah dikaji sebelumnya. Data
yang digunakan dalam penelitian ini ditabulasikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Data penelitian
No. Data primer
Data sekunder
1 Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 meter
Data berat jenis 2
Data berat basah BB tumbuhan bawah dan serasah
Data Administrasi PT. Trisetia Intiga
3 Data berat kering BK tumbuhan bawah dan
serasah Tabel Volume PT. Trisetia
Intiga 4
Data dbh pada kelas pancang, tiang, nekromassa, dan pohon
5 Data nama jenis tumbuhan teridentifikasi
6 Koordinat plot di lapangan
2.2.1 Citra ALOS PALSAR
ALOS Advanced land Observing Sattelite merupakan satelit yang diluncurkan oleh Badan Luar Angkasa Jepang pada bulan Januari 2006 dari
stasiun peluncuran Taneghasima Space Center dengan menggunakan roket H-IIA. Satelit ALOS ini membawa tiga jenis sensor yaitu PALSAR Phased Array L-
band Synthetic Aperture Radar, PRISM Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping, dan AVNIR-2 Advanced Visible and Near
Infrared Radiometer type-2. PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang bekerja pada frekuensi band L. Sensor PALSAR mempunyai kemampuan
untuk menembus awan, sehingga informasi permukaan bumi dapat diperoleh setiap saat, baik malam ataupun siang hari. Data PALSAR ini dapat digunakan
untuk pembuatan DEM, inter ferometri untuk mendapatkan pergeseran tanah, maupun kandungan biomassa, monitoring kehutanan, pertanian, tumpahan minyak
oil spill, soil moisture, mineral, dan lain-lain Rosenqvist et al. 2004. Karakteristik satelit ALOS secara umum di jelaskan pada Tabel 2.2.
Menurut JAXA 2010, terdapat lima misi dari peluncuran satelit ALOS yang terdiri dari:
1. Kartografi: Untuk menyediakan peta wilayah Jepang dan wilayah Asia Pasifik 2. Pemantauan Regional: Melakukan pemantauan regional untuk pengembangan
pembangunan yang berkelanjutan dan harmonisasi antara kesediaan sumberdaya alam pengembangan pembangunan
3. Monitoring Bencana: Melakukan monitoring bencana alam 4. Survei Sumberdaya: Untuk survei sumber daya alam
5. Pengembangan Teknologi: Mengembangkan teknologi penginderaan jauh yang tepat untuk masa sekarang dan akan datang.
Tabel 2.2 Karakteristik ALOS
Jenis Karakteristik Keterangan
Perekaman Januari 2010
Alat peluncuran Roket H-IIA
Tempat peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima
Berat satelit 4000 Kg
Power 7000 W
Waktu operasional 3-5 Tahun
Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit
Periode perekaman 46 Hari Sub Cycle 2 hari
Tinggi lintasan 692 Km di atas Ekuator
Inklinasi 98,2°
Sumber: Jaxa 2010
Gambar 2.2 menggambarkan data citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter pada lokasi penelitian dengan kombinasi polarisasi HH, HV, dan HHHV.
Gambar 2.2 Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m polarisasi HH, HV, HHHV
Lillesand dan Kiefer 1990 menuliskan bahwa sebagian besar radar penginderaan jarak jauh berwahana udara dilakukan dengan sistem yang
menggunakan antena yang dipasang pada bagian bawah pesawat dan diarahkan ke samping. Sistem semacam ini dinamakan Side Looking Radar SLR atau Side
Looking Aperture Radar SLAR. Sistem SLAR menghasilkan jalur citra yang berkesinambungan yang menggambarkan daerah medan luas serta berdekatan
dengan jalur terbang. Kenampakan unsur medan pada citra dipengaruhi oleh faktor sifat khas sinyal yang ditransmisikan dan sifat permukaan yang
memantulkannya di medan. Sifat khas sinyal yang ditransmisikan dipengaruhi oleh a panjang
gelombang dan kemampuan daya tembusnya terhadap atmosfer dan permukaan tanah, b sudut depresi antena yang merupakan salah satu aspek geometrik pada
citra radar dan penyebab terjadinya efek pantulan balik pulsa radar, efek bayangan pada objek yang tinggi, efek relief topografi seperti efek rebah ke dalam, efek
pemendekan lereng, c polarisasi atau pengarahan vektor elektrik pada gelombang elektromagnetik pulsa radar menurut suatu bidang datar, d arah
pengamatan antena, erat hubungannya dengan arah objek, yang mempengaruhi pantulan balik pulsa radar Purwadhi 2001.
