2.2 Teori yang Mendasari
2.2.1 Karakteristik Air Baku dan Air Permukaan
Menurut Watten dan Sibrell 2006 karakteristik air baku permukaan secara umum digolongkan menjadi :
1. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan tinggi Air permukaan ini telah melalui permukaan tanah yang rentan terhadap erosi
atau ditutupi dengan vegetasi yang rendah kerapatannya. Air ini umumnya telah stagnant di waduk atau di danau yang sedikit mengandung gulma atau
tanaman air. 2. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan rendah sampai sedang
Air ini adalah seperti pada golongan yang pertama hanya telah mengalami pengendapan yang cukup lama di suatu badan air
3. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan temporer Air permukaan ini biasanya dari daerah pegunungan, dimana pada saat tidak
turun hujan airnya jernih tetapi pada saat hujan terjadi kekeruhan sesaat. Air ini mengalir melalui permukaan yang tertutup oleh vegetasi yang cukup lebat
dan curam sehingga pada waktu tidak hujan menghasilkan air yang jernih, tetapi pada waktu hujan menjadi keruh karena terjadi lonjakan tingkat
sedimen akibat erosi. Setelah hujan selesai sekitar 2-3 jam air kembali ke aliran dasar base flow dan jernih kembali.
4. Air permukaan dengan kandungan warna sedang sampai tinggi Air yang demikian umumnya telah melalui daerah dengan tingkat humus
tinggi dan akibat terlarutnya zat tanin dari sisa-sisa humus tingkat warnanya menjadi tinggi, selain itu akibat proses alami pH air menjadi asam. Air ini
umumnya terdapat di daerah rawa dan gambut. 5. Air permukaan dengan kesadahan tinggi
Kesadahan paling banyak dijumpai di air laut, dan pada air permukaan tawar umumnya diakibatkan oleh Ca dan Mg dalam kadar yang tinggi yaitu lebih
besar dari 200 mgL CaCO
3
, sehingga air yang mengalir pada daerah batuan kapur akan mempunyai tingkat kesadahan yang tinggi.
6. Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah Air seperti ini dapat dijumpai pada danau-danau yang masih belum tercemar
atau air yang masih baru saja keluar dari mata air. 7. Air permukaan dengan polutan rendah sampai tinggi
Air seperti ini sering dijumpai di kota-kota besar. Aktivitas manusia melalui kegiatan domestik maupun industri mengakibatkan pencemaran, sehingga
kadar polutan seperti organik, amonia, detergen, logam-logam dan pencemar lainnya meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
2.2.2 Senyawa Organik dalam Air
Metcalf dan Eddy 2003 mengatakan bahwa bahan organik terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Zat organik di alam dapat dijumpai pada air
permukaan maupun bawah tanah. Senyawa organik dalam air berasal dari:
1 Alam : minyaklemak hewan, tumbuh-tumbuhan, dan gula
2 Sintesa : berbagai macam persenyawaan yang dihasilkan oleh industri
3 Fermentasi : alkohol, aseton, gliserol, asam-asam dan sejenisnya yang berasal dari kegiatan mikroorganisme tehadap bahan organik.
Zat organik dalam air dapat diketahui dengan menentukan angka permanganatnya, walaupun KMnO
4
sebagai oksidator tidak dapat mengoksidasi semua zat organik yang ada, namun cara ini sangat praktis dan cepat
pengerjaannya. Penentuan bilangan permanganat ditujukan untuk menentukan kandungan zat organik dalam air alam, seperti air sungai, sumur dan danau
Horran 1990. Menurut Winkler 1981 di dalam pengolahan zat organik akan menghasilkan efek rasa dan bau, akibat dari pembusukan secara biologi. Warna
dalam air merupakan hasil kontak air dengan reruntuhan organik, seperti tumbuhan, kayu, dan pembusukan dalam beberapa tingkatan variasi dekomposisi.
Asam humat dan humus yang berasal dari pembusukan lignin dianggap sebagai penyebab utama timbulnya warna. Warna dapat dikelompokkan menjadi 2 dua
yaitu warna semu apparent color disebabkan adanya partikel tersuspensi dan warna nyata true color disebabkan oleh ekstraksi dari asam organik tumbuhan
yang berbentuk koloid.