4.4 Analisis Statistik Data Curah Hujan
dan Data Iklim Global Berdasarkan
ketiga monsun ISMI,
WNPMI dan AUSMI yang akan dianalisis lebih lanjut dan dilihat pengaruhnya apabila
digabungkan dengan Nino 3.4 adalah AUSMI dan WNPMI. Kedua monsun ini merupakan
monsun yang memiliki pengaruh yang besar terhadap wilayah Indonesia dimana ketika
dalam kondisi basah monsun ASIA yang berperan
dan salah
satunya WNPMI,
sedangkan ketika Indonesia dalam keadaan kering monsun AUSTRALIA yang akan
berberan secara langsung. Ketika monsun menguat dan Nino 3.4 melemah, di Indonesia
akan
mengalami kondisi
yang basah.
Sebaliknya apabila monsun melemah dan Nino 3.4 menguat maka sebagian besar
wilayah Indonesia akan mengalami kondisi yang cenderung kering.
Gambar 18 Diagram batang fenomena interkoneksi dan curah hujan periode 1996-1999
Gambar 18 menjelaskan kondisi pada tahun
1996 –1999
baik dari
segi interkoneksinya maupun dari curah hujan.
Pada gambar terlihat, secara keseluruhan curah hujan mengalami kondisi ekstrim akibat
terjadi interkoneksi antara monsun dan El Niño. Pada gambar dapat dilihat bahwa pola
curah hujan seluruh wilayah kajian mengikuti pola interaksi antara monsun dan Nino 3.4.
Akibat dari interkoneksi kedua fenomena tersebut ditunjukkan oleh curah hujan yang
ekstrim kering pada tahun 1997 dilanjutkan dengan curah hujan yang ekstrim basah pada
tahun 1998. 4.5
Analisis Korelasi Silang
Asumsi mendasar
interaksi antara
monsun dan Nino 3.4 ialah curah hujan yang terjadi atau turun di suatu wilayah dipengaruhi
oleh iklim global, maka curah hujan yang akan turun di suatu wilayah merupakan fungsi
dari
fenomena global
diatas yang
disederhanakan menjadi : CH = f AUSMI, WNPMI, Nino3.4 Hermawan 2010. Dari
asumsi tersebut didapatkan sebuah persamaan multivariate
tabel 3 dari masing-masing wilayah.
Persamaan Multivariate
menjelaskan peranan masing-masing fenomena iklim
dalam mempengaruhi curah hujan wilayah kajian. Persamaan multivariate tabel 3
digunakan untuk membuat curah hujan model yang akan dipakai untuk membuat model
prediksi. Keeratan antara curah hujan model dengan curah hujan pengamatan dijelaskan
melalui nilai koefisien korelasi r. Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk
dalam salah satu teknik pengukuran hubungan mengenai ada atau tidaknya hubungan antara
dua fenomena atau lebih Hasan 2003. Wilayah Banjarbaru memiliki nilai korelasi
r yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah kajian lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa wilayah Banjarbaru menunjukkan respon yang lebih besar pada telekoneksi yang
menurunkan curah hujan di daerah tersebut. Analisis Cross Correlation Fungtion
CCF digunakan untuk mengetahui waktu tunda atau lag time antara fenomena interaksi
AUSMI dan El Niño terhadap curah hujan. Tanda positif + dan negatif - pada nilai
CCF menunjukkan arah hubungan terhadap dua variabel. Jika nilai CCF memiliki tanda
+ berarti kedua variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus dan sebaliknya, apabila
nilai CCF memiliki nilai negatif - maka kedua variabel memiliki hubungan yang
berbanding terbalik.
