PENDAHULUAN 2. Hak Asuh Anak Terhadap Orang Tua yang Bercerai Karena Berbeda Agama (Analisis Keputusan Ijtima‘ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia V Tahun 2015)

4 َثو َد ِي ْي َل ُه َس َق ٌءا َو َح ْج ِ ر ْي َل ُه َح َو ٌءا َو ِإ ن َأ ُاب َط َل َق ِْن َو َأ َر َدا َأ ْن َ ي ْ َت ِز َع ُه ِم ِْن ، َفاق ل َََ َر ا ُس ْو ُل ِها َأ ملسو هيلع ها ىلص ْن َت َأ َح ق ِب ِه َم َْل ا َ ت ْ ِك ِح ْي اور دواد وبأ . 3 Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Khalid As-sulami, telah menceritakan kepada kami Al-Walid dari abu Amr Al- Auza’I, telah menceritakan kepada kami Amr bin Syuaib, dari ayahnya dari kakeknya yaitu Abdullah bin Amr bahwa seorang wanita berkata: Whai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, perutku adalah tempatnya, dan putting susuku adalah tempat minumnya, dan pangkuanku adalah rumahnya, sedangkan ayahnya telah mecraikannya dan ingin merampasnya dariku. Kemuadian Rasulullah SAW bersabda: “Engkau lebih berhak terhadapnya selama engkau belum menikah. HR. Abu Daud Hadits tersebut tidak mencantumkan bahwa agama bukan hak tetap untuk menjadikan dasar berhaknya mendidik anak. Sedangkan dari kasus diatas anak tersebut lebih memilih Ibunya yang telah murtad, dikarenakan sang Ayah dinilai tidak pantas untuk mendidik anak. Dengan kata lain, ia tidak cakap hukum dalam pandangan ajaran agama Islam. Dari uraian diatas penulis masih ingin meneliti lebih lajut tentang permasalahan mendidik anak dalam prerspektif fatwa MUI dengan memilih judul “Hak Asuh Anak Terhadap Orang Tua Yang BerceraiI Karena Berbeda Agama ” Analisis Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-indonesia V tahun 2015 .” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan Masalah Dalam penulisan ini penulis akan mengemukakan seputar permasalahan hak asuh anak bagi orang tua yang bercerai akibat berbeda 3 Al-Khatabi , Ma’alimu As-sunan, Lebanon: Al-mathba’ah Al-alamiyah, 1932, Juz 3 h. 282 5 agama. Mengingat luasnya pembahasan mengenai hak asuh anak maka penulis hanya fokus pada analisa kasus metode MUI dalam mengistinbatkan hukum hak pengasuhan anak tehadap orang tua yang bercerai karena berbeda agama dan pandangan hukum Islam terhadap Hak Asuh Anak Terhadap Orang Tua Yang Bercerai Karena Berbeda Agama” Analisis Hasil Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-indonesia V tahun 2015.

b. Perumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang diatas, setidaknya terdapat permasalahan yang dapat dicari kemudian diteliti dan ditemukan jawabannya didalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan oleh penulis sebagai berikut: 1. Bagaimanakah metode MUI dalam mengistinbatkan hukum hak pengasuhan anak tehadap ora ng tua yang bercerai karena berbeda agama? 2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Hak Asuh Anak Terhadap Orang Tua Yang Bercerai Karena Berbeda Agama” Analisis Hasil Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-indonesia V tahun 2015” ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan ini mempunyai tujuan untuk mengkaji secara mendalam dengan mengharapkan bahwa hasil tulis skripsi ini dapat memberikan suatu pengetahuan dan bernilai terhadap pemahaman lebih lanjut tengan hukum hak asuh anak hasil keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI. Disamping itu untuk menambah wawasan bagi penulis dan dapat diambil suatu pelajaran 6 yang berharga bagi pembaca. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini sebgai berikut: 1. Untuk mengetahui metode MUI dalam mengistinbatkan hukum hak pengasuhan anak tehadap ora ng tua yang bercerai sebab berbeda agama. 2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap Hak Asuh Anak Terhadap Orang Tua Yang Bercerai Karena Berbeda Agama” Analisis Hasil Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-indonesia V tahun 2015 Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah berharap agar memberikan suatu kajian yang bermanfaat mengenai hak asuh anak akibat orang tua yang bercerai beda agama, yang di tunjukkan untuk para pembaca dan kepada mahasiswa yang berkecimpung dibidang ilmu hukum Islam.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang dilakukan diruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa buku-buku, priodikal-priodikal, seperti majalah- majlah ilmiah yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah sejarah, dokumen- dokumen dari materi perpustakaan lainnya yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah. 4 Penelitian ini juga berpedoman dan mengacu pada: 1. Sumber Data Yaitu data yang bersumber dari Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se- Indonesia V Tahun 2015tentang hak asuh anak akibat orang tua yang bercerai beda agama. 4 Abdurrahman Fathoni, Methodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006, h. 95. 7 2. Teknik Pengumpulan Data Penggunaan penilitian bahan dilapangan seperti buku, kitan-kitab, dokumen-dokumen, internet dan sebagainya dengan cara dibeca kemudian dikaji dan disimpulkan sesuai dengan kelompok masalah-masalah yang terdapat dalam skripsi ini. 3. Pengolahan dan Analisis Data Setelah data diolah dengan menggunakan cara dikumpulkan, kemudian di kaji dan dikelompokkan, lalu penulis menganalisanya dengan metode-metode sebagai berikut: a. Metode komperatif yaitu metode perbandingan antara hukum Islam dan fatwa MUI yang membahas tentang pembahasan yang ada b. Metode Induktif yaitu suatu cara dalam menganalisis datanya yang bertitik tolak dari data-data yang mana data tersebut bersifat umum kemudian ditarik dan diambil dengan bersifat khusus, atau data yang bersifat khusus kemudian ditarik dan diambil dengan bersifat umum. Teknik penulisan skripsi ini berpacu kepada buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu PPJM Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

E. Study Refiew Terdahulu

Dari beberapa literatur skripsi yang berada di fakultas Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama, penulis menemukan sejumlah skripsi yang 8 membahas masalah hak asuh anak akibat orang tua yang bercerai beda agama. Adapun daftar skripsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ibrohim, Moh. Anas Maulana. Dengan judul skripsi Pelimpahan Hak AsuhAnak Kepada Bapak Kandung, PerkaraNomor: 345Pdt.G2007PA.Bks. Skripsi ini berisi tentang tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelimpahan hak asuh anak kepada bapak Perkara Nomor: 345Pdt.G2007PA.Bks. pada skripsi ini penulis memilih Pengadilan Agama Bekasi yang mana penulis ingin mengetahui hal-hal yang menyebabkan pelimpahan anak kepada bapak kandungnya sebagai akibat peceraian, yang seharusnya hak asuh anak itujatuh kepada Ibu kandungnya. 2. Muawanah. Dengan judul skripsi Penetapan Hak Asuh Anak oleh Bapak: Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor : 171Pdt.G2010PAJT. Skripsi ini berisikan tentang cara Hakim memutuskan hak asuh anak kepada Bapak padahal Ibunya mampu mendidik dan mengasuh anak tersebut. 3. Nahrowi. Dengan judul skripsi Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Perceraian Menurut Undah-Undang No.23 th 2002 Tentang Perlindungan Anak: Analisis Putusan Perkara Mahkamah Agung no.349 KAG2006 . Skripsi ini berisikan tentang Hadhanah atau pemeliharaan anak dalam hokum perkawinan di Indonesia pada dasarnya tidak menentukan siapa 9 yang lebih berhak dalam mendapatkan hak pemeliharaan anak, hal tersebut kembali kepada kepentingan anak yang didasari pada putusan pengadilan. Dari beberapa judul tersebut, maka jelas berbeda pembahasannya dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas Hukum Hak Asuh Anak Tehadap Orang Tua Yang Bercerai Karena Berbeda Agama Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia V Tahun 2015 Tentang Hak Asuh Anak.

