Kualtitas kayu lapis dari kayu bulat berdiameter kecil jenis Dadap (Erythrina variegata Lamk.), Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen)

(1)

(Aleurites moluccana

L. Willd.

)

DAN JENGKOL

(Pithecellobium jiringa

Benth. I. C. Nielsen

)

BASO ARSADI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(Aleurites moluccana

L. Willd.

)

DAN JENGKOL

(Pithecellobium jiringa

Benth. I. C. Nielsen

)

BASO ARSADI

E24063416

Karya Ilmiah

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Kecil Jenis Dadap (Erythrina variegata Lamk.), Kemiri (Aleurites Moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen) Di bawah bimbingan Muh. Yusram Massijaya

Kebutuhan kayu sebagai bahan baku industri kayu lapis semakin meningkat terutama kebutuhan terhadap kayu bulat berdiameter besar. Akan tetapi potensi kayu bulat berdiameter besar dan memiliki kualitas bagus yang terdapat di hutan alam semakin berkurang sehingga ketersediaannya menjadi terbatas. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan kayu bulat berdiameter besar yaitu dengan memanfaatkan kayu bulat berdiameter kecil yang berasal dari hutan rakyat maupun hutan tanaman industri. Beberapa kayu yang dapat dimanfaatkan dari hutan rakyat maupun hutan tanaman industri antara lain kayu Dadap (Erythrina variegata Lamk.), kayu Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kualitas kayu lapis dari kayu bulat berdiameter kecil jenis Dadap (Erythrina variegata Lamk.), Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen)

dengan standar JAS 232 (2003).

Parameter kualitas kayu lapis dilihat dari nilai kadar air dan keteguhan rekat sejajar serat dan tegak lurus serat pada uji basah dan uji kering yang diperoleh dari hasil uji laboratorium dan memenuhi standar JAS No. 232 tahun 2003. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain vinir dari jenis kayu dadap, kemiri dan jengkol sedangkan perekat yang digunakan antara lain urea formaldehida, melamin formaldehida dan phenol formaldehida. Kayu lapis yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 0,45 cm dengan kombinasi ketebalan vinir

face/back dan core masing-masing 1,5 mm. Metode pelaburan yaitu single spread

dengan berat labur 30 g/ft2, tekanan kempa panas 10 kg/cm2 selama 5 menit dengan suhu UF 110 °C, MF 120 °C dan PF 130 °C.

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar air kayu lapis berkisar 10,01-16,28%. Berdasarkan standar JAS, nilai kadar air kayu lapis telah memenuhi standar (≤ 14%) kecuali kayu lapis yang menggunakan perekat PF (14,48-16,28 %). Nilai keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah dan uji kering sejajar serat telah memenuhi standar (≥ 8,24 kgf/cm2

) JAS No.232 tahun 2003. Sedangkan nilai keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah dan uji kering tegak lurus serat tidak memenuhi standar (< 8,24 kgf/cm2) JAS No.232 tahun 2003.


(4)

Lapis dari Kayu Bulat Berdiameter Kecil Jenis Dadap (Erythrina variegata

Lamk.), Kemiri (Aleurites Moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Baso Arsadi NRP. E24063416


(5)

Jenis Dadap (Erythrina variegata Lamk.), Kemiri

(Aleurites Moluccana L. Willd.) dan Jengkol

(Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen)

Nama Mahasiswa : Baso Arsadi NRP : E24063416

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS NIP. 19641124 198903 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 1966 0212 199103 1 002


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir jaman.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Kualitas Kayu Lapis dari Kayu Bulat Berdiameter Kecil Jenis Dadap (Erythrina variegata Lamk.), Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Maret 2011 Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 21 Juli 1988 sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Andi Sessu dan Sitti Sirariah. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis antara lain di Sekolah Dasar Negeri Layang I Makassar tahun 1994-2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 24 Makassar tahun 2000-2003, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Makassar tahun 2003-2006. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di bangku sekolah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler seperti Pramuka, KERAMAD dan SFC. Kemudian setelah masuk ke universitas, penulis juga aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) periode 2007-2008, staf Divisi Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E IPB) periode 2007-2008, Pengurus Cabang Sylva Indonesia (PC SI IPB) bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) tahun 2009-2010. Selain itu penulis juga pernah menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Futsal IPB pada tahun 2007 dan aktif dalam organisasi mahasiswa daerah Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Indonesia Asal Sulawesi Selatan (IKAMI Sul-Sel).

Selama menjadi mahasiswa, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada bulan Juli 2008 di Cilacap-Baturaden. Pada bulan Juli – Agustus 2009 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Gunung Walat dan pada bulan Agustus - September 2010 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Intracawood Manufacturing, Tarakan, Kalimantan Timur.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kualitas Kayu Lapis dari Kayu Bulat Berdiameter Kecil Jenis Dadap

(Erythrina variegata Lamk.), Kemiri (Aleurites Moluccana L. Willd.) dan Jengkol

(Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen)” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. YusramMassijaya, MS.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala curahan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Atas segala bantuan dari semua pihak, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Orangtua tercinta (Andi Sessu dan Sitti Sirariah), saudara-saudara tersayang (Arna, Asrar, Anjar dan Aso) dan segenap keluarga penulis, atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan selama ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku dosen

pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS, Bapak Ir. Edje Djamhuri dan Ibu Resti Meilani, S. Hut, MSi selaku dosen penguji.

4. Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan khususnya Departemen Hasil Hutan (dosen pengajar, para staf, para laboran, rekan-rekan mahasiswa DHH serta mamang dan bibi) yang selalu membantu selama ini.

5. Ajeng Kartini Rahmania atas kasih sayang, kesabaran, motivasi dan doa yang telah diberikan.

6. Teman-teman SEMERU dan AUTIS 43 yang sudah menjadi keluarga yang sangat menyenangkan dalam kebersamaan.

7. Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Sulawesi Selatan : Joko, Yusuf, Idam, Wahyu, Gepeng, Wawan, Zulkifli, Fandi, Surya, Ferdi, Masyum, Ardi, Adi, Mail dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu terima kasih atas kebersamaan serta motivasinya selama penulis menjalani masa perkuliahan hingga penelitian dan lulus.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Maret 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Dadap (Erythrina variegata Lamk.) ... 3

2.2 Kayu Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) ... 4

2.3 Kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen) ... 4

2.4 Kayu Lapis (Plywood) ... 5

2.5 Perekat (Adhesive) ... 6

2.6 Kadar Air Kayu Lapis ... 9

2.7 Keteguhan Rekat Kayu Lapis ... 10

2.8 Kayu Bulat Berdiameter Kecil (Small Diameter Logs) ... 10

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Alat dan Bahan ... 11

3.3 Metode Kerja ... 11

3.4 Analisis Data ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Lapis ... 18

4.2 Sifat Mekanis Kayu Lapis ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pemotongan Contoh Uji ... 13

2. Contoh Uji Keteguhan Rekat Tegak Lurus Serat ... 15

3. Contoh Uji Keteguhan Rekat Sejajar Serat ... 15

4. Diagram Alir Prosedur Penelitian ... 16

5. Histogram Nilai Rata-rata Kadar Air Kayu Lapis ... 18

6. Histogram Nilai Rata-rata Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji Kering Sejajar Serat ... 21

7. Histogram Nilai Rata-rata Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji Basah Sejajar Serat ... 23

8. Histogram Nilai Rata-rata Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji Kering Tegak Lurus Serat... 25

9. Histogram Nilai Rata-rata Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji Basah Tegak Lurus Serat... 26


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Glue Spread (berat labur) berdasarkan tipe perekat... 12

2. Rasio antara tebal lapisan core dengan lapisan face dan koefisiennya ... 17

3. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe Perekat UF ... 33

4. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe Perekat MF ... 33

5. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe Perekat PF ... 33

6. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe Perekat UF ... 33

7. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe Perekat MF ... 34

8. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe Perekat PF ... 34

9. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe Perekat UF ... 34

10. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe Perekat MF ... 34

11. Kadar Air Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe Perekat PF ... 35

12. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe Perekat UF (UjiKering) ... 36

13. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe Perekat MF (UjiKering) ... 36

14. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe Perekat PF (UjiKering)... 36

15. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe Perekat UF (UjiKering) ... 37

16. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe Perekat MF (UjiKering) ... 37

17. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe Perekat PF (UjiKering)... 37

18. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) KayuLapis Jenis JengkolDengan Tipe Perekat UF (UjiKering) ... 38

19. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe Perekat MF (UjiKering) ... 38

20. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe Perekat PF (UjiKering) ... 38


(12)

21. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe

Perekat UF (UjiBasah) ... 39 22. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Dadap Dengan Tipe

Perekat MF (UjiBasah) ... 39 23. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Dadap DenganTipe

Perekat PF (UjiBasah) ... 39 24. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe

Perekat UF (UjiBasah) ... 40 25. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe

Perekat MF (UjiBasah)... 40 26. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Kemiri Dengan Tipe

Perekat PF (UjiBasah) ... 40 27. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe

Perekat UF (UjiBasah) ... 41 28. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe

Perekat MF (UjiBasah)... 41 29. Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Jenis Jengkol Dengan Tipe


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Data Hasil Pengujian Kadar Air (%) Kayu Lapis ... 33 2. Data Hasil Pengujian Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Pada Uji

Kering Sejajar Serat dan Tegak Lurus Serat ... 36 3. Data Hasil Pengujian Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Pada Uji

Basah Sejajar Serat dan Tegak Lurus Serat ... 39 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air Kayu Lapis ... 42 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji

Kering sejajar serat ... 45 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji

Basah sejajar serat ... 47 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji

Kering tegak lurus serat ... 50 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Keteguhan Rekat Kayu Lapis Pada Uji


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kebutuhan kayu sebagai bahan baku industri kayu lapis semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, terutama kebutuhan terhadap kayu bulat berdiameter besar. Akan tetapi potensi kayu bulat berdiameter besar dan memiliki kualitas bagus yang terdapat di hutan alam semakin berkurang sehingga ketersediaannya menjadi terbatas. Hal ini menimbulkan permasalahan di industri perkayuan terutama industri kayu lapis yang menggunakan kayu bulat berdiameter besar sebagai bahan baku. Jika hal ini tetap dibiarkan berkelanjutan, masa depan industri kayu lapis dapat terancam kesulitan bahan baku.

Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan kayu bulat berdiameter besar yaitu dengan memanfaatkan kayu bulat berdiameter kecil (Small Diameter Logs) yang berasal dari hutan rakyat maupun hutan tanaman industri. Akan tetapi dalam pemanfaatannya terdapat kendala yakni kayu bulat berdiameter kecil banyak mengandung kayu juvenile yang menyebabkan kerapatan dan kekuatannya lebih rendah dari kayu mature. Selain itu, stabilitas dimensi Small Diameter Logs (SDL) lebih rendah dari Large Diameter Logs

(LDL) (Massijaya et al. 2010). Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi yang baik dan pengolahan yang tepat agar diperoleh produk yang berkualitas.

Beberapa kayu yang dapat dimanfaatkan dari hutan rakyat maupun hutan tanaman industri antara lain kayu Dadap (Erythrina variegata Lamk.), kayu Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa

Benth. I. C. Nielsen). Ketiga jenis kayu ini memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan kayu lapis karena mudah didapatkan dan tersebar luas di Indonesia serta belum banyak digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian kualitas sifat fisis dan mekanis kayu lapis dari jenis Dadap, Kemiri dan Jengkol.


(15)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kualitas kayu lapis dari kayu bulat berdiameter kecil jenis Dadap (Erythrina variegata Lamk.), Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa

Benth. I. C. Nielsen) dengan standar JAS 232 (2003). 1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kualitas kayu lapis dari kayu bulat berdiameter kecil jenis Dadap (Erythrina variegata

Lamk.), Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen), sehingga kayu ini dapat diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Dadap (Erythrina variegata Lamk.)

Kayu dadap atau cangkring (Erythrina variegata Lamk.) merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari family Leguminoseae. Menurut Valkenburg dan Bunyapraphatsara (2002) ciri-ciri dari kayu dadap yaitu kayu teras berwarna pucat atau putih dan tidak dapat dibedakan secara jelas dengan kayu gubalnya. Arah serat lurus dan sedikit bergelombang, tekstur kasar dan tidak merata. Kayu dadap termasuk kayu ringan dengan berat jenis 0,24-0,38 g/cm3 dan termasuk ke dalam kelas kuat V dan kelas awet V. Tinggi pohon mencapai 27 m dengan tinggi bebas cabang 21 m dan diameter bisa mencapai 45-60 cm.

Erythrina variegata temasuk salah satu jenis pohon yang memiliki pertumbuhan yang cepat yaitu dalam waktu 3 tahun saja mampu memiliki tinggi 2,5 m dan mencapai dewasa pada umur 8-10 tahun dengan tinggi 15-20 m dan beberapa mencapai 25 m dengan diameter mencapai 40-60 cm (Satyarini 2003). Desch (1957) dalam Satyarini (2003) menjelaskan bahwa kayu dari genus Erythrina memiliki kualitas serat yang sangat bagus sehingga cocok untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan kertas. Dinding sel tipis sampai sedang dan agak lebar.

Menurut Hong dan Prawirohatmodjo (1998) kayu dadap dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan kayu bakar sedangkan daun dan kulitnya dapat digunakan sebagai pupuk, pakan ternak dan obat tradisional. Kayu dadap tersebar dari hutan pantai Afrika Timur, India, Asia Tenggara dan Australia. Valkenburg dan Bunyapraphatsara (2002) menyatakan bahwa kayu dadap dapat dimanfaatkan untuk perisai, tombak, sepatu kayu, ukiran, artefak murah dan peralatan dapur serta dapat digunakan sebagai bahan baku pulp. Biasanya juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan obat tradisional. Kayu dadap tersebar di Amerika sekitar 70 spesies, Afrika sekitar 32 spesies dan di Asia sekitar 18 spesies.

Menurut Valkenburg dan Bunyapraphatsara (2002), prospek kayu dadap untuk produksi kayu tidak menjanjikan. Kayu merupakan produk utama sekunder, meskipun telah menunjukkan beberapa potensi produksi kertas. Kayu dadap bisa


(17)

sangat berharga sebagai pohon multi-fungsi, mengingat dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk hijau dan obat tradisional.

2.2 Kayu Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.)

Menurut Martawijaya et al. (2005) kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.)

dikenal dengan nama lain candle nut, merupakan salah satu tanaman industri dari famili Euphorbiaceae. Ciri umum dari kayu kemiri adalah kayu teras dan gubal berwarna putih, bercorak polos, arah serat lurus, kekerasannya lunak, tekstur agak kasar, permukaan kayu sedikit mengkilap, kesan raba agak kesat sampai licin. Sifat fisik kayu Kemiri diantaranya memiliki berat jenis 0,31 dengan rentang antara 0,23 – 0,44 dan termasuk ke dalam kelas awet V dan kelas kuat IV – V. Tanaman kemiri terus mengalami peningkatan perluasan areal seiring pemanfaatan tanaman kemiri bukan lagi hanya sebagai penghasil bumbu dapur tapi dapat juga digunakan untuk keperluan industri dan tanaman obat.

Anggota jarak-jarakan Euphorbiaceae seperti Aleurites moluccana L. Willd (kemiri) merupakan tumbuhan yang cepat tumbuh dan perbanyakan dilakukan melalui biji. Selain diambil bijinya yang bernilai ekonomi, pohon kemiri juga dapat berfungsi sebagai pohon pelindung untuk tanaman kopi dan coklat (Wiriadinata 2010).

Martawijaya et al. (2005) mengemukakan bahwa daerah penyebaran tumbuhan kemiri yaitu Aceh, Sumatera Utara, seluruh Jawa dan Bali, seluruh Sulawesi, Maluku, Nusa tenggara Timur dan Irian Jaya. Tinggi pohon sampai 25 m dengan panjang bebas batang 9-14 m, diameter sampai 100 cm, tidak berbanir. Tumbuh di daerah beriklim kering. Kayu kemiri mudah digergaji dan mudah dikerjakan baik dengan alat tangan maupun dengan mesin. Kayu kemiri dapat digunakan untuk vinir bagian dalam, tusuk gigi, sumpit makan, peti, barang kerajinan (topeng dan wayang golek) dan mainan anak-anak.

2.3 Kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa I. C. Nielsen)

Kayu jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen) merupakan salah satu tanaman industri yang berasal dari famili Leguminoseae. Damayanti dan Mandang (2007) mengemukakan bahwa ciri umum dari kayu jengkol yaitu


(18)

kayu teras berwarna merah muda sedikit keputihan dapat dibedakan secara jelas dengan kayu gubal yang berwarna putih, kuning sampai coklat pucat. Arah serat lurus dengan sedikit berpadu atau bergelombang dengan tekstur agak kasar tapi rata dan memiliki tingkat kekerasan sangat lunak sampai agak keras.

Tumbuhan jengkol merupakan pohon dibagian barat Nusantara, tingginya 26 m dan dibudidayakan secara umum oleh penduduk di Jawa dan Sumatera dan dibeberapa daerah tumbuh menjadi liar. Tumbuh paling baik di daerah dengan musim kemarau yang sedang dan tidak tahan terhadap musim kemarau yang panjang. Tumbuhan jengkol tersebar dibeberapa daerah antara lain Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi Utara. Kayu jengkol termasuk ke dalam kelas kuat II-III dan kelas awet IV-V dengan berat jenis 0,47 berkisar 0,41 – 0,60. Kayu jengkol dapat digunakan untuk konstruksi ringan, papan sambung interior, furniture, lemari, kapal, dayung, perabot rumah tangga, pegangan pisau, sarung senjata, kotak dan peti mati, dapat juga digunakan sebagai kayu bakar (Damayanti dan Mandang 2007).

Pohon jengkol merupakan tumbuhan asli Indonesia yang dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl. Umumnya dijumpai di daerah terbuka atau sedikit ternaungi, lahan yang kurang terawat pada tanah-tanah liat, lempung maupun yang berbatu dengan drainase yang baik. Dijumpai juga diatas daerah kering, tetapi jenis ini tidak tahan terhadap kekeringan yang drastis. Pohon jengkol dapat mencapai tinggi 26 meter dengan diameter 40 cm. Batangnya tidak berbanir, tumbuhnya tegak lurus dengan bebas cabang lebih dari 3 m dari permukaan tanah (Sutarmaji 2005).

