Tabel 8 Pembagian ruang terbuka hijau Kota Rotterdam
Unit Jenis Ruang Terbuka
Hijau Keterangan
1 Ruang Terbuka Hijau di
Lokasi Perumahan House Block Greenspace
a. Luas = + 50-5000m2 b. Jarak Tempuh, max = 250 m
c. Lokasi : di dalam area perumahan d. Standard : 2,8-3,7 m2 penduduk
2 Ruang Terbuka Hijau di
Bagian Kota Quarter Greenspace
a. Luas = + 5000m2 4 Ha b. Jarak Tempuh, Max = 400 m
c. Lokasi : radius + 300-500 m d. Standard : 3,6-4,5 m2 penduduk
3 Ruang Terbuka Hijau Di
Wilayah Kota District Greenspace
a. Luas = + min 8 Ha b. Jarak tempuh, max = 800 m
c. Lokasi : di wilayah kota d. Standar : 3,7-4,8 m2 penduduk
e. Ruang Terbuka ini melayani 2 sd 3 ruang terbuka
hijau bagian wilayah kota 4
Ruang Terbuka Hijau Kota Town Greenspace
a. Luas = 20-200 Ha b. Dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi
c. Standar : 9-12,8 m2 penduduk
Standar teknis yang tidak dimiliki oleh Indonesia untuk menentukan lokasi hutan kota berdasarkan jarak dari pemukiman meyebabkan peneliti menggunakan
asumsi pembagian ruang terbuka hijau Kota Rotterdam dan beberapa asumsi lain dalam pembuatan peta jarak dari pemukiman peta buffer pemukiman di
Kecamatan Banyuwangi. Jarak dari pemukiman diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu : jarak 0-400 m dari pemukiman, jarak 400-800 m dari pemukiman dan
800 m dari pemukiman. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan menyatakan bahwa asumsi dasar lingkungan
perumahan adalah jarak ideal jangkauan pejalan kaki adalah 400 m dan kecepatan rata-rata pejalan kaki adalah 4000 mjam, atas dasar tersebut maka dibuat kelas
jarak dari pemukiman pertama sebesar 0-400 m. Asumsi penentuan kelas jarak sebesar 0-400 m adalah hutan kota dapat diakses hanya dengan 6 menit berjalan
kaki, dengan kemudahan akses tersebut diharapkan interaksi antara hutan kota dengan masyarakat semakin tinggi. Sedangkan penentuan kelas kedua sejauh 400-
800 m lebih didasarkan pada pembagian kelas ruang terbuka hijau di kota Rotterdam yang menyatakan jarak maksimal ruang terbuka hijau di wilayah kota
adalah 800 m.
4.1.5 Peta Jenis Tanah
Tanah merupakan salah satu kriteria yang selalu menjadi pertimbangan dalam melakukan kegiatan perencanaan peruntukan wilayah, tidak terkecuali
dalam perencanaan pembangunan hutan kota. Tanah diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yang masing-masing diantaranya memiliki sifat dan karakteristik
yang berbeda-beda. Tanah merupakan substrat media tumbuh pohon atau tanaman yang akan ditanam pada hutan kota. Peta jenis tanah diperlukan untuk
mengetahui sebaran jenis tanah dimasing-masing lokasi sehingga desain hutan kota yang akan dibangun dapat disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi
tersebut. Faktor tanah merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi hutan
kota, oleh karena itu penelitian memasukkan kriteria jenis tanah sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan lokasi hutan kota di Kecamatan Banyuwangi.
Data tanah dan persebarannya didapatkan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi berupa peta jenis
tanah Kecamatan Banyuwangi. Peta jenis tanah Kecamatan Banyuwangi memberikan informasi bahwa di Kecamatan Banyuwangi terdapat 4 jenis tanah,
antara lain : asosiasi aluvial, asosiasi latosol, latosol coklat kemerahan dan kompleks brown forest soil, litosol mediteran.
