32
berlebihan.Hingga kini suku Anak Dalam masih mempertahankan beberapa etika khusus
2.4 Suku Anak Dalam Pertahankan Hutan Dengan Hompongan
Jurnal Kebudayaan mengatakan bahwa Kelompok Orang rimba dari Suku Anak Dalam SAD yang menempati kawasan Air Hitam kabupaten Sarolangun,
Jambi mempunyai cara khas untuk menjaga kelestarian Taman Nasional Bukit Dua Delas yang menjadi tempat hidup mereka dengan pola ’Hompongan’. Semenjak 1998
kita orang rimba SAD yang mendiami TNB12 di Air Hitam ini sudah merintis terbentuknya ‘Hompongan’, yakni dengan menetapkan satu kawasan terluar hutan
TNBD untuk jadi kawasan mencari nafkah dan kehidupan bagi para orang rimba. Hompongan yang dirintis oleh Suku Anak Dalam dan diperlihatkan oleh
Temenggung Tarib kepada Presiden pada tahun 2006 lalu membawa dia sebagai salah seorang penerima Kalpataru kategori penyelamat lingkungan dari presiden,
sebenarnya selain sebagai lahan bagi SAD atau yang lebih populer disebut Suku Kubu juga sekaligus jadi pagar atau penyangga bagi keberadaan TNBD. Hompongan
berasal dari kata Hempangan atau penghalang dalam bahasa melayu, jadi dengan Hompongan kita kelompok SAD taat pada adat dan hukum jadi penjaga TNB12 dari
orang-orang yang berniat jahat seperti merambah hutan atau mencuri kayu karena, Suku Anak Dalam Akan mencegah pencuri digerbang pembatas. Pola Hompongan
tersebut terbukti sangat efektif menjaga kelestarian TNB12 yang hingga kini semakin lestari dan berkembang menjadi salah satu objek wisata andalan provinsi Jambi.
Pola Hompongan itu sendiri, awalnya hanyalah salah satu cara bagi kelompok SAD yang dipimpinnya untuk membatasi aktivitas ’Melangun’ atau nomaden
33
berladang berpindah-pindah yang bisa merusak banyak kawasan hutan. Dengan Hompongan mereka membatasi sendiri ruang geraknya untuk melakukan nomaden,
kini Suku Anak Dalam mencari hidup hanya dari kawasan Hompongan ini, Suku Anak Dalam bermukim di sini, jadi ketika ada orang dari luar yang masuk tanpa izin
sudah pasti akan tertahan di Hompongan yang selanjutnya mereka harus menjalani proses interogasi sesuai peraturan adat SAD.
Karena dinilai berhasil dan efektif membantu melestarikan serta menjaga alam, maka pola tersebut telah pula ditetapkan dan diujicobakan penerapannya
kepada kelompok-kelompok SAD lainnya di disisi lain hutan TNB12 tersebut yang masih terus dilakukan hingga kini. Namun sayangnya upaya pemerinah mencoba
menerapkan pola ini di kelompok lain banyak mengalami kegagalan, semua itu dikarenakan pola pikir dan penerimaan kelompok SAD tersebut tidak sama diantara
semua kelompok yang ada. Maka diantara mereka ada pula yang justru menjual Hompongannya ke masyarakat dari luar bahkan kepada para toke atau tengkulak.
2.5 Program Trans Sosial Transmigrasi Sosial