2.5.3 Klasifikasi Model ARIMA
Model Box-Jenkins ARIMA dibagi kedalam
3 kelompok,
yaitu: model
autoregressive AR, moving average MA, dan model campuran ARIMA autoregresive
moving average
yang mempunyai
karakteristik dari dua model pertama. 1 Autoregressive Model AR
Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p ARp atau model ARIMA
p,0,0 dinyatakan sebagai berikut: Dimana,
Z
t
= deret waktu stasioner Φ
p
= koefisien model autoregresif Z
t-p
= nilai masa lalu yang berhubungan a
t
= residual pada waktu t 2 Moving Average Model MA
Bentuk umum model moving average ordo q MAq atau ARIMA 0,0,q.
Persamaan moving avergae ditunjukkan oleh Dimana,
Z
t
= deret waktu stasioner θ
p
= koefisien model moving average a
t-q
= residual lampau yang digunakan oleh model
3 Model campuran a. Proses ARMA
Model ARMA merupakan gabungan dari model autoregresif dan moving average.
Asumsi yang diterapkan adalah ketika deret waktu merupakan campuran dari fungsi
autoregresif dan moving average, maka persamaan model ARMA p,q menjadi:
Z
t
= ϕ
1
Z
t-1
+ ϕ
2
Z
t-2
+...+ ϕ
p
Z
t-p
+ a
t
- θ
1
a
t-1
- θ
2
a
t- 2
-...- θ
q
a
t-q
Dimana Z
t
dan a
t
sama seperti sebelumnya, Z
t
adalah konstanta, ϕ dan θ adalah koefisien
model. Z
t
dikatakan proses
campuran autoregressive moving average
orde p dan q. b. Proses ARIMA
Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model
umum ARIMA p,d,q terpenuhi. secara umum persamaan untuk model ARIMA
1,1,1 adalah:
Z
t
= 1+Ø
1
Z
t-1
+ -Ø
1
Z
t-2
+ a
t
– θ
1
a
t-1
Nilai ordo dari proses autoregressive dan moving average
diduga secara visual dari plot ACF dan PACF. Plot tersebut menampilkan
distribusi koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial.
Plot yang tampak dalam plot ACF dan PACF dapat digunakan dalam pendugaan ordo MA
dan AR karena masing – masing model
memiliki pola yang khusus. Secara teoritis ρ
k
= 0 bagi k q dalam model MAq dan ϕ
kk
= 0 bagi k pdalam model ARp. Arti dari
ARIMA p,d,q sendiri adalah model tersebut menggunakan p nilai lag dependen, d tingkat
proses pembedaan, dan q lag residual.
2.6 Korelasi Silang
Korelasi menunjukkan
adanya hubungan keeratan antara dua variabel atau
lebih. Jika dua variabel atau lebih tersebut saling berhubungan maka hasilnya dapat
ditentukan dengan nilai koefisien korelasi yang berkisar antara -1 dan +1. Nilai koefisien
korelasi
menunjukkan berbagai
derajat hubungan dari yang sangat lemah hingga
sangat kuat. Karakteristik korelasi silang sama
dengan korelasi biasa dengan nilai berkisar antara -1 dan +1 yang berfungsi sebagai
autokorelasi di dalam pemodelan untuk analisis deret berkala inivariat, korelasi silang
sangat berperan penting dalam pemodelan multivariate yang berhubungan dengan suatu
data time series dengan adanya suatu hubungan
antara satu
deret yang
dilambangkan dengan lag dengan yang lainnya dan sebaliknya Makridakis 1983.
Perhatikan dua buah proses stokastik, X
t
dan Y
t
, t = 0, ± 1, ± 2, . . .. X
t
dan Y
t
dikatakan stasioner gabungan jointly stationary,
jika X
t
dan Y
t
masing- masingmerupakan proses stasioner, dan
kovarians silang cross-covariance X
t
dengan Y
s
, kov.X
t
, Y
s
hanya merupakan fungsi atas selisih waktu t
– s. Untuk beberapa kasus kovarians silang X
t
dengan Y
t
, didefinisikan oleh
µ
x
dan µ
y
masing-masing rata-rata hitung X
t
dan Y
t
, k = 0, ± 1, ± 2, . . . karena γ
XY k
merupakan fungsi atas k, maka γ
XY k
selanjutnya ditulis,
γ
XY
k, dan dinamakan fungsi kovarians silang. Jika varians X
t
dan Y
t
masing- masing σ
x 2
dan σ
y 2
, maka fungsi
dinamakan
fungsi korelasi silang cross-
dorrelation function,
CCF, yang merupakan
bentuk standarisasi dari fungsi kovarians silang. Jika ditelaah dari deskripsinya, fungsi
korelasi silang merupakan formulasi umum dari fungsi autokorelasi ACF, sebab
γ
XX k
= γ
X k
tetapi perbedaannya, jika autokorelasi merupakan bentuk simetris, artinya
ρ
X
k =
ρ
X
−k, sedangkan fungsi korelasi silang
tidak simetris sebab ρ
XX
k ≠ ρ
XX
−k. Jika nilai ACF sebagai ukuran kekuatan dari
hubungan antar pengamatan, maka nilai CCF selain sebagai ukuran kekuatan hubungan
antar variabel, nilai dari CCF juga sebagai ukuran arah hubungan. Untuk
mendapatkan gambaran secara
menyeluruh mengenai
hubungan antara data deret waktu X
t
dengan Y
t
, pengujian mengenai CCF, ρ
XX
k, harus dilakukan untuk k 0 dan k 0, melalui
analisis korelasi silang atau gambar CCF yang biasa dinamakan
korelogram silang cross
correlogram Mulyana 2004.
2.7 Regresi Linear Berganda