Persepsi guru dan siswa terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri 4 Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
PUTRI HASRI SUCIYATI 131314022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
i SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
PUTRI HASRI SUCIYATI 131314022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
iv
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji syukur kepada Allah SWT., skripsi ini ku persembahkan
kepada:
1. Kedua orang tuaku (Bapak Sunardi dan Ibu Samlah) dan adik-adikku (Angga,
Oji, dan Dede) yang senantiasa mendoakan, mendukung, menyemangati dan
menyayangiku tiada henti.
2. Ibu Dra. Th. Sumini, M.Pd. dan Bapak Hendra Kurniawan, M.Pd. selaku dosen
pembimbing yang selalu membimbing, menyemangati, memotivasi, dan
mengarahkan penulis.
(6)
v MOTTO
Maja Labo Dahu
(7)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Juli 2017
Penulis
(8)
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Putri Hasri Suciyati
NIM : 131314022
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP EVALUASI
PEMBELAJARAN SEJARAH DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA
NEGERI 4 YOGYAKARTA”
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, dan mempublikasikannya di internet
atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini, saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 18 Juli 2017 Yang menyatakan,
(9)
viii ABSTRAK
PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA
NEGERI 4 YOGYAKARTA
Putri Hasri Suciyati 131314022
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) persepsi guru terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam kurikulum 2013, (2) persepsi siswa terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam kurikulum 2013.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis studi kasus. Informan dalam penelitian ini adalah guru sejarah dan 20 siswa SMA Negeri 4
Yogyakarta yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan
data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman yang terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) persepsi guru positif karena guru melaksanakan evaluasi dengan baik dibuktikan dengan guru menerapkan penilaian autentik dalam pembelajaran yang meliputi penilaian aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. (2) Persepsi siswa positif karena jenis evaluasi yang dilakukan oleh guru membuat siswa memahami materi yang diajarkan oleh guru. Jenis evaluasi yang digunakan guru juga bervariasi sehingga siswa tidak bosan setiap diadakannya evaluasi dan dapat mengembangkan potensi dalam diri siswa, baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
(10)
ix ABSTRACT
TEACHERS AND STUDENTS PERCEPTION ABOUT HISTORY LEARNING EVALUATION OF CURRICULUM 2013
IN SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA
Putri Hasri Suciyati 131314022
This research aims to describe: (1) teacher perceptions of historical learning evaluations in the curriculum of 2013, (2) student perceptions of historical learning evaluations in the curriculum of 2013.
This research used qualitative method with case study type. Informants in this research include history teacher and 20 students of SMA Negeri 4 Yogyakarta selected using purposive sampling technique. Data collection was obtained through observation, interviews, and documents. Data analysis techniques used were interactive models of Miles and Huberman consisting of data collection, data reduction, data presentation, and conclusion.
The results of this research indicate that: (1) teacher perceptions are positive because the teachers implement the evaluations as proven by teachers applying authentic assessment in learning that includes assessment of affective, cognitive, and psychomotor aspects. (2) Student perception is positive because the type of evaluation conducted by the teacher makes the student understand the material taught by the teacher. The type of evaluation that teachers use varies so student do not get bored with every evaluation and can develop student potential in cognitive, affective, and psychomotor aspects.
(11)
x
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Evaluasi Pembelajaran Sejarah dalam
Kurikulum 2013 di SMA Negeri 4 Yogyakarta”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Hendra Kurniawan, M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing
Akademik (DPA) yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis.
6. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan ilmu
(12)
xi
7. Pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang selalu sabar dan
telaten memberikan pelayanan administrasi kepada penulis.
8. Kepala Sekolah, pihak Tata Usaha, guru sejarah, dan siswa di SMA Negeri 4
Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kedua orangtuaku (Bapak Sunardi dan Ibu Samlah) dan adik-adikku (Angga,
Oji, dan Dede) yang senantiasa mendoakan, mendukung, menyemangati dan menyayangiku tiada hentinya.
10. Teman-teman angkatan 2013 Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas
Sanata Dharma yang selalu mendukung dan memberi semangat untuk mengerjakan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan penyusunan skripsi yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
(13)
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
A. Kajian Teori ... 8
1. Persepsi ... 8
2. Kurikulum 2013 ... 11
3. Evaluasi (Penilaian Autentik) dalam Kurikulum 2013 ... 21
4. Pembelajaran Sejarah... 30
(14)
xiii
C. Kerangka Pikir ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42
B. Pendekatan Penelitian ... 42
C. Sumber Data ... 45
D. Metode Pengumpulan Data ... 45
E. Instrumen Pengumpulan Data ... 47
F. Tehnik Cuplikan ... 49
G. Validitas Data ... 50
H. Analisis Data ... 53
I. Sistematika Penulisan ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 62
C. Pembahasan ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
A. Kesimpulan ... 103
B. Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 110
(15)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 42 Tabel 2. Kisi-kisi Wawancara Guru ... 48 Tabel 3. Kisi-kisi Wawancara Siswa ... 48
(16)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. Kerangka Pikir ... 41 Gambar II. Model Interaktif Miles dan Huberman ... 54
(17)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Observasi ... 111
Lampiran 2. Kisi-kisi Wawancara Guru ... 112
Lampiran 3. Kisi-kisi Wawancara Siswa ... 113
Lampiran 4. Lembar Wawancara Guru ... 114
Lampiran 5. Lembar Wawancara Siswa ... 115
Lampiran 6. Daftar Narasumber ... 116
Lampiran 7. Catatan Lapangan 1 ... 117
Lampiran 8. Catatan Lapangan 2 ... 124
Lampiran 9. Catatan Lapangan 3 ... 128
Lampiran 10. Catatan Lapangan 4 ... 130
Lampiran 11. Catatan Lapangan 5 ... 132
Lampiran 12. Catatan Lapangan 6 ... 134
Lampiran 13. Catatan Lapangan 7 ... 136
Lampiran 14. Catatan Lapangan 8 ... 138
Lampiran 15. Catatan Lapangan 9 ... 140
Lampiran 16. Catatan Lapangan 10 ... 142
Lampiran 17. Catatan Lapangan 11 ... 144
Lampiran 18. Catatan Lapangan 12 ... 146
Lampiran 19. Catatan Lapangan 13 ... 147
Lampiran 20. Catatan Lapangan 14 ... 149
Lampiran 21. Catatan Lapangan 15 ... 151
Lampiran 22. Catatan Lapangan 16 ... 153
Lampiran 23. Catatan Lapangan 17 ... 155
Lampiran 24. Catatan Lapangan 18 ... 157
Lampiran 25. Catatan Lapangan 19 ... 159
Lampiran 26. Catatan Lapangan 20 ... 161
Lampiran 27. Catatan Lapangan 21 ... 163
(18)
xvii
Lampiran 29. Lembar Pengamatan Dokumen ... 167
Lampiran 30. Silabus ... 168
Lampiran 31. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 182
Lampiran 32. Kisi-kisi Soal ... 192
Lampiran 33. Soal ... 198
Lampiran 34. Daftar Nilai ... 209
Lampiran 35. Dokumentasi Wawancara ... 211
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah negara,
terutama demi perkembangan dan kemajuan generasi-generasi selanjutnya. Di
Indonesia sendiri, pendidikan sangat penting bagi perkembangan kebudayaan dan
merupakan pondasi utama untuk membangun peradaban bangsa. Untuk itu,
pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dan
keadaan zaman yang berubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut antara lain,
perubahan kurikulum, yaitu dari Kurikulum 2006 (KTSP) ke Kurikulum 2013.