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa seluruh wilayah kajian Lampung, Sumbawa Besar,
Indramayu, Banjarbaru dan Pandeglang memiliki nilai CCF yang positif +, hal ini
menunjukkan bahwa fenomena interaksi antara monsun dan El Niño terhadap curah
hujan memiliki hubungan yang berbanding lurus. Artinnya apabila fenomena interaksi
menguat maka curah hujan di wilayah kajian akan meningkat, begitu juga sebaliknya
semakin melemahnya fenomena interaksi maka curah hujan di wilayah kajian akan
semakin menurun.
Selain mengetahui nilai CCF, pada tabel 3 dapat dilihat juga seberapa lama lag time
atau waktu tunda di beberapa wilayah kajian. Lag time
atau waktu tunda ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh fenomena
interaksi monsun dan El Niño untuk dapat mempengaruhi curah hujan di wilayah kajian.
Pada tabel dapat dilihat bahwa seluruh wilayah kajian Lampung, Sumbawa Besar,
Indramayu, Banjarbaru, dan Pandeglang memiliki lag time 0 bulan. Artinya antara
kejadian interaksi monsun dan El Niño tidak memiliki waktu tunda untuk mempengaruhi
curah hujan di wilayah tersebut.
Tabel 3 Kaitan Interaksi antara dua Fenomena AUSMI – WNPMI – Nino3.4 dengan Curah
Hujan Bulanan Periode 1976 – 2000.
KOTA CCF
Lag time bulan
Error r
2
Persamaan Multivariant Sumbawa Besar
0.692 78.23313
0.532 Y = 16.267X
1
- 3.940X
2
- 6.790X
3
+ 6.819 Indramayu
0.642 124.86441
0.445 Y = 20.549X
1
- 5.976X
2
- 15.042X
3
+ 10.883 Banjarbaru
0.76 84.99061
0.591 Y = 8.195X
1
- 12.388X
2
- 25.964X
3
+ 7.408 Pandeglang
0.695 74.67462
0.535 Y = 15.923X
1
- 3.445X
2
- 5.264X
3
+ 6.509 Lampung
0.694 75.64186
0.486 Y = 9.954X
1
- 6.721X
2
- 2.913X
3
+ 6.593
Keterangan: Y menunjukkan Curah Hujan X
1
menunjukkan nilai AUSMI X
2
menunjukkan nilai WNPMI X
3
menunjukkan nilai Nino3.4
Gambar 19 merupakan validasi dari data curah hujan model multivariate dengan data
asli. Pada gambar dapat dilihat bahwa kelima wilyah kajian memiliki nilai korelasi yang
besar. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut baik dan dapat digunakan untuk
menjelaskan kejadian hujan di wilayah kajian yang telah terpengaruh oleh interaksi antara
monsun dengan Nino 3.4. Hasil validasi menjelaskan, curah hujan di seluruh wilayah
kajian mendapat pengaruh yang berbeda-beda dari interaksi monsun dan nino 3.4. Ini
dikarenakan adanya pengaruh geografis masing-masing wilyah kajian.
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
200 150
100 50
-50 -100
WAKTU BULAN D
a ta
CH asli CH model
Variable
Time Series Plot of CH asli, CH model SUMBAWA BESAR
Korelasi 0.943
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
500 400
300 200
100 -100
-200
Waktu bulan D
a ta
CH asli CH model
Variable
Time Series Plot of CH asli dan CH model INDRAMAYU
Korelasi 0.683
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
300 200
100 -100
-200
Waktu bulan D
a t
a
CH asli CH model
Variable
Time Series Plot of CH asli dan CH model BANJARBARU
Korelasi 0.846
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
400 300
200 100
-100
Waktu bulan D
a ta
CH asli CH model
Variable
Time Series Plot of CH asli dan CH Model PANDEGLANG
Korelasi 0.810
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
150 100
50 -50
-100
waktu bulan D
a t
a
CH asli CH model
Variable
Time Series Plot of CH asli dan CH model LAMPUNG
Korelasi 0.951 Gambar 19 Validasi curah hujan model
multivariate periode Januari
2000 – Desember 2000
4.6 Prediksi ARIMA