Kehidupan Ekonomi Masyarakat Batavia

30 Zoon Coen diangkat menjadi gubernur jenderal. Untuk memenangkan persaingan, ia mendirikan benteng VOC di Jayakarta, yang diberi nama Batavia. 54 Kemudian ia menghasut penguasa Banten Ranamenggala, untuk memecat Pangeran Jayakarta dan sekaligus menutup izin berdagang EIC. Sejak tanggal 31 Mei 1619, VOC memperoleh hak penuh atas Jayakarta. Dan sejak saat itu pula nama Jayakarta berubah menjadi Batavia. Melalui Batavia VOC memperluas pengaruhnya ke berbagai wilayah di Indonesia.Perluasan pengaruh itu disertai penerapan monopoli perdagangan.Dengan kekuatan militer dan keahlian memecah belah, sejumlah wilayah tunduk pada pengaruh VOC. Untuk menjalankan monopoli perdagangan VOC membuat peraturan sebagai berikut 55 : 1. Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen, hak jual beli hanya dimiliki VOC. 2. Panen rempah-rempah harus dijual kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC. 3. Barang kebutuhan sehari-hari seperti peralatan rumah tangga, garam dan kain harus dibeli dari VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC. VOC mempunyai hak ekstirpasi 56 dan melakukan pelayaran Hongi 57 untuk mengendalikan monopoli perdagangan.Dua hal itu merupakan strategi VOC untuk mengendalikan monopolinya.Ambisi besar JP Coen.sang pendiri VOC 54 Ibid hal 105. 55 Resink, 350 Tahun. Hal 132. 56 Hak ekstirpasi adalah hak untuk menumpas pohon rempah-rempah yang dianggap berlebihan agar harga rempah-rempah di pasar mancanegara tetap tinggi. 57 Pelayaran Hongi adalah pelayaran bersenjata lengkap untuk mengawasi pohon rempah- rempah yang berlebihan dan mencegah petani rempah-rempah berhubungan dengan pembeli lain. 31 adalah membuat Batavia menjadi pusat perdagangan Asia yang besar. Dari empat pusat dagang, yakni Persia, India dan Ceylon, Maluku, dan Jepang, barang-barang banyak mengalir ke gudang Batavia. Karena maju, para direktur membagikan rata-rata dividen 10 persen setahun selama 30 tahun pertama keberadaan VOC. Ini berarti pembagian total 20 Juta gulden. Para pemegang saham tidak tahu bahwa selama periode itu. Dengan berdirinya kota Batavia sebagai markas besar VOC, maka kedudukan VOC semakin kuat. VOC terus mengadakan perluasan wilayah kekuasaannya.Untuk mendapatkan keuntungan sebasar-besarnya melalui perdagangan, VOC melaksanakan sistem monopoli.Pelaksanaan sistem monopoli VOC lebih keras dari pada bangsa Portugis, terutama di Maluku.Untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap peraturan monopolinya, VOC melakukan pelayaran hongi. Praktik monopoli dan pelayaran Hongi seperti tersebut di atas yang kemudian menimbulkan kebencian di kalangan rakyat. Rakyat yang hidup tertekan dan tertindas, akhirnya melakukan perlawanan terhadap VOC.Untuk melaksanakan kekuasaannya di Indonesia diangkatlah jabatan Gubernur Jenderal VOC antara lain: 1. Pieter Both, merupakan Gubernur Jenderal VOC pertama yang memerintah tahun 1610-1619 di Ambon. 2. Jan Pieterzoon Coen, merupakan Gubernur Jenderal kedua yang memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta Batavia. Karena letaknya strategis di tengah-tengah Nusantara memudahkan pelayaran ke Belanda. 32 Setelah berpusat di Batavia, VOC melakukan perluasan kekuasaan dengan pendekatan serta campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Indonesia antara lain Mataram, Banten, Banjar, Sumatra, Gowa Makasar serta Maluku.Akibat hak monopoli yang dimilikinya, VOC memaksakan kehendaknya sehingga menimbulkan permusuhan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Untuk menghadapi perlawanan bangsa Indonesia VOC meningkatkan kekuatan militernya serta membangun benteng-benteng seperti di Ambon, Makasar, Jayakarta dan lain-lain. Bagaimana cara Belanda memperoleh monopoli perdagangan di Indonesia? Cara yang dilakukan VOC adalah 58 : 1. Melakukan pelayaran Hongi untuk memberantas penyelundupan. Tindakan yang dilakukan VOC adalah merampas setiap kapal penduduk yang menjual langsung rempah-rempah kepada pedagang asing seperti Inggris, Perancis dan Denmark.Hal ini banyak dijumpai di pelabuhan bebas Makasar. 2. Melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman, milik rakyat.Tujuannya adalah mepertahankan agar harga rempah-rempah tidak merosot bila hasil panen berlebihan over produksi. 3. Perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang kalah perang wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC. Penyerahan wajib disebut Verplichte Leverantien 4. Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan istilah Contingenten 58 Resink, 350. Hal 154. 33 Seiring dengan perubahan permintaan dan kebutuhan di Eropa dari rempah-rempah ke tanaman industri yaitu kopi, gula dan teh maka pada abad 18 VOC mengalihkan perhatiannya untuk menanam ke tiga jenis barang komoditi tersebut.Misalnya tebu di Muara Angke sekitar Batavia, kopi dan teh daerah Priangan. Pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalamii kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan. 1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi 2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa. 3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak 4. Pembayaran Devident keuntungan bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan 5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis. 6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas. Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia. VOC dibubarkan dengan alasan : a. Kesulitan keuangan karena korupsi, banyaknya biaya untuk menggaji pegawai, membayar deviden dan menghadapi peperangan di berbagai daerah 34 b. Menghadapi persaingan perusahaan dagang asing c. Berdirinya Republik Bataaf yang menghendaki perdagangan bebas bukan monopoli VOC telah berhutang lebih dari 10 juta gulden di Belanda.Akibatnya, para pemegang saham menerima lebih daripada yang seharusnya.Sampai tahun 1630 keuntungan riil VOC sangat kecil.Barulah setelah itu hingga tahun 1654.menurut Bernard H.M. Mekke dalam Nusantara, keuntungan mencapai 101 juta gulden.sementara ongkos yang dikeluarkan adalah 76 Juta gulden. Dengan demikian masih ada keuntungan sebesar 25 juta gulden.Lalu sebanyak 9.7 juta gulden dikirim ke Eropa dan sisanya disimpan di Batavia. Pada tahun 1700-an VOC mulai memonopoli tanaman komersial, khususnya kopi. 59 Namun secara sewenang-wenang mereka menurunkan harga produk - mentah di Batavia dari 50 gulden menjadi 12 gulden per pikul. Bahkan untuk memaksa harga lebih turun, para pejabat VOC memperkenalkan pembedaan canggih terhadap Pikul Gunung seberat 102 kg dan Pikul Batavia seberat 56 k. Para produsen dipaksa menyerahkan jumiah kopi dalam ukuran Pikul Gunung tapi dibayar dalam Pikul Batavia. Dengan manipulasi Itu para pejabat VOC tentu saja memperoleh untung besar. 60 Ekonomi Batavia secara kasar dapat dibagi dalam dua kategori: kegiatan bisnis perdagangan, kerajinan tangan, pasar dan pertokoan di dalam kota, serta pertanian dan industri pedesaan di kawasan luar kota Ommelanden. Kegiatan 59 http:www.jakarta.go.idv2news201403kota-batavia-masa-vocdiakses pada hari Selasa, 10 Maret 2015. 60 http:bataviadigital.pnri.go.idkisah?box=detailid_record=17npage=1search_key =search_val=status_key=dpage=1 diakses pada hari Minggu, 15 Maret 2015. 35 perdagangan VOC yang semarak mendukung sejumlah sektor kunci pada ekonomi kota termasuk pengangkutan barang di pelabuhan, pengelolaan pergudangan, logistik, perbaikan dan pemeliharaan kapal-kapal di galangan kapal milik angkatan laut yang terletak di Pulau Onrust. 