2.2.2 Data Lapangan
Gambar 2.3 Plot pengamatan biomassa
Data survey biomassa di lapangan terdiri dari data plot pengamatan, jenis tegakan, dan biomassa. Data plot pengamatan berupa 30 koordinat plot di
lapangan. Lokasi ke-30 plot pengamatan tergambarkan dalam Gambar 2.3. Tabel 2.3 Koordinat plot pengamatan
No ID Plot X
Y No ID Plot
X Y
1 1012039 562320
9813692 16 1021044
571423 9818254
2 1027039 577373
9813635 17 1025043
575311 9817176
3 1010038 560329
9812790 18 1013041
563327 9815501
4 1020042 570332
9816414 19 1014040
564354 9814605
5 1009036 559404
9811806 20 1026043
576357 9817207
6 1011041 561320
9815490 21 1021043
571331 9817327
7 1013040 563345
9814598 22 1026040
576372 9814745
8 1018043 568320
9817288 23 1017042
567330 9816402
9 1013039 563327
9813710 24 1025040
575335 9814590
10 1027043 577218
9817390 25 1019041
569336 9815506
11 1012041 562320
9815490 26 1022052
572426 9825505
12 1019044 569337
9818188 27 1018040
568319 9814608
13 1011040 561320
9814591 28 1028037
578342 9811803
14 1026042 576398
9816431 29 1012045
562320 9819086
15 1023047 573282
9820714 30 1022046
576140 9818061
Keterangan: ID : identitas, X: koordinat X, Y: koordinat Y
Tabel 2.3 menjelaskan tentang koordinat ke-30 plot pengamatan. Data jenis tegakan merupakan nama-nama jenis tegakan yang masuk ke dalam plot
pengamatan. Mengenai data biomassa terbagi menjadi empat kelas besar yaitu data biomassa tegakan, data biomassa tumbuhan bawah undergrowth, data
biomassa serasah litter, dan data biomassa nekromassa. Data biomassa tegakan berupa data diameter setinggi dada atau diameter at breast height dbh pada
tingkat pancang, tiang, dan pohon. Data biomassa tumbuhan bawah dan serasah terdiri dari data berat basah dan berat kering tumbuhan bawah dan serasah,
sedangkan data biomassa nekromassa merupakan data diameter dan panjang nekroma
ssa d ≥ 10 cm. Hairiah dan Subekti 2007 melakukan penelitian pengukuran karbon tersimpan di berbagai penggunaan lahan. Dalam penelitian
tersebut dinyatakan terdapat tiga komponen utama karbon tersimpan yang terdiri dari biomassa, nekromassa, dan bahan organik tanah. Berdasarkan keadaannya di
alam, karbon tersimpan terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu karbon di atas
permukaan tanah dan karbon di dalam tanah. Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah, nekromasa, dan serasah.
Nekromasa di atas permukaan tanah merupakan masa bagian pohon yang telah mati, yang tegak berupa batang atau tunggul pohon dan yang tumbangtergeletak
di atas permukaan tanah.
2.2.3 Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa data plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010 Gambar 2.4 sebagai plot
validasi, table volume, dan keterangan setiap berat jenis grcm
3
.
