Soekarno dari segi ini, maka akan nampak bahwa Soekarno adalah seorang figur pemimpin yang layak untuk diteladani oleh generasi muda. Sifat-sifat
keteladanan kepemimpinan Soekarno, dapat dijelaskan melalui media visual.
Banyaknya ragam media visual untuk menginformasikan sifat-sifat keteladanan diantaranya adalah komik, novel grafis, film, dan lain
sebagainya. Dimungkinkan dalam proses penciptaan media informasi visual, komik menjadi media pilihan yang efektif untuk menginformasikan
tentang sifat-sifat keteladanan kepemimpinan Soekarno, karena media komik mempunyai keefektifan waktu dan pesan yang disampaikan akan
terserap dengan cepat. Komik merupakan media alternatif yang membawa pesan secara visual. Sementara, pesan-pesan tersebut kadang
memiliki keterbatasan untuk disampaikan secara lisan. Jadi diharapkan dengan penyampaian secara visual akan dapat memberikan gambaran tepat
terhadap pesan yang hendak disampaikan.
2. Mohammad Hatta Bung Hatta
Bung Hatta bukan orang kaya. gajinya sebagai wakil presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku. Dia juga tidak pernah mau main
ambil uang yang bukan haknya. Hatta pernah menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp 25 ribu. Padahal jika
tidak dikembalikan pun tidak apa-apa. Dana taktis itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Tapi Hatta orang jujur yang punya kehormatan.
Ketika di PI pulalah Hatta terkenal sebagai seorang tokoh yang menggunakan taktik non-kooperatif. Pemikiran dan taktik ini
dipengaruhi oleh tindakan dan sikap Haji Agus Salim sewaktu di Volksraad. Strategi non- kooperasi yang dilakukan Hatta didasari oleh
pandangan bahwa Belanda tidak akan memberikan kemerdekaan karena Indonesia merupakan sumber ekonomi yang vital bagi Belanda. Karena
itu jalan terbaik untuk mencapai kemerdekaan adalah melakukan strategi non-kooperasi, suatu strategi yang tergantung pada kemampuan dan
kekuatan sendiri Wawan, 2001 : 25. Dasar pandangan tersebut sesuai dengan apa yang pernah Hatta ketahui mengenai sikap Belanda dengan
adanya “Janji November” dari Abdul Muis, yang pada akhirnya hanya isapan jempol, karena Belanda tidak bisa memenuhinya. Sekembalinya ke
tanah air pada tahun 1932, Hatta melanjutkan aktivitas politiknya dengan memasuki PNI Baru Pendidikan Nasional Indonesia yang
merupakan partai dari akibat pecahnya PNI pimpinan Soekarno. PNI Baru ini juga berhaluan non-
kooperatif dan menerbitkan majalah “Daulat Rakyat”. Untuk memperkuat partai ini Hatta dan Sjahrir memberi
kesepakatan, bahwa Sjahrir kembali ke Indonesia dan memimpin PNI Baru Ensiklopedia:364. Hatta meletakkan dasar perjuangan bagi PNI Baru,
yakni mendidik rakyat dalam hal-hal politik, ekonomi, dan sosial dengan memperhatikan azas-azas kedaulatan rakyat.
Melalui pendidikan politik, Hatta berharap agar kesadaran rakyat akan hak dan harga diri mereka semakin kuat, juga agar pengetahuan
politik, ekonomi dan pemerintahan mereka bertambah luas. Pendidikan ekonomi dimaksudkan untuk menumbuhkan tata ekonomi yang berdasarkan
cita-cita kolektivitas koperasi dan mengembangkan serikat sekerja. Sasaran yang hendak dicapai dengan pendidikan sosial adalah
mempertinggi kesejahteraan rakyat dan menunjukkan cara-cara mengatasi hal-hal yang dapat merusak sendi penghidupan nasional. Pendidikan itu
dilakukan dengan cara mengadakan kursus-kursus, rapat-rapat anggota atau tulisan-tulisan dalam majalah bahkan PNI Baru mengeluarkan
sebuah brosur “Ke arah Indonesia merdeka” KIM.
3. Raden Ajeng Kartini