e. Tanah brown forest ditampilkan dalam bentuk komplek rensina, latosol dan brown forest soil. Tanah ini berasal dari bahan induk kapur dengan fisiografi
bukit lipatan. Jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang dipengaruhi oleh fluktuasi besar, sehingga pencucuian tanah tergantung musim. Jenis tanah ini
mengalami 2 proses yaitu sebagai tanah yang kearah podsolisasi dan pihak lain kearah proses laterisasi, sehingga jenis tanah sama dengan tanah
podsolisasi yaitu telah mengalami pencucian, bereaksi dengan asam dan relatif miskin akan hara tanaman. Tanah jenis ini sesuai untuk jenis tanaman
semusim Somardjo et al. 1997.
4.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota di Kecamatan Banyuwangi 4.2.1 Kriteria Pemilihan Lokasi Hutan Kota
Kawasan hutan kota yang ada di Indonesia saat ini sebagian besar tidak dibangun dari “nol” melainkan dengan mekanisme penunjukan suatu kawasan
tertentu yang telah memiliki tegakan pohon. Hal tersebut dikarenakan hutan kota merupakan ilmu yang baru di Indonesia sehingga panduan teknis untuk
pembangunan hutan kota masih belum ada di Indonesia. Dasar kebijakan yang berkaitan dengan hutan kota sebenarnya sudah dimuat dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, namun dalam peraturan pemerintah tersebut tidak terdapat ketentuan teknis untuk membangun kawasanlokasi hutan kota. Hal
tersebut berbeda, misalnya dalam penentuan kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan pariwisata, pertanian, kawasan pertambangan, kawasan
perdagangan jasa dan kawasan hutan produksi dimana kriteria teknisnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41PRTM2007 tentang
Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya atau seperti dalam Keppres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan Lindung yang memuat kriteria teknis
penentuan kawasan lindung. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Banyuwangi mengasumsikan
bahwa di daerah tersebut belum terdapatdibangun hutan kota dan daerah tersebut ingin membangun suatu hutan kota dari “nol” yang diawali dengan penentuan
lokasi hutan kota. Kriteria penentuan lokasi hutan kota dibuat dari turunan fungsi- fungsi yang dihasilkan oleh hutan kota sehingga nantinya manfaat dari hutan kota
dapat dirasakan secara optimal. Penelitian mengasumsikan bahwa hutan kota merupakan suatu kawasan hutan yang berada pada suatu kawasan perkotaan,
artinya hutan kota akan memiliki interaksi yang intensif dengan keberadaan manusia. Pembangunan hutan kota sebaiknya menampilkan fungsi yang dapat
dirasakan oleh manusia atau fungsi yang dilihat dari sudut pandang manusia sedangkan fungsi ekologi merupakan fungsi ikutan yang melekat pada hutan kota.
PP No.63 Tahun 2002 tentang hutan kota menyatakan bahwa “rencana pembangunan hutan kota disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis,
ekonomis, sosial dan budaya setempat”.
Penelitian dilakukan dengan menetapkan beberapa kriteria untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan Banyuwangi, antara lain : suhu
permukaan, jenis tanah, kemiringan lahan slope dan jarak dari pemukiman buffer pemukiman. Setiap kriteria tersebut nantinya akan dibagi lagi menjadi
beberapa kelas dan setiap kelas nantinya akan diberi bobot skor tertentu. Kombinasi dari beberapa kelas akan menghasilkan nilai maksimal dan nilai
minimal, nilai tersebut nantinya akan digunakan untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan Banyuwangi.