Gambar 2. 4 Peta validasi model Tabel volume tegakan berdiri Noor 2009 di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga
dibagi menjadi dua jenis kelompok besar yaitu: -
Pengukuran volume kelompok jenis Meranti dapat diukur dengan persamaan: �
� = 0.0000562 x dbh
2.87
x 10
−0.0041D
- Pengukuran volume kelompok jenis Non Meranti diukur dengan persamaan:
� � = 0.0000724 x dbh
2.69
x 10
−0.00175 D
Catatan : Jenis Meranti meliputi Keruing, Mersawa, Bengkirai, Meranti putih, Meranti Kuning, Meranti Merah, Meranti Batu.
Berat jenis setiap jenis tumbuhan yang ditemukan diketahui dengan studi pustaka pada penelitian-penelitian sebelumnya.
2.3 Alat, Software, Hardware
Alat yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan berupa phi-band, meteran 20 meter, Geographic Positioning System GPS, labelpita penanda,
kamera digital, timbangan digital, oven dan tallysheet. Penelitian ini didukung beberapa software perangkat lunak yang digunakan selama pengolahan data,
baik data citra maupun data biomassa berupa software MS Office 2007, Erdas Imagine Version 9.1, ArcView GIS Version 3.2, ArcGIS Version 9.2. Perangkat
keras hardware yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat Personal Computer PC yang dilengkapi software pemetaan.
2.4 Tahap Pelaksanaan
Tahap penelitian ini meliputi tahap pengambilan data lapangan, pengolahan data lapangan, pengolahan citra, dan tahap yang terakhir merupakan tahap
pendugaan model biomassa yang disajikan dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Diagram alir penelitian
2.4.1 Perencanaan
2.4.1.1 Prencanaan Data Lapangan
Pengambilan data lapangan direncanakan pada peta plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga terbitan tahun 2010. Penentuan ke-30 titik plot pengamatan
yang diperoleh secara acak sampling dan pertimbangan aksesibilitas dari 665 titik plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga yang telah diukur pada tahun 2010.
Pemilihan titik plot menyebar di seluruh lokasi penelitian yang didasarkan pada kelas aksesibilitas dan perbedaan kelas tutupan yang ada di areal IUPHHK PT.
Trisetia Intiga, Lamandau Kalimantan Tengah.
2.4.1.2 Bentuk dan Ukuran Plot Contoh
Plot contoh yang digunakan berbentuk bujur sangkar yang di dalamnya terdiri dari 4 sub - plot pengamatan yaitu plot 20 meter x 20 meter untuk
pengukuran tingkat pohon dan pohon mati nekromass, plot 10 meter x 10 meter untuk pengukuran tingkat tiang, plot
= 2,82 � � untuk pengukuran tingkat
pancang, dan plot 1 meter x 1 meter untuk pengukuran tumbuhan bawah undergrowth dan serasah litter. Sketsa plot pengamatan disajikan pada Gambar
2.6.
Gambar 2.6 Sketsa plot pengukuran; A Plot 1 m x 1 m; B Plot r = 2.82 m; C Plot 10 m x 10m; D Plot 20 m x 20 m
2.4.2 Pengambilan Data Lapangan
2.4.2.1 Pemilihan Titik Pengukuran Lapangan
Perekaman koordinat titik pengamatan diukur dengan GPS Geographic Positioning System atau menggunakan koordinat yang ada di peta. Kemudian,
dilakukan perekaman posisi titik pengamatan dengan menggunakan GPS sebagai
titik pengamatan plot biomassa. Plot pengamatan biomassa ditampilkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Plot pengamatan dan plot validasi
2.4.2.2 Identifikasi Jenis
Setiap jenis tumbuhan untuk setiap tingkat pertumbuhan dalam plot pengamatan diidentifikasi nama spesiesnya untuk selanjutnya melakukan
penelitian terhadap berat jenis ρ yang akan digunakan sebagai dasar pengukuran
biomassa di atas permukaan above ground biomass. Berdasarkan fungsinya, areal penelitian merupakan kawasan hutan produksi tetap yang diusahakan sejak
tahun 2006, melalui plot-plot penelitian teridentifikasi sebanyak 59 jenis pohon sedangkan berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala IHMB
PT. Trisetia Intiga pada tahun 2010 diketahui terdapat 475 jenis teridentifikasi. Perbedaan jumlah jenis teridentifikasi disebabkan karena perbedaan luasan lokasi
kajian dengan 30 plot pada penelitian dan 665 plot pada kegiata IHMB, sehingga variasi jenis yang teridentikfikasi pada lokasi penelitian relative lebih rendah.