2.4 Kayu Lapis (Plywood)

Hing (1992) mendefinisikan kayu lapis adalah sebuah papan tiruan yang terbuat dari lembaran-lembaran tipis atau vinir kayu yang terdiri dari tiga lapis atau lebih dimana setiap lapisan ditumpuk dan direkatkan satu sama lain dengan arah serat berlawanan atau tegak lurus. Namun, menurut Bowyer et al. (2003) kayu lapis merupakan sebuah produk panel dari lembaran vinir yang direkatkan bersama-sama sehingga arah seratnya tegak lurus dari beberapa vinir kayu dan sejajar atau searah panel.


(19)

Kebanyakan jenis plywood, orientasi seratnya dari setiap lembaran saling tegak lurus satu sama lain. Pada umumnya kayu lapis dibuat dengan jumlah lapisan ganjil, tetapi ada beberapa kayu lapis yang dibuat dengan jumlah lapisan genap seperti empat dan enam lapis. Jenis ini menghasilkan konsruksi panel dengan stabilitas dimensi yang sangat baik, baik searah serat maupun tegak lurus serat (Bowyer et al. 2003).

Sifat dan kinerja kayu lapis dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Faherty dan Williamson (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dan kinerja kayu lapis berasal dari komposisi kayu lapis itu sendiri, antara lain ketebalan lapisan, jumlah lapisan, jenis vinir dalam satu panel, orientasi lapisan, kualitas kelas vinir dan jenis perekat. Kombinasi dari komposisi tersebut memungkinkan produsen untuk menyesuaikan produk sesuai tujuan penggunannya.

Jenis perekat yang digunakan untuk laminasi vinir mempengaruhi keawetan kayu lapis yang dihasilkan. Jenis perekat yang umum digunakan adalah perekat resin fenolik. Perekat ini tahan terhadap air dan tidak akan terdegradasi oleh mikroorganisme. Resin fenolik dapat dimodifikasi dengan mencampurkan sedikit air dan bahan lainnya untuk menghasilkan perekat yang lebih ekonomis akan tetapi tidak terlalu tahan terhadap air. Kayu lapis memiliki banyak keuntungan dibanding kayu solid antara lain berat lebih ringan, kayu lapis lebih isolator dan memiliki konduktivitas termal yang lebih rendah dalam keadaan kering. Kayu lapis bisa dilapisi dengan produk lain seperti logam untuk meningkatkan lapisan permukaan untuk aplikasi tertentu (Faherty dan Williamson 1999).

2.5 Perekat (Adhesive)

Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Perekat biasanya digunakan pada industri kayu, plastik, kertas serta kulit. Selain itu penggunaan perekat dapat ditemukan pada bahan bangunan, kemasan pangan, tekstil dan perkapalan (Dewi 2008).

Menurut Sutigno (2000) dalam Irmon (2005) perekat adalah suatu bahan yang dapat menahan dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan. Banyak bahan


(20)

yang dapat menahan dua buah benda tetapi bukan berdasarkan ikatan permukaan, seperti tali, paku, pasak dan baut. Bahan seperti ini tidak termasuk perekat. Dasar dari perekatan adalah prinsip kohesi dan adhesi dari partikel bahan yang saling berhubungan, adanya gaya tersebut menyebabkan terjadi interaksi molekul, atom maupun ion-ion dari kedua permukaan. Ikatan permukaan ini dapat terjadi karena, masuknya cairan perekat ke dalam pori benda yang direkat kemudian mengeras (perekatan mekanis) dan gaya tarik antara molekul perekat dengan molekul benda yang direkat (perekatan spesifik). Perekat yang umum digunakan antara lain Urea Formaldehida, Melamin Formaldehida dan Phenol Formaldehida.

A. Urea Formaldehida

Urea formaldehida merupakan hasil kondensasi dari urea dan formaldehida dengan perbandingan molar 1:(1,5-2). Urea formaldehida ini larut dalam air dan proses pengerasannya akan terbentuk pola ikatan jaringan ( cross-link). Urea formaldehida akan cepat mengeras dengan naiknya temperatur dan/atau turunnya pH (Ruhendi et al. 2007), sedangkan Pizzi (1994) mengatakan bahwa urea formaldehida (UF) resin adalah perekat yang sangat penting dan banyak digunakan dibandingkan dengan perekat amoniresin. Resin UF merupakan hasil kondensasi polimer dari reaksi formaldehida dengan urea.

Urea Formaldehida adalah salah satu contoh polimer yang merupakan hasil kondensasi urea dengan formaldehida. Polimer jenis ini banyak digunakan di industri untuk berbagai tujuan seperti bahan adhesive papan fiber, plywood dan laminasi. Urea formaldehida merupakan resin thermosetting yang terbuat dari urea dan formaldehid yang dipanaskan dalam suasana basa seperti amoniak atau piridin. Resin ini memiliki sifat tensile-strength dan hardness permukaan yang tinggi serta absorpsi air yang rendah (Anonim 2010).

Keuntungan dari perekat UF adalah larut dalam air sehingga dalam pembuatannya dapat dalam jumlah yang banyak dan relatif murah, dapat dicampur perekat melamin formaldehida agar kualitas perekatnya lebih baik, tidak mudah terbakar, sifat termal yang baik, berwarna putih sehingga tidak memberikan warna gelap pada waktu penggunaannya, dan mudah beradaptasi dalam berbagai kondisi (Pizzi 1994). Kekurangan urea formaldehida yaitu kurang


(21)

tahan terhadap pengaruh asam dan basa serta penggunaannya terbatas untuk interior saja (Ruhendi et al. 2007).

B. Melamin Formaldehida

Melamin formaldehida (MF) adalah salah satu jenis perekat yang banyak digunakan untuk panel eksterior dan untuk menyiapkan lapisan permukaan yang biasa disebut paper laminates dan overlays. Karakteristik yang membedakan perekat MF dan UF adalah perekat MF sangat tahan terhadap serangan air sehingga harganya lebih mahal. MF resin digunakan sebagai perekat kayu lapis untuk eksterior dan semi eksterior sesuai dengan grade plywood. Penggunaan perekat MF hampir sama dengan perekat UF hanya saja perekat MF lebih tahan terhadap serangan air. Selain itu, resin MF dapat digunakan untuk impregnasi kertas (Pizzi 1994).

Karakteristik dari melamin formaldehida yaitu berwarna putih dan lebih tahan terhadap cuaca dibandingkan dengan perekat UF. Perekat ini memiliki ketahanan terhadap cuaca yang hampir setara dengan perekat phenol formaldehida atau resorsinol formaldehid. Perekat MF relatif lebih mahal dibandingkan perekat UF dan membutuhkan suhu lebih dari 240 °F agar dapat mengeras atau sebelum digunakan. Perekat ini lebih sering digunakan untuk plywood eksterior dan semi-eksterior dan untuk finger joint (Koch 1972).

Menurut Ruhendi et al. (2007) kelebihan melamin formaldehida adalah cukup tahan terhadap serangan air panas, yakni dapat direbus dalam air selama tiga jam, stabilitas terhadap panasnya tinggi, dapat mengeras pada suhu yang sangat rendah serta dapat digunakan untuk impregnasi. Kekurangan melamin formaldehida adalah harganya relatif lebih mahal dibanding urea formaldehida.

C. Phenol Formaldehida

Phenol formaldehida merupakan hasil kondensasi formaldehida dengan monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, kresol dan xylenol. Phenol formaldehida ini dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat

thermosetting dan novolak yang bersifat thermoplastic (Ruhendi et al. 2007). Menurut Vick (1999) dalam Herawati dan Massijaya (2006) perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu : cairan, serbuk atau film. Perekat PF


(22)

memiliki garis rekat berwarna merah gelap dan matang dalam kempa panas pada suhu 120 °C - 150 °C. Perekat PF memiliki kekuatan basah dan kering tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandingkan kayu terhadap suhu tinggi.

Phenol Formaldehida resin juga disebut resin fenolik yang merupakan salah satu dari sejumlah resin sintetik yang dibuat dengan mereaksikan fenol dengan formaldehida. Phenol formaldehida umumnya digunakan sebagai perekat kayu lapis dan produk kayu struktural. Phenol formaldehida sangat baik digunakan sebagai perekat kayu lapis dan papan partikel karena membentuk ikatan kimia dengan phenol seperti lignin komponen kayu. Produk kayu yang menggunakan perekat phenol formaldehida umumnya digunakan untuk eksterior karena memiliki ketahanan kelembaban yang sangat baik dan tahan terhadap panas (Anonim 2010).

Menurut Ruhendi et al. (2007) kelebihan phenol formaldehida yaitu tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap bakteri, jamur, rayap dan mikro-organisme serta tahan terhadap bahan kimia, seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan phenol formaldehida yaitu memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat urea-formaldehida atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relatif tebal dan mudah patah.

2.6 Kadar Air Kayu Lapis

Kadar air merupakan banyaknya kandungan air yang terdapat di dalam kayu. Kadar air kayu lapis menunjukkan persentase banyaknya kandungan air yang terdapat dalam kayu lapis pada kondisi berat kering udara dibandingkan berat kayu lapis pada kondisi kering tanur setelah pengovenan. Menurut Bowyer

et al. (2003) kadar air berpengaruh besar terhadap kekuatan kayu atau produk kayu. Kadar air semakin rendah, maka pada umumnya kayu akan semakin bertambah kuat. Hampir semua sifat kayu dan produk kayu dipengaruhi oleh air, oleh karena itu perlu diketahui khuluk air di dalam kayu.

