44
3.1.1 Berbagai Versi Tentang Asal – usul SAD
Tentang asal usul Suku Anak Dalam beberapa sumber menyebutkan adanya berbagai hikayat dari penuturan lisan yang dapat ditelusuri seperi Cerita Buah
Gelumpang, Tambo Anak Dalam Minangkabau, Cerita Orang Kayu Hitam, Cerita Seri Sumatra Tengah, Cerita Perang Bagindo Ali, Cerita Perang Jambi dengan
Belanda, Cerita Tambo Sriwijaya, Cerita Turunan Ulu Besar dan Bayat, Cerita tentang Orang Kubu. Dari hakikat tersebut menarik kesimpulan bahwa Anak Dalam
berasal dari tiga turunan yaitu: 1.Keturunan dari Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten
Batanghari. 2.Keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian
Mersam Batanghari. 3.Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko
Versi Departemen sosial dalam data dan informasi Depsos RI 1990 menyebutkan asal usul Suku Anak Dalam dimulai sejak tahun 1624 ketika
Kesultanan Palembang dan Kerajaan Jambi, yang sebenarnya masih satu rumpun, terus menerus bersitegang sampai pecahnya pertempuran di Air Hitam pada tahun
1929. Versi ini menunjukkan mengapa saat ini ada 2 kelompok Masyarakat Anak Dalam dengan bahasa, bentuk fisik, tempat tinggal dan adat istiadat yang berbeda.
Mereka yang menempati belantara Musi Rawas Sumatera Selatan Berbahasa Melayu, berkulit kuning dengan berpostur tubuh ras Mongoloid seperti orang
palembang sekarang. Mereka ini keturunan pasukan Palembang. Kelompok lainnya tinggal dikawasan hutan Jambi berkulit sawo matang, rambut ikal, mata menjorok ke
45
dalam. Mereka tergolong ras wedoid campuran wedda dan negrito . Konon mereka tentara bayaran Kerajaan Jambi dari Negara lain.
Versi lain adalah cerita tentang Perang Jambi dengan Belanda yang berakhir pada tahun 1904, Pihak pasukan Jambi yang dibela oleh Anak Dalam yang di pimpin
oleh Raden Perang. Raden Perang adalah seorang cucu dari Raden Nagasari. Dalam perang gerilya Anak Dalam terkenal dengan sebutan orang Kubu artinya orang yang
tak mau menyerah pada penjajahan Belanda. Orang belanda disebutnya orang Kayo Putih sebagai lawan Raja Jambi Orang Kayo Hitam.
Lebih lanjut tentang asal usul Suku Anak Dalam ini juga dimuat pada seri Profil masyarakat Terasing BMT, Depsos, 1988 dengan kisah sebagai berikut:
Pada zaman dahulu kala terjadi peperangan antara kerajaan Jambi yang di pimpin oleh Puti Selara Pinang Masak dan Kerajaan Tanjung Jabung yang dipimpim
oleh Rangkayo Hitam. Peperangan ini semakin berkobar, hingga akhirnya di dengar oleh Raja Pagar Ruyung, yaitu ayah dari Putri Selaras Pinang Masak. Untuk
menyelesaikan peperangan tersebut Raja Pagar Ruyung mengirimkan prajurit prajurit yang gagah berani untuk membantu kerajaan Jambi yang dipimpin oleh Putri Selaras
Pinang Masak. Raja Pagar Ruyung memerintah agar dapat menaklukkan Kerajaan Rangkayo Hitam, mereka menyanggupi dan bersumpah tidak akan kembali sebelum
menang. Jarak antara kerajaan Pagar Ruyung dengan kerajaan Jambi sangat jauh, harus melalui hutan rimba belantara dengan berjalan kaki.
Perjalanan mereka sudah berhari hari lamanya, kondisi mereka sudah mulai menurun sedangkan persediaan bahan makanan sudah habis, mereka sudah
kebingungan. Perjalanan yang ditempuh masih jauh, untuk kembali ke kerajaan Pagar
46
Ruyung mereka merasa malu. Sehingga mereka bermusyawarah untuk mempertahankan diri hidup di dalam hutan. Untuk menghindarkan rasa malu, mereka
mencari tempat tempat sepi dan jauh ke dalam rimba raya. Keadaan kehidupan mereka makin lama makin terpencil, keturunan mereka menamakan dirinya Suku
Anak Dalam. Dari uraian di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan Koentjaraningrat,
1993 bahwa asal mula adanya Masyarakat Terasing dapat di bagi dua yaitu pertama, dengan menganggap bahwa masyarakat terasing itu merupakan sisa sisa dari suatu
produk lama yang tertinggal di daerah daerah yang tidak dilewati penduduk sekarang. Kedua bahwa mereka merupakan bagian dari penduduk sekarang yang karena
peristiwa peristiwa tertentu diusir atau melarikan diri ke daerah daerah terpencil sehingga mereka tidak mengikut perkembangan dan kemajuan penduduk sekarang.
Menurut Van Dongen 1906, menyebutkan bahwa orang rimba sebagai orang primitif yang taraf kemampuannya masih sangat rendah dan tak beragama. Dalam
hubungannya dengan dunia luar orang rimba mempraktekkan Silent trade, mereka melakukan transaksi dengan bersembunyi di dalam hutan dan melakukan barter,
mereka meletakkannya di pinggir hutan, kemudian orang melayu akan mengambil dan menukarnya. Gonggongan anjing merupakan tanda barang telah ditukar.
Demikian pula Paul Bescrta mengatakan bahwa orang rimba adalah proto melayu melayu tua yang ada di semenanjung Melayu yang terdesak oleh kedatangan
melayu muda.
47
3.1.2 Ciri – ciri fisik dan non fisik