Perubahan kurikulum tersebut disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada
era global sehingga kurikulum mampu menghasilkan output (siswa) yang mampu
berkompetisi secara global.
Pendidikan sebagai sebuah sistem harus mampu membentuk siswa
menjadi manusia yang lebih baik. Jika siswa diibaratkan sebagai sebuah input,
maka input itu harus mampu ditransformasi menjadi lebih baik lagi dari
sebelumnya agar kelak menghasilkan output yang berkualitas. Untuk itu,
diperlukan komponen-komponen pendukung dalam pendidikan, salah satunya
adalah guru agar tujuan dari pendidikan untuk menghasilkan output (siswa) yang
lebih baik dapat tercapai.
Kurikulum merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan formal
atau dikenal sebagai sistem persekolahan. Di dalamnya terdapat rencana
(20)
siswa agar mereka memiliki kesiapan pribadi dan kemampuan sesuai kebutuhan
masyarakat.1 Untuk itu, guru harus memiliki persiapan yang matang dalam
melaksanakan kurikulum yang ada, agar tujuan dari sebuah kurikulum dapat
tercapai dengan baik. Selain itu, siswa juga harus memahami materi atau pelajaran
sesuai dengan kurikulum yang ada. Jika guru dan siswa mampu melaksanakan
tugas dan perannya masing-masing, maka dalam pelaksanaan kurikulum akan
sesuai dengan tujuannya.
Kurikulum adalah pedoman untuk memberikan arah dan tujuan
pendidikan.2 Untuk itu, kurikulum dan proses pembelajaran merupakan kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, sebab kurikulum yang menjadi pedoman dalam
pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Begitu pula sebalikanya, dalam pelaksanaan
pembelajaran di sekolah juga harus disesuaikan dengan kurikulum.
Salah satu kurikulum yang saat ini menjadi pedoman dalam pendidikan di
sekolah adalah Kurikulum 2013. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan
bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Sejak diluncurkan tahun
2006, capaian kompetensi peserta didik dalam Kurikulum 2006 kurang jelas dan
kurang terarah. Beragamnya kompetensi guru di berbagai daerah dan wilayah,
membuat implementasi Kurikulum 2006 menjadi sangat rentan terhadap
multitafsir, sehingga mutu kompetensi siswa sulit terstandarisasi. Setelah
diterapkan selama 7 tahun, dikaitkan dengan semangat dan tantangan zaman
Kurikulum 2006 akhirnya diubah dan direvisi menjadi Kurikulum 2013.
1 Dyah Tri Palupi, Cara Mudah Memahami Kurikulum, Surabaya: Jaring Pena, 2016, hlm. 1. 2 Ahmad Yani, Mindset Kurikulum 2013, Bandung: Alfabeta, 2014, hlm. 30.
(21)
Kurikulum 2013 dicita-citakan untuk mampu melahirkan generasi masa
depan yang komprehensif yakni tidak hanya cerdas intelektualnya, tetapi juga
cerdas emosi, sosial, dan spiritualnya. Hal itu tampak dengan terintegrasikannya
nilai-nilai karakter ke dalam proses pembelajaran, tidak lagi menjadi suplemen
seperti dalam Kurikulum 2006.3 Jika Kurikulum 2006 hanya menekankan pada
kompetensi pengetahuan saja, maka Kurikulum 2013 menekankan pada
kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kurikulum 2013 juga menjadi
salah satu solusi menghadapi perubahan zaman yang kelak akan mengutamakan
kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang disinergikan dengan
nilai-nilai karakter. Pada Kurikulum 2013, ketiga kompetensi tersebut ditagih dalam
rapor dan merupakan penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik sehingga
guru wajib mengimplementasikannya dalam pembelajaran dan penilaian.4
Tujuan dari Kurikulum 2013 dapat terlaksana dengan baik apabila guru
sebagai ujung tombak dari pelaksana Kurikulum 2013 dapat memahami
Kurikulum 2013 dengan baik. Apabila guru sudah memahami Kurikulum 2013
dengan baik, maka guru mampu menyampaikan tujuan pembelajaran yang sesuai
dengan Kurikulum 2013. Ketercapaian tujuan Kurikulum 2013 dapat diketahui,
salah satunya melalui proses evaluasi pembelajaran di dalam kelas. Hal ini
dikarenakan proses evaluasi di dalam kelas mampu menunjukkan hasil dari tujuan
Kurikulum 2013 yang menghendaki penilaian pada kompetensi pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Komponen penilaian yang terdiri dari penilaian sikap,
3 Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm.
112-113.
4 Herry Widyastono, Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah, Jakarta: Bumi Aksara,
(22)
pengetahuan, dan keterampilan menjadi komponen yang harus dilakukan guru
dalam implementasi Kurikulum 2013. Guru diharapkan dapat mencari teknik yang
tepat untuk melakukan evaluasi atau penilaian bagi siswa agar ketiga komponen
penilaian, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan dapat terlaksana dengan
baik.
Begitu juga dalam pembelajaran sejarah, ketiga kompetensi penilaian,
yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan juga wajib diukur sesuai dengan
Kurikulum 2013. Ketiga kompetensi yang diukur disesuaikan dengan setiap
materi pembelajaran sejarah dan sebisa mungkin ketiga kompetensi tersebut harus
dapat diukur dari materi yang diajarkan. Untuk itu, guru harus mencari cara yang
tepat, baik dengan menggunakan metode, model, media, dan lain sebagainya agar
ketiga kompetensi tersebut dapat diukur.
Evaluasi merupakan suatu proses untuk mengetahui ketercapaian
keefektifan pembelajaran. Evaluasi dapat digunakan sebagai balikan atau masukan
bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran. Untuk
itu, guru juga dapat melakukan evaluasi yang meliputi komponen pengetahuan,
sikap, dan keterampilan di dalam setiap proses pebelajaran agar menjadi lebih
baik lagi.
Proses evaluasi di dalam kelas melibatkan guru dan siswa. Dalam setiap
proses evaluasi guru dan siswa pastinya memiliki persepsi, baik itu positif
maupun negatif. Persepsi yang tercipta dalam benak guru maupun siswa
(23)
tercipta juga akan mempengaruhi pada sikap guru maupun siswa dalam
pelaksanaan evaluasi.
Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Pada
tahun pelajaran 2013/2014, Kurikulum 2013 diterapkan di sekolah-sekolah
tertentu saja, salah satunya SMA Negeri 4 Yogyakarta. Untuk itu, peneliti
memilih SMA Negeri 4 Yogyakarta sebagai tempat penelitian ini berdasarkan
latar belakang yang sudah peneliti paparkan di atas. Peneliti ingin menggali
tentang persepsi guru dan siswa terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam
Kurikulum 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi guru terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam
Kurikulum 2013?
2. Bagaimana persepsi siswa terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam
Kurikulum 2013?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk
mendeskripsikan tentang:
1. Persepsi guru terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam Kurikulum 2013.
(24)
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu dari aspek teoretis dan aspek
praktis sebagai berikut:
1. Aspek teoretis
Pada tataran teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat-manfaat sebagai berikut:
a. Memperluas pengetahuan dan wawasan tentang evaluasi pembelajaran dalam
Kurikulum 2013, baik yang berkaitan dengan aspek kesiapan manajemen,
pelaksanaan, keunggulan dan kelemahannya.
b. Memberikan informasi berkaitan dengan adanya hambatan atau faktor
penghambat dalam evaluasi pembelajaran menggunakan Kurikulum 2013,
khususnya bagi guru sejarah dan siswa.
2. Aspek praktis
Pada tataran praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi:
a. Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam
melakukan pembenahan dalam implementasi Kurikulum 2013 sehingga
tercipta suasana baru yang lebih kondusif dalam pembelajaran.
b. Guru, khususnya guru pelajaran sejarah dapat mengetahui usaha yang perlu
dilakukan dalam melakukan evaluasi pembelajaran sejarah menggunakan
(25)
c. Universitas Sanata Dharma, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
kajian keilmuan dan pengembangan kajian, khususnya bidang kebijakan
pendidikan, kurikulum, dan evaluasi pembelajaran.
d. Penulis, dapat menambah wawasan tentang kurikulum, khususnya evaluasi
(26)
8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori
1. Persepsi
Menurut Cepi Triatna, persepsi adalah suatu proses yang terjadi dalam diri
individu ketika menanggapi lingkungannya melalui proses pemikiran dan
perasaan yang kemudian menjadi dasar pertimbangan perilakunya.5 Dalam
prosesnya, setiap individu dapat melakukan pemilihan, pengevaluasian, dan
pengorganisasian lingkunganya dan dapat memberikan penilaian yang bersifat
positif dan negatif dalam bentuk perilaku tertentu. Seseorang dapat memberikan
persepsi positif apabila sesuatu atau seseorang memiliki karakteristik dan perilaku
yang baik dalam pandangan orang tersebut. Seseorang juga dapat memberikan
persepsi yang negatif apabila sesuatu atau seseorang memiliki karakteristik dan
perilaku yang tidak baik atau buruk dalam pandangan orang tersebut.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu merupakan proses diterimanya stimulus melalui panca indera yang pada
akhirnya menghasilkan persepsi.6 Melalui persepsi manusia terus-menerus
mengadakan hubungan dengan lingkungannya yang dilakukan lewat inderanya,
yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium.7 Untuk itu,
persepsi tidak bisa dipisahkan dari alat indera yang merupakan alat bantu untuk
menciptakan suatu persepsi. Persepsi antara individu yang satu dengan individu
5 Cepi Triatna, Perilaku Organisasi dalam Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015,
hlm. 36.
6 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010, hlm. 99.
7 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm.
(27)
lainnya tentunya berbeda tergantung pada apa yang ditangkap oleh panca indera
individu.
Faktor-faktor yang berperan dalam menciptakan suatu persepsi individu
adalah sebagai berikut8:
a. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat
datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf
penerima yang bekerja sebagai reseptor.
b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di
samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan
stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat
kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.
Tanpa adanya syaraf untuk meneruskan stimulus maka akan sulit untuk
membangun persepsi.
c. Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam
rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi
dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan
objek.
8 Bimo Walgito, op. cit., hlm. 101.
(28)
Faktor-faktor di atas dapat membuat persepsi tiap individu berbeda satu
sama lain. Hal ini tergantung pada apa yang diterima oleh panca indera dari
individu. Kemudian, diperlukan pula alat indera sebagai penerima stimulus untuk
menyampaikan ke syaraf, lalu ke susunan syaraf (otak), dan pada akhirnya
menimbulkan persepsi. Selain itu, persepsi dari individu juga tergantung pada
proses belajar, pengalaman, dan pengetahuan individu terhadap sesuatu atau
seseorang yang menjadi objek persepsinya.
Menurut Slameto, bagi seorang guru sangat penting untuk mengetahui dan
menerapkan prinsip-prinsip yang bersangkut-paut dengan persepsi dalam
pembelajaran karena9:
a. Makin banyak objek, orang, peristiwa atau hubungan diketahui, makin baik
objek, orang atau hubungan tersebut dapat diingat.
b. Dalam pengajaran, menghindari salah pengertian merupakan hal yang harus
dapat dilakukan oleh seorang guru, sebab salah pengertian akan menjadikan
siswa belajar sesuatu yang keliru atau yang tidak relevan. Oleh karena itu,
seorang guru harus memahami dengan baik apa yang diajarkan agar tidak
terjadi salah persepsi.
c. Jika dalam mengajarkan sesuatu guru perlu mengganti benda yang sebenarnya
dengan gambar atau potret dari benda tersebut, maka guru harus mengetahui
bagaimana gambar atau potret tersebut harus dibuat agar tidak terjadi persepsi
yang keliru.
9 Slameto, op. cit., hlm. 102.
(29)
2. Kurikulum 2013
a. Konsep Kurikulum 2013
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.10 Kurikulum merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah
pendidikan. Berhasil dan tidaknya sebuah pendidikan sangat bergantung dengan
kurikulum yang digunakan. Kurikulum adalah ujung tombak bagi terlaksananya
kegiatan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum mustahil pendidikan akan dapat
berjalan dengan baik, efektif, dan efisien sesuai yang diharapkan. Karena itu,
kurikulum sangat perlu untuk diperhatikan di masing-masing satuan pendidikan
yang merupakan salah satu penentu keberhasilan pendidikan.11
Untuk kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar
dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang oleh berbagai pihak sudah
tidak efektif, bahkan dari segi mata pelajaran yang diberikan dianggap kelebihan
muatan tetapi tidak mampu memberikan bekal, serta tidak dapat mempersiapkan
peserta didik untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Perubahan dasar
tersebut berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan
mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain.
Berbagai pihak pun menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum
berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter yang dapat membekali peserta
10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
11Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014, hlm. 13-14.
(30)
didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman dan tuntutan teknologi.12 Akhirnya kurikulum yang berlaku
di Indonesia diperbaharui dan melahirkan Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang mulai diterapkan pada
tahun pelajaran 2013/2014. Kurikulum ini adalah pengembangan dari kurikulum
sebelumnya, baik Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirilis pada tahun
2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun 2006. 13 Namun,
yang menjadi perbedaan dan titik tekan Kurikulum 2013 dengan kurikulum
sebelumnya adalah peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang
meliputi komponen sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkonstribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.14 Fungsi
dan tujuan Kurikulum 2013 secara spesifik mengacu pada Undang-Undang
Nasional No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional15, yaitu
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, sedangkan tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
12 Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013, hlm. 6.