2.4.2.3 Pengukuran Biomassa Lapangan
Pengukuran biomassa atas permukaan tanah meliputi biomassa tegakan pohon hidup, biomassa nekromassa pohon kayu mati, biomassa serasah litter
dan tumbuhan bawah undergrowth. Parameter tegakan yang diukur adalah diameter setinggi dadadimeter at breast height D pada tingkat pancang, tiang,
dan pohon. Parameter biomassa nekromassa yang diukur adalah panjangtinggi nekromassa, diameter pangkal dan diameter ujung nekromassa pada d 10 cm.
Sedangkan pada pengukuran biomassa serasah litter, dan tumbuhan bawah undergrowth berupa pengukuran total berat basah BB sub-plot 1 m x 1 m, dan
berat basah BB sub-contoh 100 gram. Kemudian dilakukan pengukuran berat kering BK sub-contoh setelah dilakukan pengovenan berat basah BB sub-
contoh pada suhu 105° selama 24 jam. Kegiatan pengukuran biomassa di lapangan dijelaskan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Pengukuran biomassa lapangan; a Perekaman koordinat plot, b Pengukuran panjang nekromassa, c Penimbangan berat basah
tumbuhan bawah, d Pengambilan sampel plot 1x1 a
c d
b
2.4.3 Pengolahan Data Lapangan
2.4.3.1 Pendugaan Biomassa Lapangan
Tampungan biomassa biomass pool lapangan dibagi ke dalam empat kelas besar yaitu biomassa tegakan, biomassa nekromassa, biomassa tumbuhan
bawah undergrowth, dan biomassa serasah litter. a.
Pendugaan Biomassa Tegakan Biomassa tegakan diduga dengan menggunakan persamaan alometrik
pendugaan biomassa yang didasarkan pada perbedaan berat jenis ρ setiap jenis tegakan yang diukur. Pada penelitian ini digunakan persamaan Ketterings et al.
2001 dengan rumus: = 0.11
�
2.62
dimana: Y : Biomassa di atas permukaan Above Ground Biomass
ρ : Berat jenis
D : diameter setinggi dada cm
b. Pendugaan Biomassa Serasah dan Tumbuhan Bawah
Biomassa serasah litter dan tumbuhan bawah undergrowth diketahui menggunakan estimasi berat kering dengan rumus:
� = �
− ℎ
− ℎ
� Keterangan: BK
: Berat Kering gram BB
: Berat Basah gram
2.4.4 Pengolahan Citra
2.4.4.1 Pra Pengolahan Citra
Citra yang digunakan pada penelitian ini merupakan citra terkoreksi yang dapat digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya. Namun, pada penelitian ini
dilakukan pra-pengolahan citra tambahan dengan filering image menggunakan bantuan software ERDAS IMAGINE 9.1 pada menu Radar Radar Interpreter
– Speckle Supression dengan penggunaan filter Lee. Menurut Purwadhi 2001
filtering image ini dilakukan untuk mengurangi gangguan atau noise yang disebabkan oleh frekuensi saat perekaman. Pada penelitian ini filtering dilakukan
dalam rangka mengurangi “speckle” yang disebabkan oleh backscatter radar. Setiap citra model dilakukan filtering dengan kernel 3x3, 5x5, dan 7x7.
