52
secara syar’i. Maka tidak dapat dipungkiri MUI memberikan fatwa atau syarat bahwa seorang pengasuh wajib memberikan rizki yang sifatnya
halal. Jika bertolak belakang dengan fatwa ini maka tidak boleh mengasuh anak.
Surat at-Tahrim ayat 6:
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” QS. at-Tahrim: 6
Pada ayat ini MUI memenggal potongan ayat yaitu jumlah
artinya adalah wajib bagi orang yang beriman agar menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka. Maksudnya adalah lafaz qû itu
berbentuk amar yang memberikan artian wajib mengerjakan Lithalab sebagaimana qaidah ushuliyah mengatakan:
َا َْأ ْص
ُل ِى
َْأا ْم ِر
ِل ْل ُو ُج
ْو ِب
ِإ ل
َم َدا
ل دلا
ِل ْي ُل
َع َل ِخ ى
َا ِف ِه
8
Asal perkara di suatu perintah itu wajib kecualai ada dalil yang memberikan prbedaannya.
8
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah, Jakarta: ttp, tth, h. 6.
53
Surat an-Nisa ayat 141:
Artinya: “Yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu peristiwa yang
akan terjadi pada dirimu hai orang-orang mukmin. Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata:
Bukankah Kami turut berperang beserta kamu ? dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan kemenangan
mereka berkata: Bukankah Kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin? Maka Allah akan
memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
” QS. An- Nisa: 141
Menurut penulis MUI mengambil ayat ini sebagai dasar seorang pengasuh tidak boleh beragama non Islam karena alasannya
adalah dilihat dari lafaz lan mengandung arti meniadakan untuk zaman akan datang maka dapat difahami bahwa hubungan antara manhtûq dan
mafhum menyimpulkan pada masa akan datang non muslim tidak berhak mengasuh anak yang beragama Islam apalagi untuk saat ini maka mutlak
tidak boleh untuk mengasuh anak. Hal ini dapat difahami pula dari lafaz sabila yang bentuk lafaznya isim mufrad sedangkan lafaz mufrad
maknanya umum tidak tertentu dan tidak dapat diketahui, maka kesimpulan pemahaman penulis MUI mengambil dasar hukum dari ayat
54
ini adalah hukum Islam tidak mentolelir bagi seorang non muslim untuk mengasuh anaknya yang beragama Islam dalam seluruh aspek.
2. As-sunnah
َةَرْ يَرُه َِِأ ْنَع ،ِجَرْعَْأا َزُمْرُه ِنْب ِنَْْ رلا ِدْبَع ْنَع َيِضَر
: َلاَق , َم لَسَو ِهْيَلَع ُه للا ى لَص ِه للا َلوُسَر نَأ ،ُهَْع ُه للا ِهِناَرِصَُ ي ْوَأ ،ِهِناَدِوَهُ ي ُاَوَ بَأَف ،ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ٍدوُلْوَم لُك
ِهِناَسِجَُُ
9
Artinya: “Dari Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj dari Abi Hurairah
semoga Allah meridhainya bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua
orang tuanyalah yang membuatnyamenjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Menurut MUI Hadis ini menunjukkan bahwa orang tua yang mengasuh anak sangat mempengaruhi agama yang akan dipeluk anaknya.
Oleh karena itu, hendaknya pihak yang akan mengasuh anak harus beragama Islam sehingga anaknya menjadi generasi muslim, tetapi penulis
memahami dari makna pemahaman MUI ialah jika pihak yang akan mengasuh anak tersebut harus beragama Islam maka pemahaman ini jika
dikaji dalam ushul fikih mengandung makna Dil ālah Iltizāmiyah yaitu
dilalah yang mesti harus dipenuhi seacara akal, Karena dari konteks susunan kalam yang pada hadits tersebut menunjukan kedua orangtuangya
harus menanamkan jiwa dan dasar-dasar syariat Islam, karena di dalam fikihpun seorang pengasuh orangtua wajib menananmkan dasar-dasar
9
Abu Hanifah an- Nu’man, Musnad Abu al-Hashkafi, Mesir: tp, th, Juz 1h.
513.
55
pondasi Islam seperti mengenal rukun Islam dan rukun Imam sejak dini maka pemahaman MUI terhadap hadits ini menjadi sesuai dengan
pendapat ulama yang terdahulu sampai saat ini.
ُدْبَع اََ ث دَح ،َسُنوُي ُنْب ىَسيِع اََ ث دَح ،ٍرَْح ُنْب يِلَع اََ ث دَح ُه نَأ ٍناَِس ِنْب ِعِفاَر ،يِدَج ْنَع ، َِِأ َِِرَ بْخَأ ،ٍرَفْعَج ُنْب ِديِمَْْا
ْتَبَأَو َمَلْسَأ َم لَسَو ِهْيَلَع ُها ى لَص ِِ لا ِتَتَأَف ،َمِلْسُت ْنَأ ُهُتَأَرْما
َلاَقَ ف ، َِِْ با :ٌعِفاَر َلاَقَو ،ُهُهَ بَش ْوَأ ٌميِطَف َيِهَو ، َِِْ با :ْتَلاَقَ ف :َم لَسَو ِهْيَلَع ُها ى لَص ِِ لا ُهَل
ًةَيِحاَن ْدُعْ قا :اَََ َلاَقَو
ْ قا ، اَهاَوُعْدا :َلاَق ُُ ،اَمُهَ ْ يَ ب َة يِب صلا َدَعْ قَأَف ًةَيِحاَن يِدُع
مُهللا :َم لَسَو ِهْيَلَع ُها ى لَص ِِ لا َلاَقَ ف ،اَهِمُأ ََِإ ْتَلاَمَف اَهَذَخَأَف اَهيِبَأ ََِإ ْتَلاَمَف اَهِدْها
دْأ اور
10
.