13 Fadlillah, op. cit., hlm. 16.
14Herry Widyastono, Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah, Jakarta: Bumi Aksara, 2014, hlm. 131.
15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
(31)
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
b. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013
Dalam Kurikulum 2013 terdapat tiga landasan yang menjadi acuan
pengembangannya, sebagai berikut:
1) Landasan Filosofis
Filosofis adalah landasan penyusunan kurikulum yang didasarkan pada
kerangka berpikir dan hakikat pendidikan yang sesungguhnya.16 Berdasarkan hal
tersebut, landasan filosofis penyusunan dan pengembangan Kurikulum 2013
sebagai berikut:
a) Filosofis Pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam
pembangunan pendidikan.
b) Filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,
kebutuhan peserta didik, dan masyarakat. 17
2) Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah suatu landasan yang digunakan sebagai payung
hukum dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum.18 Berdasarkan hal
tersebut, landasan yuridis dalam penyusunan dan pengembangan Kurikulum 2013
sebagai berikut:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
16 Fadlillah, op. cit., hlm. 29. 17 Mulyasa, op. cit., hlm. 64. 18 Fadlillah, op. cit., hlm. 29.
(32)
c) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menegah Nasional.19
d) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
e) Inpres Nomor 1 Tahun 2000 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional; penyempurnaan kurikulum dan metodologi
pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing karakter bangsa.
f) Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum
2013.20
3) Landasan Konseptual
Landasan konseptual adalah suatu landasan yang didasarkan pada ide atau
gagasan yang diabstraksikan dari peristiwa konkret. Landasan konseptual dalam
penyusunan dan pengembangan Kurikulum 2013 sebagai berikut21:
a) Prinsip relevansi pendidikan
b) Model kurikulum berbasis kompetensi
c) Kurikulum lebih dari sekedar dokumen
d) Proses pembelajaran yang meliputi, aktivitas belajar, output belajar, dan
outcome belajar.
e) Penilaian, kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi dan penjenjangan
penilaian.
c. Karakteristik Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dikembangkan dan diimplementasikan dengan
karateristik sebagai berikut22:
1) Mengembangkan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja
sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik secara seimbang.
2) Memberikan pengalaman belajar terencana ketika peserta didik menerapkan
apa yang dipelajarinya di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar secara seimbang.
3) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya
dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
19 Herry Widyastono, op. cit., hlm. 135. 20Fadlillah, op. cit., hlm. 30.
21 Fadlillah, op. cit., hlm. 30.
(33)
4) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5) Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih
lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.
6) Kompetensi inti di kelas menjadi unsur pengorganisasian (organizing elements)
kompetensi dasar, di mana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti.
7) Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan.
d. Model dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Imas Kurniasih dan Berlin Sani menjelaskan dalam bukunya Implementasi
Kurikulum 2013 bahwa ada beberapa model dan metode pembelajaran yang dapat
membuat peserta didik aktif dan tentunya dapat dijadikan acuan pada proses
pembelajaran di kelas untuk Kurikulum 2013, antara lain sebagai berikut:23
1) Metode pembelajaran kolaborasi
Strategi pembelajaran kolaborasi atau collaboration learning merupakan
strategi yang menempatkan peserta didik dalam kelompok kecil dan memberinya
tugas di mana mereka saling membantu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan
kelompok. Dukungan sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian
sangat membantu siswa dalam mewujudkan belajar kolaboratif. Strategi yang
dapat diterapkan, antara lain mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen,
tim kuis dan lain sebagainya.
2) Metode pembelajaran individual
Metode pembelajaran individu atau individual learning memberikan
kesempatan kepada peserta didik secara mandiri untuk dapat berkembang dengan
23 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan,
(34)
baik sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dan strategi yang dapat diterapkan,
antara lain tugas mandiri, penilaian diri, portofolio, galeri proses, dan lain
sebagainya.
3) Metode pembelajaran teman sebaya
Ada pendapat yang mengatakan seperti ini, “satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila seorang peserta didik mampu mengajarkan kepada peserta didik lain”. Dengan mengajar teman sebaya peer learning memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik. dan
tentunya pada waktu yang bersamaan, ia menjadi narasumber bagi temannya.
Strategi yang dapat diterapkan, antara lain pertukaran dari kelompok ke
kelompok, belajar melalui jigsaw, studi kasus dan proyek, pembacaan berita,
penggunaan lembar kerja dan lain sebagainya.
4) Model pembelajaran sikap
Aktivitas belajar afektif atau affective learning membantu peserta didik
untuk menguji perasaan, nilai, dan sikap-sikapnya. Strategi yang dikembangkan
dalam model pembelajaran ini didesain untuk menumbuhkan kesadaran akan
perasaan, nilai dan sikap peserta didik. Strategi yang dapat diterapkan, antara lain
mengamati sebuah alat bekerja atau bahan dipergunakan, penilaian diri dan
teman, demonstrasi, mengenal diri sendiri, posisi penasihat, dan lain sebagainya.
5) Metode pembelajaran bermain
Permainan (game) sangat berguna untuk membentuk kesan dramatis yang
jarang peserta didik lupakan. Humor atau kejenakaan merupakan pintu pembuka
(35)
akan mudah menyerap pengetahuan yang diberikan. Permainan akan
membangkitkan energi dan keterlibatan belajar peserta didik. Strategi yang dapat
diterapkan, antara lain tebak gambar, tebak kata, tebak benda dengan stiker yang
ditempel dipunggung lawan, teka-teki, sosio drama, dan bermain peran.
6) Model pembelajaran kelompok
Model pembelajaran kelompok (cooperative learning) sering digunakan
pada setiap kegiatan belajar-mengajar karena selain hemat waktu juga efektif,
apalagi jika metode yang diterapkan sangat memadai untuk perkembangan peserta
didik. Model yang dapat diterapkan antara lain proyek kelompok, diskusi terbuka,
bermain peran, dan lainnya.
7) Model pembelajaran mandiri
Model pembelajaran mandiri (independent learning) peserta didik belajar
atas dasar kemauan sendiri dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki
dengan memfokuskan dan merefeksikan keinginan, strategi yang dapat
diterapkan, antara lain apresepsi-tanggapan, asumsi presumsi, visualisasi mimpi
atau imajinasi, hingga cakap memperlakukan alat atau bahan berdasarkan temuan
sendiri atau modifikasi dan imitasi, refleksi karya, melalui kontrak belajar,
maupun terstruktur berdasarkan tugas yang diberikan (inquiry, discovery,
recovery).
8) Model pembelajaran multimodel
Pembelajaran multimodel dilakukan dengan maksud akan mendapatkan
hasil yang optimal dibandingkan dengan hanya satu model. Strategi yang
(36)
interaktif, elaboratif, partisipatif, magang (cooperative study), integratif, produksi,
demonstrasi, imitasi, eksperiensial, kolaboratif, dan lainnya.
e. Komponen Penilaian dalam Kurikulum 2013
Penilaian dalam Kurikulum 2013 telah diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan. Dalam Kurikulum 2013 ditekankan pengembangan
kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang harus dicapai oleh peserta
didik. Ketiga Kompetensi ini ditagih dalam rapor dan merupakan penentu
kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik.
