Pada penelitian ini, variabel yang berpengaruh nyata lebih banyak apabila menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu kedelai, air dan laru. Sedangkan jika
menggunakan model linear berganda, variabel yang berpengaruh nyata hanya kedelai dan laru.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa model yang banyak digunakan adalah model linear berganda dan Cobb Douglas. Pada penelitian-
penelitian sebelumnya juga dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil regresi dari fungsi produksi yang digunakan, bahan baku utama selalu berpengaruh nyata
terhadap produksi sedangkan tenaga kerja dan bahan-bahan pembantu lainnya berbeda untuk setiap produksi.
Penelitian ini seperti halnya dengan penelitian-penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, skala
usaha dan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta kombinasi input optimal. Perbedaan penelitian dari penelitian sebelumnya mengenai efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi adalah pada jenis produknya. Selama ini, penelitian kayu olahan sengon hanya pada pengendalian persediaan bahan baku
seperti yang dilakukan oleh Nurdiana 2003 pada PT. Albasi Parahyangan, Ciamis dan Lestari 2007 pada PT. Bineatama Kayone Lestari, Tasikmalaya.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Fungsi Produksi
Produksi merupakan proses pengubahan input faktor produksi menjadi output hasil produksi Lipsey 1995. Kegiatan produksi ini dapat menambah
kegunaan nilai guna suatu barang dengan memberikan manfaat baru atau manfaat yang lebih dari semula Putong 2004. Hubungan antara input yang
digunakan dan output yang dihasilkan dalam suatu produksi dapat dicirikan melalui suatu fungsi produksi. Berdasarkan fungsi produksi tersebut, produsen
dapat menentukan berapa banyak output yang dihasilkan dan kombinasi input yang digunakan dalam produksi Vincent 1996.
Nicholson 2002 mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan matematik antara input dan output. Sementara Soekartawi, et al 2003
menyatakan fungsi produksi sebagai fungsi yang menjelaskan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan Y dan variabel yang menjelaskan X. Melalui
hubungan fisik tersebut, selain hubungan antara variabel yang dijelaskan dan variabel yang menjelaskan, dapat diketahui juga hubungan antar variabel
penjelasnya. Variabel yang menjelaskan berupa masukan faktor produksi dan variabel yang dijelaskan berupa hasil produksi.
Secara sistematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut Doll dan Orazem 1984 :
Y = f {X
1,
X
2,
X
3,…….
X
n
} Dimana :
Y = jumlah output yang dihasilkan pada suatu sistem produksi
f = hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi
input ke dalam hasil produksi output X
1,
X
2,
X
3,…..
X
n
= faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi yaitu Hukum Kenaikan Hasil yang Berkurang The Law of Diminishing Returns. Hukum ini
berarti bahwa penambahan secara terus menerus satu satuan unit faktor produksi menyebabkan jumlah produksi per satuan faktor produksi menurun jika faktor
produksi lainnya tetap. Fungsi produksi selain dapat dinyatakan secara sistematis, dapat juga
digambarkan dengan grafik. Grafik ini menggambarkan hubungan fisik faktor produksi dengan hasil produksinya dengan asumsi bahwa hanya satu faktor
produksi yang berubah dan faktor produksinya lainnya tetap cateris paribus. Grafik fungsi produksi ditunjukkan oleh gambar di bawah ini Gambar 1 :
C E
P
1 0 E
P
1 E
P
Y B
TP
Y
PM
Sumber: Doll dan Orazem 1984
Gambar 1. Grafik Fungsi Produksi
A
PR X
1
X
2
X
X
Keterangan : A
= titik balik B
= titik produksi optimum C
= titik produksi maksimum Y
= jumlah produk output X
= faktor produksi input PT
= produk total Total Product PR
= produk rata-rata Average Marginal Product PM
= produk marjinal Marginal Product Berdasarkan gambar di atas, pengukuran suatu tingkat produktivitas suatu
proses produksi dapat dilihat dari dua tolak ukur, yaitu : 1. Produk Marjinal PM
Produk Marjinal adalah tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan satu-satuan faktor produksi yang digunakan.
2. Produk Rata-Rata PR Produk rata-rata adalah produk output total dibagi jumlah unit faktor
produksi input yang digunakan untuk memproduksinya.
Produk marjinal PM dan produk rata-rata PR mempunyai hubungan satu sama lain,antara lain Soekartawi 2003 :
• Apabila PM lebih besar daripada PR, maka PR dalam posisi meningkat. Sebalikanya apabila PM lebih kecil dari PR, maka posisi PR dalam keadaan
menurun. • Apabila PM sama dengan PR, maka PR dalam keadaan maksimum.
