33
berladang berpindah-pindah yang bisa merusak banyak kawasan hutan. Dengan Hompongan mereka membatasi sendiri ruang geraknya untuk melakukan nomaden,
kini Suku Anak Dalam mencari hidup hanya dari kawasan Hompongan ini, Suku Anak Dalam bermukim di sini, jadi ketika ada orang dari luar yang masuk tanpa izin
sudah pasti akan tertahan di Hompongan yang selanjutnya mereka harus menjalani proses interogasi sesuai peraturan adat SAD.
Karena dinilai berhasil dan efektif membantu melestarikan serta menjaga alam, maka pola tersebut telah pula ditetapkan dan diujicobakan penerapannya
kepada kelompok-kelompok SAD lainnya di disisi lain hutan TNB12 tersebut yang masih terus dilakukan hingga kini. Namun sayangnya upaya pemerinah mencoba
menerapkan pola ini di kelompok lain banyak mengalami kegagalan, semua itu dikarenakan pola pikir dan penerimaan kelompok SAD tersebut tidak sama diantara
semua kelompok yang ada. Maka diantara mereka ada pula yang justru menjual Hompongannya ke masyarakat dari luar bahkan kepada para toke atau tengkulak.
2.5 Program Trans Sosial Transmigrasi Sosial
Transmigrasi terdiri dari dua kata yaitu Trans yang artinya Seberang, dan Migrace yang artinya Pindah. Transmigrasi adalah suatu program yang dibuat oleh
Pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk kota ke daerah lain desa di dalam wilayah Indonesia. Tujuan resmi
Program ini adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tujuan lainnya yaitu Memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja dan memenuhi
kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau atau daerah lain.
34
Seiring dengan perubahan lingkungan strategis di Indonesia, transmigrasi dilaksanakan dengan paradigma baru sebagai berikut :
1. Mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan 3. Mendukung Pemerintah investasi ke seluruh wilayah Indonesia
4. Mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan 5. Menyumbang bagi penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan,
transmigrasi tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk melainkan upaya untuk pengembangan wilayah.
Metodenya tidak lagi bersifat Sentralistik dan top down dari Jakarta, melainkan berdasarkan kerja sama antar daerah pengirim transmigran dan dengan
daerah tujuan transmigrasi. Transmigrasi di Indonesia biasanya diatur dan didanai oleh Pemerintah kepada warga yang umumnya golongan menengah kebawah.
Sesampainya ditempat transmigrasi para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan perangkat lain untuk penunjang hidup dilokasi tempat tinggal
yang baru. Dasar Undang – undang yang digunakan untuk program ini adalah Undang –
undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, sebelumnya Undang – undang Nomor 3 Tahun 1972 dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Transmigrasi, sebelumnya PP Nomor 42 Tahun 1973 ditambah beberapa KEPPRES dan INPRES
pendukung. Jenis – jenis atau Macam – macam Transmigrasi :
1. Transmigrasi Umum
35
Adalah transmigrasi yang disponsori dan dibiayai secara keseluruhan oleh pihak Pemerintah melalui DEPNAKERTRANS Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. 2. Transmigrasi Spontan atau Swakarsa
Adalah perpindahan penduduk dari daerah padat kepulau barusepi penduduk yang didorong oleh keinginan diri sendiri namunmasih mendapatkan bimbingan serta
fasilitas penunjang dari Pemerintah. 3. Transmigrasi Bedol Desa
Adalah transmigrasi yang dilakukan secara masal dan kolektif terhadap satu atau beberapa desa beserta aparatur desanya pindah kepulau yang jarang penduduk,
biasanya transmigrasi Bedol Desa terjadi karena bencanan alam yang merusak desa
tempat asalnya.
Kehidupan Suku Anak Dalam pada awalnya tinggal di dalam hutan terisolasi dari perkembangan zaman dan tidak mengenal hukum. Suku Anak Dalam hanya
mengenal dan taat akan hukum adat mereka saja, dan buta akan hukum Negara Indonesia. Kehidupan Suku Anak Dalam yang demikian maka Pemerintah
menerapkan Program Trans Sosial bagi Suku Anak Dalam yang bertujuan agar kehidupan Suku Anak Dalam lebih baik daripada yang dulu.