1) Kompetensi Sikap
Kompetensi sikap dalam Kurikulum 2013 yang terbaru tidak diterangkan
secara eksplisit di dalam silabus maupun RPP pada mata pelajaran karena hanya
berlaku pada mata pelajaran tertentu, seperti PPKn. Namun, di dalam proses
pembelajaran, guru diharapkan tetap melakukan penilaian untuk kompetensi sikap
ini. Kompetensi sikap ini menyangkut dua sikap, yaitu sikap spiritual dan sikap
sosial. Sikap spiritual memiliki jenjang kualitas pengalaman peserta didik
terhadap agamanya, yaitu meliputi menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati dan mengamalkan. Sedangkan sikap sosial memiliki jenjang kualitas
pengalaman peserta didik terhadap dirinya dan sesamanya, yaitu meliputi jujur,
disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, toleransi, gotong royong, kerjasama,
cinta damai, percaya diri, responsif, dan proaktif.24
Penilaian sikap berhubungan dengan sikap peserta didik terhadap materi
pelajaran, sikap peserta didik terhadap guru/pengajar, sikap peserta didik terhadap
(37)
proses pembelajaran, dan sikap yang berkaitan dengan norma atau nilai yang
berhubungan dengan materi pembelajaran.25 Pendidik dapat melakukan penilaian
kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat (peer
evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui
observasi/pengamatan dan teknik penilaian lain yang relevan, dan pelaporannya
menjadi tanggung jawab wali kelas atau guru kelas.26
2) Kompetensi Pengetahuan
Kompetensi pengetahuan dalam Kurikulum 2013 terdapat dalam silabus
mata pelajaran pada Kompetensi Inti 3 (KI 3). Kompetensi pengetahuan memiliki
enam tingkatan yang dimulai dari kemampuan yang paling rendah sampai yang
paling tinggi, yaitu tingkatan pengetahuan untuk dihafal (knowledge),
pemahaman, aplikasi, analisis/sintesis, dan evaluasi.27 Penilaian aspek
pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan sesuai dengan
kompetensi yang dinilai.28
3) Kompetensi Keterampilan
Kompetensi keterampilan dalam Kurikulum 2013 terdapat dalam silabus
mata pelajaran pada Kompetensi Inti 4 (KI 4). Kompetensi keterampilan terdiri
dari empat tingkatan, yaitu menyaji, mengolah, menalar, dan mencipta.29
Penilaian ini merupakan penilaian yang berhubungan dengan kompetensi
keterampilan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Pendidik
25 Fadlillah, op. cit., hlm. 211.
26 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016
tentang Standar Penilaian Pendidikan, hlm. 7.
27 Ahmad Yani, op. cit., hlm. 88.
28 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016
tentang Standar Penilaian Pendidikan, hlm. 7.
(38)
menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang
menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Penilaian keterampilan
dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/atau teknik lain sesuai
dengan kompetensi yang dinilai.30
f. Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 yang diberlakukan sebagai upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia tentunya memiliki keunggulan dan
kelemahan di dalamnya. Keunggulan dan kelemahan dalam pengembangan dan
implementasi Kurikulum 2013, antara lain31:
1) Keunggulan
a) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap pemecahan
masalah yang mereka hadapi di sekolah.
b) Adanya penilaian dari semua aspek yang meliputi kesopanan, religi, praktek,
sikap, dan lain-lain.
c) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah
diitegrasikan ke dalam semua program studi.
d) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi pendidikan dan tujuan
pendidikan nasional.
e) Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistic domain sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
f) Kurikulum 2013 tanggap terhadap fenomena dan perubahan social.
g) Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi seperti
sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara proposional.
h) Sifat pembelajaran sangat konstektual.
i) Meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profesi,
pedagogi, sosial, dan personal.
j) Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan secara lengkap oleh pemerintah.
2) Kelemahan
30 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016
tentang Standar Penilaian Pendidikan, hlm. 7.
(39)
a) Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru.
b) Banyak sekali guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013.
c) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep-konsep pendekatan scientific.
d) Kurangnya keterampilan guru merancang RPP.
e) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik.
f) Guru tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum
2013.
g) Terlalu banyak materi yang harus dikuasai siswa.
h) Beban belajar siswa dan termasuk guru terlalu berat, sehingga waktu belajar di
sekolah terlalu lama.
3. Evaluasi (Penilaian Autentik) dalam Kurikulum 2013
Evaluasi (penilaian autentik) dalam Kurikulum 2013 secara lengkap telah
diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
a. Pengertian Evaluasi (Penilaian Autentik) dalam Kurikulum 2013
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.32 Penilaian merupakan bagian
integral dari proses pembelajaran, sehingga tujuan penilaian harus sejalan dengan
tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian hendaknya dilakukan dengan
perencanaan yang cermat.33 Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Seorang guru
diharapkan melakukan penilaian dengan berbagai model variatif, sehingga siswa
32 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016
tentang Standar Penilaian Pendidikan, hlm. 2.
33 Abdul Majid, Penilaian Autentik: Proses dan Hasil Belajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
(40)
sebagai sasaran penilaian merasakan manfaat dan kebermaknaan dari semua
penilaian tersebut. Berdasarkan hasil penilaian yang komprehensif terhadap tiga
aspek, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotorik, maka kemajuan belajar siswa dan
tingkat efisiensi mengajar guru dapat diketahui.34
Dalam Kurikulum 2013, penilaian yang dilakukan oleh pendidik haruslah
penilaian autentik. Penilaian Autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran
(output) pembelajaran.35 Dalam setiap pembelajaran yang dilakukan oleh
pendidik, maka pendidik harus melakukan penilaian kepada setiap peserta didik
dimulai dari awal pembelajaran, saat pembelajaran berlangsung, dan pada setiap
akhir pembelajaran. Untuk memperoleh hasil penilaian yang maksimal dan dapat
menggambarkan proses dan hasil yang sesungguhnya, penilaian dilakukan
sepanjang kegiatan pengajaran ditujukan untuk memotivasi dan mengembangkan
kegiatan belajar anak, kemampuan mengajar guru dan untuk kepentingan
penyempurnaan program pengajaran.36
b. Jenis-jenis Evaluasi (Penilaian Autentik) dalam Kurikulum 2013
Penilaian autentik dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara
atau bentuk, antara lain:37
1) Penilaian Proyek
Proyek merupakan salah satu bentuk penilaian autentik yang berupa
pemberian tugas kepada siswa secara berkelompok. Penilaian proyek merupakan
34 Aman, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011, hlm. 74-75. 35 Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik berdasarkan Kurikulum
2013), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 50.
