Sistematika Penulisan Konversi agama Muslim Tionghoa di Batavia

15 BAB II MASYARAKAT BATAVIA A. KehidupanSosial Masyarakat Batavia Batavia adalah sebutan untuk kota pusat perdagangan, pemerintahan, politik, ekonomi, kemasyarakatan, kebudayaan, dan kekuasaan Belanda di Hindia Belanda. Perihal yang tidak disukai Coen karena ia ingin menamakan kota ini Nieuw Hoorn Hoorn Baru, sesuai nama kota kelahirannya di Belanda. Namun penguasa yang lebih tinggi di Belanda menamakan tempat itu Batavia.Penyebutan tersebut berlaku selama tiga setengah abad, sejak didirikan Jan Pieterzoon Coen pada 1619 hingga 10 Desember 1942. Nama ini dipilih untuk mengenang suku bangsa Germania yang disebut oleh C. J. Caesar dalam bukunya Bellum Gallicum 50 SM yaitu Batavir yang menghuni daerah di sekitar mulut Sungai Rhein, yang dianggap leluhur orang Belanda. Nama Batavia baru disahkan pada 1620, perihal yang tidak disukai Coen karena ia ingin menamakan kota ini Nieuw Hoorn Hoorn Baru, sesuai nama kota kelahirannya di Belanda. Namun penguasa yang lebih tinggi di Belanda menamakan tempat itu Batavia. 21 Pada abad ke-17 Batavia menglami perkembangan yang pesat, sehingga mendapat julukan Ratu Dari Timur, hal itu karena letaknya yang strategis baik dari segi geografis maupun lalu lintas perdagangan internasional. Pada perkembangan selanjutnya Batavia mengalami kemunduran terhadap lingkungan 21 http:www.jakarta.go.idwebencyclopediadetail168Batavia diakses pada hari Senin, 16 Maret 2015. 16 fisik perkotaannya, sehingga Batavia yang awalnya mendapat julukan Ratu Dari Timur kini berubah menjadi Kuburan Orang Belanda. 22 Setelah VOC menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan.Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini. Kemajuan perdagangan Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. 23 Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia; Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690.Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota. Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk antara tahun 1815-1893.Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Pada zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu 22 Jean Gelman Tailor. Kehidupan Sosial di Batavia, Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur. Terj, Jakarta: Masup Jakarta, 2009. hal 93 23 Tailor. KehidupanSosial di Batavia. hal 117. 17 melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya.Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Bali, Jawa, Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu. Kemungkinan kesemua suku bangsa Nusantara dan Arab Moor ini dikategorikan ke dalam kesatuan penduduk pribumi di Batavia yang kemudian terserap ke dalam kelompok etnis Betawi. 24 Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut.Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan, menyatakan kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar.Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawa Belong. 25 Penduduk lokal di luar Benteng Batavia tersebut sudah menggunakan Bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Sebagai ibu kota negara Indonesia Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan dunia. 24 Ensiklopedi Jakarta jilid III, hal 19. 25 Ensiklopedi Jakarta jilid V, hal 12. 