BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Loyalitas merek sendiri sudah lama menjadi gagasan inti dalam pemasaran dan merupakan ukuran keterikatan seorang pelanggan pada sebuah
merek Aaker dalam Lau dan Lee, 1999. Loyalitas terhadap merek adalah suatu faktor yang penting dalam menetapkan nilai dari suatu merek. Nilai
penting dari suatu merek tersebut dapat meliputi kualitas, bentuk serta kegunaan dari barang dan jasa yang ditawarkan lebih baik dari yang
ditawarkan para pesaing. Lebih jauh dari itu, loyalitas pelanggan terhadap merek memiliki nilai strategik bagi perusahaan, antara lain mengurangi biaya
pemasaran, keuntungan dalam trade leverage, menarik minat konsumen, dapat memberikan keuntungan waktu untuk merespon terhadap pesaing
Aaker dalam Herizon dan Maylina, 2003. Menurut Assael 2001: 130, loyalitas terhadap merek adalah perilaku yang mengutamakan sebuah merek
dengan melakukan pembelian berulang. Pendapat Mowen Minor dalam Oktavia, Fajarwati Wahyuddin
2006, kesetiaan didefinisikan sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada
merek tersebut dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali
dikarenakan suatu kepercayaan bahwa produk tersebut akan memberikan apa yang mereka ekspektasikan, dan hal itu merupakan muara dari kepuasan
konsumen terhadap sebuah merek. Menurut Deutsch dalam Anton A. Setyawan 2008, kepercayaan adalah harapan dari pihak-pihak dalam sebuah
transaksi dan resiko yang terkait dengan perkiraan dan perilaku terhadap harapan tersebut. O’Shaughnessy 1992 dalam Lau dan Lee 1999
mengemukakan bahwa yang mendasari suatu loyalitas adalah kepercayaan, sebuah kemauan untuk bertindak tanpa memperhitungkan biaya dan
keuntungan. Menurut teori trust-commitment, kepercayaan adalah satu variabel
kunci suatu pengembangan untuk memelihara suatu hubungan jangka panjang, termasuk pada sebuah merek. Di dalam lingkungan bisnis yang
kompetitif, perusahaan selalu mencari jalan kreatif untuk memenangkan kompetisi. Salah satu cara adalah dengan membangun suatu hubungan
komunikasi yang baik dengan konsumen. Menurut Dwyer, Schurr dan Oh serta Morgan dan Hunt dalam Lau dan Lee 1999, bentuk suatu hubungan
dalam dunia industri memiliki karakteristik yang khas, yaitu level kepercayaan yang tinggi.
Teknologi telekomunikasi dan informasi tidak hanya menjadi instrumen peningkatan efektivitas dan efisiensi bisnis tetapi juga telah
menjadi area bisnis yang menggiurkan, yang banyak diperebutkan pelaku usaha karena potensi luar biasa yang dikandungnya. Kemajuan teknologi
komunikasi dewasa ini telah memberikan banyak kontribusi terhadap
globalisasi di segala bidang. Sarana komunikasi yang semula hanya berupa telepon rumah, telah bergeser menjadi menjadi lebih praktis dengan telepon
seluler. Sejumlah kegiatan yang biasanya dilakukan secara konvensional dengan tatap muka, mulai beralih menggunakan jasa telekomunikasi yang
canggih seperti transaksi bisnis, proses pengajaran online, berbelanja produk dan jasa online, dan berbagai kegiatan perkantoran lainnya. Seiring
berjalannya waktu, sektor komunikasi menjadi bagian penting untuk pengembangan industri nasional. Akibatnya, tumbuh satu bisnis baru yang
dalam lingkup sektor telekomunikasi yaitu jaringan operator. Direktur Jenderal Postel Depkominfo Kompas.com, 2008 Basuki
Yusuf Iskandar menyatakan bahwa sampai akhir September 2007 terdapat sekitar 98,7 juta orang pengguna telepon, yang terdiri dari 81,8 juta orang
pelanggan seluler, 9 juta orang pelanggan telepon tetap nirkabel Fix Wireless Acces FWA, dan 8,7 juta orang pelanggan telepon tetap kabel PSTN.
