10
Setelah sumber-sumber yang didapat dianalisis dan dikritisi, tahapan selanjutnya yang dilakukan ialah penulis mencoba menafsirkan terhadap sumber
yang telah dikritisi dan melihat serta menafsirkan fakta-fakta yang didapat oleh penulis, sehingga mendapatkan pemecahan atas permasalahannya.
4. Historiografi
Terakhir penulis menuliskan pemikiran dari penelitian serta memaparkan hasil dari penelitian sejarah secara sistematik yang telah diatur dalam pedoman
skripsi, sehingga penelitian ini bukan hanya baik dari segi isi tetapi juga baik dalam metode penulisannya.Tahapan terakhir ini disebut dengan historiografi.
14
Dalam melakukan penulisan ini penulis melakukan pendekatan sosiologi.Menurut
Dudung Abdurrahman,
pendekatan sosiologi
ialah penggambaran peristiwa masa lalu yang di dalamnya akan terungkap segi-segi
sosial, yakni pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan
status sosial, dan sebagainya, oleh karenanya metode historis dengan pendekatan sosiologi dapat dikatakan sebagai sejarah sosial.
15
F. Riset Terdahulu
Banyak studi yang berkenaan dengan komunitas Tionghoa di Batavia, akan tetapi sejauh yang penulis amati belum ada yang membahas tentang
“Konversi Agama Muslim Tionghoa di Batavia”, Ada pun buku dan laporan
14
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Yogyakarta: Pustaka Jaya, 1995, h. 109
15
Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, cetII. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hal. 22.
11
penelitian berupa skripsi yang menjadi rujukan oleh penulis, di antaranya sebagai berikut:
Pertama, Prof. Kong Yuanzhi dalam bukunya Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara.
16
Buku ini membahas mengenai tokoh Muslim Tionghoa Cheng Ho yang melakukan pelayaran ke Nusantara dan
Negara-negara di Asia Tenggara lainnya, selain misi perdagangan Cheng Ho juga menyiarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Tujuan sebenarnya Cheng
Ho melakukan pelayaran ini selain bersilaturahmi juga ingin menyebarkan dan memperkenalkan agama Islam kepada penduduk setempat bahwa Islam
merupakan agama yang rasional dan universal.Oleh karena itu, agama Islam dapat diterima siapa pun. Selain itu, Cheng Ho juga mengajarkan untuk menghargai
agama lain yang dianut penduduk setempat. Dalam setiap pelayarannya, Cheng Ho pun telah menerapkan manajemen strategi Nabi Muhammad SAW,
manajemen Tao Zhugong, manajemen Confuciusme, dan manajemen Lautze.Dengan menerapkan beberapa manajemen tersebut, Cheng Ho dapat
mengatur dengan apik sistem kerja dari awak kapalnya sesuai dengan tugas masing-masing.
Kedua, Charles Coppel dalam bukunya Tionghoa Indonesia dalam Krisis.
17
Dalam bukunya memaparkan tentang bagaimana kehidupan orang Tionghoa di Indonesia, asal usul nama Tionghoa, definisi tentang ke-Tionghoa-
an, serta budaya yang di gunakan orang Tionghoa di Indonesia. Di dalam buku ini juga menjelaskan bahwa ada banyak orang Tionghoa yang lahir di Indonesia,
16
Khong Yuanzi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Yayasan Obor Jakarta 2005.
17
Charles Coppel, Tionghoa dalam Krisis.Terj, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.
12
yang dengan mudah dapat dianggap sebagai orang Indonesa, begitu pula sebaliknya, ada orang Indonesia yang wajahnya mirip dengan orang Tionghoa
yang turut menjadi korban kekerasan anti Tionghoa. Sebagai akibat dari perkawinan campur selama beberapa abad ini, maka penampilan fisik tidak dapat
dijadikan tolak ukur dalam menentukan ke-Tionghoa-an seseorang. Ketiga, Leo Suryadinata dalam bukunya Kebudayaan minoritas Tionghoa
di Indonesia,
18
dalam bukunya menjelaskan tentang asimilasi orang Tionghoa, karena apabila orang Tionghoa memeluk agama Islam segalanya akan terasa lebih
ringan, karena Islam memberikan identitas dan kepribadian yang mantap kepada pemeluknya, dan juga menganjurkan memeluk agama Islam sebagai satu-satunya
cara untuk berasimilasi total bagi orang Tionghoa Indonesia. Keempat, karya ilmiah Skripsi Mahyudi, Strategi Dakwah Persatuan
Islam Tionghoa Indonesia PITI dalam Meningkatkan Ibadah Anggota, UIN Jakarta, 2008
19
yang didalam membahas gambaran umum PITI dan stategi dakwah yang dilakukan PITI terhadap mualaf Tionghoa.