F. Sistematika Penulisan

Agar dapat mempermudah pada penulisan skripsi ini, maka penulis membagi pembahasan skripsi menjadi beberapa bab yang dapat diuraikan sistematikanya sebagai berikut: Bab I. Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, study riview terdahulu, dan sistematika penulisan. Bab II. Berisikan tentang tinjauan umum yang meliputi pembahasan,pengertian, hukum Hadhanah, Syarat-syarat Hadhanah dan Orang-orang yang Berhak Melakukan Hadhanah Bab III. Berisikan tentang Hadhanah bagi orang tua yang tidak cakap perilaku dan Hasil Fatwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Tentang Hak Hadhanah Akibat Perceraian Beda Agama. Bab IV. Berisikan tentang pembahasan metode istinbath MUI, dalil-dalil, dan analisi Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI. Bab V. Bab ini berisi tentang penutup, kesimpulan dan saran dari isi penulisan skripsi ini. 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HADHANAH

A. Pengertian Hadhanah

Hak asuh anak menurut Hukum Islam dikenal dengan istilah hadhanah. Hadhanah adalah kegiatan mengasuh, memelihara, mendidik anak hingga ia dewasa atau mampu menjaga dirinya sendiri. 1 Sayyid Sabiq memberikan definisi Hadhanah adalah berasal dari kata hidnan yaitu lambung. Seperti susunan kalimat bahasa Arab “hadhana ath- thaairu baidhahu”, burung itu menghimpit telur dibawah sayapnya, maka dari kalimat ini bias dipahami bahwa seorang Ibu menhimpit anaknya. 2 Adapun menurut Abdurrahman Ghazaly yang dimaksud dengan hadhanah yaitu merawat dan mendidik anak kecil yang belum mumayyiz sampai ia mampu mengatur dirinya sendiri. 3 Ulama fikih mendefinisikan hadhanah adalah melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang merusak dan menyakitinya, mendidik jasmani, rohani, dan akalnya, agar kelak mampu berdiri sendiri mengahadi hidup dan memikul tanggung jawabnya. 4 1 Departemen Agama RI. Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: tp, 1996, h.4 2 As-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunah, Jakarta: Dar as-Saqafah, tth, Jilid 2, h. 218. 3 Abdrahman Ghazali, Fikih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2013, h.175. 4 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fikih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: kencana Pranada Media Group, 2009. h. 326. 11 Hadhanah dalam Ensiklopedi Hukum Islam adalah mengasuh anak yang belum mumayyiz hal keadaan ia belum mampu mengurus dirinya sendiri belum mandiri. 5 M enurut Sa’ani, hadhanah adalah memelihara anak yang belum mampu mandiri. Pendidikannya dan pemeliharaannya dari segi sesuatu yang membinasakannya atau membahayakannya. 6 Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pemeliharaan anak adalah merangkap kepada seluruh keperluan-keperluan anak, baik itu yang bersifat jasmani ataupun rohani. Ulama mazhab fikih berbeda pendapat mengenai masa pengasuhan anak. Imam Hanafi berpendapat masa asuhan adalah tujuh tahun untuk laki-laki dan Sembilan tahun untuk perempuan. Imam Hanbali bahwa masa asuhan untuk ank laki-laki dan perepuan adalah 7 tahun dan setelah ia telah mumyayiz dibebaskan untuk memilih. Imam Syafi’i berpendapat bahwa masa asuh itu 7 tahun dan 8 tahun. Sedangkan Imam Malik berpendapat batas usia anak mumayyiz adalah 7 tahun. 7

