As-sunnah ANALISIS TENTANG FATWA
                                                                                57
ُةَثَرَو  ءاَملعْلا ِءاَيِبْنَْأا
نَأَو  ، َءاَيِبْنَْأا
ُمِهْيَلَع  ، ُم َا سلا
َْل  ، ُ ي َو ِر
ُ ث ْو ًراَيِد ا
ِد  َلَو ا ْر ًَه
َو اَ َِإَو ،ا ر ُث
ْاو ِعْلا
ْل َم َمَف
ْن َخَأ
َذ ُ َخَأ
َذ َِح
ظ َو ِفا
ٍر
11
Artinya: “Ulama adalah pewaris para Nabi dan bahwasannya para Nabi
mereka  tidak  mewariskan  dinar  dan  tidak  pula  hanya  saja mereka  mewarisi  ilmu  maka  siapapun  yang  mengambil  ilmu
maka  dapatkanlah  dengan  tulisan  ilmu  dengan  wadah  yang luas”.
Dari  hadits  tersebut  dapat  diambil  pemahaman  bahwa  didalam  diri ulama  membawa  kemaslahatan  untuk  umat  karena  ulamalah  yang
menerusakan  risalah  para  Nabi-Nabi.  Maka  dari  hadits  ini  dapat  diambil kesimpulan
apa yang sudah diputuskan oleh MUI sudah benar kebenarannya terlebih  lagi  penulis  membaca  dan  mendapatkan  pendapat-pendapat  ulama
terdahulu  seperti  mazhab  4  mu ’tabarah  yang menyinggung tentang hak asuh
anak  bagi  pengasuh  yang  non  muslim  sehingga  dari  istinbath  hukum  yang diputusakan  oleh  mujtahid  mutlak  tersebut  sesuai  dengan  fatwa  yang  sudah
diputuskan oleh MUI. Sebab dikatakan oleh imam nawawi al-Bantani  dalam kitab an-Nihayatu  az-Zain bahwa mazhab 4 salah satunya al-
Imam Syafi’I di juluki sebagai hudatul ummah
Fil Furu’. Dari pendapat penulis pada alasan pertama disana terdapat perbedaan
pendapat  antara  MUI  dan  penulis.  Adapun  perbedaan  tersebut  ialah  penulis lebih  menjelaskan  kepada  sifat  yang  melekat  pada  ulama  yaitu  sifat
11
Abu  Muhammad  Mahmud, ‘Umdatu  al-Qari  Syarh  as-Shahih  al-Bukhari,
Lebanon: Dar el-Tsurûs, th, Jilid 2, h. 39.
58
kepercayaan  yang  mana  pasti  benar  apapun  yang  di  tetapkan  oleh  ulama. Sedangkan  MUI  tidak  menjelaskan  tentang  hal  tersbut,  tetapi  mereka  lebih
cenderung kepada inti istinbath hukum. Kedua,MUI mensyaratkan wajibnya pengasuh harus beragama Islam
alasannya  menurut  penulis  adalah  ketika  seseorang  mengasuh  anaknya  wajib bagi ia mengenalkan arkanu al-Islam dan arkanu al-Imam. Alasan penulis ini
berdasarkan perkataan  Imam  zainuddin al-Malibari didalam  kitab  Qurratu  al- ‘Ain:
َو َأ  و ُل
َو ِجا
ٍب َع َل
ْأا ى َب ِءا
َ ت ْع ِل ْي ُم
ُه  َأ ن
َن ِب ي َ
َُم ا م
ًد ص ا
ملسو هيلع ها ىل ُب ِع
َث َِب
ك َة
َو ُد ِف َن
ِب ْلا َم ِد
ْ ي َ ِة .
12
Artinya: “Wajib bagi para orang tua mengajarkan anaknya bahwa Nabi
kita  Muhammad  SAW  diutus  di  Makkah  dan  dikuburkan  di Madinah.
” Imam  an-Nawawi  al-Bantani  berpendapat  bahwa  mengajarkan
anak  tentang  arkanu  al-Islam  adalah  hukumnya  fardu  al-Kifayah.Dari perkataan  imam  Zainuddin  dapat  diambil  faham  bahwa  bukan  hanya
mengenal  Nabi  Muhammad  SAW  saja  tetapi  wajib  mengajarkan  dan mengenal  Allah  SWT  dan  yang  lain  sebagainya.  Dari  alasan  penulis  ini
maka  tepat  keputusan  MUI  mensyaratkan  bahwa  seorang  pengasuh hendaklah  beragama  Islam  sebab  jika  seorang  pengasuh  beragama  non
Muslim  dikawatirkan  ia  tidak  kenal  kepada  rukun  Islam  dan  rukun  iman
12
Abu Bakar ‘Utsman, I’anah at-Thalibin, Lebanon: Dar El-Kutub Islamiyah, 2012, Jilid 1, h. 44.
