bisa dikatakan sebagai hutan mangrove karena hanya terdapat beberapa tegakan pohon saja. Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang dapat
mencirikan dan memperkuat identitas dari tapak berupa pantai, karena hutan mangrove hanya bisa hidup di pantai sehingga keberadaan hutan mangrove di
Pantai Boom harus dipertahankan dan dikembangkan. Konsep pengembangan di area ini hanya mempertahankan, menanam dan memelihara hutan mangrove
yang ada sehingga kondisi hutan mangrove tetap terjaga dengan baik. f. Area Hutan Campuran, merupakan area yang dikembangkan untuk
memperkuat kesan hutan pada tapak Pantai Boom. Desain lanskap pada area ini yaitu dengan memperbanyak jenis pohon yang ditanam di tapak Pantai
Boom. g. Area parkir, area ini merupakan area tambahan yang dikembangkan dengan
tujuan menciptakan kondisi tapak yang lebih tertata. Desain lanskap pada area ini mengoptimalkan penggunaan pohon peneduh.
4.3.2.2 Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi pada tapak dibagi menjadi dua, yaitu: sirkulasi utama dan sirkulasi untuk pejalan kaki. Sirkulasi utama merupakan jalur jalan untuk
kendaraan bermotor dan alat transportasi lainnya. Sirkulasi utama dikembangkan dengan konsep desain kuldesak, yaitu dengan menyatukan akses keluar dan masuk
tapak melalui satu gerbang utama. Selain itu, sistem sirkulasi satu arah merupakan sistem yang didesain untuk sirkulasi utama tapak Pantai Boom. Konstruksi jalan
untuk sirkulasi utama berupa aspal dilengkapi jalur pedestrian disamping badan jalan dengan mengunakan kontruksi paving blok.
Sirkulasi untuk pejalan kaki merupakan detail jalur untuk memasuki setiap objek yang terdapat pada tapak Pantai Boom hutan kota. Sistem sirkulasi dua
arah merupakan sistem yang didesain untuk jalur pelajan kaki. Konstruksi jalan untuk sirkulasi pejalan kaki berupa paving blok.
4.3.2.3 Konsep Pemilihan Tanaman
Konsep pemilihan tanaman disesuaikan dengan kondisi tapak yang berupa pantai dan konsep desain yang dikembangkan. Penyesuaian tersebut dilakukan
dengan memilih tanaman yang dapat memperkuat karakter dari pantai sehingga tanaman yang dipilih adalah tanaman yang adaptif dan mencirikan pantai.
Tanaman yang digunakan dalam pengembangan lanskap terbagi menjadi beberapa kelompok, antara lain:
a. Tanaman untuk mencirikan pantai, pengunaan tanaman ini bertujuan untuk memperkuat karakter tapak yang berupa pantai. Jenis tanaman yang digunakan
diantaranya adalah Kelapa Cocos nucifera, keben Barringtonia asiatica, mempari Pongamia pinnata dan cemara laut Casuarina equisetifolia.
Sedangkan untuk hutan mangrove mengunakan tanaman bakau Rhizophora apiculata.
b. Tanaman penunjang desain hutan kota, pengunaan tanaman ini bertujuan untuk menambah nilai estetika, keserasian dan keharmonisan tanaman dalam
tapak. Jenis tanaman yang digunakan diantaranya adalah tanjung Mimusops elengi, palem kipas Livistona chinensis dan flamboyan Delonix regia.
c. Tanaman semak, perdu, dan penutup tanah, merupakan tanaman untuk menambah nilai estetika, keserasian dan keharmonisan dalam tapak. Jenis
tanaman yang digunakan diantaranya adalah africa violet Sainpaulia ionantha, daun samarinda Strobilanthes dyerianus, krokot hijau
Althenanthera ficoides, teh-tehan Acalypa siamensis, nanas kerang Rhoeo discolor, rumput gajah mini Pennisetum purpureum dan rumput manila
Zoysia matrella.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penentuan lokasi hutan kota didasarkan pada empat kriteria suhu permukaan bumi, kemiringan lahan, jarak dari pemukiman dan jenis tanah
dengan kriteria tambahan berupa tutupan lahan. Lokasi hutan kota merupakan hasil dari proses overlay dan skoring dari empat kriteria yang telah ditentukan.