B. Hukum Hadhanah

Memelihara, merawat, dan mendidik anak kecil diperlukan kesabaran, kebijaksaan, pengertian, kasih sayang, sehingga seseorang tidak dibolehkan mengeluh dalam menghadapai berbagai persoalan anak tersebut, bahkan Rasulullah SAW sangat mengancam orang-orang yang merasa bosan 5 Abdul Azziz Dahlan, Dkk, Ensiklopedia Hukum Islam Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva, 1992, h. 137 6 Sa’ani, Subulu as-Salam, Surabaya: al-Ikhlas, 1995, h. 37. 7 Syaikh Hasan Ayub, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, h. 45. 12 dan kecewa dengan tingkah laku anak-anak mereka. 8 Oleh karena itu hukum mengasuh anak adalah wajib. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Imam As- Syirazi: إ َذ ْ فا ا َ ت َر َق زلا ْو َج ِنا َو ََُ َم َو ا َل ٌد َب ِلا ٌغ َر ِش ْي ٌد َ ف َل ُه َأ ْن َ ي ْ َف ِر َد َع ْن َأ َ ب َو ْي ِه َِأ ن ُه ُم ْس َ ت ْغ ٍن َع ِن َْْا َض َنا ِة َو ْا َكل َف َلا ِة َوا ْل ُم ْس َت َح ُب َأ ْن َل َ ي ْ َف ِر َد َع ْ ُه َم َو ا َل َ ي ْق َط َع ِب ر ُ َع ْ ُه َم َو ا ِإ ْن َك َنا ْت َج ِرا َي ًة ُك ِ ر َ َََ َأ ا ْن َ ت ْ َف ِر َد َِأ ن َه ِإ ا َذ ا ْ نا َف َر َد ْت َْل ُ ي َؤ ِم ْن َأ ْن َي ْد ُخ َل َع َل ْ ي َه َم ا ْن ُ ي ْف ِس ُد َه َو ا ِإ ْن َك َنا ََُ َم َو ا َل ٌد َْ ُ ْو ٌن َأ ْو َص ِغ ْ ي ٌر َل َُُ ِ ي ُز َو ُه َو لا ِذ ْي َل ُه ُد ْو َن َس ْب ِع ِس ِ َْي َو َج َب ْت َح َض َ نا ُت ِإ ه ْن َ ت َر َك َح َض َ نا ُت ُه َض َعا َو َه َل َك 9 Artinya: “Apabila telah berpisah suami isteri sedangkan mereka mempunyai anak yang berakal dan balig maka boleh ia memilih dari salah satu orang tuanya, karena ia butuh kepada pengasuhan, penjagaan dan dianggap sunah apabila ia mandiri tidak tergantung dengan orangtuanya dan tidak memutuskan kebaktian ia kepada kedua orangtuanya jika ia seorang gadis maka makruh bagi ia mengosongkan asuhan dari kedua orangtuanya karena apabila ia mengkosongkan ditakutkan akan ada orang yang menyakitinya, dan jika ada bagi kedua orangtua yang berpisah sedangkan ia memiliki anak yang gila atau kecil yang belum mumayyiz yang belum sampai 7 tahun umurnya maka wajib bagi salah satu kedua orangtuanya mengasuhnya karena jika ia tidak mengasuhnya dikhwatirkan ia akan menderita” Adapun dasar hukum tentang hadhanah Allah berfirman didalam al- Qur’an surat Al-baqarah ayat 233: 8 Andi Syamsul Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2008, h. 115-116. 9 As- syirāzi, Al-Muhadzdab fi Fiqh al-Imam As-syafi’I, Lebanon: Dar El-Kutub Alamiyah, tth, Juz 2, h. 164. 13                                                                           Artinya:͆Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban Ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara maruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang Ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. QS. Al-baqarah : 233 Ayat diatas menjelaskan mengenai hukum penyusuan anak ketika terjadinya talak, dapat diartikan bahwa keluarga mengandung arti hubungan yang tidak dapat lepas dari kedua suami dan siteri yang bersangkutan yaitu, tentang anak yang masing-masing punya andil padanya dan terikat dengannya. Apabila dalam kehidupan rumah tangga kedua orangtua itu bubar, maka si kecil ini harus diberi jaminan secara terperinci yang harus dipenuhi oleh kedua orangtuanya dalam setiap keadaannya. Kemudian seorang Ibu yang telah diceraikan itu mempunyai kewajiban terhadap anaknya yang msih menyusui,