Dimana 81,8 juta pelanggan telepon seluler dilayani oleh 8 operator seluler. Telkomsel adalah salah satu perusahaan operator telekomunikasi
berbasis GSM yang berdiri pada 26 Mei 1995 yang saat ini menjadi leading operator di Indonesia berdasarkan market share yang dimilikinya. Telkomsel
menyediakan pilihan bagi pelanggannya yaitu kartu prabayar SimPATI dan kartu As, atau layanan kartu HALO pasca bayar, serta berbagai layanan dan
program menguntungkan lainnya www.telkomsel.com. Melihat pangsa pasar yang diperebutkan oleh perusahaan-perusahaan jaringan operator yang
begitu besar sudah pasti berefek pada munculnya persaingan. Persaingan
yang ketat ini menuntut Telkomsel untuk lebih cermat dalam menentukan strategi pemasaran agar dapat memenangkan persaingan yang dihadapi. Agar
dapat keluar dari situasi yang mengancam kehidupan perusahaan, maka manajemen
Telkomsel dituntut
untuk dapat
mendesain dan
mengimplementasikan strategi pemasaran yang mampu menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan kepuasan konsumen. Dan pada akhirnya
dapat menciptakan suatu loyalitas konsumen terhadap produk yang ditawarkan perusahaan. Bagi Telkomsel, SimPATI merupakan produk
andalannya yang dipasarkan di Indonesia. Pada tanggal 11 Februari 2009 kemaren SimPATI kembali mendapat pengakuan sebagai yang terbaik dari
ajang bergengsi Top Brand Award 2009 untuk kartu pilihan utama selama sepuluh tahun berturut-turut 2000-2009 sejak award ini diadakan.
Keberhasilan mempertahankan
predikat ini
membawa Telkomsel
memperoleh predikat “Top of The Top” dalam merek-merek terbaik www.telkom.co.idtelkomsel
Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Lau, Geok Theng dan Sook Han Lee 1999 dalam penelitiannya di Singapura dengan
judul “ Consumers’ Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty”. Dalam penelitiannya, Lau dan Lee 1999 menguji pembentukan kepercayaan merek
dari barang-barang konsumsi serta menyelidiki bagaimana kepercayaan tersebut dapat mempengaruhi loyalitas merek. Faktor-faktor yang membentuk
kepercayaan adalah brand liking, brand predictability, brand competence, brand reputation, dan trust in the company.
Brand liking merupakan pondasi dari sebuah kesetiaan terhadap merek. Bennet 1996 dalam Lau dan Lee 1999 mengemukakan bahwa
untuk mengawali sebuah hubungan, suatu kelompok harus disukai terlebih dahulu oleh kelompok lainnya. Predictable brand adalah merek yang bisa
diantisipasi oleh pengguna merek, diperkirakandiramalkan berkaitan dengan apa saja tentang merek tesebut dengan keyakinan yang masuk akal Lau dan
Lee, 1999. Kemampuan untuk memprediksi ini mengacu pada konsistensi dari kualitas suatu produk. Suatu merek yang mampu menjaga kualitasnya
akan memenuhi pengharapan-pengharapan dari para konsumen, dan hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap merek. Brand
competence adalah merek yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah konsumen dan memenuhi kebutuhan konsumen Butler dan Cantrell,
1984; Butler 1991 dalam Lau dan Lee, 1999. Apabila konsumen merasa terpenuhi kebutuhannya maka akan semakin mempercayai merek yang
mereka pakai. Pada brand reputation, Creed dan Miles 1996 dalam Lau dan Lee 1999 mengemukakan bahwa jika seorang konsumen mempunyai
persepsi bahwa orang lain memiliki opini suatu merek itu baik, maka konsumen tersebut akan cukup percaya untuk membelinya. Dalam trust in the
company, Lau dan Lee 1999 mengemukakan bahwa pengetahuan konsumen terhadap sebuah perusahaan dibelakang suatu merek dapat mempengaruhi
tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Fokus penelitian yang peneliti lakukan adalah pada faktor-faktor
pembentuk kepercayaan kepada merek, dimana faktor-faktor tersebut adalah
brand liking, brand predictability, brand competence, brand reputation, dan trust in the company, dan bagaimana trust in a brand dapat memepengaruhi
brand loyalty. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengambil judul ” FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
CONSUMERS’ TRUST IN A BRAND DAN PENGARUHNYA TERHADAP
BRAND LOYALTY Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNS Pengguna Kartu Pra Bayar GSM
SimPATI”.
B. Perumusan Masalah