Transmisi Pathogenesis Helicobacter pylori

sangat terbatas. Pada penelitian di profinsi Guangzhou di China, secara umum didapat infeksi HP ini menurun dari 62,5 tahun 1993 menjadi 47 pada tahun 2003. Di Australia prevalensi pada anak usia 1-4 tahun sekitar 4 dan meningkat menjadi 23 pada orang berusia 50-59 tahun. 25,26 Pada penelitian di New Delhi, India ada peningkatan prevalensi seiring bertambahnya usia. Bukti baru-baru ini mengindikasikan bahwa pada kebanyakan negara di Asia, laju infeksi H.pylori ini menurun pada dekade tahun terakhir. Ini karena adanya perhatian besar yang diberikan, penentuan diagnosa yang tepat dari H.pylori dan peningkatan penggunaan terapi eradikasi. Penurunan prevalensi H.pylori ini dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi yang semakin baik di Asia. Sehingga konsekuensinya, infeksi oleh H.pylori pada masa kanak-kanak yang berkurang, akan mengurangi juga prevalensi pada generasi muda dan selanjutnya menurunkan prevalensi pada seluruh penduduk. 1,3,16,24

2.2.2. Transmisi

Transmisi dari H.pylori dapat terjadi melalui cara : 1. Rute person to person Manusia diketahui merupakan satu-satunya reservoir bagi H. pylori, kontak person to person dipercaya merupakan rute transmisi yang paling utama bagi penularan infeksi H.pylori. Kontak personal yang dekat antara orang tua ke anaknya, saudara Universitas Sumatera Utara sekandung, suami dengan istri merupakan faktor resiko untuk transmisi infeksi ini. Brenner et al.2006 mendapati prevalensi infeksi lebih tinggi pada wanita yang suaminya positif terinfeksi HP dibandingkan pada wanita yang suaminya tidak rerinfeksi. Person to person transmisi ini dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu, lewat feces, muntah. 2. Rute oral-oral DNA dari H.pylori dapat dideteksi pada saliva penderita yang positif terinfeksi H.pylori dengan PCR. Juga telah terdeteksi pada plak gigi pasien yang terinfeksi H.pylori. 3. Rute fecal-oral Bakteri H.pylori telah dideteksi pada kultur feces orang yang terinfeksi dan DNA nya dengan PCR. Parsonet et al 1999 mendokumentasikan kemungkinan peran feses pada penyebaran dari H.pylori ke lingkungannya. 4. Waterborne transmisi Penelitian pada penduduk China dan Amerika latin menemukan bahwa sumber air yang digunakan untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari bisa dihubungkan dengan infeksi H.pylori. Universitas Sumatera Utara 5. Transmisi iatrogenic Penggunaan endoscopy pada saluran pencernaan atas dapat menjadi sumber infeksi iatrogenik karena proses desinfeksi yang tidak benar. 1,3,30

2.2.3. Pathogenesis

Pada kondisi normal, mukosa lambung terlindung dengan baik dari infeksi bakteri. Satu gambaran yang menakjubkan dari H.pylori ini kemampuannya untuk bertahan dan membentuk kolonisasi di suasana lambung yang sangat asam dengan pH antara 4 - 6,5. H.pylori membutuhkan suatu mekanisme untuk melindungi dirinya pada keadaan yang sangat asam acute acid shock dengan mekanisme yang unik sehingga dapat tetap hidup dan berkembang pada pH sekitar 5,5. Bakteri H.pylori mempunyai sifat adaptasi yang sangat tinggi terhadap kondisi ini, dengan bentuk tubuhnya yg unik yang memungkinkan memasuki mukosa lambung, kemudian berenang dan menetap di mukosa lambung, selanjutnya melekatkan diri ke sel-sel epitel lambung dan menghindar dari sistem respon imun tubuh dan kemudian terjadi persisten kolonisasi di lambung sampai kemudian menyebar. Gen dari H.pylori dapat berubah-ubah terus menerus selama proses kolonisasi pada host dengan cara mengimport sepotong kecil DNA asing dari H.pylori strain lain selama proses infeksi persisten berlangsung. Setelah dicerna, bakteri tersebut harus menghindar dari kerja lambung untuk menghancurkannya dan kemudian memasuki lapisan mukosa lambung. Universitas Sumatera Utara Urease yang dihasilkan oleh H.pylori dan daya motilitasnya sangat penting pada tahap infeksi ini, dimana urease ini akan menghidrolisa urea menjadi karbon dioksida dan ammonia, dan dengan cara inilah bakteri ini dapat bertahan pada lingkungan lambung yang asam. Aktifitas enzim ini diatur oleh suatu pintu masuk pH-urea channel yang khas yaitu “Ure I” yang akan terbuka pada pH rendah dan menutup saat masuknya urea pada kondisi netral. Sedangkan motility penting pada kolonisasi dimana flagella dari bakteri bisa beradaptasi terhadap suasana lambung. 23,24 Mayoritas strain dari H.pylori mensekresi exotoxin yang disebut vacuolating cytotoxin VacA . Toxin ini dengan sendirinya masuk kedalam membrane dari sel epitel lambung dan membentuk sebuah “hexameric anion selectif”. VacA ini juga menyerang membrane mitokondria yang menyebabkan lepasnya cytochrome “c” dan menginduksi apoptosis. Analisa tentang VacA toxin ini masih diperdebatkan, perannya dalam menimbulkan penyakit sangat rumit. Di negara-negara barat varian dari VacA gen tertentu dihubungkan dengan penyakit yang lebih berat. Infeksi oleh H.pylori ini akan menyebabkan inflamasi di lambung yang berlangsung terus menerus . Respon inflamasi ini pada awalnya terdiri dari rekruitmen neutrofil, selanjutnya limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag teraktifasi, dan diikuti kerusakan dari sel-sel epitel lambung. Sejak H.pylori menginvasi mukosa lambung, respon imun host teraktivasi saat bakteri melekat ke sel-sel epitel ini. Bakteri kemudian Universitas Sumatera Utara berikatan dengan molekul MHC kelas II pada permukaan sel epitel ini dan menginduksi apoptosis. Perubahan yang lebih jauh pada sel-sel epitel ini tergantung pada protein yang dikode pada cytotoxin associated antigen A CagA kedalam sel epitel lambung. CagA protein ini merupakan suatu immunoprotein yang di kode oleh cag gen yang dimiliki oleh hampir 50-70 dari strain H.pylori, dan merupakan suatu marker munculnya PAI genomic. Strain yang membawa Cag-PAI disebut sebagai CagA + strain, dan sering teridentifikasi pada pasien karena kemampuannya untuk menginduksi suatu titer antibodi yang cukup bermakna untuk melawan CagA marker protein. Epitel lambung dari orang yang sudah terinfeksi dengan H.pylori akan menyebabkan naiknya kadar dari IL- 1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF α. Diantaranya, IL-8 mempunyai peran yang nyata sebagai suatu neutrofil activating chemokine yang diekspresikan oleh sel epitel lambung. Respon ini tergantung dari aktifitas dari nuclear factor- κβ NF-κβ dan respon awal faktor transkripsi dari activity protein 1 AP-1. 3,23,24 Infeksi H.pylori menginduksi suatu sistemik respon imun humoral dari mukosa. Antibodi yang dihasilkan tidak dapat mengeradikasi infeksi yang terjadi, malah berperan dalam kerusakan jaringan lambung. Diketahui beberapa pasien yang terinfeksi H.pylori memiliki respon autoantobodi yang secara langsung melawan H + K + -ATP ase dari sel-sel parietal lambung yang berhubungan dengan meningkatnya atropi dari korpus lambung. Selama proses respon imun, subgroup dari sel-sel T Universitas Sumatera Utara yang berbeda muncul, sel- T ini berperan dalam melindungi mukosa dan membantu membedakan bakteri patogen dan komensal. Sel-sel Immature T helper Th mengekspresikan CD4 dapat berdiferensiasi kedalam 2 subtipe fungsional, yaitu Th1: mensekresikan IL-2 dan interferon γ, Th2: mensekresi IL-4, IL-5, IL-10. Th2 sel menstimulasi respon sel B terhadap ekstraseluler patogen, sedangkan Th1 sebagian besar terinduksi sebagai respon terhadap intraselular pathogen. 3,23,24 Kerusakan pada sel-sel epitel lambung juga disebabkan reaktif oksigen dan spesies nitrogen yang dihasilkan oleh neutrofil yang teraktifasi. Inflamasi kronis juga meningkatkan sel-sel epitel turn-over dan apoptosis yang mungkin karena efek gabungan dari kontak langsung Fas yang dimediasi antara epitel dan Th1 dan interferon- γ.

2.2.4 Infeksi HP dan disfungsi endotel