2.4.4.2 Pendugaan Biomassa Citra
Hamburan balik backscatter pada radar merupakan ukuran kuantitatif dari intensitas energi yang kembali ke antena. Nilai hamburan balik yang
dihasilkan pada sebuah sensor radar dipengaruhi beberapa faktor antara lain kedalaman penetrasi dari gelombang radar, kekasaran permukaan objek dan sifat-
sifat dielektrik volume objek Purwadhi 2001. Michigan Microwave Canopy Scattering Model MIMICS telah dikembangkan untuk memberikan pemahaman
terhadap hamburan balik backscatter radar pada vegetasi. Beberapa bentuk hamburan yang dapat dikalkulasi adalah hamburan pada permukaan dan volume
tajuk, hamburan langsung pada permukaan tanah, hamburan langsung pada batang, hamburan dari permukaan tanah ke batang, dan hamburan dari permukaan
tanah ke tajuk Dobson et al. 1992. Beberapa penelitian melakukan pendugaan biomassa dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jarak jauh, Awaya
2009, Riska 2011, dan Syarif 2011 melakukan pendugaan biomassa menggunakan data biomassa yang diukur di lapangan dan kemudian
menghubungkan data tersebut dengan data nilai hamburan balik citra. Analisis hubungan tersebut menghasilkan persamaan untuk menduga biomassa citra.
Metode ini memiliki akurasi data yang cukup baik, dengan efisiensi waktu dan biaya yang dikeluarkan tidak mahal Bergen dan Doubson 1999; Lu 2005.
Pendugaan biomassa citra menggunakan nilai hamburan balik yang ditransformasi dari nilai digital number DN. Nilai hamburan balik diturunkan
menggunakan persamaan normalisasi:
NRSC = 10 x log10DN
2
+ CF Shimada et al. 2009 Keterangan: NRCS: Normalized Radar Cross Section; DN: Digital Number; CF:
Calibration Factor, yaitu -83 untuk HH dan HV. Pada penelitian ini dilakukan analisis pada nilai hamburan balik HH, HV, dan
HHHV Tabel 2.4. Sinyal radar dapat ditransmisikan dan atau diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Maksudnya, sinyal dapat disaring sedemikian
rupa sehingga getaran gelombang elektrik dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang. Satu sinyal radar dapat
ditransmisikan pada bidang horizontal H ataupun vertikal V, demikian pula dapat diterima pada bidang mendatar maupun tegak sehingga ada empat
kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu dikirim H diterima H HH, dikirim H diterima V HV, dikirim V diterima H VH, dan
dikirim V diterima V VV. Karena berbagai objek mengubah polarisasi tenaga yang dipantulkan dalam berbagai tingkatan maka bentuk polarisasi sinyal
mempengaruhi kenampakan objek pada citra yang dihasilkan. Tabel 2.4 Nilai hamburan balik setiap polarisasi
No ID
Nilai dijital Nilai backscatter
HH HV
HHHV HH
HV HHHV
1 1012039 5387,00
3217,25 1,67441
-7,25 -13,55
0,53 2 1027039
6529,00 3479,00
1,87669 -10,38
-14,53 0,71
3 1010038 6615,00
3648,25 1,81320
-6,70 -12,17
0,55 4 1020042
6253,00 3516,75
1,77806 -9,28
-13,39 0,69
5 1009036 6154,25
2983,25 2,06293
-8,46 -12,92
0,65 6 1011041
5553,75 3169,50
1,75225 -7,15
-12,17 0,58
7 1013040 8079,00
4698,50 1,71948
-7,82 -12,83
0,61 8 1018043
7528,00 4155,00
1,81179 -8,73
-13,79 0,63
9 1013039 5745,00
3224,75 1,78153
-5,48 -10,64
0,51 10 1027043
6631,00 3813,50
1,73882 -6,75
-11,93 0,57
11 1012041 7101,25
3973,25 1,78726
-8,12 -12,99
0,62 12 1019044
7396,00 4612,75