Lokasi hutan kota yang sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi hutan kota adalah lokasi yang memiliki kriteria umum sebagai berikut: lokasi yang memiliki
suhu diatas nyaman, memiliki kemiringan lahan yang datar, mudah diakses oleh masyarakat, memiliki tanah yang tidak stabil dan kurang subur. Proses overlay
peta menunjukkan bahwa 5,494 303,466 Ha wilayah Kecamatan Banyuwangi masuk dalam kelas prioritas pertama untuk dikembangkan menjadi kawasan
hutan kota, 45,762 2.527,465 Ha wilayah Kecamatan Banyuwangi masuk dalam kelas prioritas kedua untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan kota dan
48,744 2.692,175 Ha wilayah Kecamatan Banyuwangi masuk dalam kelas prioritas ketiga untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan kota.
Tapak yang dipilih untuk pembangunan hutan kota adalah Pantai Boom. Konsep pengembangan hutan kota adalah mempertahankan aktivitas utama tapak
rekreasi, olahraga dan sejarah, mengelompokkan aktivitas manusia dengan desain hutan kota yang bersifat geometris dan menggunakan elemen lanskap
utama berupa tegakan pohon. Pengembangan konsep dibagi ke dalam tiga konsep utama diantaranya konsep pengembangan dan pembagian ruang, konsep
pemilihan tanaman, dan konsep sirkulasi. Konsep pengembangan dan pembagian ruang dibuat dengan membagi tapak Pantai Boom menjadi tujuh area, yaitu : area
sejarah dan budaya, area olah raga dan seni, area display dan rekreasi, area memancing, area hutan mangrove, area hutan campuran dan area parkir. Konsep
sirkulasi pada tapak dibagi menjadi dua, yaitu: sirkulasi utama dan sirkulasi untuk pejalan kaki. Sirkulasi utama dikembangkan dengan konsep desain kuldesak, yaitu
dengan menyatukan akses keluar dan masuk tapak melalui satu gerbang utama. Tanaman yang digunakan dalam pengembangan lanskap Pantai Boom, antara lain:
Kelapa Cocos nucifera, keben Barringtonia asiatica, mempari Pongamia pinnata, cemara laut Casuarina equisetifolia, bakau Rhizophora apiculata,
tanjung Mimusops elengi, palem kipas Livistona chinensis, flamboyan Delonix regia, africa violet Sainpaulia ionantha, daun samarinda
Strobilanthes dyerianus, krokot hijau Althenanthera ficoides, teh-tehan Acalypa siamensis, nanas kerang Rhoeo discolor, rumput gajah mini
Pennisetum purpureum dan rumput manila Zoysia matrella.
5.2 Saran
Peneliti hanya menggunakan empat kriteria atau parameter dalam menentukan lokasi hutan kota, antara lain: tutupan lahan, suhu permukaan bumi,
kemiringan lahan, jarak dari pemukiman dan jenis tanah. Pada dasarnya, semakin banyak parameter yang digunakan untuk membangun hutan kota maka fungsi
hutan kota yang didapatkan akan semakin banyak. Penelitian hanya dilakukan sebatas pembuatan model untuk pengembangan hutan kota, oleh karena itu
nantinya diperlukan suatu tahapan evaluasi dan validasi model yang telah dibuat agar tingkat keberhasilan model yang telah dibuat tersebut dapat diukur.
Hutan kota menggunakan elemen lanskap utama berupa pohon. Hal tersebut berarti hasil dari pembangunan hutan kota baru bisa dirasakan secara
optimal 10-15 tahun yang akan datang. Pembangunan hutan kota merupakan proyek jangka panjang karena membutuhkan waktu yang lama dalam
pembangunannya. Peneliti beranggapan bahwa pembangunan hutan kota yang mamerlukan waktu lama 10-15 tahun tersebut memiliki ancaman dari
pemerintah setempat, karena dalam rentang waktu pembangunan tersebut setidaknya terdapat tiga kali pergantian kepala pemerintahan bupati di
Kabupaten Banyuwangi. Pergantian kepala pemerintahan bupati memungkinkan terjadinya perubahan program dalam pembangunan daerah. Hal terpenting yang
harus dilakukan pemerintah jika ingin membangun hutan kota dari “nol” adalah membuat suatu kebijakan yang dapat menjamin pembangunan hutan kota tetap
berjalan walaupun terjadi pergantian kekuasaan kepala pemerintahan di daerah tersebut.