36 Abdul Majid, op. cit., hlm. 35. 37Ibid., hlm. 62.
(41)
kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik
menurut periode/waktu tertentu. Penilaian proyek dilakukan oleh pendidik untuk
tiap akhir bab atau tema pelajaran. Penyelesaian tugas dimaksud berupa
investigasi dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan
data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan
demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman,
pengaplikasian, penyelidikan, dan lain-lain.
Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik
memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan
pengetahuannya. Oleh karena itu, pada setiap penilaian proyek, setidaknya ada
tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru, yaitu:38
a) Keterampilan peserta didik dalam memilih topic, mencari dan mengumpulkan
data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang
diperoleh, dan menulis laporan.
b) Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
c) Orisinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau
dihasilkan oleh peserta didik.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk
proyek. Dalam hal ini guru harus melakukan penyusunan rancangan dan
instrument penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan mentiapkan laporan.
38Ibid., hlm. 63.
(42)
Penilaian proyek dapat menggunakan instrument daftar cek, skala penilaian, atau
narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
2) Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik,
khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur
proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat memberikan
umpan balik terhadap kinerja peserta didik, baik dalam bentuk laporan naratif
maupun laporan kelas.
Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis
kinerja:39
a) Daftar cek (checklist), digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya
unsur-unsur tertentu dari indicator atau sub-indikator yang harus muncul dalam
sebuah peristiwa atau tindakan.
b) Catatan anekdot/narasi, digunakan dengan cara guru menulis laporan narasi
tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama
melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa
baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
c) Skala penilaian, biasanya digunakan dengan skala numerik dengan
predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 =
kurang sekali.
39 Ibid., hlm. 64-65.
(43)
d) Memori atau ingatan, digunakan oleh guru dengan cara mengamati peserta
didik ketika melakukan sesuatu, tanpa membuat catatan. Guru menggunakan
informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah
berhasil atau belum. Cara seperti ini ada manfaatnya, namun tidak dianjurkan.
Dalam penilaian kinerja ada beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan, yaitu langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi
tertentu; ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai;
kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan
tugas-tugas pembelajaran; focus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya
indicator esensial yang akan diamati; urutan dari kemampuan atau keterampilan,
peserta didik yang akan diamati.
Penilaian diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja.
Penilaian diri merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik
penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Teknik penilaian diri memiliki beberapa manfaat positif. Pertama,
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari
kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih
peserta didik berperilaku jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju
(44)
3) Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan pekerjaan siswa (tugas-tugas) dalam
periode waktu tertentu yang dapat memberikan informasi penilaian. Fokus
tugas-tugas kegiatan pembelajaran dalam portofolio adalah pemecahan masalah,
berpikir dan pemahaman, menulis, komunikasi, dan pandangan siswa sendiri
terhadap dirinya sebagai pembelajar. Tugas yang diberikan kepada siswa dalam
penilaian portofolio adalah tugas dalam konteks kehidupan sehari-hari. Siswa
diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut secara lebih kreatif, sehingga siswa
memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portofolio juga memberikan
kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi siswa.40
Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau
kemajuan belajar peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun
atau membuat karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan,
resensi buku/literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar
penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai
dengan tuntutan pembelajaran.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:41
a) Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
b) Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan
dibuat.
40Ibid., hlm. 66.
(45)
c) Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah
bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
d) Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang
sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
e) Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
f) Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen
portofolio yang dihasilkan.
g) Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian
portofolio.
4) Jurnal
Jurnal merupakan tulisan yang dibuat siswa untuk menunjukkan segala
sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh dalam proses pembelajaran. Jurnal
dapat digunakan untuk mencatat atau merangkum topik-topik pokok yang telah
dipelajari, perasaan siswa dalam belajar mata pelajaran tertentu,
kesulitan-kesulitan atau keberhasilan-keberhasilannya dalam menyelesaikan masalah atau
topik pelajaran, dan catatan atau komentar siswa tentang harapan-harapannya
dalam proses aturan-aturan yang digunakan untuk menilai kinerja siswa.42
5) Penilaian Tertulis
Tes tertulis terdiri dari memilih atau menyuplai jawaban dan uraian.
Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak,
menjodohkan, dan sebab-akibat. Menyuplai jawaban terdiri dari isian atau
melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
42Ibid., hlm. 67.
(46)
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu
mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis,
menyintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes
tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehensif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah,
isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan
berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda
dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan
ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri
jawabannya, tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta
didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka.43
Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami
pelajaran, tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang
dianjurkan dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan
peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis berbentuk uraian adalah alat yang menuntut peserta didik
untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal
yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan
tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan
43 Ibid., hlm. 68.
(47)
pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain
cakupan materi yang ditanyakan terbatas.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan
jawabannya sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka
peluang untuk memperoleh nilai yang sama. Tes tertulis berbentuk esai biasanya
menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka atau jawaban terbatas.
Hal ini tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam ini
memberi kesempatan kepada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta
didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan
hal-hal berikut:44
a) Materi, yaitu kesesuaian soal dengan indicator pada kurikulum.
b) Konstruksi, yaitu rumusan soal atau pernyataan harus jelas dan tegas.
c) Bahasa, yaitu rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang
menimbulkan penafsiran ganda.
Dari beberapa jenis penilaian di atas, maka jelas penilaian autentik lebih
dapat mengungkapkan hasil belajar siswa secara holistik, sehingga benar-benar
dapat mencerminkan potensi, kemampuan, dan kreativitas siswa sebagai hasil
proses belajar. Selain itu penerapan penilaian autentik akan dapat mendorong
siswa untuk lebih aktif belajar dan menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan
nyata. Dengan demikian, penilaian autentik dapat meningkatkan mutu pendidikan.
44 Ibid., hlm. 69.
(48)
c. Prinsip Evaluasi (Penilaian Autentik) dalam Kurikulum 2013
Prinsip penilaian hasil belajar peserta didik sesuai dengan Kurikulum 2013
telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, yaitu
sebagai berikut:45
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur;
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik;
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku;
8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan; dan
9) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
mekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya.
4. Pembelajaran Sejarah a. Belajar
Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang
membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya. Belajar mempunyai
keuntungan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu,
kemampuan untuk belajar secara terus-menerus akan memberikan konstribusi
45 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016
(49)
terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar
mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan
dari generasi ke generasi.46
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.47
Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi
tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar, dan setiap orang mempunyai
pandangan yang berbeda tentang belajar. Misalnya seorang guru yang
mengartikan belajar sebagai kegiatan menghafalkan fakta, akan lain cara
mengajarnya dengan guru yang mengartikan bahwa belajar sebagai suatu proses
penerapan prinsip.48
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengokohkan kepribadian.49 Dalam pengertian yang umum dan sederhana,
belajar seringkali diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan.
Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri penting yang membedakan jenisnya
dari jenis-jenis mahluk yang lain. Dalam konteks ini seseorang dikatakan belajar
46 Baharuddin dan Esa Nur Wahyu, Teori belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2015, hlm. 13-14.
47 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010,
hlm. 1.
