Latar Belakang Masalah Konversi agama Muslim Tionghoa di Batavia

3 memicu persaingan antar Orang Pribumi dengan Orang Tionghoa yang menjadikan Belanda sebagai mitra dalam perdagangan Candu.Munculah kerusuhan anti Tionghoa pada tahun 1912. Keadaan mulai berubah mana kala Indonesia merdeka pada tahun 1945, tepatnya pada tanggal 17 Agustus. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi para tentara Belanda yang tinggal di Indonesia, apakah mereka akan kembali ke negara asal mereka, atau tetap tinggal di Indonesia menjadi warga negara. Tentara Belanda memilih kembali ke negeri Belanda. Bangunan-bangunan kolonial Belanda mulai diambil oleh pihak Pemerintah Indonesia dan dipergunakan sebagai bangunan kantor pemerintahan, bangunan militer, bangunan sekolah dan yang lainnya dibiarkan kosong begitu saja. 5 Kondisi ini menguntungkan pihak Tionghoa yang mengambil alih perdagangan pihak Belanda, termasuk perdagangan ekspor dan impor, berasimilasi dengan kebudayaan penduduk Pribumi. Joel Kotkin mengatakan dalam bukunya “Tribes, How Race and Religion, and Identity Determine Success in the New Global Economy”Suku, Ras dan Agama, dan Identitas dalam menentukan keberhasilan Ekonomi Global bahwa pada awal tahun 1990-an jumlah masyarakat Tionghoa mencapai 5 dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Tetapi jumlah yang kecil ini menguasai aset ekonomi nasional sebesar 75 dan Pecinan selalu menjadi pusat kota dimana daerah perdagangan berada. 6 5 Jean Gelman Tailor, Kehidupan Sosial di Batavia, Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur, hal. 63. 6 http:forum.kompas.combincang-buku262687-sejarah-china-islam-indonesia.html diakses pada hari Minggu, 5 Januari 2015. 4 Menurut pendapat beberapa ilmuan, di kalangan orang Indonesia muncul anggapan bahwa etnis Tionghoa Indonesia adalah orang asing yang memiliki gaya hidupnya sendiri serta kebiasaan yang berbeda. Contohnya, etnis Tionghoa di Indonesia dianggap suka hidup berkelompok, menjauhkan diri dari pergaulan sosial dan lebih suka tinggal di kawasan tersendiri.Mereka juga dianggap selalu berpegang teguh pada kebudayaan negeri leluhur mereka sehingga kesetiaan mereka kepada bangsa dan Negara Indonesia diragukan. Di mata orang Indonesia, setelah diberi kedudukan yang menguntungkan oleh pemerintah Hindia Belanda, etnis Tionghoa lalu mendominasi ekonomi Indonesia dan menghalang-halangi kebangkitan golongan pengusaha Indonesia. Citra itu muncul dalam tulisan dan ucapan orang Indonesia tentang etnis Tionghoa Indonesia. 7 Pada masa kolonial Belanda, para pedagang Tionghoa memegang peranan penting dalam perekonomian di Batavia. Bahkan usaha kolonial untuk memonopoli pun terhambat dan mereka terpaksa berbisnis dengan para pedagang Tionghoa tersebut. Akibatnya, colonial Belanda merasa terancam karena keberadaan etnis Tionghoa secara tidak langsung menyokong kehidupan pribumi di Indonesia, dan jika etnis Tionghoa dan pribumi bersatu untuk melawan, colonial Belanda akan kewalahan. Karena itulah, colonial berusaha mengadu domba pribumi dan etnis Tionghoa. 8 Selain itu pemerintah Belanda membuat peraturan dan membagi-bagi penduduk di Indonesia ke dalam tiga golongan rakyat, masing-masing golongan 7 Charles Coppel, Tionghoa Indonesia dalam Krisis, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal. 26. 8 http:forum.kompas.combincang-buku262687-sejarah-china-islam- indonesia.htmldiakses pada hari Jumat, 16 Januari 2015. 5 rakyat Eropa, golongan rakyat Timur Asing, dan golongan rakyat Pribumi. Golongan pertama antara lain terdiri dari orang Belanda, orang-orang berkulit putih lainnya dan orang Jepang, yang semuanya merupakan warga Negara kelas satu, yang kedua antara lain terdiri dari orang India, Arab, dan Tionghoa, sedang yang terakhir terdiri dari orang-orang pribumi yang merupakan warga Negara kelas tiga. 9 Dari ketiga klasifikasi tersebut orang Eropa menganggap dirinya lebih hebat dari etnis Tionghoa, sedangkan etnis Tionghoa juga menganggap dirinya lebih hebat dari orang Pribumi. Klasifikasi tersebut menjadikan orang Pribumi jelek di mata etnis Tionghoa, akibatnya terlihat pada berbagai bidang kehidupan di antaranya keseganan etnis Tionghoa untuk memeluk Agama Islam yang mereka pandang bisa menurunkan harkat diri mereka. Selain itu mereka juga menganggap bahwa agama Islam tidak memberikan kebebasan pada etnis Tionghoa untuk meneruskan adat istiadat leluhur mereka. Di Batavia cukup banyak etnis Tionghoa yang menjadi pemeluk agama Islam, termasuk tokoh-tokoh cendikiawan dan pengusaha Tionghoa, seperti Junus Jahja, Moh.Budyatna, Jusuf Hamka dan masih banyak lagi. 10 Junus Jahja giat menganjurkan memeluk Islam sebagai satu-satunya cara untuk berasimilasi total bagi etnis Tionghoa, di samping itu beliau juga berupaya untuk mendirikan Yayasan Haji Karim Oei di tengah-tengah pemukiman orang Tionghoa Batavia. Junus Jahja dan kawan-kawannya berupaya untuk mendorong 9 Amen Budiman,Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia.Semarang: Penerbit Tanjung Sari, 1979, h. 46. 10 Lihat berbagai buku karangan Junus Jahja tentang kisah orang Tionghoa Indonesia yang akhirnya memeluk agama Islam, seperti buku Muslim Tionghoa Indonesa, Islam di Mata WNI, dan Kisah-kisah Saudara Baru. Jakarta: Yayasan Haji Karim Oey, 1999. 6 penyebaran agama Islam di kalangan etnis Tionghoa non-muslim, seperti yang tercantum dalam tulisan Leo Suryadinata, yayasan ini mempunyai target ingin mengislamkan 50.000 orang Tionghoa dalam jangka waktu 10 tahun. 11 Junus Jahja juga mengatakan didalam bukunya Leo Suryadinata 12 bahwa apabila etnis Tionghoa memeluk agama Islam, segalanya akan terasa lebih ringan. Karena Islam memberikan identitas dan kepribadian yang mantap kepada pemeluknya. Islam juga menuntut umatnya untuk berikhtiar dan membina diri menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang selalu dalam keadaan serasi dan seimbang dalam hubungan dengan Tuhannya, dalam hubungan sosial dengan masyarakat sekelilingnya, dan juga dalam hubungan dengan alam sekitarnya. Hingga ia hidup damai dan penuh kepercayaan terhadap dirinya. Hal inilah yang merupakan landasan bagi etnis Tionghoa dalam menjalani kehidupan mereka sebagai seorang Muslim. Saat ini, posisi Tionghoa Batavia Muslim dalam masyarakat Indonesia dapat dikatakan tidak mengalami hambatan yang berarti. Memang pada awalnya beberapa dari mereka mengalami sedikit kendala dalam menjalani hubungan dengan orang-orang sekitar. Namun seiring berjalannya waktu, hubungan mereka menjadi kembali membaik seperti biasa. Keadaan ini menunjukkan kecenderungan masyarakat Batavia yang toleran dalam mengayomi etnis Tionghoa di Batavia yang memeluk agama Islam. Hal inilah yang akan penulis teliti dalam sebuah karya tulis. 11 Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia; 1988, h. 97. 12 Ibid, hal. 102. 7

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah di atas, penulis melihat bahwa ada sejumlah masalah yang bisa di identifikasi antara lain: a Faktor konversi muslim Tionghoa; b Organisasi muslim Tionghoa; c Statitiska muslim Tionghoa; d Pola penguatan identitas baru muslim Tionghoa; e Perubahan status sosial muslim Tionghoa; f Perubahan status ekonomi muslim Tionghoa; g Afiliasi politik muslim Tionghoa; h Program pendidikan muslim Tionghoa.

2. Pembatasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah diatas, hanya beberapa yang penulis batasi antara lain: a Faktor konversi masyarakat Tionghoa di Batavia; b Perkembangan muslim Tionghoa di Batavia.

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang disebutkan, penulis membuat pertanyaan untuk menjawab semua permasalahan yang penulis batasi.Adapun sub pertanyaan pokok adalah sebagai berikut: a Faktor apa saja yang menjadi penyebab perpindahan Muslim Tionghoa di Batavia? 8 b Bagaimana gambaran Muslim Tionghoa di Batavia?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang diinginkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui seberapa jauh ketertarikan orang Tionghoa terhadap Islam, sehingga ingin menjadi muslim. 2. Untuk mengetahui bagaimana Konversi Agama muslim Tionghoa di Batavia. D. Manfaat Penulisan 1. Diharapkan bisa menambah referensi untuk penulisan tentang muslim Tionghoa. 2. Dengan adanya penulisan skripsi ini, diharapkan dapat menarik peneliti lainya sehingga penulisan tentang Cina Muslim ini dapat dikembangkan, dari segi metode, sumber, kajian, serta analisis. 3. Dengan adanya penulisan skripsi ini, diharapkan bisa menjadi penimbang untuk mengembangkan organisasi-organisasi Muslim Cina lainnya.

E. Metodologi Penelitian

Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode historis.Metode historis ialah sebuah penelitian yang tujuannya mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau yang bertumpu pada empat 9 langkah kegiatan di antaranya metode heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. 13 Ada pun sistematika yang dilakukan dalam metode historis, di antaranya sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahap pertama, yakni kegiatan pengumpulan sumber.Pengumpulan sumber dilakukan penulis, melalui survei lapangan, data tertulis berupa dokumen, buku-buku, majalah, jurnal dan wawancara. Pengumpulan sumber-sumber dilakukan penulis dengan menggunakan metode Library Research Penelusuran Kepustakaan, yakni penelusuran data-data tertulis, berupa buku-buku dan skripsi-skripsi yang terkait dengan tema yang serupa melalui Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Universitas Indonesia, ANRI Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Umum Daerah Nyi Ageng Serang.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber merupakan tahap yang kedua setelah melakukan pengumpulan data.Dalam tahap ini penulis menganalisis dan mengkiritisi sumber- sumber yang didapat serta melakukan perbandingan terhadap sumber-sumber yang didapat agar mendapatkan sumber yang valid dan relevan dengan tema yang dikaji penulis.

3. Interpretasi

13 Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, cet II . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, h. 54.