18 Meskipun begitu, etnik Betawi diduga sebagai penduduk yang paling awal mendiami kawasan ini, paling tidak sejak abad ke 2. Perubahan lingkungan perkotaan Batavia dari abad 16 – 18 M, menurut beberapa ahli dilatarbelakangi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain disebabkan oleh rekayasa lingkungan alam Batavia yang menggunakan teknologi Eropa Belanda, terutama sistem kanal dan parit yang difungsikan untuk mengeringkan lahan rawa, mencegah banjir, mempertinggi permukaan lahan, serta sebagai sarana pertahanan dan transportasi. Faktor eksternal lebih banyak disebakan oleh akibat ikutan yang timbul dari faktor internal.Kota yang semula berfungsi sebagai pusat pemerintahan serta perdagangan lokal dan regional berkembang menjadi pusat perdagangan internasional, perbentengan dan pusat pemerintahan kolonial. Perubahan fungsi tersebut menyebabkan Batavia menjadi lebih terbuka terhadap imigran luar dan asing, sehingga menimbulkan pertambahan jumlah penduduk yang pada akhirnya juga mendorong perluasan areal kota. Penduduk kota menjadi lebih heterogen dan muncul kelompok- kelompok etnis yang berbeda sosio kulturalnya, yang pada akhirnya memunculkan nilai-nilai baru di Batavia. 26 Tidak ada data resmi dan akurat mengenai jumlah penduduk Kota Batavia pada abad 18 M. F. de Haan memperkirakan jumlah penduduk Kota Batavia pada tahun 1700 sampai 1730 adalah antara 30.000 – 35.000 jiwa dengan jumlah 10.000 – 15.000 jiwa di antaranya tingal di luar benteng. Sedangkan Valentijn 26 Tailor. KehidupanSosial di Batavia.Hal 105. 19 melaporkan bahwa penduduk Kota Batavia pada tahun 1722 sekitar 100.000 jiwa yang terdiri dari berbagai bangsa dan suku bangsa. 27 Data kompeni tahun 1779 menyebut jumlah penduduk Batavia sebanyak 172.628 jiwa. Data pada tahun tersebut menggambarkan 89 penduduk tinggal di luar benteng, dan dari 89 tersebut 59 di antaranya tinggal di bagian depan sebelah barat kota. Data itu juga menggambarkan bahwa pada abad 18, pemukiman penduduk terutama berkembang kea rah barat kota. Seperti lazimnya masyarakat perkotaan, kelompok-kelompok masyarakat di Kota Batavia menempati daerah-daerah kelompoknya sendiri dan terpisah dengan kelompok etnis lain. Jejak kehidupan sosial masa itu masih dapat dilihat melalui sejumlah nama daerah di Jakarta yang menggunakan nama-nama suku bangsa atau kelompok etnis. Adapun penduduk Batavia pada abad 18 M terbagi dalam enam kelompok besar yang terdiri dari orang Eropa, Mestizo atau Eurasia indo, Timur Asing Cina, Mardiker, dan orang pribumi. 28 Orang Belanda tidak menempati lokasi khusus untuk tempat tinggalnya. Mereka dapat tinggal dimana saja, di dalam atau pun di luar benteng, meskipun gambaran dari data abad 18 M memperlihatkan bahwa orang Belanda di luarkota lebih banyak bertempat tinggal di depan kota sebelah Timur dan Selatan. Orang Mestizo dan Eurasia banyak bertempat tinggal di dalam kotasisi Timur dan di Timur bagian depan kota. Setelah peristiwa kerusuhan tahun 1740 29 , orang-orang 27 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 tahun.Terj, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hal 47. 28 ibid, hal 56. 29 Tepatnya pada 1740 di wilayah Batavia terjadi pembantaian massal terhadap etnis Tionghoa oleh penguasa kolonial Belanda.Tidak kurang 10 ribu orang Tionghoa dibantai dalam 20 Cina dilarang tinggal di dalam kota Batavia. Pada tahun 1766, untuk pertama kalinya diangkat Kapiten dari golongan Cina peranakan. Nama kapiten tersebut menggunakan nama pribumi. Meskipun begitu, orang Cina peranakan tetap tinggal terpisah, menyebar di sejumlah kampung dan beribadat menggunakan rumah ibadat atau masjid di kampung tempat mereka tinggal.Baru pada tahun 1786, orang Cina peranakan membangun masjid di atas tanah milik Kapiten mereka, di sebelah Timur Molenvliet 30 .Saat ini masjid Cina peranakan tersebut dikenal sebagai Masjid Kebun Jeruk. 31 Masuk dalam kelompok Timur Asing lainnya adalah orang Moor. Sebutan Moor pada awalnya digunakan untuk menyebut orang-orang Islam dari Kalingga, Koromandel, India. Tapi de Haan juga menggunakan sebutan ini untuk menyebut orang-orang Islam dari daerah lain seperti Gujarat, Benggala, Parsi, dan orang- orang Arab. Mereka umumnya adalah pedagang tekstil. 