Kehidupan Politik Masyarakat Batavia
24
terampil dan berpengetahuan, agar nanti dapat dipekerjakan pada kantor-kantor milik pemerintah kolonial.
Pusat pemerintahan Belanda di Batavia membutuhkan banyak tenaga untuk melaksanakan tugas guna mengikat hubungan dengan daerah-daerah di
seluruh wilayah Indonesia.Sementara itu, adanya perluasan hubungan antara pemerintah kolonial di Batavia dengan negeri induknya, serta dengan daerah-
daerah di seluruh Nusantara, menuntut adanya desentralisasi hubungan.Pemikiran yang demikian akhirnya mendorong dibentuknya Volksraad
40
pada tahun 1918 dengan tujuan agar hubungan dengan rakyat Indonesia semakin lebih baik.
Dalam melaksanakan pemerintahannya, Gubernur Jenderal didampingi oleh Raad van Indie dalam prinsipnya terdiri atas enam orang anggota dan dua
anggota luar biasa, di mana gubernur jenderal merangkap sebagai ketua. Laporan-laporan mengenai aktivitas VOC secara berkala dikirimkan ke dewan
Heeren XVII, yang merupakan pimpinan pusat VOC yang berkedudukan di Amsterdam.
Dalam menangani wilayah kekuasaannya, VOC lebih banyak melakukannya melalui pemerintahan tidak langsung. Hanya daerah-daerah
tertentu saja, seperti Batavia, yang diperintah secara langsung oleh VOC. Dalam sistem seperti ini, kaum pribumi nyaris tidak terlibat dalam struktur kepegawaian
VOC. Meskipun kaum elit pribumi terlibat dalam pemerintahan, tetapi status
40
Volksraad yang diambil dari bahasa Belanda dan secara harafiah berarti Dewan Rakyat, adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda. Dewan ini dibentuk pada
tanggal 16 Desember 1916oleh pemerintahan Hindia Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur- Jendral J.P. Van Limburg Stirum bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda; Thomas
Bastiaan Pleyte. Pada awal berdirinya, dewan ini memiliki 38 anggota, 15 diantaranya adalah orang pribumi. Anggota lainnya adalah orang Belanda Eropa dan orang Timur Asing: Tionghoa,
Arab dan India. Pada akhir tahun 1920-an mayoritas anggotanya adalah kaum pribumi.
25
mereka bukan pegawai VOC dan tidak digaji secara tetap oleh kongsi dagang tersebut. Para elit pribumi lebih banyak diperlakukan sebagai mitra kerja demi
kepentingan VOC.
41
Pada awal abad ke-18 pengangguran di Batavia meningkat, sementara itu pendatang dari Cina kian memadati kota tertua di Asia Tenggara itu. Setidaknya
4.000 orang Cina bermukim di dalam tembok kota, sedangkan sekitar 10.000 orang berada di luar tembok kota.Gubernur Jenderal VOC Kongsi Dagang Hindia
Timur Adriaan Valckenier, melakukan kebijakan untuk mengirimkan kelebihan pengangguran itu ke Sri Langka karena di Pulau Tenggara India itu VOC juga
mendirikan benteng dan kota persinggahan. Namun, terdapat desas-desus yang berkembang di Batavia bahwa orang-orang Cina yang dikirim dengan kapal ke Sri
Langka itu dibunuh dengan menceburkan mereka ke laut lepas.
42
Komunitas Cina di pinggiran Batavia mulai resah dan mengancam untuk melakukan pemberontakan di kota. Mereka juga mendapat dukungan dari warga
Cina dalam tembok kota, melengkapi diri dengan berbagai senjata. Di beberapa tempat, seperti Meester Cornelis
43
telah dikuasai pemberontak Cina. Pada 9 Oktober 1740, terjadilah huru hara di dalam tembok Kota Batavia.
Para serdadu VOC melakukan perampokan dan pembersihan warga Cina.Permukiman Cina dibakar. Semua warga Cina dalam tembok kota, baik pria,
maupun wanita, bahkan anak-anak yang lari berhamburan ke jalanan kota itu dibunuh dengan keji.Bahkan, beberapa ratus orang Cina yang menjadi tahanan di
41
Hendrik E. Niemeijer. BATAVIA Masyarakat Kolonial Abad XVII, Terj. Jakarta: Masup Jakarta 2012. Hal 255.
42
Johannes Theodorus Vermeulen. Tionghoa di Batavia dan Huru Hara 1740, Terj. Jakarta: Komunitas Bambu, 2010. Hal 65.
43
Meester Cornelis adalah nama daerah yang sekarang berganti nama menjadi Jatinegara.
26
Stadhuis Balai Kota Batavia
44
dibebaskan, lalu disembelih di halaman belakang gedung itu. Diperkirakan antara 5.000 sampai 10.000 warga Cina telah dibantai.
45
Rumah Kapitan Cina Ni Hoe Kong yang terletak di Roa Malaka
46
dijarah dan dihancurkan.Sang Kapitan yang bertanggung jawab terhadap segala aktivitas
orang-orang cina itu ditangkap dan akhirnya wafat dalam pembuangannya di Ambon.
47
Sebenarnya VOC sudah tidak ada sejak tahun 1796. Akan tetapi, baru pada tanggal 1 Januari 1800 setelah masa berlaku oktroi
48
-nya berakhir pembubaran VOC secara resmi diumumkan.Berkenaan dengan hal itu, semua
utang-piutang kongsi dagang itu menjadi tanggung jawab pemerintah Belanda.Demikian pula dengan daerah kekuasaannya.
Peralihan kekuasaan dari VOC ke pemerintah Belanda sendiri tidak membawa dampak yang cukup berarti bagi wilayah Hindia Timur. Hal ini antara
lain karena di Negeri Belanda sendiri masih terjadi kekacauan setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis menyingkirkan Raja Willem van Oranje dan
mendudukkan saudaranya, Louis Napoleon, sebagai raja baru Belanda. Dalam masa peralihan ini, pemerintah Belanda yang baru belum
memperhatikan daerah koloninya sehingga para pejabat di wilayah Hindia Timur
44
Stadhuis Balai Kota Batavia, kini Museum Sejarah Jakarta.
45
Vermeulen.Tionghoa di Batavia. Hal 72.
46
Roa Malaka adalah dari kata bahasa Portugis Rua Malaka artinya Jalan Malaka, kawasan ini pernah menjadi tempat pemukiman tawanan Portugis di Batavia.Yang sekarang
teerletak di kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
47
B. Hoetink. NI HOE KONG Kapitein TIONG HOA di Betawie dalem tahon 1740. Jakarta: Masup Jakarta, 2007. Hal 87.
48
Hak hak istimewa oktroi VOC :1. hak memonopoli perdagangan dari ujung Afrika ke sebelah timur sampai ujung selatan Amerika. 2. hak memiliki tentara sendiri dan pengadilan. 3.
hak memiliki mata uang sendiri. 4. Hak menguasai dan mengikat perjanjian dengan kerajaan- kerajaan lain di daerah kekuasaan monopoli perdagangannya.
27
masih dipegang orang-orang lama. Akan tetapi, para pejabat Belanda di Hindia sendiri dilanda kebimbangan setelah adanya surat edaran dari Raja Willem yang
orang itu kurang cakap. Para mantan pejabat yang dongkol ini kemudian berkomplot dengan sebuah kelompok istana yang berada di sekeliling putra
mahkota.
49
Pada tanggal 27 Februari 1942 terjadi pertempuran di laut di Laut Jawa.Untuk menduduki Pulau Jawa sebagai tempat terkuat yang dipertahankan
Belanda maka Jepang menggunakan kekuatan yang berlipat ganda.Pada tanggal 5 Maret 1942 Jepang mendarat di Banten. Pemerintah Hindia Belanda dengan
tergesah-gesah mencetak selebaran yang menyatakan bahawa kota Batavia adalah kota terbuka dan akan menerima kedatangan serdadu utusan Tenno.
Pintu kekalahan bagi Belanda sudah terbuka. Pernyataan kota Batavia sebagai kota terbuka yang mereka umumkan melalui selebaran tidak menjadi
alasan bagi Jepang untuk tidak melakukan penyerangan. Karena menyadari akan kekalahannya, maka pada tanggal 8 Maret 1942 Letnan Jendral Ter Poorten
menandatangani penyerahan Hindia Belanda tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati.
Pada permulaan Maret 1942 di Kantor Residen Batavia diadakan upacara penyerahan Batavia ke tangan balatentara Jepang dengan disaksikan oleh ribuan
rakyat Jakarta.Dengan demikian kelihatan dengan jelas betapa tidak mampunya Belanda manghadapi Jepang.Kenyataan tersebut di atas menunjukan bahwa
zaman penjajahan Belanda yang telah banyak mendatangkan kesengsaraan bagi
49
G. J. Resink. 350 Tahun Dijajah, Terj. Jakarta: Komunitas Bambu 2012. Hal 312.
28
Bangsa Indonesia umumnya dan rakyat Jakarta khususnya dengan demikian tamatlah riwayatnya.Dengan demikian Jepang menggantikan peranan Belanda.
50