Peta Ketinggian Tempat dan Peta Kemiringan Lereng

ketelitian 30 meter. Data ASTER GDEM selanjutnya dianalisis dengan software ArcGIS 9.3 untuk mendapatkan peta kontur dan peta kemiringan lereng. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang referensi yang digunakan. Kemiringan dari suatu lahan dapat ditentukan dengan adanya interval kontur dan jarak antara dua kontur, sedangkan jarak horizontal antara dua garis kontur dapat ditentukan dengan cara interpolasi. Kemiringan lereng adalah besaran yang dinyatakan dalam derajatpersen yang menunjukkan sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi tempat. Kemiringan lahan dapat digolongkan dalam 7 tujuh golongan sebagai berikut Deptan 2008: a. Datar : kemiringan lahan antara 0-3 . b. Landai berombak : kemiringan lahan antara 3-8. c. Bergelombang : kemiringan lahan antara 8-15. d. Berbukit : kemiringan lahan antara 15-30. e. Agak Curam : kemiringan lahan antara 30-45. f. Curam : kemiringan lahan antara 45-65. g. Sangat Curam : kemiringan lahan 65. Analisis Citra ASTER GDEM menghasilkan dua jenis peta, yaitu : peta kontur yang memberikan informasi mengenai ketinggian tempat di Kecamatan Banyuwangi dan peta kemiringan lereng yang memberikan informasi mengenai kemiringan lereng di Kecamatan Banyuwangi. Garis kontur dari hasil analisis, memberikan informasi bahwa ketinggian tempat maksimal di Kecamatan Banyuwangi adalah 260 m diatas permukaan laut dpl. Penentuan kelas kemiringan lereng di Kecamatan Banyuwangi berpedoman pada ketentuan Deptan 2008. Hasil analisis kemiringan lereng memberikan informasi bahwa di Kecamatan Banyuwangi terdapat lima kelas lereng, yaitu : datar kemiringan lereng antara 0-3, landaiberombak kemiringan lereng antara 3-8, bergelombang kemiringan lereng antara 8-15, berbukit kemiringan lereng antara 15-30 dan agak curam kemiringan lereng antara 30-45. Data mengenai kemiringan lereng di Kecamatan Banyuwangi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kelas kemiringan lereng Kecamatan Banyuwangi. No. Kelas Kemiringan lahan Luas area Ha Persen area 1 Datar 3060,912 55,420 2 LandaiBerombak 1850,338 33,502 3 Bergelombang 554,588 10,041 4 Berbukit 53,557 0,969 5 Agak Curam 3,711 0,068 Total 5.523,106 100