Selain itu ada juga karya Ilmiah skripsi Johan Wahyudi, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia PITI di Semarang, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010
20
yang membahas tentang peran PITI dalam proses Islamisasi masyarakat Tionghoa di Semarang.
18
Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia; 1988.
19
Mahyudi, Strategi Dakwah Persatuan Islam Tionghoa Indonesia PITI dalam Meningkatkan Ibadah Anggota.UIN Jakarta, 2008.
20
Johan Wahyudi, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia PITI di Semarang. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
13
Dari semua kajian yang disebutkan, bagaimana konversi Agama Muslim Tionghoa di Batavia belum terungkap dengan jelas.Dengan demikian hal ini yang
menjadi objek dari penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti membagi pembahasan kedalam 5 bab, dimana didalam bab tersebut juga terdapat sub-sub bab. Diantara 5 bab
tersebut adalah Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan dimana didalamnya terdapat
latar belakang masalah, dentifikasi pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, signifikansi penulisan, metodologi penelitian, kajian pustaka, dan
sistematika penulisan. Bab Kedua, berisikan Masyarakat Batavia, yang didalamnya terdapat sub-
sub bab seperti kehidupan Keagamaan, politik, dan Ekonomi di Batavia. Bab Ketiga, menjelaskan tentang Masyarakat Tionghoa di Batavia, seperti
sejarah kedatangan orang Tionghoa di Batavia, proses berkembangnya orang- orang Tionghoa di Batavia, akulturasi Tionghoa-Batavia, dan aktifitas sosial
ekonomi. Bab Keempat, merupakan bab inti dari penelitian ini seperti, Faktor
Perpindahan Muslim Tionghoa di Batavia, Konversi Dalam Anggota Muslim Tionghoa di Batavia, Asimilasi, Asosiasi Muslim Tionghoa di Batavia, Dampak
Perpindahan Muslim Tionghoa di Batavia.
14
Bab Kelima, adalah bab terakhir dimana didalamnya berisikan kesimpulan dari penelitian ini dan daftar sumber yang peneliti gunakan untuk menulis
penelitian ini.
15
BAB II
MASYARAKAT BATAVIA A.
KehidupanSosial Masyarakat Batavia
Batavia adalah sebutan untuk kota pusat perdagangan, pemerintahan, politik, ekonomi, kemasyarakatan, kebudayaan, dan kekuasaan Belanda di Hindia
Belanda. Perihal yang tidak disukai Coen karena ia ingin menamakan kota ini Nieuw Hoorn Hoorn Baru, sesuai nama kota kelahirannya di Belanda.
Namun penguasa yang lebih tinggi di Belanda menamakan tempat itu Batavia.Penyebutan tersebut berlaku selama tiga setengah abad, sejak
didirikan Jan Pieterzoon Coen pada 1619 hingga 10 Desember 1942. Nama ini dipilih untuk mengenang suku bangsa Germania yang disebut oleh C. J. Caesar
dalam bukunya Bellum Gallicum 50 SM yaitu Batavir yang menghuni daerah di sekitar mulut Sungai Rhein, yang dianggap leluhur orang Belanda.
Nama Batavia baru disahkan pada 1620, perihal yang tidak disukai Coen karena ia ingin menamakan kota ini Nieuw Hoorn Hoorn Baru, sesuai nama kota
kelahirannya di Belanda. Namun penguasa yang lebih tinggi di Belanda menamakan tempat itu Batavia.
21
Pada abad ke-17 Batavia menglami perkembangan yang pesat, sehingga mendapat julukan Ratu Dari Timur, hal itu karena letaknya yang strategis baik
dari segi geografis maupun lalu lintas perdagangan internasional. Pada perkembangan selanjutnya Batavia mengalami kemunduran terhadap lingkungan
21
http:www.jakarta.go.idwebencyclopediadetail168Batavia diakses pada hari Senin, 16 Maret 2015.