1,60338 -5,23
-10,06 0,52
13 1011040 9973,50
5842,50 1,70706
-6,59 -11,76
0,56 14 1026042
5175,25 2894,50
1,78796 -5,64
-10,36 0,54
15 1023047 9823,00
5500,75 1,78576
-5,11 -10,35
0,49 16 1021044
7741,00 4437,00
1,74465 -6,71
-11,98 0,56
17 1025043 4856,00
3027,25 1,60410
-6,80 -12,63
0,54 18 1013041
8581,75 4422,25
1,94058 -6,60
-11,38 0,58
19 1014040 6581,25
3586,75 1,83488
-6,00 -11,03
0,54 20 1026043
9681,75 5267,25
1,83810 -6,88
-12,19 0,56
21 1021043 7615,50
4148,25 1,83583
-4,37 -10,14
0,43 22 1026040
7851,00 4292,75
1,82890 -6,32
-11,49 0,54
23 1017042 8721,50
4494,50 1,94048
-5,62 -9,72
0,58 24 1025040
6465,50 3299,75
1,95939 -4,20
-9,96 0,42
25 1019041 6952,75
3812,75 1,82355
-3,19 -8,23
0,38 26 1022052
7381,25 4288,50
1,72117 -5,40
-10,67 0,50
27 1018040 6404,75
3474,50 1,84336
-3,05 -7,67
0,39 28 1028037
4280,25 2656,75
1,61108 -4,53
-10,50 0,43
29 1012045 6498,25
3577,50 1,81642
-4,86 -9,58
0,51 30 1022046
8420,50 4231,75
1,98984 -3,31
-8,57 0,39
Keterangan: ID = identitas
Sifat khas medan atau objek bekerja bersama panjang gelombang dan polarisasi sinyal radar untuk menentukan intensitas hamburan balik backscatter
radar dari objek. Akan tetapi, faktor utama yang mempengaruhi intensitas hamburan balik dari objek adalah ukuran geometris dan sifat khas elektrik objek.
Efek geometri sensorobjek dari intensitas hamburan balik radar terpadu dengan efek kekasaran permukaan. Permukaan yang kasar bertindak sebagai pemantul
baur dan memencar tenaga datang ke semua arah dan hanya mengembalikan sebagian kecil ke antena. Suatu permukaan halus pada umumnya memantulkan
sebagian besar tenaga menjauhi sensor dan mengakibatkan sinyal hasil balik yang rendah. Meskipun demikian orientasi objek terhadap sensor harus dipikirkan juga
karena permukaan halus yang mengarah ke sensor akan menghasilkan sinyal balik yang sangat kuat Lillesand dan Kiefer 1990.
Gambar 2.9 Perbedaan pantulan sinyal radar pada tiga jenis permukaan objek Purwadhi 2001
Kekasaran permukaan objek mempengaruhi sinyal balik radar yang terbagi menjadi tiga jenis yaitu pantulan baur, pantulan cermin, dan pantulan sudut.
Pantulan baur diffuse reflection terjadi pada permukaan objek yang kasar dan menyebabkan rona cerah, seperti daerah berbatuan, vegetasi heterogen, dan air
berombak besar. Pantulan cermin specular reflection merupakan arah pantulan berlawanan dengan arah datang sensornya yang menyebabkan rona gelap, terdapat
pada lokasi permukaan objek yang halus seperti permukaan air tenang, dan permukaan tanah yang diratakan atau diperkeras. Pantulan sudut corner
reflection merupakan pantulan yang kembali ke arah sensor sehingga menyebabkan rona sangat cerah dan melebar, pantulan sudut terdapat pada objek
yang bersudut siku-siku seperti gedung bertingkat dan lereng yang terjal. Bentuk pantulan sinyal radar pada setiap permukaan objek dijelaskan dalam Gambar 2.9.
2.4.5 Analisis Data
2.4.5.1 Analisis Korelasi
Analisis hubungan antara biomassa lapangan dengan nilai hamburan balik backscatter dilakukan dengan menyusun model hubungan antara biomassa atas
permukaan dengan nilai backscatter pada citra. Model yang diuji terdiri dari model linear, model logaritmik, ekxponensial, dan model regresi linear berganda.