Artinya: “Telah menceritakan kepada Ali bin Bahr telah menceritakan
kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Abdul hamid bin Ja’far telah mengabarkan kepadaku ayahku
dari kakekku yaitu Rafi bin Shinan bahwa ia telah masuk Islam sedangkan isterinya menolak untuk masuk Islam. Kemudian
wanita tersebut datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan berkata; anak wanitaku ia masih menyusu -atau
yang serupa dengannya. Rafi berkata; ia adalah anak wanitaku. Beliau berkata kepada wanita tersebut; duduklah di
pojok. Dan mendudukkan anak kecil tersebut diantara mereka berdua, kemudian beliau berkata; panggillah ia. Kemudian
anak tersebut menuju kepada ibunya. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam berdoa: Ya Allah, berilah dia petunjuk
kemudian anak tersebut menuju kepada ayahnya. kemudian Rafi bin Sinan membawa anak tersebut.
HR. Ahmad Hadist ini menunjukkan bahwa Rasulullah menghendaki
pengasuhan anak dilakukan oleh orang tua yang muslim.
10
Abu Abdillah Ahmad, Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal, Mesir: Muassasah ar-risalah, 2001, Juz 39, h. 168.
56
C.
Analisis Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Tentang Hak Asuh Anak Akibat Orang Tua Bercerai Beda Agama
Allah SWT
menciptakan makhluk-Nya
berpasang-pasangan sehingga Allah SWT memberikan Syariat manusia harus menikah sebagai
karunia dan nikmat yang besar dari Allah SWT. Namun didalam suatu ikatan perkawinan banyak cobaan dan kesengan pula, sehingga tidak sedikit dari
manusia yang runtuh rumah tangganya akibat permasalahan yang berujung perceraian.Perceraian terjadi karena ada bermacam-macam sebab diantaranya
kasus ketika seseorang yang bercerai akibat perbedaan agama anatara suami isteri. Tetapi akibat setelah perceraian tersebut ialah jika pasangan suami isteri
tersebut mengsilkan keturunan yang hak asuhnya belum bisa ditentukan, maka dalam hal permasalahan ini penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang
permaslahan tersebut dengan bahan penelitian hasil fatwa MUI di dalam hukum hak asuh anak akibat orang tua bercerai beda agama. Penulis sangat
menyadari bahwa MUI sangat hati-hati dalam memutuskan fatwa lebih-lebih fatwa ini sifatnya untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia oleh karena itu
penulis mendapatkan suatu kesimpulan tentang fatwa tersebut dan menyatakan setuju dengan keputusan tersebut bahwa seorang pengasuh harus beragana
Islam. Adapun alasan penulis setuju dengan fatwa MUI adalah sebagai berikut:
Pertama, sebagaimana yang kita ketahui bahwa ulama adalah para pewaris Nabi sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
57
ُةَثَرَو ءاَملعْلا ِءاَيِبْنَْأا
نَأَو ، َءاَيِبْنَْأا
ُمِهْيَلَع ، ُم َا سلا
َْل ، ُ ي َو ِر
ُ ث ْو ًراَيِد ا
ِد َلَو ا ْر ًَه
َو اَ َِإَو ،ا ر ُث
ْاو ِعْلا
ْل َم َمَف
ْن َخَأ
َذ ُ َخَأ
َذ َِح
ظ َو ِفا
ٍر
11
Artinya: “Ulama adalah pewaris para Nabi dan bahwasannya para Nabi
mereka tidak mewariskan dinar dan tidak pula hanya saja mereka mewarisi ilmu maka siapapun yang mengambil ilmu
maka dapatkanlah dengan tulisan ilmu dengan wadah yang luas”.
Dari hadits tersebut dapat diambil pemahaman bahwa didalam diri ulama membawa kemaslahatan untuk umat karena ulamalah yang
menerusakan risalah para Nabi-Nabi. Maka dari hadits ini dapat diambil kesimpulan
apa yang sudah diputuskan oleh MUI sudah benar kebenarannya terlebih lagi penulis membaca dan mendapatkan pendapat-pendapat ulama
terdahulu seperti mazhab 4 mu ’tabarah yang menyinggung tentang hak asuh
anak bagi pengasuh yang non muslim sehingga dari istinbath hukum yang diputusakan oleh mujtahid mutlak tersebut sesuai dengan fatwa yang sudah
diputuskan oleh MUI. Sebab dikatakan oleh imam nawawi al-Bantani dalam kitab an-Nihayatu az-Zain bahwa mazhab 4 salah satunya al-
Imam Syafi’I di juluki sebagai hudatul ummah
Fil Furu’. Dari pendapat penulis pada alasan pertama disana terdapat perbedaan
pendapat antara MUI dan penulis. Adapun perbedaan tersebut ialah penulis lebih menjelaskan kepada sifat yang melekat pada ulama yaitu sifat
11
Abu Muhammad Mahmud, ‘Umdatu al-Qari Syarh as-Shahih al-Bukhari,
Lebanon: Dar el-Tsurûs, th, Jilid 2, h. 39.