Rachim dan Suwardi 2002 klasifikasi tanah adalah penggolongan tanah berdasarkan ciri-ciri tertentu secara bertingkat-tingkat dan disusun secara
sistematik dan berikut adalah beberapa penjelasan mengenai jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Banyuwangi :
a. Tanah aluvial merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk baru. Tanah ini meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami banjir,
sehingga baru saja dianggap masih muda dan belum ada diferensiasi horison. Tanah aluvial merupakan jenis tanah berorder Entisol yang pembentukannya
dicirikan dengan bahan kasar diendapkan tidak jauh dari sumbernya. Tekstur bahan yang diendapkan pada waktu tempat sama akan lebih seragam, makin
jauh dari sumbernya makin halus butir yang diangkut. Karena terbentuk akibat banjir dimusim hujan, maka sifat bahan-bahannya juga tergantung pada
kekuatan banjir dan asal serta macam bahan yang diangkut, sehingga
menampakkan ciri morfologi berlapis-lapis yang bukan horison karena bukan hasil perkembangan tanah. Sifat tanah aluvial dipengaruhi langsung oleh
sumber bahan asal, sehingga kesuburannya pun ditentukan sifat bahan asalnya. Sebagian besar tanah aluvial disepanjang aliran besar merupakan campuran
yang mengandung cukup banyak hara tanaman, sehingga umumnya dianggap tanah subur.
b. Entisol yang duduk diatas batuan induk dalam sistem PPT Pusat Penelitian Tanah dinamakan litosol. Jenis tanah ini merupakan tanah yang dianggap
paling muda, sehingga bahan induknya sering kali dangkal kurang dari 45 cm atau tampak tanah sebagai batuan padat yang padu. Dengan demikian
maka profilnya belum memperlihatkan horison-horison dengan sifat-sifat dan ciri-ciri batuan induknya. Tanah ini belum lama mengalami perkembangan
tanah, akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan volkan, atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang. Tanah ini harus diusahakan agar dipercepat
pembentukan tanahnya, antara lain dengan penghutanan atau tindakan lain untuk mempercepat proses pelapukan.
c. Tanah latosol adalah tanah yang kaya seskuioksida, miskin unsur-unsur kimia dengan sifat kimia yang baik. Ciri lainnya adalah mineral lempung tipe 1:1
dari golongan kaolinit, dan haloisit, mempunyai kapasitas pertukaran kation rendah, kejenuhan kation rendah kurang dari 35 dan kadar bahan terlarut
juga rendah karena adanya proses pelapukan dan pelindian yang telah berjalan lanjut Buringh 1983 Darmawijaya 1980, diacu dalam Notohadiningrat et
al. 1993. Tanah latosol termasuk dalam order Oxisol, adalah tanah yang kaya akan seskuioksida telah mengalami pelapukan lanjut. Oxisol banyak
digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten, penggembalaan dengan intensitas rendah dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu,
nanas, pisang dan kopi. d. Tanah latosol coklat kemerahan berasal dari bahan induk tuf volkan
intermedier dengan fisiografi volkan. Tanah ini mempunyai tekstur lempung dengan struktur tanah remah sampai pejal, dimana konsistensi bervariasi dari
gembur sekali sampai teguh Somardjo et al. 1997.
e. Tanah brown forest ditampilkan dalam bentuk komplek rensina, latosol dan brown forest soil. Tanah ini berasal dari bahan induk kapur dengan fisiografi
bukit lipatan. Jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang dipengaruhi oleh fluktuasi besar, sehingga pencucuian tanah tergantung musim. Jenis tanah ini
mengalami 2 proses yaitu sebagai tanah yang kearah podsolisasi dan pihak lain kearah proses laterisasi, sehingga jenis tanah sama dengan tanah
podsolisasi yaitu telah mengalami pencucian, bereaksi dengan asam dan relatif miskin akan hara tanaman. Tanah jenis ini sesuai untuk jenis tanaman
semusim Somardjo et al. 1997.