Suku Anak Dalam hidup di dalam hutan, jadi pemerintah meminta bantuan kepada Temenggung Tarib untuk melakukan pendekatan kepada Suku Anak Dalam
yang ada di dalam hutan agar mengikuti Program Trans Sosial. Tetapi, Suku Anak Dalam yang berada di dalam hutan sangat susah untuk dibujuk agar mau mengikuti
Program Trans Sosial. Karena, mereka hidup dalam hutan yang menyediakan segala
36
kebutuhan mereka. Belum lagi Suku Anak Dalam takut untuk bertemu dengan Masyarakat Terang julukan yang di berikan Suku Anak Dalam bagi masyarakat
umum. Mereka berangggapan bahwa Masyarakat Terang itu pemakan manusia, sehingga mereka tidak mau bertemu dengan Masyarakat Terang.
Temenggung Tarib melakukan pendekatan kepada Suku Anak Dalam di saat mereka meninggalkan hutan budaya melangun. Saat Suku Anak Dalam keluar dari
hutan, mereka membuka hutan dan menjadikan lahan untuk mereka. Tetapi, lahan tersebut ditanami jagung dan singkong. Suku Anak Dalam tinggal di sekitar lahan
mereka tersebut dengan mendirikan sudung sebutan untuk rumah panggung yang didirikan oleh Suku Anak Dalam untuk menjadi rumah mereka. Disaat Suku Anak
Dalam keluar dari hutan dan membuka lahan Tumenggung Tarib melakukan pendekatan dan mengajak Suku Anak Dalam untuk mengikuti program Trans Sosial.
Pemerintah memberikan fasilitas bagi Suku Anak Dalam yang mengikuti Program Trans Sosial yaitu membuatkan perumahan dan memberikan bibit sawit bagi mereka
yang mengikuti Program Trans Sosial. Segala kegiatan dan fasilitas yang telah diberikan oleh Pemerintah berupa :
1. Tahun I, 2008 telah dilakukan proses pemberdayaan dengan beberapa rangkaian kegiatan antara lain :
a.
Bimbingan sosial
b.
Pemberian jaminan hidup
c.
Bantuan peraltan kerja dan usaha
d.
Bantuan peralatan rumah tangga
e.
Bantuan bibit tanaman 2. Tahun II, 2009 telah dilakukan proses pemberdayaan dengan kegiatan antara lain :
a.
Bimbingan sosial
37 b.
Pemberian jaminan hidup
c.
Bantuan pembangunan rumah sederhan ukuran 6 x 6 3. Tahun III, 2010 ini dilaksanakan beberapa kegiatan, antara lain :
a.
Bimbingan sosial
b.
Pemberian jaminan hidup
c.
Bantuan pembangunan Balai Sosial
d.
Bantuan pembangunan Sarana Ibadah
e.
Bantuan jalan lingkungan sepanjang 5 km
f.
Sertifikasi rumah dan lahan usaha
g.
Pembangunan tugu monumen pemberdayaan KAT Komunitas Adat Terpencil
Gambar 5 Perumahan SAD Pasca Trans Sosial
Perumahan yang didirikan oleh pemerintah di atas lahan Suku Anak Dalam sendiri. Bibit yang diberikan oleh pemerintah tersebut mereka tanam dan rawat.
Pemerintah dengan sabar menuntun Suku Anak Dalam untuk merawat tanaman sawit tersebut agar menghasilkan buah yang baik. Perawatan yang diberikan seperti
mengikir rumput dan ilalang yang ada disekitar batang sawit, memberikan pupuk dengan teratur dan tidak lupa menjaga tanaman sawit agar tidak dimakan oleh hama
seperti babi hutan. Penantian atas perkembangan perkebunan sawit Suku Anak Dalam
38
akhirnya menghasilkan buah yang baik. Suku Anak Dalam dengan semangat memanen hasil perkebunan sawit mereka. Menjual buah sawit mereka kepada
tengkulak sawit. Suku Anak Dalam dengan didampingi oleh Temenggung Tarib merawawat dan menjaga agar kebun sawit mereka menghasilkan buah yang baik lagi.
Belum sampai mereka menikmati hasil panen yang ketiga kalinya, Suku Anak Dalam menjual kebun sawit mereka kepada orang dusun. Karena Suku Anak
Dalam yang tadinya hidup di dalam hutan dengan segala hasil hutan yang bisa mereka makan, sedangkan ketika mereka hidup di luar hutan mereka harus menunggu
kebun sawit mereka berbuah dan panen. Serta harus merawat dan menjaga agar kebun sawit mereka menghasilkan buah yang baik. Hal ini yang membuat Suku Anak
Dalam tersebut malas dan tidak mau berkebun lagi dan menjual kebun sawit mereka dengan harga relatif murah.
Hasil penjualan kebun tersebut di gunakan mereka untuk senang – senang yaitu membeli rokok, minuman keras dan buat makan sehari – hari. Setelah uang
mereka habis Suku Anak Dalam tidak memiliki mata pencharian lagi sehingga lahan perkebunan yang tadi sudah dijual kembali dijual lagi kepada orang lain tanpa
sepengetahuan pembeli pertama dan pembeli yang kedua ini juga tidak mengetahui kalau lahan perkebunan sawit yang dibeli sudah pernah dijual. Hal ini mengakibatkan
konflik bagi para pembeli lahan tersebut, pembeli tersebut bersikeras bahwa mereka yang memiliki lahan perkebunan tersebut tanpa ada yang mengalah.
Hal ini tidak membuat Suku Anak Dalam jera, tetapi mereka tetap saja menjual lahan perkebunan tersebut kepada pembeli yang tidak mengetahui bahwa
lahan yang ingin dijual oleh Suku Anak Dalam tersebut sedang bermasalah. Ketika
39
kasus lahan ini di bawa ke jalur hukum, Suku Anak Dalam tidak mau mengikuti hukum yang berlaku, tetapi mereka tetap bersikeras menggunakan hukum adat
mereka. Mereka tidak mengerti akan hukum negara yang berlaku. Keadaan ini tentu saja membuat masyarakat bingung. Dalam hal apapun Suku Anak Dalam memiliki
sifat yang memikirkan keuntungan. Seperti kejadian ini jika hukum negara dapat menguntungkan mereka maka, mereka akan memakai jalur hukum negara. Namun,
jika hukum adat yang menguntungkan mereka maka hukum adatlah yang mereka gunakan.
Di daerah Kabupaten Merangin tepatnya di Desa Muara Delang terdapat sebuah PT. Sari Aditya Loka I yang kosentrasinya pada buah sawit. PT tersebut
mengadakan program bantuan bagi Suku Anak Dalam yang ada di Bukit Dua Belas, yaitu memberikan mereka bantuan lahan perkebunan. Dengan tujuan agar Suku
Dalam memiliki mata pencaharian yang tetap. Namun, tetap saja lahan tersebut mereka jual kepada Masyarakat Terang. Sehingga, Suku Anak Dalam tidak memiliki
lahan perkebunan lagi. Suku Anak Dalam yang tidak memiliki lahan tidak bisa bekerja karena mereka tidak memiliki izajah. Sehingga, Suku Anak Dalam banyak
yang mencuri sawit warga dan membuat warga resah, karena Suku Anak Dalam tidak bisa di nasehati. Mereka beranggapan bahwa segala pohon dan tumbuhan maupun
hewan adalah milik nenek moyang mereka, sehingga mereka dapat memakan dan mengambil buah sawit sesuka hati mereka.
40
BAB III MENGENAL SUKU ANAK DALAM SEBELUM MENGIKUTI PROGRAM