4.1.3 Peta Tutupan Lahan

Peta tutupan lahan adalah peta yang memberikan informasi mengenai objek-objek yang tampak di permukaan bumi Campbel 1987. Informasi mengenai tutupan lahan memberikan kemudahan dalam melakukan analisis perencanaan dan pengembangan suatu wilayah. Tutupan lahan suatu daerah dapat diduga dan dipetakan dengan menggunakan teknologi remote sensing pengindraan jauh. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan teknologi remote sensing dalam kegiatan pembuatan peta tutupan lahan Kecamatan Banyuwangi. Teknologi remote sensing dipilih dalam penelitian karena teknologi tersebut memiliki keuntungan yaitu dapat menduga tutupan lahan dengan cepat pada wilayah yang luas. Satellite image berupa Citra Landsat 7 ETM+, path 117; row 066, tanggal pengambilan 15 Maret 2010 merupakan data yang diolah untuk mendapatkan peta tutupan lahan di Kecamatan Banyuwangi. Landsat 7 ETM+ digolongkan sebagai pasif remote sensing, terdiri dari 8 band dan memiliki resolusi spasial 30 m x 30 m kecuali band 6 yang memiliki resolusi spasial 60 m x 60 m dan band 8 yang memiliki resolusi spasial 15 m x 15 m. Pembuatan peta tutupan lahan dilakukan dengan cara menginterpretasikan pixel-pixel dari Citra Landsat 7 ETM+ menjadi kelas tutupan lahan tertentu. Kelas tutupan lahan yang telah dibuat kemudian diuji tingkat keakurasiannya dengan data survey lapangan berupa titik GPS. Klasifikasi tutupan lahan dibuat dengan mengacu pada ketentuan SNI 7645:2010. Klasifikasi tutupan lahan menurut SNI 7645:2010 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi tutupan lahan SNI 7645:2010 Kelas penutup lahan Deskripsi 1. Daerah bervegetasi Daerah dengan liputan vegetasi minimal 4 sedikitnya selama 2 bulan, atau dengan liputan LichensMosses lebih dari 25 jika tidak terdapat vegetasi lain. 1.1 Daerah pertanian Areal yang diusahakan untuk budi daya tanaman pangan dan holtikultura. Vegetasi alamiah telah dimodifikasi atau dihilangkan dan diganti dengan tanaman anthropogenik dan memerlukan campur tangan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Antar masa tanam, area ini sering kali tanpa tutupan vegetasi. Seluruh vegetasi yang ditanam dengan tujuan untuk dipanen, termasuk dalam kelas ini. 1.2 Daerah bukan pertanian Areal yang tidak diusahakan untuk budi daya tanaman pangan dan holtikultura. Kelas penutup lahan Deskripsi 2. Daerah tak bervegetasi Daerah dengan total liputan vegetasi kurang dari 4 selama lebih dari 10 bulan, atau daerah dengan liputan LichensMosses kurang dari 25 jika tidak terdapat vegetasi berkayu atau herba. 2.1 Lahan terbuka Lahan tanpa tutupan lahan baik yang bersifat alamiah, semialamiah, maupun artifisial. Menurut karakteristik permukaannya, lahan terbuka dapat dibedakan menjadi consolidated dan unconsolidated surface. 2.2 Pemukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan Lahan terbangun dicirikan oleh adanya subtitusi penutup lahan yang bersifat alami atau semialami oleh penutup lahan yang bersifat artifisial dan kadang- kadang kedap air. 2.3 Perairan Semua kenampakan perairan, termasuk laut, waduk, terumbu karang, dan padang lamun. Penelitian dilakukan dengan membagi Kecamatan Banyuwangi menjadi 5 kelas tutupan lahan, yaitu: areal terbangunpemukiman, persawahan, perkebunan, lahan terbuka dan tambak sedangkan awan merupakan kelas yang tidak memiliki data. Data kelas tutupan lahan Kecamatan Banyuwangi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Klasifikasi tutupan lahan Kecamatan Banyuwangi No. Kelas tutupan lahan Luas area Ha Persen area 1 Areal terbangunpemukiman 1.380,130 24,988 2 Persawahan 2.940,800 53,245 3 Perkebunan 606,668 10,985 4 Lahan terbuka 251,550 4,555 5 Tambak 314,730 5,698 6 awan 29,228 0,529 Total 5.523,106 100 Klasifikasi tutupan lahan yang telah dibuat kemudian diuji tingkat akurasinya dengan menggunakan data survey lapangan berupa 45 titik koordinat GPS Global Positioning System yang mewakili tiap kelas lahan. Hasil dari uji akurasi menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian antara data survey lapangan dengan kelas tutupan lahan yang dibuat adalah sebesar 95,74, data hasil uji akurasi di sajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Uji akurasi kelas tutupan lahan Kecamatan Banyuwangi No. Kelas tutupan lahan Reference totals Classified totals Number correct Producers accuracy User accuracy 1 Areal terbangunpemukiman 13 13 13 100,00 100,00 2 Persawahan 7 9 7 100,00 77,78 3 Perkebunan 10 8 8 80,00 100,00 4 Lahan terbuka 4 4 4 100,00 100,00 5 Tambak 11 11 11 100,00 100,00 6 awan --- --- Totals 45 45 43 --- --- Overall classification accuracy 95,74