Model tersebut dipilih karena dapat menggambarkan hubungan pertumbuhan antara nilai backscatter terhadap nilai biomassa. Bentuk model persamaan yang
digunakan dijelaskan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Model yang diujicobakan dalam estimasi biomassa
Model Bentuk persamaan
Linear AGB = a + bHH
AGB = a + bHV AGB = a + bHHHV
Logaritmik AGB = alnHH + b
AGB = alnHV + b AGB = alnHHHV + b
Eksponensial AGB = a exp bHH
AGB = a exp bHV AGB = a exp bHHHV
Linear Berganda AGB = a + bHH + cHV
AGB = a + bHH + cHHHV AGB = a + bHV + cHHHV
Keterangan: AGB: above ground biomass, HH: polarisasi HH, HV: polarisasi HV
Kemudian akan dilakukan pemilihan model terbaik dengan melihat parameter koefisien determinasi R
2
yang paling tinggi. Koefisien determinasi menunjukan proporsi keragaman total nilai rata-rata peubah Y yang dapat
diterangkan oleh model yang digunakan Walpole 1993. Nilai koefisien determinasi dapat diketahui dengan persamaan:
R² = xᵢyᵢ
n i=1
− xᵢ
n i=1
yᵢ
n i=1
xᵢ²
n i=1
− xᵢ
n i=1
2
yᵢ²
n i=1
− yᵢ
n i=1
2
Keterangan: n
: Jumlah pengamatan y
ᵢ : Pengamatan Y
x ᵢ
: Pengamatan X
2.4.5.2 Uji Koefisien
Koefisien regresi diuji dengan menggunakan nilai P-value. Nilai P-value menunjukan pengaruh peubah bebas terhadap peubah terikat yang diharapkan,
hipotesis yang digunakan adalah: H
: Peubah bebas berpengaruh signifikan terhadap peubah terikat H
1
: Peubah bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap peubah terikat Kaidah keputusan pada taraf nyata 95 adalah sebagai berikut:
Apabila P-value 0.05 maka Ho diterima. Apabila P-value 0.05 maka Ho ditolak
2.4.5.3 Uji Verifikasi
Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka dilakukan verifikasi terhadap hasil dari model tersebut. Pada penelitian ini
verifikasi dilakukan menggunakan Root Mean Square Error RMSE, bias ℮,
Simpangan Rata-rata Mean deviationSR, Simpangan Agregat Agregative DeviationSA, dan Uji-
χ². Uji verifikasi dilakukan pada 30 plot IHMB yang di ambil secara acak sampling untuk mengetahui pengaruh model yang diberikan.
Hubungan antara plot penelitian dan plot validasi plot IHMB diketahui dengan mengkorelasikan hasil biomassa pada plot peneltian dbh 10up dan hasil
biomassa pada plot IHMB dengan rumus biomassa dan ID plot yang sama. Persamaan korelasi tersebut digunakan untuk mengetahui jumlah di atas
permukaan pada plot validasi plot IHMB. Bentuk persamaan yang digunakan adalah:
= 1,003 + 7,355 Keterangan:
Y : Biomassa di atas permukaan plot IHMB X
: Biomassa dbh ≥ 10 cm plot IHMB Catatan : Persamaan ini diturunkan dari analisis regresi antara volume biomassa
dari plot IHMB dan biomassa dari hasil pengamatan plot penelitian.
Nilai RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat sisa antara selisih nilai dugaan dengan nilai aktual. RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa
besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang
terjadi pada penggunaan model. Perhitungan RMSE dilakukan sesuai dengan rumus :
� =
[
ᵢ− ᵢ
ᵢ �=1
]² � 100
Keterangan : RMSE
: Root Mean Square Error ᵢ
: Nilai dugaan ᵢ
: Nilai aktual n
: Jumlah pengamatan verifikasi.
Bias ℮ merupakan kesalahan sistem yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat
ukur. Bias ℮dapat bernilai positif dan negatif, nilai bias dikatakan baik apabila mendekati nilai 0. Bias dapat dihitung dengan persamaan:
� =
� − � �
� 100
�=1
Simpangan rata-rata adalah jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah nilai dugaan Ht dan nilai aktual Ha, proporsional terhadap jumlah nilai dugaan
Ht. Nilai simpangan rata-rata yang baik adalah tidak lebih dari 10 Spurr 1952. Simpangan rata-rata dapat dihitung dengan persamaan:
= │
ᵢ− ᵢ ᵢ
│
�=1
�100
Simpangan agregat adalah selisih antara jumlah nilai aktual Ha dan nilai dugaan Ht sebagai presentase terhadap nilai dugaan Ht. Persamaan yang baik
memiliki simpangan agregat SA antara -1 sampai +1 Spurr 1952. Nilai SA dapat diketahui dengan persamaan:
= �
�=1
−
�=1
�
�=1
Pada penelitian ini, perhitungan Uji- χ² menunjukkan besarnya kecocokan
antara hasil perhitungan menggunakan model nilai harapan dengan perhitungan data lapangan nilai observasinilai aktual.
Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel pada taraf nyata 95, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan
menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan nilai aktual.
Perhitungan χ² Walpole 1993 dapat dirumuskan sebagai berikut :
X
2
= Oᵢ − Eᵢ
2
E ᵢ
�=0
Keterangan : X
2
: Nilai Chi-square E
ᵢ : Nilai ekspetasidugaan O
ᵢ : Nilai observasiaktual.
Hipotesis yang digunakan adalah: H
: Biomassa Atas Permukaan BAP model sama dengan BAP lapangan H
1
: Biomassa Atas Permukaan BAP model tidak sama dengan BAP lapangan
2.4.6 Peta Sebaran Biomassa
Setelah diketahui model penduga biomassa, dilakukan pembuatan peta sebaran biomassa di areal kerja PT. Trisetia Intiga dengan menggunakan analisis
Modeler pada software Erdas Imagine. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebaran potensi biomassa lapang di seluruh areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga
yang dapat digunakan sebagai dasar manajemen pengelolaan hutan selanjutnya.
BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Letak Geografis dan Luas
IUPHHK PT. Trisetia Intiga terletak dalam kelompok hutan sungai Mentobi dan sungai Bulik, wilayah pengelolaannya berada di kabupaten Lamandau,
Kalimantan Tengah. Kawasan IUPHHK PT. Trisetia Intiga masuk ke dalam daerah aliran sungai DAS Lamandau dan sub DAS Mentobi. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.113Menhut-II2006 tanggal 19 April 2006 tentang pemberian izin IUPHHK PT. Trisetia Intiga luas areal kerja ±
69.070 ha. Wilayah pengelolaan PT. Trisetia Intiga berada dalam dinas Kabupaten Lamandau dan dinas Provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan untuk wilayah
administrasinya berada di Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Sebaran kelas lereng IUPHHK PT. Trisetia Intiga di jelaskan
dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1
Sebaran kelas lereng di areal IUPHHK-HA PT.Trisetia Intiga No
Kondisi Fisiografi Kelas Lereng
Luas Ha
1 Datar
A 0-8 54.056
78,3 2
Landai B 9-15
10.010 14,5
3 Agak Curam
C 15-25 3.503
5,1 4
Curam D 25-40
1.501 2,2
5 Sangat Curam
E 40 0,0
Jumlah 69.070
100
Sumber: Rencana Karya Umum RKU IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
Menurut Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK Provinsi Kalimantan Tengah, kawasan IUPHHK PT. Trisetia Intiga terdiri dari tiga fungsi hutan
meliputi Hutan Produksi Terbatas HPT seluas 24.229 ha, Hutan Produksi Tetap HP seluas 10.818 ha, dan Hutan Produksi Konversi HPK seluas 29.540 ha.
Kondisi fisiograsi areal kerja PT. Trisetia Intiga bervariasi, mulai dari datar sampai curam. Daerah datar dan landai terdapat dibagian Barat dan Timur Laut,
daerah agak curam dan curam terdapat hampir merata di seluruh areal IUPHHK
PT. Trisetia Intiga. Areal kerja PT. Trisetia Intiga berada di ketinggian 50 – 1.020
mdpl.
3.2 Geologi dan Tanah