32 Dalam kelompok orang pribumi, etnis Jawa memiliki jumlah terbesar. Mereka bertempat tinggal di luar benteng, di sekitar Kali Krukut, dan di sebelah Utara kota bagian Barat. Orang Bali juga memiliki jumlah yang besar, mereka bertempat tinggal di sejumlah kampung di luar kota, yaitu Kampung Krukut, peristiwa kekerasan dikenal dengan Tragedi Berdarah Angke pada 9 Oktober 1740. Peristiwa itu bermula dari kekhawatiran persaingan dagang dan kekhawatiran akan pemberontakan kaum Cina di Batavia terhadap pemerintahan Belanda. Adrian Valckenier selaku Gubernur Jendral VOC yang ke 25 1737-1741 memerintahkan pembantaian terhadap sekitar 10.000 kaum Cina. Pembantaian mula-mula dilakukan terhadap tahanan di penjara, kemudian di rumah sakit, lalu meluas ke seantero kota. Perlawanan kaum Cina juga berlangsung di Semarang dan kota-kota lain di luar Batavia. 30 Molenvliet adalah nama jalan di Jakarta yang menghubungkan Kota lama dan Kota Baru. Di bagian tengah jalan ini mengalir Kali Ciliwung.Jalan ini dibuat pada tahun 1648 oleh pemuka masyarakat Phoa Beng Gan. 31 Peter Carey. 1985. Orang Jawa dan Masyarakat Cina, Terj.Jakarta : Pustaka Azet. Hal 77. 32 Jean Gelman Tailor. Kehidupan Sosial di Batavia. Hal 93. 21 Kampung Angke, dan Kampung Pisangan Batu, yang menurut de Haan telah ada sejak tahun 1687. Satu kampung baru untuk orang Bali adalah Kampung Gusti yang dibangun pada tahun 1709. Menurut data tahun 1779, Etnis Belanda bertempat di luar benteng kota, terutama di depan kota bagian Barat dan Timur. Pada tahun 1715, diberitakan adanya satu masjid di luar pintu gerbang Roterdam timur bagian depan kota sebagai tempat ibadah orang Belanda yang memeluk agama Islam. 33 Meskipun faktor ras, etnis, dan profesi dominan dalam pengelompokan penduduk dan masyarakat kota pada masa VOC Vereenigde Oost Indische Compagnie, faktor agama pun ikut berperan, baik dalam pengelompokan penduduk maupun alokasi pekerjaan. Batas-batas wilayah yang didasarkan pada perbedaan agama, tidak hanya tampak pada kehidupan sosial-ekonomi.Hak-hak warga masyarakat yang beragama Kristen, termasuk budak, dilebihkan, demikian juga dalam permukiman. Pada umumnya, banyak penduduk yang beragama Islam bermukim di sisi depan kota bagian Barat, sedangkan orang Kristen bermukim atau dimukimkan di sisi depan kota bagian Timur yang tercermin pada sejumlah peninggalan sejarah dan purbakala berupa gereja dan masjid. Dengan melihat gambaran heterogennya Batavia di masa lalu, tidak mengherankan jika kondisi tersebut tetap bertahan pada saat ini. 34 33 Ibid. Hal 124. 34 Tailor. KehidupanSosial di Batavia. Hal 143. 22

B. Kehidupan Politik Masyarakat Batavia

Pada abad-16 ketika orang Eropa Portugis mulai datang ke nusantara, terdapat penulis Eropa yang memberi nama daerah yang masih asing ini dengan sebutan Kalapa. Kalapa yang dimaksud persisnya tertuju kepada bandar terbesar pada jaman kerajaan Hindu yang dikenal dengan nama Sunda yang berada kurang lebih 40 km di daerah yang masih berupa pedalaman, yang diperkirakan berada di kota Bogor saat ini. Ketika pertama kali menjajaki kota Kalapa ini, rombongan orang Eropa yang merupakan orang Portugis diserang oleh seorang pemuda yang bernama Fatahillah. Nama ini yang kemudian dijadikan sebuah nama jalan dan museum yang sangat terkenal bagi penduduk Jakarta. Pemuda ini berasal dari kerajaan yang berkuasa didaerah Kalapa kemudian merubah sebutan Sunda dan Kalapa menjadi Jayakarta yang memiliki arti Kemenangan Yang Tercapai pada tanggal 22 Juni 1527. 35 Dengan perkembangan waktu, orang-orang Belanda masuk dan menguasai Nusantara pada abad-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten.Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari 35 Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.Sejarah Daerah DKI Jakarta. Jakarta: Depdikbud 1997-1998. 23 mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. 36 Pemerintahan kolonial Belanda diawali dengan dibentuknya lembaga dagang VOC yang memiliki pengurus terdiri atas tujuh belas orang yang disebut De Heeren Zeventien Dewan Tujuh Belas. Lembaga ini berpusat di negeri Belanda. Sebagai pelaksana harian di Indonesia, Dewan Tujuh Belas mengangkat Gubernur Jenderal yang didampingi Dewan Hindia 37 . Dewan Hindia ini beranggotakan sembilan orang yang sebagian menjabat Gubernur di daerah seperti Banten, Cirebon, dan Surabaya. Gubernur jenderal bersama Dewan Hindia mengemudikan pemerintahan VOC di Indonesia yang kekuasaannya tidak terbatas. Selain Gubernur Jenderal, diangkat pula seorang Direktur Jenderal yang bertugas mengurusi perniagaan serta mengurus perkapalan. 38 Dalam rangka politik Pax Neerlandica 39 , Belanda banyak menggunakan tenaga pribumi yang mampu mengerjakan administrasi pemerintahan, yang memiliki keterampilan dan latihan kerja yang memadai dalam berbagai jenis kegiatan. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pribumi yang memiliki kemampuan dan keterampilan maka didirikan sekolah untuk mendapat pendidikan yang 36 Lilie Suratminto dan Mulyawan Karim.Kota Tua Punya Cerita. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2012. Hal 91. 37 Dewan Hindia merupakan organisasi pusat bagi pemerintahan kolonial Hindia Belanda diAsia antara tahun 1609-1942, di samping gubernur jenderal. Awalnya, Dewan Hindia didirikan sebagai badan yang memberikan nasihat pada gubernur jenderal.Lebih lanjut, Dewan Hindia juga mengontrol gubernur jenderal yang dicurigai despot, dengan memeriksa dan mengendalikan mereka.Mereka memberi nasihat pada gubernur jenderal untuk pengangkatan pegawai dan pembicaraan masalah ekonomi dan keuangan. 38 Johan Fabricius. Mayor Jantje: Cerita Tuan Tanah Batavia Abad Ke-19, Terj. Jakarta: MAsup Jakarta 2008. Hal 122. 39 Pax Neerlandica Perdamaian Nerlandika merupakan kesatuan Indonesia di bawah penjajahan Belanda. 24 terampil dan berpengetahuan, agar nanti dapat dipekerjakan pada kantor-kantor milik pemerintah kolonial. Pusat pemerintahan Belanda di Batavia membutuhkan banyak tenaga untuk melaksanakan tugas guna mengikat hubungan dengan daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia.Sementara itu, adanya perluasan hubungan antara pemerintah kolonial di Batavia dengan negeri induknya, serta dengan daerah- daerah di seluruh Nusantara, menuntut adanya desentralisasi hubungan.Pemikiran yang demikian akhirnya mendorong dibentuknya Volksraad 40 pada tahun 1918 dengan tujuan agar hubungan dengan rakyat Indonesia semakin lebih baik. Dalam melaksanakan pemerintahannya, Gubernur Jenderal didampingi oleh Raad van Indie dalam prinsipnya terdiri atas enam orang anggota dan dua anggota luar biasa, di mana gubernur jenderal merangkap sebagai ketua. Laporan-laporan mengenai aktivitas VOC secara berkala dikirimkan ke dewan Heeren XVII, yang merupakan pimpinan pusat VOC yang berkedudukan di Amsterdam. Dalam menangani wilayah kekuasaannya, VOC lebih banyak melakukannya melalui pemerintahan tidak langsung. Hanya daerah-daerah tertentu saja, seperti Batavia, yang diperintah secara langsung oleh VOC. Dalam sistem seperti ini, kaum pribumi nyaris tidak terlibat dalam struktur kepegawaian VOC. Meskipun kaum elit pribumi terlibat dalam pemerintahan, tetapi status 40 Volksraad yang diambil dari bahasa Belanda dan secara harafiah berarti Dewan Rakyat, adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda. Dewan ini dibentuk pada tanggal 16 Desember 1916oleh pemerintahan Hindia Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur- Jendral J.P. Van Limburg Stirum bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda; Thomas Bastiaan Pleyte. Pada awal berdirinya, dewan ini memiliki 38 anggota, 15 diantaranya adalah orang pribumi. Anggota lainnya adalah orang Belanda Eropa dan orang Timur Asing: Tionghoa, Arab dan India. Pada akhir tahun 1920-an mayoritas anggotanya adalah kaum pribumi.