4.1.4 Peta Jarak dari Pemukiman Peta Buffer Pemukiman

Manusia merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan hutan kota karena hutan kota dibangun di areal perkotaan yang memiliki interaksi tinggi dengan aktivitas manusia, jadi tinggi-rendahnya tingkat pemanfaatan hutan kota oleh manusia akan memberikan gambaran besarnya kebutuan manusia dan tingkat kepuasan manusia terhadap keberadaan hutan kota. Fungsi hutan kota yang berkaitan dengan manusia akan optimal apabila hutan kota yang dibangun mampu mengakomodasi dan menunjang berbagai aktivitas manusia. Fungsi hutan kota yang berkaitan dengan manusia misalnya hutan kota sebagai tempat rekreasi warga perkotaan, sebagai tempat masyarakat bertemu, sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi bagi masyarakat kota, hutan kota juga dapat berfungsi sebagai identitas dan kebanggan kota. Secara garis besar pembangunan hutan kota diharapkan dapat menjadi suatu wahana sosial yang dapat menyatukan seluruh anggota masyarakat perkotaan dalam suatu wilayah tertentu dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan didalamnya. Interaksi masyarakat perkotaan dengan hutan kota kemungkinan akan tinggi apabila lokasi hutan kota yang dibangun mudah dijangkau atau diakses oleh masyarakat perkotaan. Peta jarak dari pemukiman peta buffer pemukiman dapat digunakan sebagai parameter penduga prioritas lahan untuk perencanaan pembangunan hutan kota berdasarkan jarak dari masyarakat. Parameter jarak dari pemukiman mengasumsukan bahwa masyarakat sebagai kumpulan manusia yang berada dalam suatu kawasan pemukiman. Indonesia belum memiliki standar untuk menentukan lokasi hutan kota berdasarkan jarak dari pemukiman. Grove dan Cresswell 1983 dalam City Landscape memberikan contoh kasus pengembangan pembangunan pertamanan yang diterapkan di Rotterdam dalam rangka optimalisasi distribusi penyediaan ruang terbuka hijau kota, salah satunya berkaitan tentang penentuan ruang terbuka hijau berdasarkan jarak dari pemukiman. Pembagian ruang terbuka hijau Kota Rotterdam selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Pembagian ruang terbuka hijau Kota Rotterdam Unit Jenis Ruang Terbuka Hijau Keterangan 1 Ruang Terbuka Hijau di Lokasi Perumahan House Block Greenspace a. Luas = + 50-5000m2 b. Jarak Tempuh, max = 250 m c. Lokasi : di dalam area perumahan d. Standard : 2,8-3,7 m2 penduduk 2 Ruang Terbuka Hijau di Bagian Kota Quarter Greenspace a. Luas = + 5000m2 4 Ha b. Jarak Tempuh, Max = 400 m c. Lokasi : radius + 300-500 m d. Standard : 3,6-4,5 m2 penduduk 3 Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Kota District Greenspace a. Luas = + min 8 Ha b. Jarak tempuh, max = 800 m c. Lokasi : di wilayah kota d. Standar : 3,7-4,8 m2 penduduk e. Ruang Terbuka ini melayani 2 sd 3 ruang terbuka hijau bagian wilayah kota 4 Ruang Terbuka Hijau Kota Town Greenspace a. Luas = 20-200 Ha b. Dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi c. Standar : 9-12,8 m2 penduduk Standar teknis yang tidak dimiliki oleh Indonesia untuk menentukan lokasi hutan kota berdasarkan jarak dari pemukiman meyebabkan peneliti menggunakan asumsi pembagian ruang terbuka hijau Kota Rotterdam dan beberapa asumsi lain dalam pembuatan peta jarak dari pemukiman peta buffer pemukiman di Kecamatan Banyuwangi. Jarak dari pemukiman diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu : jarak 0-400 m dari pemukiman, jarak 400-800 m dari pemukiman dan 800 m dari pemukiman. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan menyatakan bahwa asumsi dasar lingkungan perumahan adalah jarak ideal jangkauan pejalan kaki adalah 400 m dan kecepatan rata-rata pejalan kaki adalah 4000 mjam, atas dasar tersebut maka dibuat kelas jarak dari pemukiman pertama sebesar 0-400 m. Asumsi penentuan kelas jarak sebesar 0-400 m adalah hutan kota dapat diakses hanya dengan 6 menit berjalan kaki, dengan kemudahan akses tersebut diharapkan interaksi antara hutan kota dengan masyarakat semakin tinggi. Sedangkan penentuan kelas kedua sejauh 400- 800 m lebih didasarkan pada pembagian kelas ruang terbuka hijau di kota Rotterdam yang menyatakan jarak maksimal ruang terbuka hijau di wilayah kota adalah 800 m.