4.2.1.1 Suhu Permukaan
Salah satu fungsi hutan kota adalah menstabilkan suhu permukaan bumi sehingga suhu permukaan bumi menjadi nyaman. Pengertian suhu nyaman yang
digunakan dalam penelitian adalah standar suhu nyaman bagi manusia. Oleh karena itu, penelitian mengklasifikasikan suhu permukaan Kecamatan
Banyuwangi sesuai dengan standar yang digunakan Indonesia standar ANSIASHRAE 55-1992 yang merekomendasikan suhu nyaman 22.5
o
-26
o
C, atau disederhanakan menjadi 24
o
C ± 2
o
C, atau rentang 22
o
C-26
o
C. Standar suhu nyaman yang berkisar antara 22
o
C hingga 26
o
C tersebut dijadikan acuan dalam menentukan lokasi hutan kota. Analisis Citra Landsat 7
ETM di Kecamatan Banyuwangi mengkalsifikasikan suhu permukaan menjadi 3 kelas, antara lain: dibawah nyaman 22
o
C, nyaman 22
o
C-26
o
C dan diatas nyaman 26
o
C. Dalam penentuan lokasi hutan kota, areal yang memiliki suhu tidak nyaman 22
o
C atau 26
o
C merupakan areal yang lebih diutamakan untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan kota dibandingkan areal yang telah
memiliki suhu yang nyaman 22
o
C-26
o
C. Asumsi penentuan lokasi tersebut adalah kawasan hutan kota diharapkan mampu merubah area yang memiliki suhu
tidak nyaman menjadi area yang memiliki suhu yang nyaman.
4.2.1.2 Kemiringan Lereng Slope
Setiap peruntukan kawasan memiliki kriteria teknis tertentu yang berkaitan dengan kemiringan lereng. Kriteria kemiringan lereng tersebut berbeda antara satu
kawasan dengan kawasan lain, biasanya tergantung dari fungsi yang ingin diperoleh dari kawasan tersebut. Kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan
hutan lindung menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40
atau lebih. Kriteria kelerengan lahan untuk kawasan hutan lindung tersebut berbeda apabila kawasan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan terbangun,
Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001 menyatakan bahwa kesesuaian kemiringan lereng untuk bangunan diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : baik 0-8, sedang
8-15 dan buruk 15. Hutan kota merupakan suatu kawasan hutan yang berada di wilayah
perkotaan. Fungsi konservasi dan fungsi lindung merupakan fungsi yang ingin didapatkan dari pembangunan hutan kota, tetapi karena lokasi hutan kota berada
di perkotaan maka kesesuaian, kemudahan pembangunan serta fungsi yang berkaitan dengan manusia juga harus dipertimbangkan. Kriteria kemiringan lereng
untuk penentuan lokasi hutan kota yang digunakan dalam melakukan penelitian di Kecamatan Banyuwangi didasarkan atas penyesuaian antara kriteria
kemirinagan lereng untuk kawasan lindung dan kriteria kemiringan lereng untuk bangunan. Penyesuaian kriteria kemiringan lereng tersebut bertujuan agar tapak
mudah untuk diolah dimanipulasi namun tapak tetap memiliki fungsi lindung Klasifikasi kemiringan lereng untuk membangun hutan kota di Kecamatan
Banyuwangi dibagi menjadi tiga, antara lain : lokasi dengan kemiringan lereng 15 merupakan lokasi yang sangat direkomendasikan untuk dibangun hutan
kota, lokasi dengan kemiringan lereng 8-15 merupakan prioritas kedua dalam pembangunan hutan kota dan lokasi dengan kemiringan lereng 0-8 merupakan
lokasi yang kurang direkomendasikan untuk dibangun hutan kota.
4.2.1.3 Jarak dari Pemukiman
Indonesia sebenarnya tidak memiliki standar untuk menentukan lokasi hutan kota berdasarkan jarak dari pemukiman. Atas berbagai pertimbangan yang telah
dijelaskan sebelumnya pada pembuatan peta jarak dari pemukiman, maka parameter jarak dari pemukiman digunakan untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan
Banyuwangi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian dilakuakan dengan mengkalsifikasikan j
arak dari pemukiman di Kecamatan Banyuwangi menjadi 3 kelas, yaitu : jarak 0-400 m dari pemukiman, jarak 400-800 m dari pemukiman
dan 800 m dari pemukiman. Penelitian mengasumsikan bahwa interaksi