61 Beberapa kontrak yang dibuat antara pemilik kapal swasta dan para investor bercerita tentang jangkauan yang boleh diarungi dunia usaha maritim swasta. 62 Ekonomi dan perburuhan di Batavia sebagian besar bergantung pada pemanfaatan tenaga kerja paksa yang melibatkan ribuan budak. Separuh penduduk kota adalah budak yang mayoritasnya didatangkan dari pasar-pasar budak tradisional di India, Sulawesi dan Bali serta pulau-pulau di Indonesia bagian timur. Kebanyakan budak merupakan milik pribadi dan sebagian besar pemiliknya adalah warga Asia serta usahawan kecil di bidang pertanian. Ekonomi setempat di kawasan luar kota mencakup pula produksi gula, beras dan sejumlah sayur mayur dan buah-buahan. Ribuan kontrak kecil yang dibuat antara para pemilik lahan pertanian dan pekerja, antara para pedagang dan produsen semuanya menjadi saksi betapa rajinnya orang Betawi, yaitu warga Muslim Asia bebas dari berbagai keturunan campuran. Warga Asia bebas yang beragama Nasrani kebanyakan keturunan India, para Mardiker, mereka 61 Pulau Onrust merupakan bagian dari Kepulauan Seribu Jakarta. Pulau Onrust menjadi salah satu destinasi wisata tempat bersejarah di Kepulauan Seribu.Pada tahun 1615 Belanda membangun Dermaga dan galangan kapal yang tujuannya untuk memperbaiki kapal VOC tentunya dengan izin dari Pangeran Jayakarta. Kemudian pada tahun 1658, Belanda membangun benteng kecil dan pada tahun 1671 Belanda memperluas benteng di Pulau Onrust tersebut menjadi bentuk persegi lima sekaligus membangun gudang serta kincir angin. Kemudian pada tahun 1911 peranan Pulau Onrust beralih menjadi tempat untuk Karantina Jama’ah Haji dengan bangunan Karantina seperti Rumah Sakit, yang pada waktu itu para jama’ah haji diwajibkan ikut karantina selama 5 hari di Pulau Onrust. Pada tahun 1972 Pulau Onrust ditetapkan menjadi Suaka Purbakala oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin . 62 http:www.sejarah-nusantara.anri.go.ididhartakaruncategory27 diakses pada hari Rabu, 11 Februari 2015. 36 merupakan pemilik lahan dan pedagang yang aktip dan banyak di antara mereka tinggal di dalam lingkungannya masing-masing di sebelah Timur di luar tembok kota dan sejumlah lagi di kampong-kampong Tugu dan Depok. Dengan mempelajari daftar pemilik lahan penulis dapat mengetahui identitas para penduduk Portugis yang paling awal tinggal di Tugu di akhir abad ketujuhbelas. 63 63 http:www.sejarah-nusantara.anri.go.ididhartakaruncategory30 diaksees pada hari Rabu, 11 Februari 2015. 37 BAB III MASYARAKAT TIONGHOA DI BATAVIA A. Sejarah Kedatangan Masyarakat Tionghoa Migrasi awal suku bangsa Tionghoa ke Indonesia diperkirakan ketika kedatangan bangsa Mongolia dibawah arahan Kubilai Khan masuk melalui daerah maritim Asia Tenggara di tahun 1293. Bangsa Mongol kemudian memperkenalkan kemajuan teknologi Tionghoa, yang pada saat itu mencakup teknologi pembuatan kapal dan dalam hal alat tukar, yakni uang berbentuk koin. Kedatangan mereka diyakini memicu timbulnya kerajaan baru, yakni Majapahit. Beberapa sumber mengindikasikan bahwa para pedagang Tionghoa pertama kali tiba di daerah Ternate dan Tidore, di Kepulauan Maluku untuk membeli cengkeh, namun kemudian mereka diusir keluar oleh para pedagang Jawa seiring berkembangnya ekspansi yang dilakukan oleh Kerajaan Majapahit. 64 Kemudian di abad ke-15, para pedagang Muslim Tionghoa dari pantai Timur Cina tiba di daerah-daerah pesisir Indonesia dan Malaysia. Para pedagangini dipimpin oleh Laksamana Mahmud Cheng Ho yang beragama Islam, yang mengepalai berbagai ekspedisi di Asia Tenggara sekitar tahun 1405- 1430. Dalam buku The Overall Survey of the Oceans Shores, Ma Huan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pedagang Muslim Tionghoa di Nusantara dan peninggalan yang diwarisi oleh Cheng Ho dan anak buahnya. 65 Para pedagang ini bermukim di sepanjang pesisir pantai Jawa, namun kemudian belum ada data yang mendokumentasikan keberadaan para pedagang 64 Aimee Dawis, Orang Tionghoa Indonesia Mencari Identitas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010. Hal 39. 65 Dawis, Orang Tionghoa. hal. 52. 38 ini setelah abad ke-16. Para Muslim Tionghoa ini diperkirakan telah melebur ke dalam polulasi Muslim di Asia Tenggara. 66 Kegiatan perdagangan dari Utara mulai kembali terjadi ketika pemerintah Cina melegalkan perdagangan swasta di tahun 1567 dan mulai mengizinkan lima puluh kapal yang berlayar per tahun. Beberapa tahun kemudian uang mulai mengalir ke kawasan itu, dimulai dari Jepang, Meksiko, dan Eropa, dan kegiatan perdagangan mulai berkembang lagi. Koloni Cina yang berbeda-beda berdatangan ke ratusan pelabuhan di Asia Tenggara, termasuk juga ke pelabuhan lada di Banten. 67 Nusantara memiliki daya tarik tersendiri bagi dunia luar, terutama dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya yang melimpah.Hal ini yang mendorong orang-orang Cina dan orang-orang Belanda untuk datang ke Indonesia.Awal mula keberadaan orang-orang Cina di Nusantara tidak diketahui secara jelas. 68 Namun, sejak masa dinasti Han 206 SM-220 M dan dinasti Jin 265-420 M telah terjalin hubungan diplomatik antara Cina dengan Nusantara. 69 Hubungan antara Cina dengan Nusantara dapat diketahui dengan peninggalan benda-benda, seperti guci, keramik, ataupun mangkuk yang memiki corak Cina.Selain itu, terdapat pula misi perjalanan yang terkenal, dipimpin oleh pelaut Cina Laksamana Cheng Ho yang melewati beberapa daratan di Nusantara. 66 Afthonul Afif, Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Pergulatan Mencari Jati Diri, Depok: Penerbit Kepik, 2012.Hal 52. 67 ibid. hal 73. 68 Hendrik E. Niemeijer, Batavia; Masyarakat Kolonial Abad XVII. Jakarta: Penerbit Masup, Jakarta, 2012.Hal 59. 69 Ibid, Hal 73. 39 Pada awalnya seperti yang diuraikan di atas, kedatangan orang-orang Cina ke Nusantara bertujuan untuk berdagang.Lambat laun, orang-orang Cina tersebut merasa nyaman tinggal di Nusantara sehingga banyak dari mereka yang kemudian menetap, membawa keluarganya ke Nusantara ataupun menikahi orang-orang pribumi yang melahirkan akulturasi dan asimilasi kebudayaan.Keterbukaan orang-orang pribumi dan keadaan alam Nusantara turut membuat orang-orang Cina tersebut merasa nyaman. Salah satu tempat yang membuat mereka nyaman adalah Jayakarta yang kemudian berganti nama menjadi Batavia saat orang-orang Belanda menguasai Batavia. Di dalam benteng Batavia, orang non Belanda justru menjadi mayoritas. Mereka terdiri dari orang Tionghoa dan ribuan buruh dari segala macam etnis di Nusantara. Jumlah buruh itu kurang lebih setengah dari penghuni kota Batavia. Sementara orang Jawa dan orang Banten tidak diperbolehkan menetap di dalam kota dan mereka menghuni di luar benteng Batavia. Berikut gambaran jumlah orang Cina: Tabel 3.1 Perkembangan jumlah orang Cina di Pulau Jawa 70 Wilayah 1815 1920 1930 1972 1983 Banten 628 4.545 7.823 60.974 81.452 Batavia 52.394 97.870 149.225 20.432 37.767 Bogor 2.633 24.748 37.577 89.872 81.871 Priangan 180 14.093 33.003 42.474 37.314 70 Raffles, I,1978; II, Volkstelling 1930, VIII, 1936: 164-166; sensus 1972 dalam Ekadjati, 1995. Hal 42. 40 Jawa Barat 58.178 167.751 259.718 329.381 360.934 Batavia merupakan pusat perdagangan internasional bentukan Belanda.Sebagai pusat perdagangan yang berskala internasional, banyak pedagang asing yang berdagang di Batavia, salah satunya adalah orang-orang Cina.Seiring berjalannya waktu, selain untuk berdagang mereka seringkali menetap di Batavia sekedarhanya untuk menunggu iklim yang baik untuk kembali ke negara asal mereka. Tidak sedikit orang-orang Cina yang merasa nyaman tinggal di Batavia. 71 Dalam sejarahnya, tercatat pada masa pemerintahan Jean Jacques Specx 72 dalam kurun waktu 1629 sampai 1632, orang-orang Cina di Batavia diberikan berbagai kemudahan. 73 Hal ini membuat banyak orang Cina yang menetap di Batavia.Selain itu, peningkatan usaha tebu membuat orang-orang Cina secara ekonomi mengalami peningkatan yang signifikan. Pemerintah memberikan kemudahan lain yaitu orang-orang Cina yang kaya raya diperkenankan tinggal didalam tembok Batavia didalam kota Batavia. Untuk membatasi banyaknya populasi Cina di Batavia, pada tanggal 21 Mei 1690 pemerintah melakukan pembatasan.Orang-orang Cina yang menetap di Batavia harus mengurus izin 71 Johannes Theodorus Vermeluen. Tionghoa di Batavia dan Huru Hara 1740, Terj. Penerbit Komunitas Bambu, Jakarta, 2010. Hal 10. 72 Adalah Gubernur Jendral melakukan banyak perubahan di Batavia, terutama membentuk Kali Besar yang tadinya berkelok, dibuat lurus agar dapat melewati Kota. Seperti JP. Coen, Specx juga dikenal sebagai orang Belanda yang dekat dengan bangsa Cina, dan menganggap bangsa Cina berperan penting dalam pembangunan Batavia. Mona Lohanda, Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia. Jakarta: Masup Jakarta, 2007. Hal 97. 73 Ibid, Hal 19. 41 kepada Kapiten Tionghoa penghubung antara orang Cina dengan pemerintah Belanda atau dengan pribumi. 74 Berikut gambaran jumlah penduduk di Batavia. Tabel 3.2 Penduduk Batavia dan Sekitarnya 75 Golongan 1673 1815 1893 Belanda 2.750 2.028 9.017 Mardijker 76 5.362 - - Tionghoa 2.747 11.854 26.569 Arab - 318 - Jawa - 3.331 - Moor India 6.339 119 2.842 Sulawesi Selatan - 4.139 - Bali 981 7.720 72.241 Sumbawa - 232 - Ambon dan Banda - 82 - Melayu 611 3.155 - Budak 13.278 14.249 - Jumlah 32.068 42.211 10.669 74 B. Hoetink. NI HOE KONG Kapitein TIONG HOA di Betawie dalem tahon 1740. Jakarta: Masup Jakarta, 2007. Hal 93. 75 L. Castles, Teater Lenong Betawi. Indonesia, dalam Kleden, no 3, 1967.Hal 105. 76 Sebutan untuk penduduk Jakarta dari golongan orang-orang keturunan Portugis, berasal dari India, dan penduduk Indonesia lain yang beragama Katolik. Mereka umumnya adalah para tawanan yang dijadikan budak-belian oleh Belanda.Kebanyakan sebagai pembantu tukang-tukang Belanda untuk membuat meubelair yang dibawa bersama Kompeni. Mereka dijanjikan akan diberikan kebebasan dengan syarat mau menjadi anggota Gereja Refomasi, gereja bagi penganut agama Kristen, oleh karena itu mereka disebutMardijker atau orang yang dimerdekakan. 42

B. Akulturasi Tionghoa-Batavia

Akulturasi dalam kamus ilmiah popular diartikan sebagai proses pencampuran dua kebudayaan atau lebih. 77 Koentjaraningratmengatakan di dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi bahwaacculturation atau culture contact diartikan oleh para sarjana antropologi sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsure-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. 78 Pengertian proses akulturasi dalam buku Komunikasi Antarbudaya merupakan suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya yang baru. 79 Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat mempermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat Pribumi.Potensi akulturasi ditentukan oleh faktor-faktor berikut. 80 a. Kemiripan antar budaya asli imigran dan budaya Pribumi. b. Usia pada saat berimigrasi. c. Latar belakang pendidikan. d. Beberapa karakteristik kepribadian seperti sukan bersahabat dan toleransi. 