As-Sunnah Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan diambil
51
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian
kepada Para ibu dengan cara maruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
apabilakeduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada
dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan.” QS. al-Baqarah : 233 Pada ayat ini MUI mengambiil Istinbatul ahkam dari sepenggal ayat
yaitu:
Penulis berpendapat pada potongan ayat tersebut sudah dapat diketahui bahwa wajib bagi orang tua memberikan nafkah dari rizki yang halal.
Kewajiban tersebut dapat diketahui dari lafaz ‘ala yang diantaranya
memberikan faidah lilisti’la dan littaukid artinya wajib dilaksanakan
52
secara syar’i. Maka tidak dapat dipungkiri MUI memberikan fatwa atau syarat bahwa seorang pengasuh wajib memberikan rizki yang sifatnya
halal. Jika bertolak belakang dengan fatwa ini maka tidak boleh mengasuh anak.
Surat at-Tahrim ayat 6:
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” QS. at-Tahrim: 6
Pada ayat ini MUI memenggal potongan ayat yaitu jumlah
artinya adalah wajib bagi orang yang beriman agar menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka. Maksudnya adalah lafaz qû itu
berbentuk amar yang memberikan artian wajib mengerjakan Lithalab sebagaimana qaidah ushuliyah mengatakan:
َا َْأ ْص
ُل ِى
َْأا ْم ِر
ِل ْل ُو ُج
ْو ِب
ِإ ل
َم َدا
ل دلا
ِل ْي ُل
َع َل ِخ ى
َا ِف ِه
8
Asal perkara di suatu perintah itu wajib kecualai ada dalil yang memberikan prbedaannya.
8
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah, Jakarta: ttp, tth, h. 6.