48Ibid., hlm. 2.
49 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, Bandung: Remaja
(50)
bilamana terjadi suatu perubahan, dari sebelumnya tidak mengetahui sesuatu
menjadi mengetahui.
Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam
proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Dari segi guru, proses tersebut dapat diamati secara
tidak langsung. Artinya, proses belajar yang merupakan proses internal siswa
tidak dapat diamati, akan tetapi dapat dipahami oleh guru. Proses belajar tersebut
tampak melalui perilaku siswa mempelajari bahan belajar. Perilaku belajar
tersebut merupakan respon siswa terhadap tindakan mengajar atau tindakan
pembelajaran dari guru.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat
maupun jenisnya. Oleh karena itu, sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri
seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Ciri-ciri perubahan tingkah
laku dalam pengertian belajar sebagai berikut50:
1) Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya
bertambah.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi
50 Slameto, op. cit., hlm. 2.
(51)
akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan
ataupun proses belajar berikutnya.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah
dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, maka makin banyak dan
makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya
bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha
individu sendiri.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja, seperti bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat
digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena
proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku
yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena adanya tujuan
yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang
benar-benar disadari.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar
(52)
sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh
dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut:
1) Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau
disengaja.
2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Hasil belajar
ditandai dengan perubahan tingkah laku.
Selain itu, seorang guru harus dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip
belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi
yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individu. Beberapa prinsip belajar
adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif, meningkatkan
minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.
b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada
siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
c) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan
kemampuaanya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2) Sesuai hakikat belajar
a) Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut
perkembanganya
(53)
c) Belajar adalah proses kontinguitas atau hubungan antara pengertiaan yang satu
dengan yang lain sehingga mendapatkan pengertiaan yang diharapkan.
Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.
3) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari
a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyairan
yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiaanya.
b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuaan tertentu sesuai dengan
tujuan instruksional yang harus dicapai.
4) Syarat keberhasilan belajar
a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan
tenang.
b) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertiaan atau
keterampilan ataupun sikap itu mendalam pada siswa.
Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan bagi siswa, baik
perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. dengan
perubahan-perubahan tersebut tentunya siswa juga akan terbantu dalam memcahkan
permasalahan hidupnya dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.51
b. Sejarah
Sejarah berasal dari kata syajaratun, yang berarti pohon. Sejarah dalam
bahasa Inggris ialah history (berasal dari bahasa Yunani yaitu Historia).
Sedangkan menurut Muhammad Yamin, sejarah ialah ilmu pengetahuan umum
yang berhubungan dengan cerita bertarikh, sebagai hasil penafsiran
(54)
kejadian dalam masyarakat manusia pada waktu yang telah lampau atau
tanda-tanda yang lain.52
Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu53. Di mana yang menjadi sumber
konstruksi ialah apa yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan
dialami oleh orang. Sesuatu yang dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan
dialami oleh orang dapat menjadi sebuah sejarah apabila memenuhi syarat-syarat
untuk menjadi sebuah sejarah.
Sejarah memiliki arti subjektif dan arti objektif.54 Pada umumnya orang
memakai istilah sejarah untuk menunjuk cerita sejarah, pengetahuan sejarah,
gambaran sejarah, yang kesemuanya itu sebenarnya adalah sejarah dalam arti
subjektif. Sejarah dalam arti subjektif ini merupakan suatu konstruk, ialah
bangunan yang disusun oleh penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Sejarah
dalam arti objektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah
peristiwa sejarah dalam kenyataannya. Kejadian itu sekali sekali terjadi tidak
dapat diulang atau terulang lagi.
Mengajar sejarah berarti membantu peserta didik untuk mempelajari
sejarah sehingga guru perlu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran sejarah.55 Untuk itu, pemahaman guru tentang sejarah sangat
diperlukan agar siswa juga memahami penjelasan diberikan guru. Pembelajaran
52 Hendrayana, Sejarah 1: Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X, Jakarta:
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009, hlm. 2.
53 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm. 17 54 Aman, op. cit., hlm. 13-14.
55 Brian Garvey dan Mary Krug, Model-Model Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2015,
(55)
sejarah merupakan proses memahami sejarah. Dalam proses pembelajaran sejarah
tentu harus sesuai dengan tujuan pembelajaran sejarah nasional, yaitu56:
1) Membangkitkan, mengembangkan serta memelihara semangat kebangsaan.
2) Membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita keangsaan dalam segala
lapangan/bidang.
3) Membangkitkan hasrat–mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya
sebagai bagian dari sejarah dunia.
4) Menyadarkan anak tentang cita-cita nasional (Pancasila dan Undang-undang
Pendidikan) serta perjuangan tersebut untuk mewujudkan cita-cita itu sepanjang masa.
Dari hal tersebut maka pembelajaran sejarah memiliki peran penting.
bukan hanya sebagai proses transfer ide, akan tetapi juga proses pendewasaan
peserta didik untuk memahami identitas, jati diri dan kepribadian bangsa melalui
pemahaman terhadap peristiwa sejarah. Dengan demikian pembelajaran sejarah
hendaknya memperhatikan beberapa prinsip57:
1) Pembelajaran yang dilakukan haruslah adaptif terhadap perkembangan peserta
didik dan perkembangan zaman. Kendatipun sejarah bercerita tentang
kehidupan pada masa lalu, bukan berarti sejarah tidak bisa diajarkan secara
kontekstual. Banyak nilai dan fakta sejarah yang bila disampaikan dengan
benar dan sesuai alam fikiran peserta didik akan mampu membangkitkan
pemahaman dan kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai nasionalisme,
patriotisme, dan persatuan.
2) Pembelajaran sejarah hendaklah berorientasi pada pendekatan nilai.
Menyampaikan fakta memang sangat penting dalam pembelajaran sejarah,
akan tetapi yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana mengupas
56 Heri Susanto, Seputar Pembelajaran Sejarah: Isu, Gagasan, dan Strategi pembelajaran,
Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014, hlm. 57.
(56)
fakta tersebut dan mengambil intisari nilai yang terdapat di dalamnya sehingga
si pembelajar akan menjadi lebih mawas diri sebagai akibat dari pemahaman
nilai tersebut.
3) Strategi pembelajaran yang digunakan hendaklah tidak mematikan kreatifitas
dan memaksa peserta didik hanya untuk menghafal fakta dalam buku teks.
Sejarah sudah saatnya diajarkan dengan cara yang berbeda, kebekuan
pembelajaran yang terjadi seringkali dikarenakan rendahnya kreatifitas dalam
pembelajaran sejarah. Sebagai akibat kejenuhan seringkali menjadi faktor
utama yang dihadapi guru dalam mengajarkan sejarah dan siswa dalam belajar.
