getah serta olahannya tidak dapat dijadikan food grade. Menurut LIPI 2004, uap asam sulfat dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan serta
mengganggu paru-paru. Selain itu, cairan asam sulfat juga dapat merusak kulit dan menimbulkan kebutaan jika terkena mata.
Pengelolaan hutan pinus lestari memerlukan stimulansia yang tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas getah pinus, tetapi juga harus aman bagi
penyadap getah serta tidak merusak pohon dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan stimulansia organik dan ZPT yang dapat
meningkatkan produktivitas getah pinus, tidak merusak pohon dan lingkungan, aman bagi penyadap getah serta getahnya dapat dijadikan food grade.
1.2 Rumusan Masalah
Getah pinus merupakan hasil hutan yang penting untuk memenuhi kebutuhan industri. Seiring dengan pertumbuhan industri yang semakin pesat,
permintaan getah pinus di Indonesia dan di dunia semakin meningkat. Selama ini, peningkatan produksi getah dilakukan dengan menggunakan stimulansia
anorganik, misalnya asam sulfat yang dapat berdampak buruk bagi pohon, lingkungan, dan penyadap. Oleh karena itu, stimulansia organik sangat diperlukan
untuk menggantikan stimulansia anorganik demi mencapai pengelolaan hutan lestari, keselamatan kerja penyadap dan peningkatan produktivitas getah yang
lebih tinggi. 1.3
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh penggunaan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh ZPT terhadap produktivitas getah pinus.
2. Menghitung nilai tambah produktivitas penyadapan getah pinus dari penggunaan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh ZPT.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan informasi tentang penyadapan getah pinus menggunakan stimulansia
organik dan Zat Pengatur Tumbuh ZPT. Bagi pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah informasi dan bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan produktivitas getah pinus dengan aman dan ramah lingkungan. Bagi peneliti, hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan dan informasi dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan suatu kasus nyata yang terkait atau
lainnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyebaran dan Tempat Tumbuh Pinus
Menurut Martawijaya et al. 2005, pinus atau tusam atau Pinus merkusii Jungh et de Vriese berasal dari famili Pinaceae. Pohon ini biasa juga disebut
dengan pohon Damar Batu, Damar Bunga, Huyam, Kayu Sala, Kayu Sugi, Uyam dan Tusam Sumatera atau Pinus Jawa. Daerah penyebaran P. merkusii di
Indonesia yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan seluruh Jawa. Menurut Mirov 1967, penyebaran dan tempat tumbuh P. merkusii
adalah di bagian Selatan Shan Burma di ketinggian 150-750 m dpl. Daerah ini merupakan batas paling utara tempat tumbuh P. merkusii yaitu di 20° LU,
kemudian di Laos bagian tengah sekelompok P. merkusii tumbuh di ketinggian 700 m dpl sedangkan di Kamboja, P. merkusii tumbuh di ketinggian 100-300 m
dpl. Selain itu, P. merkusii juga ditemukan di daratan tinggi 1000 m dpl di barat daya Kamboja yang merupakan tempat tumbuh tegakan murni P. merkusii paling
luas, sedangkan di Vietnam, berada pada ketinggian 500-1200 m dpl dan tumbuh dengan jarang di pegunungan-pegunungan Vietnam serta di Red River di Lao Kai.
Tusam dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah berpasir dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah
becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A sampai C, pada ketinggian 200-1700 m dari permukaan laut, kadang-
kadang tumbuh di bawah 200 m dan mendekati daerah pantai Priyono dan Siswamartana 2002.
2.2 Pinus sebagai Penghasil Getah