Air dalam kayu terbagi dua jenis yaitu air terikat dan air bebas. Menurut Bowyer et al. (2003) air cair yang terdapat di dalam rongga sel sering disebut air


(23)

bebas dan air di dalam dinding sel dinamakan air terikat. Air bebas relatif mudah untuk dikeluarkan dan air terikat lebih susah karena adsorbsi permukaan dalam struktur kayu. Makin rendah kandungan air di bawah TJS, makin kuat air itu terikat.

2.7 Keteguhan Rekat Kayu Lapis

Keteguhan rekat merupakan keteguhan tarik tegak lurus permukaan kayu lapis. Sifat ini merupakan ukuran terbaik tentang kualitas pembuatan kayu lapis karena menunjukkan kekuatan ikatan antar partikel. Sifat keteguhan rekat akan semakin sempurna dengan bertambahnya jumlah perekat yang digunakan dalam proses pembuatan papan partikel.

Keteguhan rekat sangat dipengaruhi oleh jumlah perekat yang digunakan. Mekanisme perekatan terjadi ketika permukaan bahan (substrat) yang dilaburkan perekat sehingga dapat mengalir ke dalam pori-pori bahan yang direkat dan mengeras. Perekat yang mengeras di dalam pori-pori bahan yang direkat berfungsi sebagai jangkar perekatan (Gent & Hamed 1983) dalam Ruhendi et al. (2007). 2.8 Kayu Bulat Berdiameter Kecil (Small Diameter Logs)

Keegan et al. (2005) dalam Massijaya et al. (2010) menyatakan bahwa kayu bulat berdiameter kecil adalah kayu bulat yang memiliki diameter kurang dari 25,4 cm. Berdasarkan PP No. 74 Tahun 1999 dalam Massijaya et al. (2010) kayu bulat berdiameter kecil adalah kayu bulat yang memiliki diameter kurang dari 30 cm.

Umumnya kayu bulat berdiameter kecil masih berumur muda sehingga banyak mengandung kayu juvenile yang menyebabkan kerapatan dan kekuatannya lebih rendah dari kayu mature. Selain itu, stabilitas dimensi kayu bulat berdiameter kecil (Small Diameter Logs) lebih rendah dari kayu bulat yang memiliki diameter besar (Large Diameter Logs) (Massijaya et al. 2010).


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bio-Komposit untuk pembuatan kayu lapis, pemotongan dan pengujian sifat fisis dan mekanis contoh uji dilakukan di Laboratorium Teknik Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama empat bulan yaitu dari bulan Mei – September 2010.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kayu lapis adalah mesin hot press, circular saw, moisture meter, kaliper, kuas, kamera dan alat tulis. Alat yang digunakan dalam pengujian sifat fisis kayu lapis yaitu timbangan elektrik, oven dan desikator. Pengujian sifat mekanis kayu lapis menggunakan alat uji mekanis

Universal Testing Machine merek Instron.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vinir yang berasal dari jenis kayu Dadap (Erythrina variegata Lamk.), kayu Kemiri (Aleurites moluccana

L. Willd.) dan kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen) yang diperoleh dari PT Andatu Lestari Plywood, Lampung. Perekat yang digunakan adalah Urea Formaldehyde (UF), Phenol Formaldehyde (PF), Melamine Formaldehyde (MF) yang diperoleh dari PT Pamolite Adhesive Industry.

3.3 Metode Kerja

3.3.1 Pembuatan Kayu Lapis

Kayu lapis yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 4,5 mm dengan kombinasi ketebalan face, core dan back masing-masing dengan tebal 1,5 mm dari tiga jenis kayu yaitu kayu dadap, kayu kemiri, dan kayu jengkol dan perekat yang digunakan adalah UF, MF dan PF.

3.3.1.1 Persiapan Bahan Baku

Bahan baku berupa vinir dari tiga jenis kayu yaitu kayu Dadap (Erythrina variegata Lamk.), kayu Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd.) dan kayu Jengkol


(25)

(Pithecellobium jiringa Benth. I. C. Nielsen) dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 1,5 mm yang diperoleh dari PT Andatu Lestari Plywood.

3.3.1.2 Pemotongan Vinir

Pemotongan vinir dilakukan dengan menggunakan mesin circular saw

menjadi ukuran 30 cm x 30 cm x 1,5 mm. 3.3.1.3 Pengeringan Vinir

Vinir yang telah dipotong menjadi ukuran 30 cm x 30 cm x 1,5 mm, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 ˚C selama 2 hari (24 jam) untuk memperoleh kadar air vinir antara 8-10%. Setelah proses pengeringan dilakukan pengkondisian vinir pada suhu ruangan sebelum dilakukan pelaburan perekat.

3.3.1.4 Pelaburan Perekat

Proses pelaburan perekat dilakukan dengan metode single spread yaitu perekat dilaburkan hanya pada bagian vinir core. Perekat dilaburkan pada bagian vinir core dengan berat labur masing-masing tipe perekat (Tabel 1) sehingga diperoleh nilai kebutuhan perekat kayu lapis. Assembly time berkisar antara 4-5 menit.

Tabel 1 Glue Spread (berat labur) berdasaran tipe perekat Jenis Ketebalan Core

(mm)

Glue Spread (g/ft2)

UF PF MF

Dadap 1,5 – 2,0 28 – 32 30 – 34 28 – 32 Jengkol 1,5 – 2,0 28 – 32 30 – 34 28 – 32 Kemiri 1,5 – 2,0 28 – 32 30 – 34 28 – 32 Sumber : Technical Data PT Pamolite Adhesive Industry

Nilai Kebutuhan perekat kayu lapis dihitung menggunakan rumus : Kebutuhan Perekat (g) = Luas Permukaan core x Glue Spread

Keterangan :

Luas Permukaan core = panjang core x lebar core (mm2)


(26)

3.3.1.5 Penyusunan Vinir

Vinir-vinir disusun atau ditumpuk dengan arah serat saling tegak lurus satu sama lain sebanyak 3 lapis sehingga dihasilkan satu panel kayu lapis.

3.3.1.6 Pengempaan Panas

Setelah proses pelaburan perekat, selanjutnya dilakukan proses pengempaan panas menggunakan mesin hot press dengan suhu untuk masing-masing perekat : UF 110 ºC, MF 120 ºC dan PF 130 ºC dengan tekanan 10 kg/cm2 dan waktu kempa 5 menit.

3.3.1.7 Pengkondisian Kayu Lapis

Kayu lapis yang telah dikempa dikondisikan pada suhu ruangan selama 2 minggu. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi kayu lapis dengan kondisi lingkungan sekitar. Menurut Kurniawan dan Massijaya (2006) Pengkondisian ditujukan untuk melepas tegangan-tegangan kompresi dan melepas emisi formaldehid dan komponen volatile lainnya.

3.3.2 Pemotongan Contoh Uji

Pemotongan contoh uji dilakukan berdasarkan Standar JAS (Japanese Agricultural Standard) for Plywood No. 232 tahun 2003. Untuk contoh uji kadar air sebanyak 1 buah dan contoh uji keteguhan rekat sebanyak 5 buah.

30 cm

30 cm

Gambar 1 Pemotongan contoh uji.

A B


(27)

Keterangan :

a) Contoh uji kadar air dengan ukuran 7,5 cm × 7,5 cm.

b) Contoh uji keteguhan rekat tegak lurus serat dengan ukuran 7,5 cm × 2,5 cm.

c) Contoh uji keteguhan rekat sejajar serat dengan ukuran 7,5 cm × 2,5 cm.

3.3.3 Pengujian Kayu Lapis

Pengujian yang dilakukan yaitu uji sifat fisis dan mekanis berupa kadar air dan keteguhan rekat kayu lapis berdasarkan Standar JAS (Japanese Agricultural Standard) for Plywood No. 232 tahun 2003.

3.3.3.1Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air kayu lapis berdasarkan JAS No. 232 Tahun 2003 yaitu contoh uji sebanyak satu buah dengan ukuran 7,5 cm x 7,5 cm yang diambil secara acak pada masing-masing lembaran kayu lapis agar dapat mewakili nilai kadar air yang diperoleh pada seluruh bagian kayu lapis. Nilai kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

BA = Berat awal (g)

BKT = Berat kering tanur (g) 3.3.3.2 Pengujian Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan berdasarkan Standar JAS No. 232 Tahun 2003 yaitu contoh uji dibuat dengan ukuran 7,5 cm x 2,5 cm dan lebar takik 2,5 cm pada masing-masing bagian face dan back.


(28)

a. Arah core sejajar dengan arah pembebanan (closed) : 2,5 cm

2,5 cm 2,5 cm 2,5 cm 4.5 mm

Gambar 2 Contoh uji keteguhan rekat tegak lurus serat. b. Arah core tegak lurus dengan arah pembebanan (open) : 2,5 cm

2,5 cm 2,5 cm 2,5 cm 4,5 mm

Gambar 3 Contoh uji keteguhan rekat sejajar serat. 1. Untuk menghitung nilai keteguhan rekat diperoleh dengan rumus :

KR = KGT x Koefisien Keterangan :

KR = Nilai keteguhan rekat (kg/mm2) KGT = Nilai keteguhan geser tarik (kg/mm2) 2. Nilai Keteguhan geser tarik diperoleh dengan dengan rumus :

Keterangan :

KGT = nilai keteguhan geser tarik (kg/mm2) B = beban tarik (kg)

p = panjang bidang geser (mm) l = lebar bidang geser (mm)


(29)

Berikut adalah diagram alir proses pembuatan sampai pengujian kayu lapis (prosedur penelitian).

Gambar 4 Diagram alir prosedur penelitian.

Koefisien yang digunakan tergantung pada rasio antara ketebalan lapisan

core dan face kayu lapis. Nilai-nilai koefisien yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Pengeringan Vinir Persiapan Vinir (40 x40 x 0,15) cm

Pemotongan Vinir (30 x 30 x 0,15) cm

Pelaburan Perekat

T 60 °C, 2 hari & KA 8-10%

Berat Labur 30 g/ft2, metode

Single Spread

Assembly Time 5 menit

Penyusunan Vinir

Kempa Panas

Pengujian (JAS 2003) Pengkondisian Kayu

Lapis

T=UF 110 °C, MF 120 °C& PF 130 °C: P = 10 kg/cm2,

t = 5 menit. 2 minggu,

suhu ruangan

Pemotongan Contoh Uji

(JAS 2003)

Kadar Air


(30)

Tabel 2 Rasio antara tebal lapisan core dengan lapisan face dan koefisiennya No. Rasio antara tebal lapisan inti

dengan lapisan muka Koefisien

1 1,5 - < 2,0 1,1

2 2,0 - < 2,5 1,2

3 2,5 - < 3,0 1,3

4 3,0 - < 3,5 1,4

5 3,5 - < 4,0 1,5

6 4,0 - < 4,5 1,6

7 ≥ 4,5 1,7

Sumber : Standar JAS (Japanese Agricultural Standard) for Plywood No.232 Tahun 2003 3.4 Analisis Data

Pengolahan data pada kadar air dan keteguhan rekat kayu lapis dilakukan dengan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap). Analisis data kadar air dan keteguhan rekat kayu lapis menggunakan dua faktor, yaitu faktor A (jenis vinir yaitu vinir kayu Dadap, Kemiri, dan Jengkol) dan faktor B (jenis perekat yaitu UF, MF, dan PF) yang masing-masing menggunakan 5 ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Dimana :

= Nilai pengamatan pada jenis kayu ke-i, jenis perekat ke-j, dan ulangan ke-k

= Rataan umum

= Pengaruh utama jenis kayu ke-i (dadap, kemiri, jengkol) = Pengaruh utama jenis perekat ke-j (UF, MF, PF)

= Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dan jenis perekat ke-j = Pengaruh acak yang menyebar normal (θ, σε2)

Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SAS 9.1.


(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Lapis

4.1.1 Kadar Air

Kadar air kayu lapis menunjukkan persentase banyaknya air yang terkandung dalam kayu lapis pada kondisi berat kering udara dibanding dengan berat kayu lapis pada kondisi kering tanur setelah pengovenan. Pengovenan bertujuan untuk mengurangi kandungan air yang terdapat dalam kayu lapis sehingga diperoleh berat kering tanur kayu lapis. Kadar air kayu lapis dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam kayu lapis maupun dari lingkungan sekitar. Sifat higroskopis kayu memungkinkan kayu lapis untuk menyerap air dari lingkungan yang dapat mengakibatkan perubahan kadar air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air kayu lapis berkisar antara 10,01% - 16,28%. Hasil analisis sidik ragam kadar air kayu lapis terhadap dua faktor yaitu jenis kayu dan jenis perekat dapat dilihat pada lampiran 4. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap faktor (jenis kayu dan jenis perekat) berpengaruh nyata terhadap kadar air kayu lapis, begitu juga interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat sehingga harus dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan. Nilai rata-rata kadar air kayu lapis dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.


(32)

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis kayu menunjukkan bahwa kadar air kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis jenis dadap (12,45%) dengan jenis jengkol (12,04%) dan berbeda nyata dengan kayu lapis jenis kemiri (13,60%). Menurut Rosihan (2005) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa kadar air kayu lapis berbeda-beda sesuai dengan jenis kayu penyusunnya. Jika jenis kayu penyusunnya mempunyai nilai kadar air yang tinggi maka kayu lapis yang dihasilkan mempunyai nilai kadar air yang tinggi pula. Dengan adanya perbedaan berat jenis masing-masing kayu menyebabkan ukuran rongga dan dinding selnya berbeda, sehingga jumlah kandungan air yang terdapat pada maisng masing jenis kayu berbeda. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan yang nyata pada nilai kadar air kayu lapis yang dihasilkan.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis perekat menunjukkan bahwa nilai kadar air dari ketiga jenis kayu lapis menghasilkan nilai yang berbeda. Nilai tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan tipe perekat PF (15,47%), diikuti dengan kayu lapis yang menggunakan perekat MF (11,70%) dan UF (10,91%). Dan hasil uji lanjut Duncan pada interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat menunjukkan bahwa interaksi antara jenis kayu kemiri dengan tipe perekat PF (16,28%) menghasilkan nilai yang sama dengan interaksi antara jenis kayu dadap dengan tipe perekat PF (15,65%) dan berbeda nyata dengan interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat lainnya (Lampiran 4).

Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kadar air tertinggi dihasilkan oleh kayu lapis yang menggunakan perekat PF (14,48% - 16,28%), diikuti dengan kayu lapis yang menggunakan perekat MF (11,36% - 12,04) dan UF (10,01% - 12,44%), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 4. Hal ini diduga karena perekat PF memiliki kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan perekat MF dan UF. Menurut Nugraha (2006) kekentalan perekat berpengaruh terhadap distribusi perekat pada permukaan vinir. Semakin tinggi kekentalan perekat, maka distribusi perekat pada permukaan vinir semakin tidak merata. Hal ini menyebabkan ada sebagian permukaan vinir yang miskin akan perekat sehingga menimbulkan rongga-rongga kosong yang mempermudah penyerapan air. Hasil ini didukung hasil penelitian Wahyulia (2011) yang menunjukkan bahwa kadar air kayu lapis dari jenis jabon dan afrika dengan tipe perekat PF (13,03% & 11,70%)


(33)

menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu lapis yang menggunakan perekat MF (10,54% & 10,18%) dan UF (9,54% & 10,10%).

Berdasarkan standar JAS 2003 yang mensyaratkan bahwa standar kadar air kayu lapis maksimal 14%, maka nilai kadar air kayu lapis yang dihasilkan dari ketiga jenis kayu dengan tipe perekat UF dan MF sudah memenuhi standar, sedangkan kadar air kayu lapis untuk ketiga jenis kayu dengan tipe perekat PF tidak memenuhi standar. Hal ini dikarenakan kekentalan perekat PF lebih tinggi dibandingkan perekat UF dan MF yang menyebabkan penyebaran perekat tidak merata sehingga menimbulkan rongga-rongga kosong yang mempermudah penyerapan air.

4.2 Sifat Mekanis Kayu Lapis 4.2.1 Keteguhan Rekat

Keteguhan rekat merupakan keteguhan tarik tegak lurus permukaan kayu lapis. Menurut Massijaya et al. (2000) keteguhan rekat merupakan ukuran tunggal terbaik tentang kualitas pembuatan suatu papan dan merupakan contoh uji pengendalian kualitas yang penting karena menunjukkan kualitas pencampuran, pembentukan, dan proses pengempaan. Sifat keteguhan rekat akan semakin sempurna dengan bertambahnya jumlah perekat yang digunakan dalam proses pembuatan papan partikel (Bowyer et al. 2003).

4.2.1.1Keteguhan Rekat Kayu Lapis pada Uji Kering Sejajar Serat

Nilai keteguhan rekat kayu lapis pada uji kering sejajar serat berdasarkan hasil penelitian berkisar antara 13,64 kgf/cm2 – 25,46 kgf/cm2. Hasil analisis sidik ragam keteguhan rekat kayu lapis pada uji kering sejajar serat menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat yang berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat kayu lapis yang dihasilkan. Namun, setiap faktor (jenis kayu dan jenis perekat) berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat kayu lapis yang dihasilkan (Lampiran 5). Histogram nilai rata-rata keteguhan rekat kayu lapis pada uji kering sejajar serat disajikan pada Gambar 6, sedangkan data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.


(34)

Gambar 6 Histogram nilai rata-rata keteguhan rekat kayu lapis pada uji kering sejajar serat.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis kayu menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis jenis kemiri (17,61 kgf/cm2) dengan jenis dadap (16,37 kgf/cm2) dan berbeda nyata dengan kayu lapis jenis jengkol (21,64 kgf/cm2), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 5. Gambar 6 menunjukkan bahwa kayu lapis jenis jengkol menghasilkan nilai keteguhan rekat kayu lapis yang lebih tinggi dibandingkan kayu lapis jenis kemiri dan dadap. Hal ini diduga kerapatan kayu lapis jenis jengkol lebih tinggi dibandingkan kerapatan kayu lapis jenis kemiri dan dadap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kelly (1977) dalam Julijati (1996) yang mengemukakan bahwa keteguhan rekat semakin meningkat dengan bertambahnya nilai kerapatan panil, kadar resin, waktu dan suhu kempa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rosihan (2005) yang menunjukkan bahwa keteguhan tarik kayu lapis semakin meningkat dengan meningkatnya kerapatan panil. Nilai keteguhan tarik kayu lapis jenis pinus (827,18 kg/cm2) dengan kerapatan 0,73 g/cm3 menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu lapis jenis mahoni (364,18 kg/cm2) dengan kerapatan 0,59 g/cm3.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis perekat menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis yang menggunakan jenis perekat PF (20,91 kgf/cm2) dengan MF (19,25 kgf/cm2) dan


(35)

berbeda nyata dengan kayu lapis yang menggunakan jenis perekat UF (15,46 kgf/cm2). Gambar 6 menunjukkan bahwa semua kayu lapis yang menggunakan perekat PF menghasilkan nilai keteguhan rekat yang lebih tinggi dibandingkan kayu lapis yang menggunakan perekat MF dan UF. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruhendi et al. (2007) yang mengemukakan bahwa jenis perekat PF memiliki kelebihan yaitu tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap bakteri, jamur, rayap dan mikro-organisme serta tahan terhadap bahan kimia seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyulia (2011) yang menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis dengan tipe perekat PF (18,87 kgf/cm2) menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu lapis yang menggunakan perekat MF (17,77 kgf/cm2) dan UF (13,87 kgf/cm2). Berdasarkan standar JAS 2003 yang mensyaratkan keteguhan rekat kayu lapis minimal 8,24 kgf/cm2, maka nilai keteguhan rekat untuk ketiga jenis kayu lapis dengan tipe masing-masing perekat telah memenuhi standar.

4.2.1.2Keteguhan Rekat Kayu Lapis pada Uji Basah Sejajar Serat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah sejajar serat berkisar antara 9,31 kgf/cm2 – 18,55 kgf/cm2. Hasil analisis sidik ragam keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah sejajar serat terhadap dua faktor yaitu jenis kayu dan jenis perekat dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap faktor (jenis kayu dan jenis perekat) berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat kayu lapis, begitu juga interaksi antar dua faktor yaitu interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat sehingga harus dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan (Lampiran 6). Nilai rata-rata keteguhan rekat rekat kayu lapis pada uji basah sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.


(36)

Gambar 7 Histogram nilai rata-rata keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah sejajar serat.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis kayu menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis jenis jengkol (14,86 kgf/cm2) dengan jenis dadap (13,77 kgf/cm2), jenis dadap (13,77 kgf/cm2) dengan jenis kemiri (11,44 kgf/cm2) dan berbeda nyata antara jenis jengkol (14,86 kgf/cm2) dan jenis kemiri (11,44 kgf/cm2), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 6. Hal ini diduga karena perbedaan kerapatan panil pada masing-masing jenis kayu lapis, keteguhan rekat semakin meningkat seiring bertambahnya kerapatan panil.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis perekat menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis dengan tipe perekat PF (15,07 kgf/cm2) dengan perekat MF (13,40 kgf/cm2), jenis perekat MF (13,40 kgf/cm2) dengan UF (11,51 kgf/cm2) dan berbeda nyata antara kayu lapis yang menggunakan perekat PF (15,07 kgf/cm2) dengan UF (11,51 kgf/cm2), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 6. Hal ini diduga karena perekat PF memiliki ketahanan atau sifat-sifat yang lebih bagus dibandingkan dengan perekat MF dan UF.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah sejajar serat menunjukkan bahwa interaksi antara jenis kayu jengkol dengan tipe perekat PF (18,55 kgf/cm2) menghasilkan nilai yang sama dengan interaksi antara


(37)

jenis kayu jengkol dengan tipe perekat MF (16,74 kgf/cm2) , interaksi antara jenis kayu dadap dengan tipe perekat PF (15,12 kgf/cm2), serta interaksi antara jenis kayu dadap dengan tipe perekat MF (13,78 kgf/cm2) , dan berbeda nyata dengan interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat lainnya (Lampiran 6).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah sejajar serat (9,31 kgf/cm2 – 18,55 kgf/cm2) menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan pada uji kering sejajar serat (13,64 kgf/cm2 – 25,46 kgf/cm2). Hal ini diduga karena sewaktu pengujian contoh uji masih dalam keadaan basah sehingga contoh uji jenuh air (kandungan air kayu lapis meningkat) yang dapat melemahkan ikatan antara perekat dan sirekat sehingga menurunkan nilai keteguhan rekat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bowyer et al. (2003) bahwa kadar air berpengaruh terhadap kekuatan kayu atau produk kayu. Pada umumnya kayu atau produk kayu semakin kuat jika kadar airnya semakin rendah. Sedangkan menurut Rowell (2005) perubahan sifat mekanis terjadi ketika perubahan kadar air pada dinding sel kayu dibawah titik jenuh serat. Perubahan sifat mekanis kayu sangat sedikit diatas kadar air titik jenuh serat. Sifat mekanis kayu meningkat dengan menurunnya kadar air pada kompresi sejajar serat. Berdasarkan standar JAS 2003 yang mensyaratkan keteguhan rekat kayu lapis minimal 8,24 kgf/cm2, maka nilai keteguhan rekat untuk ketiga jenis kayu lapis dengan tipe masing-masing perekat telah memenuhi standar.

4.2.1.3Keteguhan Rekat Kayu Lapis pada Uji Kering Tegak Lurus Serat Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat kayu lapis pada uji kering tegak lurus serat berkisar antara 0,62 kgf/cm2 – 2,26 kgf/cm2. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat yang berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat yang dihasilkan. Namun untuk setiap faktor yaitu jenis kayu dan jenis perekat, hanya faktor jenis perekat yang berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat kayu lapis yang dihasilkan (Lampiran 7). Nilai rata-rata keteguhan rekat rekat kayu lapis pada uji kering tegak lurus serat dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.


(38)

Gambar 8 Histogram nilai rata-rata keteguhan rekat kayu lapis pada uji kering tegak lurus serat.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis perekat menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis yang menggunakan perekat UF (1,14 kgf/cm2) dengan kayu lapis yang menggunakan perekat MF (0,97 kgf/cm2) dan berbeda nyata dengan kayu lapis yang menggunakan perekat PF (1,75 kgf/cm2), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 7.

Berdasarkan standar JAS 2003 yang mensyaratkan keteguhan rekat kayu lapis minimal 8,24 kgf/cm2, maka nilai keteguhan rekat untuk ketiga jenis kayu lapis dengan tipe masing-masing perekat tidak memenuhi standar. Hal ini diduga karena pengujian yang dilakukan terletak pada posisi tegak lurus serat kayu lapis. Sehingga pada saat pengujian dilakukan, arah serat kayu lapis tegak lurus terhadap arah datangnya beban pengujian yang menyebabkan serat-serat pada kayu lapis lebih mudah putus sehingga menurunkan nilai keteguhan rekat kayu lapis. Dephut RI (2007) mengemukakan bahwa kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat. Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyulia (2011) yang menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat kayu lapis sejajar serat (16, 80 kgf/cm2) lebih tinggi dibandingkan keteguhan rekat kayu lapis tegak lurus serat (10,51 kgf/cm2).


(39)

4.2.1.4Keteguhan Rekat Kayu Lapis pada Uji Basah Tegak Lurus Serat Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah tegak lurus serat berkisar antara 0,52 kgf/cm2 – 2,03 kgf/cm2. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara jenis kayu dan jenis perekat yang berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat kayu lapis yang dihasilkan. Namun, setiap faktor (jenis kayu dan jenis perekat) berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat kayu lapis yang dihasilkan (Lampiran 8). Nilai rata-rata keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah tegak lurus serat dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Gambar 9 Histogram nilai rata-rata keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah tegak lurus serat.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis kayu menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis jenis jengkol (0,88 kgf/cm2) dengan jenis kemiri (0,59 kgf/cm2) dan berbeda nyata dengan kayu lapis jenis dadap (1,54 kgf/cm2), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 8. Hal ini menunjukkan bahwa kayu lapis jenis dadap memiliki kekuatan tarik yang lebih kuat pada arah tegak lurus serat dibandingkan kayu lapis jenis kemiri dan jengkol.

Hasil uji lanjut Duncan pada faktor jenis perekat menunjukkan bahwa keteguhan rekat kayu lapis menghasilkan nilai yang sama antara kayu lapis yang


(40)

menggunakan jenis perekat PF (1,21 kgf/cm2) dengan MF (1,06 kgf/cm2), jenis perekat MF (1,06 kgf/cm2) dan UF (0,75 kgf/cm2) dan berbeda nyata antara kayu lapis yang menggunakan jenis perekat UF (0,75 kgf/cm2) dan PF (1,21 kgf/cm2), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 8. Hal ini diduga karena jenis perekat PF dan MF memiliki ketahanan terhadap perlakuan air sedangkan jenis perekat UF tidak tahan terhadap perlakuan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruhendi et al. (2007) yang mengemukakan bahwa perekat PF tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi dan perekat MF cukup tahan terhadap air panas, sedangkan perekat UF kurang tahan terhadap perlakuan asam dan basa serta penggunaannya terbatas untuk interior saja.

Hasil penelitian menunjukkan bawah nilai keteguhan rekat pada uji basah (0,52 kgf/cm2 – 2,03 kgf/cm2) lebih rendah daripada uji kering (0,62 kgf/cm2 – 2,26 kgf/cm2). Hal ini diduga karena sewaktu perendaman serat-serat sudah mulai putus sebelum dilakukan pengujian sehingga menurunkan nilai keteguhan rekatnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syafarini (2000) yang mengemukakan bahwa pada uji basah nilai keteguhan rekat lebih rendah diduga karena sewaktu perendaman mengurangi jumlah zat ekstraktif yang terdapat pada kayu lapis sehingga menurunkan kekuatannya. Selain itu serat-serat sudah mulai putus sebelum dilakukan pengujian sehingga menurunkan nilai keteguhan rekatnya. Berdasarkan standar JAS 2003 yang mensyaratkan keteguhan rekat kayu lapis minimal 8,24 kgf/cm2, maka nilai keteguhan rekat untuk ketiga jenis kayu lapis dengan tipe masing-masing perekat tidak memenuhi standar.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas kayu lapis dari kayu bulat berdiameter kecil jenis dadap, kemiri dan jengkol secara umum tidak memenuhi standar JAS No. 232 Tahun 2003, namun masih layak digunakan untuk keperluan interior.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang berat labur optimal agar diperoleh nilai keteguhan rekat tegak lurus serat yang dapat memenuhi standar JAS No. 232 tahun 2003.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2010. Phenol Formaldehyde Resin. http://www.britannica.com/ EBchecked/topic/455534/phenol-formaldehyde-resin. [5 November 2010] Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science:

An Introduction Fourth Edition. Karen lilley. Iowa State Press. USA Damayanti R, Mandang YI. 2007. Pedoman Identifikasi Kayu Kurang Dikenal.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan – Departemen Kehutanan. Bogor.

[Dephut RI] Departemen Kehutanan RI. 2007. Sifat-sifat kayu dan penggunaannya. http://materialsupply.wordpress.com/2007/08/13/sifat– sifat–kayu-danpenggunaannya/. [21 januari 2011]

Dewi LK. 2008. Jenis-jenis Perekat. http://digilib.polsri.ac.id/gdl.php?Mod= browse&op=read&id=ssptpolsri-gdl-lusikusuma1745&PHPSESSID=gggg mwat. [5 November 2010]

Faherty KF, Williamson TG. 1999. Wood Engineering and Construction Handbook. New York.

Herawati E, Massijaya MY. 2006. Balok Laminasi. Kerjasama Antara Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hing LW. 1992. Wood Finishing. Asean Timber Technology Centre.

Hong LT, Prawirohatmodjo S. 1998. Timber Trees: Lesser-Known Timbers. Plant Resources of South East Asia No. 5 (3). Bogor. Indonesia.

Irmon. 2005. Pengaruh Jumlah Lamina Bambu Betung Terhadap Sifat Mekanis Balok Laminasi Kayu Sengon dengan Sambungan Pasak. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan. Julijati P. 1996. Sifat Fisis dan Mekanis Oriented Strandboard (OSB) yang

Terbuat dari Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et deVriese), Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.), dan Akasia (Acacia mangium Willd). [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan. [JAS]. Japanese Agricultural Standard. 2003. Japanese Agricultural Standard for

Plywood MAFF Notification (No. 232 : 2003).

Kurniawan A, Massijaya MY. 2006. Mengenal Oriented Strand Board (OSB). Kerjasama Antara Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Koch P. 1972. Utilization Of The Southern Pines. U.S. Departemen Of Agriculture Forest Service Southern Forest Experiment Station. America.


(43)

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Bogor. Indonesia.

Massijaya MY, Hadi YS, Tambunan B, Bakar ES, Subari WA. 2000. Penggunaan Limbah Plastik Sebagai Komponen Bahan Baku Papan Partikel. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. XIII (2) : 18 – 24

Massijaya MY, Hadi YS, Tambunan B, Hadjib N, Hermawan D. 2010. Utilization Of Small Diameter Logs From Sustainable Source For Bio-Composite Products: Address technical gaps in producing bio-composite products; Identify milling issues. Bogor. Indonesia.

Nugraha PY. 2006. Studi Pembuatan Bambu Lapis dari Anyaman Bambu Tali [Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schulter Kurz)] dengan Menggunakan Perekat UF dan MF. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.

Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesive Technology. Marcel Dekker, Inc. New York.

Rosihan HA. 2005. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Lapis Dari Empat Jenis Kayu Tanaman. [Skrispsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.

Rowell RM. 2005. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. CRC Press. Florida.

Ruhendi S, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Satyarini K. 2003. Sifat-sifat Pulp Sulfat Kayu Dadap (Erythrina variegata

Limk.). [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.

Sutarmaji. 2005. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa Jack.). [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.

Syafarini WR. 2000. Pembuatan Papan Partikel dari Jaringan Ikatan Pembuluh Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) : Pengaruh Panjang dan Perendaman Partikel Terhadap Sifat Fisis-Mekanis Papan Partikel. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.

Valkenburg V, Bunyayaprahatsara N. 2002. Medical and Poisonous Plants 2. Plant Resources of South East Asia No. 12 (2). Bogor. Indonesia.


(44)

Wahyulia I. 2011. Pemanfaatan Kayu Bulat Berdiameter Kecil dari Hutan Rakyat Sebagai Bahan Baku Kayu Lapis. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.

Wiriadinata H. 2010. Tumbuhan Riparian Untuk Danau, Situ dan Rawa di Jabodetabek. http://www.google.co.id/url?saFelib.pdii.lipi.go.id/kayu kemiricepattumbuh [06 januari 2011]


(45)

(46)

Lampiran 1. Data Hasil Pengujian Kadar Air (%) Kayu Lapis Tabel 3 Kadar air kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat UF

Ulangan BB BKT Selisih KA 1 12,19 11,23 0,96 8,54853 2 10,08 9,17 0,91 9,92366 3 10,83 9,90 0,93 9,39393 4 9,60 8,65 0,95 10,98266 5 9,10 8,32 0,78 9,37500

Rata-rata 10,00798

Tabel 4 Kadar air kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat MF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 10,86 9,72 1,14 11,72840 2 11,32 10,04 1,28 12,74900 3 10,81 9,67 1,14 11,78904 4 9,80 8,76 1,04 11,87215 5 10,78 9,56 1,22 12,76151 Rata-rata 11,70467

Tabel 5 Kadar air kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat PF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 11,93 10,36 1,57 15,15444 2 9,91 8,60 1,31 15,23256 3 9,67 8,34 1,33 15,94724 4 9,50 8,27 1,23 14,87304 5 10,86 9,31 1,55 16,64876 Rata-rata 15,64673

Tabel 6 Kadar air kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat UF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 11,11 9,93 1,18 11,88318 2 10,48 9,32 1,16 12,44635 3 9,55 8,49 1,06 12,48528 4 10,02 8,88 1,14 12,83784 5 10,94 9,79 1,15 11,74668


(47)

Tabel 7 Kadar air kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat MF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 10,56 9,50 1,06 11,15789 2 11,30 10,01 1,29 12,88711 3 10,80 9,61 1,19 12,38293 4 10,59 9,49 1,10 11,59115 5 10,97 9,81 1,16 11,82467 Rata-rata 12,04104

Tabel 8 Kadar air kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat PF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 11,19 9,54 1,65 17,29560 2 12,04 10,25 1,79 17,46341 3 10,59 9,28 1,31 14,11638 4 11,26 9,69 1,57 16,20227 5 12,19 10,43 1,76 16,87440 Rata-rata 16,28374

Tabel 9 Kadar air kayu lapis jenis Jengkol dengan tipe perekat UF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 11,95 10,90 1,05 9,63302 2 11,24 10,30 0,94 9,12621 3 12,67 11,48 1,19 10,36585 4 12,05 10,80 1,25 11,57407 5 11,89 10,67 1,22 11,43393 Rata-rata 10,27320

Tabel 10 Kadar air kayu lapis jenis Jengkol dengan tipe perekat MF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 12,36 11,11 1,25 11,25113 2 11,32 10,10 1,22 12,07921 3 11,50 10,35 1,15 11,11111 4 12,30 10,90 1,40 12,84404 5 11,29 10,20 1,09 10,68627 Rata-rata 11,36246


(48)

Tabel 11 Kadar air kayu lapis jenis Jengkol dengan tipe perekat PF Ulangan BB BKT Selisih KA

1 11,78 10,28 1,50 14,59144 2 10,58 9,26 1,32 14,25486 3 12,24 10,57 1,67 15,79943 4 12,46 10,88 1,58 14,52206 5 12,68 11,03 1,65 14,95920 Rata-rata 14,48207


(49)

Lampiran 2. Data Hasil Pengujian Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Pada Uji kering Sejajar Serat dan Tegak Lurus Serat

Tabel 12 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat UF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 79,41452 15,2475878 6,76757 1,2993734 2 53,85129 10,3394476 6,93001 1,3305619 3 67,76406 13,0106995 4,93581 0,9476755 4 83,19847 15,9741062 2,73758 0,5256153 5 71,05708 13,6429603 3,80311 0,7301971

RATA-RATA 13,6429603 0,9666846

Tabel 13 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat MF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 71,62244 13,7515084 2,19371 0,4211923 2 88,77903 17,0455752 3,20327 0,6150278 3 65,81539 12,6365548 3,50821 0,6735763 4 96,89613 18,6040569 10,82010 2,0774592 5 120,78219 23,1901804 4,73874 0,9098380

RATA-RATA 17,0455752 0,9394187

Tabel 14 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat PF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 96,01364 18,4346193 17,18582 3,29967744 2 70,76582 13,5870374 11,01147 2,11420244 3 97,36396 18,6938803 10,00864 1,92165888 4 103,71658 19,9135833 11,78982 2,26364544 5 112,20821 21,5439763 8,95336 1,71904512


(50)

Tabel 15 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat UF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 70,84837 13,6028870 8,73361 1,6768531 2 91,24963 17,5199289 3,98811 0,7657171 3 87,29271 16,7602003 3,83307 0,7359494 4 86,49461 16,6069651 6,38457 1,2258374 5 91,19544 17,5095244 5,94814 1,1420428

RATA-RATA 16,3999011 1,1092800

Tabel 16 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat MF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 89,26946 17,1397363 3,78595 0,7269024 2 91,73506 17,6131315 4,01146 0,7702003 3 84,45278 16,2149337 2,70130 0,5186496 4 89,90283 17,2613433 4,64510 0,8918592 5 102,74081 19,7262355 1,05292 0,2021606

RATA-RATA 17,5910761 0,6219544

Tabel 17 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat PF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 102,74081 19,7262355 3,76463 0,7228089 2 67,01994 12,8678284 5,25706 1,0093555 3 91,73506 17,6131315 18,56641 3,5647507 4 89,26946 17,1397363 4,04392 0,7764326 5 139,72851 26,8278739 9,22686 1,7715571


(51)

Tabel 18 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Jengkol dengan tipe perekat UF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 106,52041 20,4519187 7,29763 1,4011449 2 70,66168 13,5670425 6,24348 1,1987481 3 82,51332 15,8425574 10,75341 2,0646547 4 85,10434 16,3400332 2,50415 0,4807968 5 80,72196 15,4986132 8,38153 1,6092537

RATA-RATA 16,3400336 1,3509196

Tabel 19 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Jengkol dengan tipe perekat MF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 111,78263 21,4622649 6,88054 1,3210636 2 153,16440 29,4075648 6,46487 1,2412550 3 108,66813 20,8642809 8,95935 1,7201952 4 124,53838 23,9113689 5,61949 1,0789420 5 104,01692 19,9712486 7,43492 1,4275046

RATA-RATA 23,1233456 1,3577921

Tabel 20 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Jengkol dengan tipe perekat PF (Uji Kering)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 153,16440 29,4075648 6,47848 1,2438681 2 108,66813 20,8642809 838153 1,6092537 3 180,85093 28,9361488 8,57770 1,6469184 4 111,78263 21,4622649 2,50415 0,4807968 5 108,66813 20,8642809 10,87310 2,0876352


(52)

Lampiran 3. Data Hasil Pengujian Keteguhan Rekat (kgf/cm2) Kayu Lapis Pada Uji Basah Sejajar Serat dan Tegak Lurus Serat

Tabel 21 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat UF (Uji Basah)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 64,76235 12,4343712 5,41474 1,0396300 2 79,80539 15,3226348 1,22362 0,2349350 3 80,72718 15,4996185 6,25361 1,2006931 4 55,01549 10,5629740 3,96458 0,7611993 5 43,50135 8,3522592 6,63316 1,2735667

RATA-RATA 12,4343715 0,9020048

Tabel 22 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat MF (Uji Basah)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 74,12776 14,2325299 8,85597 1,7003462 2 73,05007 14,0256134 12,86616 2,4703027 3 77,58056 14,8954675 14,20536 2,7274291 4 67,52747 12,9652742 4,38898 0,8426841 5 66,48509 12,7651372 3,96340 0,7609728

RATA-RATA 13,7768044 1,7003470

Tabel 23 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Dadap dengan tipe perekat PF (Uji Basah)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 88,15483 16,9257273 13,82895 2,6551584 2 86,17509 16,5456172 10,56954 2,0293516 3 77,58056 14,8954675 9,33682 1,7926694 4 67,52747 12,9652742 10,90298 2,0933721 5 74,12776 14,2325299 8,20941 1,5762067


(53)

Tabel 24 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat UF (Uji Basah)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 77,08681 14,80066752 2,68260 0,51505920 2 64,37793 12,36056256 2,97201 0,57062592 3 59,62644 11,44827648 4,13462 0,79384704 4 64,27064 12,33996288 1,19984 0,23036928 5 67,41954 12,94455168 2,42394 0,46539648

RATA-RATA 12,77880422 0,51505958

Tabel 25 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat MF (Uji Basah)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 46,55460 8,9384832 4,19863 0,8061369 2 51,92291 9,6961987 2,76576 0,5310259 3 58,80623 11,2907961 4,51458 0,8667993 4 58,49136 11,2303411 3,08752 0,5928038 5 43,83947 8,4171782 0,87113 0,1672569

RATA-RATA 9,9691994 0,5928046

Tabel 26 Keteguhan Rekat (kgf/cm2) kayu lapis jenis Kemiri dengan tipe perekat PF (Uji Basah)

Ulangan Beban Maksimum Sejajar Serat Beban Maksimum Tegak Lurus Serat 1 84,45278 16,2149337 4,98971 0,9580243 2 89,90283 17,2613433 8,56728 1,6449177 3 42,06964 8,0773708 1,41213 0,2711289 4 32,52281 6,2443795 0,92986 0,1785331 5 52,03954 9,9915916 1,18056 0,2266675


(1)

Class Level Information Class Levels Values ul 5 1 2 3 4 5

interaksi_jp 9 DM DP DU JM JP JU KM KP KU

Number of Observations Read 45 Number of Observations Used 45

The SAS System 04:10 Thursday, February 17, 2005 4 The ANOVA Procedure

Dependent Variable: KR

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 369.6887778 46.2110972 3.48 0.0045 Error 36 477.4268800 13.2618578

Corrected Total 44 847.1156578

R-Square Coeff Var Root MSE KR Mean 0.436409 27.26174 3.641683 13.35822

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F interaksi_jp 8 369.6887778 46.2110972 3.48 0.0045 The SAS System 04:10 Thursday, February 17, 2005 5

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for KR

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 36 Error Mean Square 13.26186

Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9

Critical Range 4.671 4.911 5.067 5.179 5.264 5.332 5.386 5.431


(2)

Means with the same letter are not significantly different.

interaksi_ Duncan Grouping Mean N jp

A 18.548 5 JP A

B A 16.736 5 JM B A

B A C 15.116 5 DP B A C

B D A C 13.780 5 DM B D C

B D C 12.778 5 KU B D C

B D C 12.432 5 DU B D C

B D C 11.556 5 KP D C

D C 9.970 5 KM D


(3)

Lampiran 7. Analisis sidik ragam keteguhan rekat kayu lapis pada uji kering tegak lurus serat

The SAS System 04:20 Thursday, February 17, 2005 3 The ANOVA Procedure

Class Level Information Class Levels Values ul 5 1 2 3 4 5 jenis 3 D J K perekat 3 M P U

Number of Observations Read 45 Number of Observations Used 45

The SAS System 04:20 Thursday, February 17, 2005 4 The ANOVA Procedure

Dependent Variable: KR

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 8.74865778 1.09358222 2.95 0.0120 Error 36 13.33060000 0.37029444

Corrected Total 44 22.07925778

R-Square Coeff Var Root MSE KR Mean 0.396239 47.23705 0.608518 1.288222

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F jenis 2 0.79340444 0.39670222 1.07 0.3532 perekat 2 4.97315111 2.48657556 6.72 0.0033 jenis*perekat 4 2.98210222 0.74552556 2.01 0.1133 The SAS System 04:20 Thursday, February 17, 2005 5 The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for KR


(4)

rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 36 Error Mean Square 0.370294

Number of Means 2 3 Critical Range .4506 .4737

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N jenis A 1.3900 15 D A

A 1.3740 15 J A

A 1.1007 15 K

The SAS System 04:20 Thursday, February 17, 2005 6 The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for KR

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 36 Error Mean Square 0.370294

Number of Means 2 3 Critical Range .4506 .4737

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perekat A 1.7480 15 P B 1.1433 15 U B


(5)

Lampiran 8. Analisis sidik ragam keteguhan rekat kayu lapis pada uji basah tegak lurus serat

The SAS System 04:24 Thursday, February 17, 2005 3 The ANOVA Procedure

Class Level Information Class Levels Values ul 5 1 2 3 4 5 jenis 3 D J K perekat 3 M P U

Number of Observations Read 45 Number of Observations Used 45

The SAS System 04:24 Thursday, February 17, 2005 4 The ANOVA Procedure

Dependent Variable: KR

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 10.62836000 1.32854500 5.52 0.0001 Error 36 8.66616000 0.24072667

Corrected Total 44 19.29452000

R-Square Coeff Var Root MSE KR Mean 0.550849 48.83600 0.490639 1.004667

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F jenis 2 7.17397333 3.58698667 14.90 <.0001 perekat 2 1.65177333 0.82588667 3.43 0.0433 jenis*perekat 4 1.80261333 0.45065333 1.87 0.1366 The SAS System 04:24 Thursday, February 17, 2005 5 The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for KR

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.


(6)

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 36 Error Mean Square 0.240727

Number of Means 2 3 Critical Range .3633 .3820

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N jenis A 1.5433 15 D B 0.8820 15 J B

B 0.5887 15 K

The SAS System 04:24 Thursday, February 17, 2005 6 The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for KR

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 36 Error Mean Square 0.240727

Number of Means 2 3 Critical Range .3633 .3820

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perekat A 1.2053 15 P A

B A 1.0620 15 M B