Dari ketiga hal tersebut dapat dipahami bahwa tantangan guru dalam
mengajarkan sejarah menjadi tidak mudah. Pengajar harus memahami apa
menjadi yang tujuan, karakteristik dan sasaran pembelajaran sejarah. Pengajar
juga harus memahami visi dan misi pendidikan sehingga sejarah yang diajarkan
dapat memberi pencerahan dan sehingga sejarah yang diajarkan dapat memberi
pencerahan dan landasan berpikir dalam bersikap bagi peserta didik pada
zamannya.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Andrianus Akun pada tahun 2016 yaitu
Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Implementasi Kurikulum 2013 dalam
Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus di SMK Negeri 2 Depok Sleman DIY). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa guru memiliki persepsi positif terhadap
(57)
menyambut baik perubahan Kurikulum 2013. Hal ini didukung dengan persiapan
yang dilakukan guru, baik melalui sosialisasi dan pelatihan dari pemerintah
maupun pihak sekolah yang sering diikuti oleh guru. Guru juga dapat menerapkan
konsep-konsep Kurikulum 2013 pada pembelajaran sejarah, melaksanakan
pembelajaran sejarah dengan pendekatan saintifik, serta menerapkan penilaian
autentik. Selanjutnya, siswa juga memiliki persepsi yang positif terhadap
implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran sejarah. Hal ini didukung
dengan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran sejarah menggunakan
Kurikulum 2013. Selain itu, siswa juga merasa senang selama pembelajaran
sejarah karena siswa bisa bereksplorasi dan pembelajaran lebih menarik dengan
metode bervariasi yang digunakan guru.58
Penelitian yang dilakukan oleh Ignatius Leonokto pada tahun 2016 yaitu
Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Implementasi Kurikulum 2013 dalam
Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa guru memiliki persepsi negatif terhadap
implementasi kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan sosialisasi yang didapatkan
guru masih belum cukup untuk menerapkan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran
sejarah. Guru belum paham sepenuhnya tentang Kurikulum 2013 dan sering
terjadi miskonsepsi dalam setiap pembelajaran sejarah dengan menggunakan
Kurikulum 2013. Selanjutnya, siswa juga memiliki persepsi yang negatif terhadap
implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran sejarah. Hal ini dibuktikan
dengan ketidaksiapan siswa dalam menghadapi pembelajaran sejarah dengan
58 Adrianus Akun, Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Implementasi Kurikulum 2013 dalam
Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus di SMK Negeri 2 Depok Sleman DIY), skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2016.
(58)
menggunakan Kurikulum 2013. Siswa masih bersifat pasif dalam pembelajaran
sejarah dan siswa juga merasa terbebani dengan banyaknya tugas yang diberikan
oleh guru.59
Mengacu pada kedua penelitian di atas, maka dapat dilakukan penelitian
yang sejenis tetapi dengan aspek kajian yang berbeda. Kedua penelitian di atas
mengkaji secara umum tentang persepsi guru dan siswa terhadap impelementasi
Kurikulum 2013, maka akan menarik jika dikaji pula tentang Kurikulum 2013
tetapi lebih khusus kepada evaluasi pembelajarannya. Jika kedua penelitian di atas
membahas tentang persepsi guru dan siswa terhadap implementasi Kurikulum
2013 dalam pembelajaran sejarah, maka penelitian ini mengkaji persepsi guru dan
siswa terhadap evaluasi pembelajaran sejarah dalam Kurikulum 2013.
C. Kerangka Pikir
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang mulai diterapkan pada
tahun pelajaran 2013/2014. Kurikulum 2013 diterapkan di sekolah-sekolah
tertentu saja, salah satunya SMA Negeri 4 Yogyakarta. Kurikulum 2013 bertujuan
untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif serta mampu berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia. Berdasarkan tujuan tersebut, maka dalam
implementasi Kurikulum 2013 haruslah mampu menciptakan generasi sesuai
dengan tujuan tersebut. Untuk mengetahui ketercapaian dalam tujuan Kurikulum
59 Ignatius Leonokto, Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Implementasi Kurikulum 2013 dalam
Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta), skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2016.
(59)
2013 tersebut dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi atau penilaian kepada
setiap peserta didik. Hal ini sesuai dengan komponen yang harus dievaluasi atau
dinilai dalam Kurikulum 2013 yang meliputi komponen pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Begitu pula dalam pembelajaran sejarah, ketiga komponen tersebut,
yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan tersebut juga harus diukur.
Dalam proses evaluasi pembelajaran sejarah melibatkan guru dan siswa,
dan mereka memiliki persepsi tentang evaluasi atau penilaian yang menggunakan
Kurikulum 2013. Persepsi guru dan siswa terhadap evaluasi atau penilaian dalam
Kurikulum 2013 merupakan hasil pengamatan melalui penginderaan oleh guru
maupun siswa sehingga dapat memberikan pemahaman tentang evaluasi atau
peniaian dalam pembelajaran sejarah sesuai dengan Kurikulum 2013. Berdasarkan
uraian di atas dapat digambarkan skema kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar I. Kerangka Pikir
Kurikulum 2013
Penilaian pembelajaran Sejarah
(Sesuai Kurikulum 2013)
Pembelajaran Sejarah
Siswa
Persepsi (Guru dan Siswa)
(60)
42 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 4 Yogyakarta yang beralamat di Jalan
Magelang, No. 7, Kelurahan Karangwaru Lor, Kecamatan Tegalrejo, Kota
Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2017 dengan jadwal
penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No. Kegiatan Bulan
Maret April Mei Juni Juli
1 Penyusunan proposal
2 Perizinan
3 Pengumpulan data
4 Analisis data
5 Penulisan laporan
B.Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
(61)
manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, laporan terinci, dari pandangan responden dan melakukan studi pada situasi
yang alami.60 Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu
peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif
peneliti sendiri.61 Kesulitan dalam membuat desain penelitian kualitatif disebabkan
antara lain62, (1) desain penelitian kualitatif itu adalah peneliti sendiri, sehingga
penelitilah yang paham pola penelitian yang akan dilakukan; (2) masalah penelitian
kualitatif yang amat beragam dan kasuistik sehingga sulit membuat kesamaan desain
penelitian yang bersifat umum, karena itu desain penelitian kualitatif cenderung
bersifat kasuistik; (3) ragam ilmu sosial yang variannya bermacam-macam sehingga
memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda pula terhadap metode penelitian
kualitatif. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif berupa tempat,
pelaku, dan kegiatan.63
Penelitian studi kasus merupakan salah satu jenis penelitian dari penelitian
kualitatif. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah
dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan
menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu, dan
tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau
60 Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, Bandung: Alfabeta, 2014, hlm. 287. 61 Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: bumi Aksara,
2008, hlm. 78.
62 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 67.
(1)
213
Wawancara dengan Muhammad Yusril Ananta pada 27 April 2017 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Wawancara dengan Putri Dewi Fortuna pada 27 April 2017 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
(2)
214
Wawancara dengan Karina Yunika pada 16 Mei 2017 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Wawancara dengan Rosyida Cahya Oktiva pada 16 Mei 2017 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
(3)
215
Wawancara dengan Khusnul Viaragil Drajati pada 19 Mei 2017 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Wawancara dengan Andin Rahman Sidiq pada 19 Mei 2017 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
(4)
216 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
217 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
218 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI