CV. Permata Hijau Lestari yang merupakan produsen produk tersebut, sedangkan harga getah pinus berasal dari harga jual getah pinus di Hutan Pendidikan Gunung
Walat. Analisis biaya stimulansia menunjukkan bahwa stimulansia PGR-12
memiliki nilai tambah produktivitas getah terbesar, yaitu sebesar Rp 94,37quarrehari, selanjutnya adalah ETRAT 12-40 Rp 91,89quarrehari, ETS
Rp 82,73quarrehari dan CAS sebesar Rp 3,92quarrehari. Harga stimulansia belum dapat menentukan stimulansia yang cocok diaplikasikan karena perlu
dipertimbangkan pula nilai tambahnya. Contohnya adalah stimulansia CAS yang memiliki harga paling murah, namun nilai tambahnya paling kecil.
5.5 Pemilihan Stimulansia yang Sesuai untuk Diaplikasikan
Menurut Pandit dan Ramdan 2002, saluran getah dikelilingi oleh sel-sel epitel. Sel Epitel inilah yang membentuk getah sebagai akibat dari proses
metabolisme. Penggunaan CAS berdampak buruk bagi kayu karena menyebabkan sel-sel epitel pada kayu mengering dan akhirnya mati. Selama penelitian, terdapat
perubahan warna pada bidang koakan, yaitu dari cokelat muda menjadi cokelat kehitaman. Sel-sel epitel kayu yang mati menyebabkan bidang sadapan sulit untuk
mengeluarkan getah karena jaringan sudah tertutup dan saat melakukan penyadapan getah, kayu terasa keras dan sukar untuk dilukai, sehingga
mempersulit dan menghambat produktivitas kerja. Sebaliknya, bila menggunakan stimulansia organik dan ZPT, bidang koakan berwarna sama dengan kontrol yaitu
cokelat muda. Selain itu, pada permukaan koakan bidang sadap dengan menggunakan
stimulansia organik dan ZPT terlihat lebih basah daripada permukaan koakan dengan CAS. Hal ini dikarenakan pada permukaan koakan yang menggunakan
stimulansia organik, saluran getah terus mengeluarkan getah secara konsisten, sedangkan pada perlakuan dengan CAS sel-sel epitel kayunya telah mati. Jadi,
penggunaan stimulansia organik dan ZPT bila dilihat secara fisik, tidak menyebabkan dampak buruk pada bidang sadapan. Perbandingan kondisi bidang
sadapan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 4.
Penggunaan CAS juga membahayakan penyadap getah. Cairan Asam Sulfat dapat mengganggu pernapasan dan merusak kulit. Menurut LIPI 2004,
uap asam sulfat dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan serta mengganggu paru-paru. Selain itu, cairan asam sulfat juga dapat merusak kulit
dan menimbulkan kebutaan jika terkena mata. Berdasarkan wawancara di lapangan, para penyadap getah pinus berharap adanya pengganti CAS karena kulit
dan kuku tangan mereka yang sudah rusak akibat bertahun-tahun menggunakan cairan tersebut. Dari segi produktivitaspun, penggunaan CAS di lapangan satu
tahun belakangan ini menurun, sehingga para penyadap enggan untuk menyadap getah. Hal ini dikarenakan penggunaan CAS yang telah bertahun-tahun merusak
jaringan kayu sehingga getah susah untuk keluar. Penggunaan CAS juga akan berdampak buruk bagi lingkungan dan
kualitas getah. Menurut Santosa 2011, stimulansia CAS dapat merusak tumbuhan disekitarnya dan apabila terbawa air hujan akan berbahaya terhadap
kondisi tata air di dalam hutan. Selain itu, akibat terkontaminasi asam kuat maka kualitas getah pinus yang dihasilkan hanya dapat digunakan untuk memproduksi
gondorukem dengan kategori non food grade. Sedangkan bila getah pinus yang tidak tercemar dapat diolah untuk menghasilkan gondorukem dengan kategori
food grade. Berdasarkan perbandingan rata-rata produktivitas, persentase peningkatan
produktivitas, analisis statistik, analisis biaya, dan dampaknya, maka stimulansia organik dan ZPT lebih baik digunakan daripada stimulansia anorganik. Perlakuan
dengan PGR-12 memiliki hasil rata-rata produktivitas getah pinus, persentase peningkatan produktivitas getah, dan nilai tambah produktivitas getah pinus
tertinggi. Akan tetapi, untuk aplikasi di lapangan, PGR-12 belum dapat digunakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, karena berdasarkan Perhutani Unit III Jawa
Barat stimulansia yang cocok digunakan di Jawa Barat adalah ETRAT 12-40. Pernyataan tersebut telah didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan secara internal di berbagai KPH di Jawa Barat. Penggunaan ETRAT 12-40 lebih stabil dibandingkan PGR-12, karena pemakaian PGR-12 di
beberapa tempat menyebabkan terjadinya kering alur pada batang.
Penggunaan ETRAT 12-40 juga lebih disarankan, karena dari komposisi, konsentrasi ethylenenya ZPT lebih rendah daripada PGR-12. Dampak
penggunaan ethylene dengan konsentrasi yang tinggi belum diteliti lebih lanjut, sehingga lebih aman menggunakan ETRAT 12-40. Ethylene memiliki fungsi di
berbagai proses fisiologis seperti menstimulasi pemasakan buah, absisi daun, menghambat pertumbuhan akar, meningkatkan permeabilitas membran,
merangsang pembentukan bunga, dan lain sebagainya Moore 1979. Penggunaan ethylene exsogen
yang berlebihan dimungkinkan dapat menyebabkan terganggunya proses fisiologis pohon, misalnya absisi daun yang tidak normal.
Jika terjadi absisi daun yang berlebihan, maka dapat mengganggu fotosintesis, sehingga pembentukan karbohidrat untuk pertumbuhan dan perkembangan pohon
juga akan terhambat. Selain itu, berdasarkan Uji Duncan, perlakuan dengan ETRAT 12-40 tidak berbeda nyata dengan PGR-12. Dari segi analisis biaya,
ternyata jika harga getah pinus turun akan menyebabkan perbedaan nilai tambah pada masing-masing perlakuan. Nilai tambah produktivitas getah dengan ETRAT
12-40 akan lebih tinggi dibandingkan dengan PGR-12 saat harga getah pinus maksimal Rp 6.800,00kg. Jadi, untuk aplikasinya di Hutan Pendidikan Gunung
Walat lebih efisien menggunakan ETRAT 12-40.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Lokasi Penelitian