Hubungan PM dan PR dapat juga dikaitkan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan output sebagai akibat dari
persentase perubahan input atau produk marjinal dibagi dengan produk rata-rata. Hubungan antara PM, PR dan elastisitas tersebut menjadikan suatu fungsi
produksi dibagi menjadi tiga daerah produksi . Pembagian tiga daerah produksi ini juga berhubungan dengan penggunaan faktor produksi dalam suatu produksi
Doll dan Orazem 1984. Tiga daerah tersebut, yaitu : 1. Daerah Produksi I
Daerah ini mempunyai elastisitas lebih dari satu E
p
1 yang terletak antara titik asal dan X
1.
Daerah ini disebut daerah tidak rasional irrational region or irrational stage of production
karena pada daerah ini, penggunaan faktor produksi masih bisa ditingkatkan. Elastisitas pada daerah ini lebih dari satu yang
berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output hasil produksi lebih besar dari satu persen.
Penambahan pemakaian faktor produksi masih bisa meningkatkan produksi yang mengindikasikan bahwa keuntungan maksimum belum tercapai. Pada daerah
ini produk marjinal PM telah mencapai titik maksimum dan mengalami penurunan namun PM masih lebih besar daripada produk rata-ratanya PR. PR
meningkat selama berada pada daerah ini dan mencapai maksimum pada akhir daerah II. Karena itu, masih terdapat kemungkinan untuk menambah penggunaan
faktor produksi dalam proses produksi. 2. Daerah Produksi II
Daerah ini terletak antara X
1
dan X
2,
dimana elastisitas produksinya antara nol dan satu 0E
p
1. Nilai elastisitas tersebut mengandung arti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan berdampak pada
penambahan output paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini produk marginal mengalami penurunan, lebih rendah daripada
produk rata-rata namun lebih dari nol. Pada awal daerah II ketika PM sama dengan PR, merupakan penggunaan minimum dari faktor produksi yang
memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah rasional rational region
. 3. Daerah Produksi III
Pada daerah ini produk total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh produk marjinal yang bernilai negatif dimana setiap tambahan input yang
diberikan akan menghasilkan tambahan output yang lebih kecil dari tambahan inputnya. Daerah ini juga dicirikan oleh nilai elastisitasnya yang kurang dari nol
E
p
0, yang berarti bahwa penambahan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan Karena itu, daerah
produksi III, disebut sebagai daerah tidak rasional irrational region. Pada umumnya seorang produsen yang rasional belum tentu menggunakan
faktor-faktor produksinya secara tepat. Pada kondisi demikian, maka keuntungan maksimum pun belum tercapai.
3.1.2 Model Fungsi Produksi
Menurut Soekartawi 2003 model adalah “gambaran” dari tujuan yang ingin dicapai. Model mempunyai beragam bentuk, misalnya iconic model dimana
model merupakan gambaran nyata dari keadaan yang sebenarnya. Model lain adalah analog model yaitu model yang bentuknya mirip sama dengan bentuk
nyatanya. Model ketiga adalah matematical model yaitu model yang dinyatakan dalam rumus matematik.
Model yang terakhir ini sering digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan pendekatan kuantitatif. Model fungsi produksi termasuk kedalam
matematical model .
Terdapat berbagai model fungsi dalam memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi, antara lain :
1. Fungsi Produksi Kuadratik Rumus fungsi kuadratik secara matematik dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f X
i
; atau dapat dituliskan Y = a + bX + cX
2
Dimana : Y
= variabel yang dijelaskan X
= variabel yang menjelaskan a,b,c = parameter yang diduga
Fungsi kuadratik memiliki nilai maksimum saat turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, yaitu sebagai berikut :
∂Y∂X = b + 2cX = 0 X = b2c
Saat berlaku hukum kenaikan yang semakin berkurang pada suatu produksi, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai berikut Soekartawi 2003:
Y = a + bX – cX
2
2. Fungsi Produksi Akar Pangkat Dua Secara matematis, persamaan fungsi ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Y= a + a
1
X
1 12
+ a
11
X
1
Apabila X pangkat setengah ini diganti dengan inisial Z, maka fungsi produksi tersebut menjadi :
Y = a + a
1
Z + a
11
Z
2
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa fungsi produksi akar pangkat dua merupakan fungsi produksi kuadratik. Fungsi akar pangkat dua maupun kuadratik
pada umumnya akan tidak praktis apabila jumlah variabelnya lebih dari tiga. Penyelesaian persamaan yang mempunyai lebih dari tiga variabel dianjurkan
untuk menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi produksi linear berganda.
3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Secara matematis fungsi Cobb-Douglas dapat dinyatakan sebagai berikut
Gujarati 1997 :
u bm
m b
b
e X
X aX
Y .....
2 1
2 1
=
Dimana :
Y = jumlah produksi
X
1
= jumlah faktor produksi ke-i yang dijelaskan a
= intersep, konstanta b
i
= besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi e
= bilangan natural 2,7182 u =
sisa residual
i = 1,2,3…,m
Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas harus memenuhi persyaratan antara lain Soekartawi 2003 :
1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
2. Perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition.
4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi sudah tercakup pada faktor kesalahan u.
