Fenomena El Niño di Samudera Pasifik

mmtahun dan selama 5 hari berturut-turut dibulan Agustus 1841 sebesar 38000 mmtahun atau setara dengan curah hujan selama 4 tahun di New York, sedangkan di Puncak Gunung Waialeale di Kanai Tengah, Kepulauan Hawaii sebesar 1175,84 mmtahun.

2.2 Fenomena El Niño di Samudera Pasifik

Salah satu parameter yang sangat penting untuk menentukan sistem iklim adalah suhu permukaan laut, karena suhu permukaan laut menentukan fluks panas nyata sensible dan panas terselubung latent melalui permukaan laut. Bjerkness 1966 untuk pertama kali menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara fluktuasi atmosfer dengan ragam oseanik. Sejak itu, pengkajian intensif terkait iklim global telah dilakukan dengan pengembangan konsep kopel atmosfer-lautan. Sehingga diketahui adanya fluktuasi suhu permukaan laut SPL antar tahunan. Salah satu yang sangat terkenal adalah fenomena El Niño, yaitu penyimpangan suhu permukaan laut di pantai Peru yang menjadi panas. Kemudian diketahui bahwa ragam suhu permukaan laut ini berkaitan dengan ragam suhu permukaan global di atas basin Pasifik. Anomali pemanasan terjadi dalam interval waktu beberapa tahun ~4 tahunan. Pada waktu terjadi El Niño, konveksi di daerah tropis bergeser ke arah timur Tjasyono 2004. Gambar 2 Wilayah Nino di Samudera Pasifik www.hko.gov.hk 2011 El Niño sebagai mode dominan interaksi kopel atmosfer-lautan dengan skala waktu antar tahunan memiliki karakter penghangatan dari kondisi normal di sepanjang Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Menurut Trenberth 1997, El Niño didefenisikan oleh 4 wilayah Niño Gambar 2 yaitu, Niño1 80º – 90ºW dan 5º –10ºS, Niño2 80º–90ºW dan 0º– 5ºS, Niño3 90º –150ºW dan 5ºN–5ºS, Niño4 150ºW –160ºE dan 5ºN–5ºS, Niño3.4 120Wº –170ºW dan 5ºN–5ºS. Menurut Tjasyono 2004, El Niño adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global yang mengakibatkan suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena adanya up ‐welling arus dari dasar laut menuju permukaan. Menurut bahasa setempat El Niño berarti bayi laki ‐laki karena munculnya di sekitar hari Natal akhir Desember. Dalam keadaan normal, sirkulasi atmosfer-lautan di Samudera Pasifik akan memusat di sekitar wilayah Indonesia. Akan tetapi pada tahun El Niño, terjadi subsidensi sirkulasi Walker di atas benua maritim Indonesia yang menghambat konvergensi sirkulasi Hadley dan konveksi lokal. Mekanisme kondisi normal dan El Niño dapat dilihat pada gambar 3. Selama perkembangan El Niño, struktur permukaan laut Samudera Pasifik seperti pada gambar 3 menunjukkan adanya air hangat di lapisan dalam yang tidak normal dan meningkatnya kedalaman termoklin di sepanjang Pasifik tropis bagian timur, sehingga kemiringan slope berkurang sepanjang basin tersebut. Pada episode El Niño yang sangat kuat, termoklin secara nyata menjadi datar di seluruh Pasifik tropis untuk waktu beberapa bulan. Kondisi ini diikuti dengan adanya sea level yang lebih tinggi dari normalnya di Pasifik bagian timur, yang menghasilkan penurunan kemiringan slope ketinggian permukan laut di sepanjang basin tersebut. Evolusi ini terjadi sebaliknya pada episode La Niña Philander 1990. Fenomena El Niño merupakan sirkulasi zonal timur-barat yang terjadi di sepanjang Pasifik tropis. El Niño merupakan salah satu bentuk penyimpangan iklim di Samudera Pasifik yang ditandai dengan kenaikan SPL di daerah katulistiwa bagian tengah dan timur. Sebagai indikator untuk memantau kejadian El Niño, biasanya digunakan data pengukuran SPL di zona Nino 3.4 dimana anomali positif mengindikasikan terjadinya El Niño. Kenaikan anomali SST Nino 3.4 diikuti dengan melemahnya angin pasat trade winds yang mengakibatkan pergeseran daerah konveksi pembentukan awan-awan hujan. Pada kondisi normal Gambar 3a, daerah konveksi berada di daerah barat Samudera Pasifik. Namun pada kondisi El Niño Gambar 3b, zona konveksi bergeser ke bagian timur Samudera Pasifik Septicorini 2009. a. Kondisi Normal b. Kondisi El Niño Gambar 3 Struktur laut Samudera Pasifik pada saat Normal dan El Niño NOAA 2011 Menurut Haryanto 1998, yang dimaksud dengan tahun El Niño adalah periode dimana kondisi anomali SST di kawasan ekuator samudera pasifik bagian tengah dan timur 1 ⁰C dari rata-rata kurun waktu tertentu. Tabel 1 menunjukkan besar tingkat anomali SST, maka tingkat kekuatan El Niño di bagi dalam empat kategori : Tabel 1 Tingkat anomali SPL berdasarkan kekuatan El Niño. Anomali SPL ⁰C Kondisi 3 Sangat kuat 2.5 – 3 Kuat 1.5 – 2.5 Lemah – 1.5 Sangat lemah Adapun dampak El Niño terhadap kondisi cuaca global, antara lain: angin pasat timuran melemah, sirkulasi monsun melemah, akumulasi curah hujan berkurang di wilayah Indonesia, Amerika Tengah dan amerika Selatan bagian Utara. Cuaca di wilayah ini cenderung lebih dingin dan kering. Selain itu El Niño juga menyebabkan meningkatnya potensi hujan yang terdapat di sepanjang Pasifik ekuatorial tengah dan barat serta wilayah Argentina, cuaca cenderung hangat dan lembab. Adapun dampaknya di Indonesia, angin monsun muson yang datang dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang. Sejauh mana pengaruh El Niño di Indonesia, sangat tergantung dengan kondisi perairan wilayah. Fenomena El Niño yang berpengaruh di wilayah Indonesia yang diikuti berkurangnya curah hujan secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Namun bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup hangat tidak berpengaruh terhadap kurangnya curah hujan secara signifikan di Indonesia. Disamping itu, mengingat luasnya wilayah Indonesia, tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Niño BMKG 2011.

2.3 Fenomena Monsun