Kayu Kemiri Aleurites moluccana L. Willd. Kayu Jengkol Pithecellobium jiringa I. C. Nielsen

sangat berharga sebagai pohon multi-fungsi, mengingat dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk hijau dan obat tradisional.

2.2 Kayu Kemiri Aleurites moluccana L. Willd.

Menurut Martawijaya et al. 2005 kemiri Aleurites moluccana L. Willd. dikenal dengan nama lain candle nut, merupakan salah satu tanaman industri dari famili Euphorbiaceae. Ciri umum dari kayu kemiri adalah kayu teras dan gubal berwarna putih, bercorak polos, arah serat lurus, kekerasannya lunak, tekstur agak kasar, permukaan kayu sedikit mengkilap, kesan raba agak kesat sampai licin. Sifat fisik kayu Kemiri diantaranya memiliki berat jenis 0,31 dengan rentang antara 0,23 – 0,44 dan termasuk ke dalam kelas awet V dan kelas kuat IV – V. Tanaman kemiri terus mengalami peningkatan perluasan areal seiring pemanfaatan tanaman kemiri bukan lagi hanya sebagai penghasil bumbu dapur tapi dapat juga digunakan untuk keperluan industri dan tanaman obat. Anggota jarak-jarakan Euphorbiaceae seperti Aleurites moluccana L. Willd kemiri merupakan tumbuhan yang cepat tumbuh dan perbanyakan dilakukan melalui biji. Selain diambil bijinya yang bernilai ekonomi, pohon kemiri juga dapat berfungsi sebagai pohon pelindung untuk tanaman kopi dan coklat Wiriadinata 2010. Martawijaya et al. 2005 mengemukakan bahwa daerah penyebaran tumbuhan kemiri yaitu Aceh, Sumatera Utara, seluruh Jawa dan Bali, seluruh Sulawesi, Maluku, Nusa tenggara Timur dan Irian Jaya. Tinggi pohon sampai 25 m dengan panjang bebas batang 9-14 m, diameter sampai 100 cm, tidak berbanir. Tumbuh di daerah beriklim kering. Kayu kemiri mudah digergaji dan mudah dikerjakan baik dengan alat tangan maupun dengan mesin. Kayu kemiri dapat digunakan untuk vinir bagian dalam, tusuk gigi, sumpit makan, peti, barang kerajinan topeng dan wayang golek dan mainan anak-anak.

2.3 Kayu Jengkol Pithecellobium jiringa I. C. Nielsen

Kayu jengkol Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen merupakan salah satu tanaman industri yang berasal dari famili Leguminoseae. Damayanti dan Mandang 2007 mengemukakan bahwa ciri umum dari kayu jengkol yaitu kayu teras berwarna merah muda sedikit keputihan dapat dibedakan secara jelas dengan kayu gubal yang berwarna putih, kuning sampai coklat pucat. Arah serat lurus dengan sedikit berpadu atau bergelombang dengan tekstur agak kasar tapi rata dan memiliki tingkat kekerasan sangat lunak sampai agak keras. Tumbuhan jengkol merupakan pohon dibagian barat Nusantara, tingginya 26 m dan dibudidayakan secara umum oleh penduduk di Jawa dan Sumatera dan dibeberapa daerah tumbuh menjadi liar. Tumbuh paling baik di daerah dengan musim kemarau yang sedang dan tidak tahan terhadap musim kemarau yang panjang. Tumbuhan jengkol tersebar dibeberapa daerah antara lain Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi Utara. Kayu jengkol termasuk ke dalam kelas kuat II-III dan kelas awet IV-V dengan berat jenis 0,47 berkisar 0,41 – 0,60. Kayu jengkol dapat digunakan untuk konstruksi ringan, papan sambung interior, furniture, lemari, kapal, dayung, perabot rumah tangga, pegangan pisau, sarung senjata, kotak dan peti mati, dapat juga digunakan sebagai kayu bakar Damayanti dan Mandang 2007. Pohon jengkol merupakan tumbuhan asli Indonesia yang dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl. Umumnya dijumpai di daerah terbuka atau sedikit ternaungi, lahan yang kurang terawat pada tanah-tanah liat, lempung maupun yang berbatu dengan drainase yang baik. Dijumpai juga diatas daerah kering, tetapi jenis ini tidak tahan terhadap kekeringan yang drastis. Pohon jengkol dapat mencapai tinggi 26 meter dengan diameter 40 cm. Batangnya tidak berbanir, tumbuhnya tegak lurus dengan bebas cabang lebih dari 3 m dari permukaan tanah Sutarmaji 2005.

2.4 Kayu Lapis Plywood