4. Fungsi Produksi Linear Berganda Jumlah variabel X yang dipakai dalam fungsi produksi linier berganda adalah
lebih dari satu. Rumus matematik dari fungsi produksi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut Soekartawi 2003 :
Y = f X
1
, X
2
,….., X
i
,…. X
n
; atau Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ …..+ b
i
X
i
+ ….+ b
n
X
n
Dimana : a = intersep
b = koefisien regresi
Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan
3.1.3 Konsep Return to Scale
Konsep return to scale sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengetahui apakah hasil produksi masih dapat lebih besar, sama dengan atau lebih kecil
secara proposional terhadap perubahan dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Suatu produksi memiliki kemungkinan berada dalam salah satu dari tiga bentuk
skala usaha dalam suatu proses produksi yaitu decreasing return to scale, constan return to scale
dan increasing return to scale Vincent 1996. Suatu proses produksi berada pada fase decreasing return to scale apabila
semua faktor produksi ditingkatkan penggunaannya dalam proporsi yang sama, akan meningkatkan hasil produksi lebih kecil daripada proporsi kenaikan faktor
produksi. Elastisitas produksi total untuk skala usaha ini adalah kurang dari satu.
Fase constan return to scale ditunjukkan dengan elastisitas yang bernilai sama dengan satu. Hal ini berarti bahwa peningkatan penggunaan semua faktor
produksi secara proposional akan meningkatkan hasil produksi tepat sama dengan proporsi kenaikan faktor produksi tersebut. Skala usaha ini mempunyai elastisitas
yang sama dengan satu. Fase terakhir yaitu increasing return to scale yaitu apabila semua faktor
produksi ditingkatkan penggunaannya dalam proporsi yang sama maka akan meningkatkan hasil produksi yang lebih besar daripada proporsi kenaikan faktor
produksi tersebut. Pada fase ini elastisitas produksi totalnya lebih dari satu.
3.1.4 Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi
Menurut Doll Orazem 1984 efisiensi ekonomis menunjukkan kombinasi faktor-faktor produksi yang dapat memaksimumkan tujuan individu dan tujuan
sosial. Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai efisiensi yaitu: 1. Syarat Keharusan
Syarat keharusan tercapai pada saat produksi : 1 Tidak memungkinkan untuk memproduksi jumlah produk yang lebih banyak dengan menggunakan jumlah
faktor produksi yang sama, dan 2 tidak memungkinkan untuk memproduksi produk yang sama dengan jumlah faktor produksi yang lebih sedikit. Syarat
keharusan menunjukkan tingkat keefisienan secara teknis yang dinyatakan dalam fungsi produksi. Kondisi ini dapat tercapai jika proses produksi berada pada
daerah II, yaitu ketika elastisitas produksi antara nol dan satu. 2. Syarat Kecukupan
Syarat ini merupakan indikator pilihan yang membantu produsen untuk menentukan penggunaan faktor produksi yang sesuai dengan tujuannya. Kondisi
ini berbeda antara produsen satu dengan yang lainnya berdasarkan tujuan masing- masing. Produsen yang mempunyai tujuan memaksimumkan produksi berbeda
dengan produsen yang ingin memaksimumkan keuntungan. Apabila tujuan dari suatu usaha adalah memaksimumkan keuntungan, maka syarat kecukupan
merupakan syarat untuk menghasilkan output dengan biaya terendah dari alokasi penggunaan faktor produksi tertentu agar dapat memperoleh keuntungan
maksimal.
Menurut Soekartawi 2003 kondisi efisiensi dapat tercapai saat Nilai Produk Marjinal NPM sama dengan Biaya Korbanan Marjinal BKM, atau rasio antara
NPM dan BKM sama dengan satu. Hal ini berarti tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan
dalam jumlah yang sama. Pada kondisi tersebut keuntungan maksimal dapat tercapai.
Keadaan dimana rasio NPM dengan BKM kurang dari satu berarti penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal dimana setiap
penambahan biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Sedangkan apabila rasio NPM dengan BKM lebih dari satu maka
kondisi optimum belum tercapai sehingga perusahaan yang rasional harus menambah penggunaan faktor produksinya.
3.1.5 Konsep Kombinasi Input Optimal
Penggunaan faktor produksi yang menguntungkan dapat juga dikatakan penggunaan dalam jumlah optimalnya. Menurut Doll Orazem 1984 jumlah input
optimal adalah jumlah input yang dapat memaksimumkan keuntungan dari suatu proses produksi. Tujuan dari efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi adalah
menggunakan faktor-faktor produksi tersebut pada tingkat optimalnya. Kombinasi optimal penggunaan suatu faktor produksi dapat diketahui setelah mengetahui
tingkat efisiensi penggunaannya.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional