Pakaian Adat Akulturasi Tionghoa-Batavia

49 dipengaruhi oleh budaya Cina, Eropa, dan Arab.Citarasa gurih dan sedap merupakan ciri khas makanan Betawi. Pengaruh kuat Cina terlihat jelas dalam bahan makanan, seperti bakso dan bakmi.Bak dalam bahasa Cina berarti babi, jadi bakmi adalah mie yang dicampur dengan daging babi, demikian pula bakso yang berarti bulatan daging babi. Karena daging babi haram bagi umat Islam,maka diganti dengan ayam atau daging sapi. Mie atau bihun juga berasal dari Cina yang juga menjadi hidangan istimewa khas betawi, seperti soto mie, taoge goreng, ketoprak, dan pecel bihun. Penggunaan tahu dalam masakan Betawi juga menunjukkan pengaruh Cina.

C. Aktifitas Ekonomi

Orang Cina sudah berdagang di Batavia jauh sebelum kemunculan VOC. Bahkan sudah ada yang cukup lama menetap di wilayah tersebut untuk menanam tebu dan menyuling arak yang terkenal di kalangan para pelaut.Ketika VOC mulai menjejakkan kakinya di wilayah ini, perusahaan tersebut VOC pun menjalin hubungan baik dengan Orang Cina. 93 Gubernur pertama Batavia Jan Pieterzoon Coen, mulai menyadari potensi orang Tionghoa dan pentingnya menjadikan mereka sebagai golongan mayoritas baru, hal ini serupa saat Vermeulen mengutip perny ataan Coen “tidak ada bangsa lain yang dapat melayani kita sebaik orang Tionghoa ”. 94 Di pusat kota Batavia,yang kemudian disebut sebagai Kota Pecinaan, dimulai Etnis Tionghoa mengalami situasi dan kondisi yang paling berat 93 Susan Blackburn. Jakarta : Sejarah 400 Tahun. Jakarta : Masup Jakarta, 2011.hal 33. 94 Johannes Vermeulen,Tionghoa di Batavia dan Huru-hara 1740, Terj. Jakarta: Komunitas Bambu, 2010. Hal 7. 50 dibanding tempat-tempat lain di Jawa. Di tempat tersebut, di samping dominasi kontrol VOC yang sangat ketat, juga lingkungan sekitarnya tidak terlalu kondusif bagi transaksi perdagangan yang mampu menarik minat etnis Tionghoa. Di samping lingkungan sekitar Batavia yang secara politis tidak terlalu mendukung bagi pertumbuhan bisnis, daerah sekitar Batavia yaitu Ommelanden 95 dan Priangan, lebih banyak digunakan demi kepentingan VOC dan para pejabatnya daripada memberi peluang bagi aktivitas bisnis para pedagang Cina. Kekuasaan VOC yang ditegakkan di kawasan ini cenderung terkonsentrasi pada individu agen-agen dan para penjabat VOC yang ditempatkan di sana daripada kongsi dagang tersebut secara formal organisasi. 96 Struktur ini memberikan kesempatan luas bagi para pelaku bisnis kelompok etnis Cina untuk menjalin interaksi pribadi dan membangun transaksi kongsi bisnis pribadi dengan orang-orang Eropa. 97 Di tingkat pedesaan, orang-orang Cina lebih banyak bertindak sebagai pedagang keliling yang berjalan keluar masuk perkampungan penduduk dengan 95 Daerah di sekitar Batavia yang terbentuk atas daerah inti yang bernama Jakarta, meluas kearah Timur dan Selatan membentuk perkampungan baru. Merupakan daerah bagian Batavia yang dibedakan menjadi dua, yaitu Ommelanden bagian barat yaitu Tangerang Benteng, dan Ommelanden bagian selatan yaitu Bogor. Daerah Ommelanden mula-mula dikuasai kepala daerah dari kalangan Bumi Putera tetapi secara administrative kekuasaan Bumi Putera dirampas dan diletakkan di bawah Belanda.Dahulu Ommelanden merupakan perkebunan orang Tionghoa di daerah sekitar Batavia.Tidak jauh dari situ terdapat klenteng bagi dewa Xuan-tian shang-di yang dibangun pada tahun 166 yang kemudian menjadi pelopor bangunan-bangunan lain yang serupa pada abad ke-18. Belanda kemudian menjual tanah di Ommelanden kepada orang Eropa partikulir dan bangsa-bangsa lain untuk mendapatkan uang secara cepat.penjualan tanah ini semakin meluas sampai ke daerah Bogor. Dengan demikian Ommelanden merupakan wilayah di luar kekuasaan Belanda. Mencakup sungai Angke di sebelah barat Tangerang dan Bekasi-Karawang di sebelah Timur meluas ke selatan hingga Pelabuhan Ratu sampai Bogor. 96 Robert van Niel , Java’s northeast coast Java 1740-1840: a study in colonial encroachment and domination. Sydney: CNWSB publ. 2005, hal. 103. 97 Selain menjalin hubungan pribadi dengan para tokoh penting VOC setempat, para pedagang Cina juga menjalin kemitraan di antara mereka sendiri.Umumnya mereka memiliki jaringan bisnis keluarga dan pola ini sangat dominan di pesisir utara jawa pada abad XVIII-XIX. Peter Boomgaard, Linking Destinies: Trade, Towns and Kin in Asian History. Leiden, KITLV Press,2008, hal. 197.