77 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Surabaya: Gitamedia Press, 2006. Hal 21. 78 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1981. Hal 247- 248. 79 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat, Komunikasi Antar Budaya.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Hal 140. 80 Ibid. Hal 146. 43 e. Pengetahuan tentang budaya Pribumi sebelum berimigrasi. Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain misalnya, melalui media masa. Sebagai contoh, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Indonesia kultur tuan rumah, kultur mereka akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berprilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah semakin menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, tentu saja kultur tuan rumah berubah juga. Tetapi pada umumnya, kultur imigranlah yang lebih banyak berubah. 81 Menutut Young Yun Kim, seperti yang dikutip Joseph A. Devito, penerimaan kultur baru bergantung pada sejumlah faktor. Imigran yang datang dari kultur yang mirip dengan kultur tuan rumah akan terakulturasi lebih mudah. Demikian pula, mereka yang lebih muda dan terdidik lebih cepat terakulturasi ketimbang mereka yang lebih tua dan kurang berpendidikan.Faktor kepribadian juga berpengaruh, orang yang senang mengambil resiko dan berpikiran terbuka, misalnya lebih mudah terakulturasi. Akhirnya orang yang terbiasa dengan kultur tuan rumah sebelum berimigrasi, apakah melalui kontak antarpribadi ataupun melalui media masa, akan tetapi lebih mudah terakulturasi. 82 Pada abad ke-16 dan ke-17 terjadi migrasi besar-besaran orang Tionghoa ke Selatan, yaitu ke wilayah Asia Tenggara termasuk Nusantara. Kejadian itu disebabkan adanya perang saudara dan kemarau berkepanjangan di sana. Pada saat bersamaan, VOC sedang berkuasa di Batavia.Untuk memperlancar 81 Joseph, A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books, 1997. Hal 479. 82 Devito, Komunikasi.Hal 479. 44 pembangunan, mereka memerlukan banyak tenaga kerja. Karena itu mereka mengambil tenaga kerja asal Tiongkok yang dinilai ulet dan rajin. 83 Sejak itu kebudayaan Tionghoa banyak bercampur dengan kebudayaan dari berbagai daerah termasuk dengan budaya Betawi, dan masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya bahasa, nama tempat, arsitektur, kesenian, dan kuliner. Bisa dimaklumi kalau Batavia menjadi kota yang multietnis. Selain sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, kota Batavia awalnya berada di sekitaran pelabuhan Sunda Kalapa. Banyak orang dari berbagai suku dan ras datang untuk berdagang, termasuk orang-orang dari daratan Tiongkok. Dibawah ini adalah hasil akulturasi Tionghoa-Batavia adalah sebagai berikut.

1. Seni

Kesenian Gambang Kromong merupakan perpaduan yang cukup harmonis antara unsur-unsur Pribumi dan Tionghoa.Secara fisik unsur Cinanya tampak pada alat musik geseknya, yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong.Sedangkan alat musik lainnya yaitu Gambang, Kromong, Gendang, Kecrek dan Gong merupakan unsur Pribumi.Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya.Lagu-lagu yang menunjukan unsur Pribumi seperti Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung dan sebagainya. Sementara itu terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Cina, baik nama, melodi maupun liriknya seperti Sipatmo, Kong Jilok dan lain sebagainya. 84 83 http:sejarah.kompasiana.com20110510menelusuri-jejak-tionghoa-di-jakarta- 363698.html diakses pada hari rabu, 3 Desember 2014. 84 Rachmat Syamsudin dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Musik Gambang Kromong. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1996. Hal 5.