59
dan yang dikhawartikan pula bahwa anak tersebut akan pindah akidahnya kepada  agama  non  Islam.  Maka  dari  hal  itu  MUI  sangat  menegaskan
didalam  fatwa  tersebut  apabila  tidak  memenuhi  persyaratan  pengasuh beragama Islam tidak berhak mendapatkan hak asuh.
Adapun  perbedaan  pendapat  didalam  pemikiran  antara  penulis dan MUI yaitu penulis ingin menunjukan tahap pertama yang harus dilalui
atau  dipenuhi  oleh  seorang  pengasuh  secara  mendetail.  Tahap  tersebut ialah  agar  seorang  pengasuh  untuk  memperkenalkan  pendidikan  agama
Islam kepada si anak. Sedangkan MUI hanya menjelaskan beragama Islam adalah  syarat  pertama  yang  harus  penuhi  tetapi  tidak  secara  mendetail
seperti MUI tidak menyebutkan pendapat ulama bahwa seorang pengasuh harus memperkenalkan arkanu al-Islam atau arkanu al-Iman.
Ketiga, ketika hak asuh anak jatuh kepada pengasuh yang beragama non  Islam maka hal ini menyalahi aturan firman Allah:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: “yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu peristiwa yang akan
terjadi  pada  dirimu  hai  orang-orang  mukmin.  Maka  jika  terjadi bagimu  kemenangan  dari  Allah  mereka  berkata:  Bukankah  Kami
turut  berperang  beserta  kamu  ?  dan  jika  orang-orang  kafir mendapat keberuntungan kemenangan mereka berkata: Bukankah
60
Kami turut memenangkanmu, dan membela  kamu dari orang-orang mukmin?  Maka  Allah  akan  memberi  keputusan  di  antara  kamu  di
hari  kiamat  dan  Allah  sekali-kali  tidak  akan  memberi  jalan  kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
” QS. An-Nisa: 141
Ayat  diatas  menyatakan  bahwa  Allah  tidaklah  Allah  memberikan jalan  bagi  orang  kafir  dalam  seluruh  aspek  kehidupan  termasuk  dalam  hal
mengasuh anak yang beragama Islam dan sabda Nabi yang mengatakan
ُاَوَ بَأَف
،ِهِناَدِوَهُ ي
ْوَأ
ِهِناَرِصَُ ي
merupakan  dilalah  lazimiyah  yang  artinya  wajib  seorang
pengasuh beragama Islam. MUI memfatwakan syarat seorang pengasuh harus beragama  Islam  faidahnya  adalah  agar  anak  tersebut  dapat  membuat  Islam
menjadi  kuat  karena  jika  banyak  pengikut  Islam  maka  agama  Islam  menjadi kokoh dan tidak dapat tergoyahkan oleh sesuatu apapun. MUI mengharuskan
seorang pengasuh bergama  Islam  gunanya juga  adalah agar ia dapat  mecetak generasi  yang  bebudi  pekerti  yang  baik  karena  Islam  adalah  agama  yang
menjunjung  tinggi  tentang  akhlak  dan  tatakrama  yang  luhur,  dapat melaksanakan  segala  perintah  Allah  SWT  dan  menjauhi  segala  larangannya
dengan dibekali al-Quran dan hadits. Di  dalam  pendapat  yang  ketiga  ini  penulis  ingin  mencoba
membedakan  pola  fikir  antara  penulis  dan    MUI  dari  segi  dilalah  lazimiyah. Menurut penulis  firman Allah SWT
 
  
 
dan
hadis nabi
،ِهِناَدِوَهُ ي ُاَوَ بَأَف
ْوَأ
ِهِناَرِصَُ ي هناسجُ
merupakan dilalah lazimiyah. Yang
61
artinya harus dipenuhi oleh seluruh manusia menjalakan perintah Allah SWT, seperti  manusia  harus  tahu  dan  menanamkan  dihatinya  bahwa  Allah  SWT
tidak  meridhai  bagi  orang  kafir,  yahudi,  nasrani  dan  majusi  untuk mendapatkan  posisi  sedikitpun  didalam  agama  Islam  sekalipun  ia
mendapatkan  posisi  didalam  agama  Islam  seperti  ia  mendidik  anak  atau mengasuh  maka  semua  itu  dimata  Allah  SWT  merupakan  sesuatu  hal  yang
sia-sia  karena  di  dalam  firman  Allah  tersebut terdapat  kalimat  “lan”  yang
makna kata tersebut ialah “tidak akan”. Alasan inilah yang membedakan pola pemikiran anatara MUI dengan penulis.
1